Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGIOMA

Disusun Oleh :
M. Ali Akbar M.
NIM. 0010101051

Dosen Pembimbing
Dr. Dwikoryanto, Sp. BS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB 1. PENDAHULUAN

Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus tumor


intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umuranya, tumor intrakranial
timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk
segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian halnya dengan
kasus-kasus meningioma dimana pen.deri.ta datang pada keadaan yang sudah
lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh
karena perjalanannya yang sangat lambat sebaglan besar kasus tanpa disertai
adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang
minimal seringkali diketemukan secara kebetulaii. Dari semua otopsi tumor,
dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa
adanya gejala-gejala klinik (Black, et al., 2007).
Meningioma merupakan neoplasm a intrakranial nomor 2 dalam urutan
frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Di intracranial, meningioma banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis
lebih tinggi lagi (4 : 1). Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria terutama
pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan
untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma
kapitis kurang meyakinkan. Meningioma intrakranial merupakan 15-20% dari
semua tumor primer di regio ini. Meningioma juga bisa timbul di sepanjang
kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tumor
lain yang rumbuh di regio ini. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai
neopiasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla
spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks
Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital.
Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau
kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di
samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis
mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8.
Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak
sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis,
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak
yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frotitalis dan 20%
menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri
raerupakan gejala ketidakmarapuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, dismngsi eksekutif, dan ketidakmampuan
mengatur mood.
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intracranial dan 12 % dari
semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya
muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada
masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma
tergolong jmak(benign) dan 10 % malignant. Meningioma malignant dapat terjadi
pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita.
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketaliui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
liistopatologis berasal dari sel pembungkus araklmoid {arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk.2 Meningioma intrakranial
raerupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-
20% dari tumor susunan saraf pusat.l Etiologi tumor Ini diduga berhubungan
dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera
kepala. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.
Insidensi meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering
disamping Glioma, merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat.
Meningioma dapat terjadi pada semua usia namun jarang didapatkan pada bayi
dan anak-anak. Angka tertinggi penderita meningioma adalah pada usia 50-60
tahun. Meskipun demikian dilaporkan juga dua kasus meningioma kongenital
pada bayi. Koos dan Muller menyatakan mulai usia 12 tahun insidens
meningiorna meningkat secara progressif. Meningioma ini lebih banyak
didapatkan pada wanita dari pada laki-laki. Perbandingan antara wanita dan laki-
laki adalah 3 : 2, sedangkan Jacobson et al mendapatkan perbandingan wanita dan
laki-laki adalali 7:4.1.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Meninx adalah stiatu selaput jaringan ikat yang niembungkus enchepalon
dam medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang
letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan
piamater disebut leptomening.
Dura mater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwama putih, terdiri
dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina
endostealis melekat erat pada dinding canalis vertebralis, menjadi
endosteum(=periosteum),sehingga di antara lamina meningialis dan lamina
endostealis terdapat spatium extraduralis(spatium epiduralis) yang berisi jaringan
skat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater dan archnoid terdapat
spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis
melekat erat pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania
dan tepi foramen occipital magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan
yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa,
yaitu :
1. Falx eerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragm sellae

Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeninges. Kedua


lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae.Arachniod
adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan dura mater.
Antara archnoid dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi
liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang niembungkus basis serebri berbentuk tebal
sedangkan yang niembungkus facies superior eerebri tipis dan transparent.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea,
masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia
cerebri.Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
reticularis dan elastic.ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darali cerebral. Pia terdiri
dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan
arachnoid, membrane ini ini menutupi seraua permukaan otak dan medulla
spinalis.

Gambar 2.1 Anatomi Meninges


2.2 Definisi
Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul
pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya
terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat
jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi.
Meningioma adala tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat
pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu
belum dapat dipastikan sel niana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan
erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Timibulinva meningioma kebanvakan
di temnat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan
Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923) didapatkan suatu konsep baliwa sel
yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya
arachnoid fibroblast atau meningeal Fibroblastoma.3 Meningioma berasal dari
leptomening yang biasanya berkembang jinak. Gushing, 1922 menamakannya
meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan meningen.
Ahli patologi pada umumnya Icbih menyukai label histologi dari pada
label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan
Gushing (1922) ternyata dapat diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy
(1931).
Orville Bailey (1940) mengeraukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural
crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius
(1950), bennula dari unsur ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke
dalam tumor mesodermal.

Gambar 2.1 Meningioma pada gambaran CT scan


2.3 Etlologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun
beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang
jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Faktor-faktor terpenting sebagai
penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan
dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma, Pada beberapa kasus ada
hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya
tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah
trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang
menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma.
Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbtil pada akhir
kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang
meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai
penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like
inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini
kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini
adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti.
Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal
usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiornas berisi kromosom 22
yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen
supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma
sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain
dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering tetjadi pada usia
nuida. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan
pertumbuhan meningioma.
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis
reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada
pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker,
atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan
meningioma. Multiple meningiomas terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,
terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma
memlliki reseptor yaiig berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen,
danjarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak
meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belura sepenuhnya
dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati
pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki
sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam peitumbuhan
meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang
mungkin meningioma tumbuh lebili cepat pada saat kehamilan.

2.4 Patofislologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.
Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan
perkembangan edema peritumoral.
Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah
supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung
granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang
paling sedikit pada fossa posterior.
Etiologi tumor ini diduga berhubimgan dengan genetik, terapi radiasi, hormon
sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami
kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22, pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan
NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang
menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu,
deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.
Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma.
Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan meningioma masih belum jelas.
Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk tinea kapitis dapat
berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi pada
dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya
meningioma setelah periode laten yang pendek.
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya
faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memieu meningioma
hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma
ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain
juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan
reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex
diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik
dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari
meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan
pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma
sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10)
melaporkan. meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma
mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma
mammae dengan meningioma.
Gambar 2.3 Lokasi tersering pada meningioma

Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan


tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus homion merupakan
faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertunibuhan meningioma
dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus
menstruasi dan kehamilan.
Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah
diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai
penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus
meningioma setelah trauma kepala pada populasi western Washington state.

2.5 Gambaran Histopatologi


Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital,
selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis
spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini
mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk
ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil
yang berasai dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan
jaringan tulang baru.
Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meiiputi
dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah
kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika
ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron. atau terdapat
peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi,
uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anapiastik akan
ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas
pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat
membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80%
menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain
negatifunruk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary
acididprotein (GFAP).
Gambar 2.5 slide Patologi (Hematoksilin-eosin, X400 perbesaran asli). A, Meningioma
dengan fitur ganas, nukleolus (titik kuning) dan mitosis (panah). B, intranuklear intnisi
sitoplasma (pseudoinclusion).

2.6 Klasifikasi
Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, macam-macam
klasifikasi diusulkan, natnun Orville Bailey (1940) menganggap klasifikasi
meningioma tidak diperlukan. Pandangan ini didasarkaii secara biologis karma
variasi-variasi histologis tersebiit tidak banyak kaitannya dengan perangai biologi
kelompok tumor ini.
Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu Meningioma
meningotheliomatosa (syncytial, eiidothclimatous), Meningioma fibroblastic dan
Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai
haemangioperisitoma. Tipe transisional atau tipe campuran digolongkaii ke dalam
kelompok meningioma meningotheliomatosa.
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan meiaiul tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah rnikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya.

a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan
gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodic. Jika tumor semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksaiiaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang continue.

b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksaiiaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.

c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari
tumor.
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus menlngioma). Falx
adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan
hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar.
Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx
2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
3. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang rnata. Banyak terjadi pada wanita.
4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di pemxukaan
bawah bagian belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas seila tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis
dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding
dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau
di sekitar mata cavum orbita.
9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi
cairan di seluruh bagian otak.
2,7 Diagnosa
a. Manifestasi klinik
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunay fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau btekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal.
Meningioma tumbuhnya perlahan-lahaii dan tanpa meniberikan gejala-
gejala dalam waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahvm. Ini khas untuk
meningioma tetapi tidak pathognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial
yang merupakan 1,44% dari seluruh otopsi sebagian besar tidak menunjukkan
gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari permulaan sampai timbulnya
gejala-gejala rata-rata ± 26 hulan, dilaporkan juga gejala-gejala yang lama
timbulnya yaitu antara 20 — 30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang
cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma.
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain
misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal
seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering
sudah ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum penderita
mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.
Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala
Minis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut:
1) kejang-kejang (±48%)
2) gangguan visus (± 29%)
3) gangguan mental (± 13%)
4) gangguan fokal (± 10%)

Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak


tumor dan tingginya tekanan intrakranial, Tanda-tanda fokal sangat tergantung
dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan
otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven
gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini. Gejala-gejala ini tirnbul
akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer atau dari otak
kedalam tumor.

1) Sakit Kepala
Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat
umum atau terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun
tidak dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra
Ventrikuler seringkali mengalami sakit kepala dan peningkatan tekanan
intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat bergerak dan dapat
mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala
tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain
sakit kepala juga disertai mual dan muntah-muntah.

2) Kejang
Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama
pada meningioma parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini
akan memperkuat cliagnosa.

3) Gangguan Mata
Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :
a) penurunan visus
b) papil oedema
c) nystagmus
d) gangguan yojana penglihatan
e) gangguan gerakan bola mata
f) exophthalmus.

5) Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumor-
tumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kehimpuhan
fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai
gangguan sensoris dari N V.
6) Gangguan mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan
lokalisasi dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengan
gangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan
gejala-gejala yang paling sering.
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan
saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse
yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang raenarik adalah adanya Intermittent
cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan meiiingioma supra tentorial
didapatkan ganggnan fungsi serebral yang mendadak intermitten dan sementara
dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa afasia,
kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi
(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi
serebral berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa
membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler,
migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan
tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak dan perlahan-
lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam
gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa.

7) Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS)


FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak
semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut.
Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang jauh dari tumor di
mana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan lokalisasi tumor tersehut.
Seperti biasanya diagnosa klinik ditegakkan dari Icumpulan/tanda-tanda, tetapi
kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahan-kesalahan pada
diagnosa, apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250
kasus meningioma intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang
salah karena gejala-gejala yang tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala
yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena adanya Silent area di mana tumor-
tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala-gejala. Yang termasuk
silent area: parasagital anterior, konveksitas frontal dan intraventrikuler.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor:
1) Meningioma falx dan parasagittal; nyeri tungkai
2) Meningioma Convexitas; kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal,
perubahan status mental
3) Meningioma Sphenoid; kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
4) Meningioma Olfactorius; kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
5) Meningioma fossa posterior; nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
6) Meningioma suprasellar; pembengkakan diskus optikus, masalah visus
7) Spinal meningioma ; nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
8) Meningioma Intraorbital ; penurunan visus, penonjolan bola mata
9) Meningioma Intraventrikular ; perubahan mental, sakit kepala, pusing
b. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa meningioma dapat ditentukan atas beberapa pemeriksaan sebagai
berikut:
1) Elektroensefaiografi (E.E.G.).
2) X ray foto tengkorak.
3) Angiografi
4) Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi.
5) Brain Scan.
6) Computerized Tomography Scan (CT scan).
7) Histopatologik.
8) Tissue Culture.
1) Elektroensefaiografi (EEG)
Tumor otak memberi EEG abnormal pada 75-85% dari kasus dan 15 - 25% dari
penderita dengan tumor otak mempunyai EEG yang normal. Tumor otak sendiri
tidak memberi aktivitas listrik abnormal. Hanya neuron-neuron yang
membuat ini pada daerah dekat tumor menjadi abnormal sedemikian rupa
sehingga hypersyndironisasi dari pelepasan-pelepasan listrik dari beribu-ribu atau
berjuta-juta sel saraf membentuk gelombang lanibat atau gelombang runcing pada
EEG. Mungkin tumor ini memberi kelainan metabolik dari neuron-neuron
didekatnya, mungkin dengan tekanan langsung, oedema atau raengacau (merusak)
innervasi daerahnya. Meningoma raenunjukkan sedikit abnormalitas pada E.E.G.
Pada kasus-kasus didapatkan 53% dengan focus abnormal. Pada meningioma
intraventriculer enam dari delapan kasus menunjukkan EEG yang abnormal.

2) Foto Tengkorak
Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perabahan dari X foto
tengkorak pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5% abnormal. Kelainan
radiologis tersebut adalah:
a) Hyperostosis : 25% - 44,1 %
b) Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri meningiamedia (foramen
Spinosum): 25%
c) Perkapuran dari tumor : 3% — 20%
d) Kerasakan dari tulang : 1,5% -16,1%
e) Pembuatan specule : 4,3% adalah pembuatan tulang-tulang baru sebagai tiang
yang ramping tegak lurus pada permukaan tulang yang normal.
f) Penebalan tulang yang difus
g) Hyperostosis dan kalsifikasi tumor teratama Psammomatous merupakan
tanda yang paling penting untuk diagnosa meningioma disamping peningkatan
Vascularisasi dan kerasakan tulang.
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan
dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak.
Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang
mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat
fokal maupun difus .

3) Angiografi
Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah adanya
pembuluh darah yang meraberi darah pada neoplasma oleh cabang-cabang arteri
sistim karotis ekstema. Bila mendapatkan arteri karotis ekstenia yang memberi
darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali neningioma.
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran "spoke wheel appearance". Selanjutnya arteri dan kapiler
memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut
dengan mother and law phenomenon
Meningioma menunjukkan dri-ciri paling khas sebagai berikut:: (i)
Mendapat darah dari sistim karotis ekstema. (ii) Homogenous akan tetapi sharphy
sircumscribed cloud, ya itu adanya tumor cloud yang homogen dari cairan kontras
pada selurah tumor. Batas vaskuler intrinsik dari meningioma sering jelas sekali
dan konfigurasinya berbentuk bulat-bulatan (lobulated). Dan (iii). Tetap adanya
cairan kontras dalam tumor.
Terdapat tetap adanya tumor cloud untuk waktu yang agak lama pada
serialogram. Tumor Stain masih terlihat pada film terakhir ialah delapan sainpai
sembilan detik setelali permulaan dari injeksi cairan kontras. (iii) lebih dapat
dipercaya daripada (ii).

4) Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi


Pneumografi dapat menunjukkan paling jelas tumor intraventrikuler dan
tumor yang letaknya dalam, dekat pada ventrikel atau mengadakan invasi pada
straktur di garis tengah (invading midline structures).

5) Brain Scan
Brain scan biasanya kurang cermat untuk diagnosa dari tumor yang
tumbuh lambat dan berasal dari glia. Mungkin tak lebih dari separo menunjukkan
Brainscan yang positlp. Keterbatasan atau kejelekan dari radionucleide brainscan
ini ialali tak dapat memberi petunjuk yang dapat dipercaya mengeiiai jenis atau
maeam nature dari lesi. la hanya menunjukkan suatu daerah dengan uptake yang
abnormal dalam kepala, yang dapat sebagai neoplasma, vaskuler, radang atau
trauma. la tak memberi informasi mengenai status dari otak dan derajad dari
deformitas atau adanya edema otak, dilatasi ventrikel atau tekanan intrakranial
yang tinggi. Dalam hal ini, C.T. scan dari otak lebih superior dibandingkan
dengan isotop brain scan.

6) Computerized Tomography scan (CT scan)


CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum
kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogeny pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen cystic dan kalsifikasi pada
beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan
cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.
Meningioma biasanya lebih padat dibandingkan dengan otak oleh karena
adanya Calcium dalam tumor. Nilai absorpsi mungkin antara 20-300 Um, dan
lesi-lesi itu dengan densitas sedang, bertambah jelas dengan penyuntikan, kontras
walau dengan jumlah yang sedikit (20 - 40 cc). Bila meningioma dengan densitas
sangat mendekati otak,maka kita dapat salah menerka edema sebagai tumor dan
dapat mendiagnosis salah sebagai glioma. Sesuai dengan laporan BECKER dkk
bila meningioma mengandung banyak calcium, ia sangat padat dan diagnosisnya
jelas.
CT. Scan dapat menunjukkan ventrikel dan ruangan subarachnoid, juga
massa tumor, sering dapat memberi infonnasi tentang lokalisasi secara terperinci.
Histopatologik, Histopatologi dari meningioma menunjukkan gambaran yang
beraneka ragam. Beberapa sarjana membagi menjadi gambaran yang sederhana
didasarkan jenis yang paling sering didapatkan.
7) Pembiakan jaringan (Tissue Culture)
Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak
didapatkan bentuk-bentuk pertunibuhan, sampai COSTERO dkk pada th 1955
mendapatkan pertunibuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak
selaiti didapatkan pada semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini
merupakan tanda khas adanya meningioma dan tidak pernah didapatkan pada
tumor-tumor yang lain baik intra maupun ekstraserebral.l
Menurat U.I.C.C. (Unio Intemationalis Contra Cancrum) gambaran histopatologi
sebagai berikut:
a) Epitheloid
b) Meningotheliomatous
c) Endotheliomatous
d) Fibroblastic / Fibromatous
e) Psammomatous
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenamya dan usia penclerita.
Telah dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan.Kira-kira
separo dari kasus-kasus dengan insuffisiensia serebral sepintas lalu dan berulang-
ulang pada penderita yang tua menyerupai infark otak atau insuffiensia serebro
vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural hematoma, perdarahan
subarachnoid dan meningitis serosa.
2.9 Penatalaksanaan a. Operatif
Penatalaksanaan meningioma terganting dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain
lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel
saraf. dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat selurah tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat
segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis
beberapa hari sebelum operas! dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif
digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus,
dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap
organisem pseudomonas, serta pemberian inetronidazol (untuk organisme
anaerob) ditambalikan apabila operas! direncanakan dengan pendekatan melalui
mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid .
Klasifikasi penatalaksanaan dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial:
1) Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
2) Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
3) Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
4) Grade IV Reseksi parsial tumor
5) Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)
b. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai
untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif
untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus
rekurensi baik yang didaliului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak, Pada
kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan
pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external
beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus
meiiingioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung
teori ini belurn banyak dikemukakan .
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan koraplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Koraplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi.

c. Radiasi Stereotoktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co
gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik
ini dapat mengurangi kornplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari
2,5 cm.
Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi
dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar
88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan
memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 %
kasus. Bara-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien
yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan
tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut
kejadiannya sekitar 5 % .

d. Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak barn sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan
cyclopliosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan
hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi.
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjiitkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi
Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan
refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara
pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga
pasien .
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200
mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari
14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa
tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik
walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat
pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari
kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan
tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan
ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan
penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai
sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor
ini .

2.10 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang
dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan
survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan
menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada
penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi,
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya
mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada:
1) Invasi dan kerusakan tulang
2) tumor tidak berkapsul pada saat operasi
3) invasi pada jaringan otak.

Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan,


dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka
kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi
selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan (1957-1966) adalah 8,5%.
Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan
dan edema otak.
DAFTAR PUSTAKA

Black, P., Morokoff, A., Zauberman, J., Claus, E., dan Carroll, R. 2007.
Meningiomas: Science and Surgery. Journal Online: Clinical Neurosurgery •
Volume 54, 2007.
Denizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F.
2009. Analysis of Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online:
Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article
ID 689430, 8 pages
Fynn, E. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA Journal of Radiology •
June 2006.
Gazzeri, R., dan Galarza, M. 2007. Growth of a Meningioma in a Transsexual
Patient after Estrogen-Progestin Therapy. Jurnal Online: n engl j med 357;23
www.nejm.org december 6, 2007.
Lee, A., Wallace, C, Rewcastle, B., dan Sutherland, G. 1998. Metastases to
Meningioma. Jurnal Online: AJNR Am J Neuroradiol 19:1120 -1122, June 1998.
Ojo, A. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA JOURNAL OF
RADIOLOGY • June 2006.
Pramesh, C. S., Saklani, A. P., Pantvaidya, G. ., Heroor, A. A. Naresh, K. N.,
Sharma, S., dan Deshpande, R. K. 2003. Benign Metastasizing Meningioma.
Jurnal Online: Jpn J Clin Oncol 2003;33(2)86-88.
Township, C, Colombaris, S., Imhoff, D., dan Imhoff, E. 2006. Meningiomas.
Focusing On Tumor. American Brain Tumor Associations.
Uygur, E. R., Deniz, B., dan Zafer, K. 2008. Anterior Third Ventricle
Meningiomas. Report Of Two Cases. Jurnal Online: Neurocirugia 2008; 19: 356-
360.
Watson, M. A., Gutmann, D. FL, Peterson, K., Chicoine, M. R., DeMasters, K.,
Brown, H. G., dan Chicoine, M. R. 2002. Molecular Characterization of Human
Meningiomas by Gene Expression Profiling Using High-Density Oligonucleotide
Microarrays. Jurnal Online: American Journal of Pathology, Vol. 161, No. 2,
August 2002.
Yekeler, E., Dursun, M., Yilmazbayhan, D., dan Tunaci, A. 2005. Multiple
pulmonary metastases from intracranial meningioma: MR imaging findings.
Jurnal Online: Diagn Interv Radiol 2005; 11:28-30.

Anda mungkin juga menyukai