Meningioma
Meningioma
MENINGIOMA
Disusun Oleh :
M. Ali Akbar M.
NIM. 0010101051
Dosen Pembimbing
Dr. Dwikoryanto, Sp. BS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB 1. PENDAHULUAN
2.4 Patofislologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.
Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan
perkembangan edema peritumoral.
Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah
supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung
granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang
paling sedikit pada fossa posterior.
Etiologi tumor ini diduga berhubimgan dengan genetik, terapi radiasi, hormon
sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami
kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22, pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan
NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang
menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu,
deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.
Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma.
Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan meningioma masih belum jelas.
Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk tinea kapitis dapat
berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi pada
dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya
meningioma setelah periode laten yang pendek.
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya
faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memieu meningioma
hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma
ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain
juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan
reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex
diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik
dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari
meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan
pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma
sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10)
melaporkan. meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma
mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma
mammae dengan meningioma.
Gambar 2.3 Lokasi tersering pada meningioma
2.6 Klasifikasi
Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, macam-macam
klasifikasi diusulkan, natnun Orville Bailey (1940) menganggap klasifikasi
meningioma tidak diperlukan. Pandangan ini didasarkaii secara biologis karma
variasi-variasi histologis tersebiit tidak banyak kaitannya dengan perangai biologi
kelompok tumor ini.
Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu Meningioma
meningotheliomatosa (syncytial, eiidothclimatous), Meningioma fibroblastic dan
Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai
haemangioperisitoma. Tipe transisional atau tipe campuran digolongkaii ke dalam
kelompok meningioma meningotheliomatosa.
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan meiaiul tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah rnikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya.
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan
gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodic. Jika tumor semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksaiiaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang continue.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksaiiaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari
tumor.
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus menlngioma). Falx
adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan
hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar.
Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx
2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
3. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang rnata. Banyak terjadi pada wanita.
4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di pemxukaan
bawah bagian belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas seila tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis
dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding
dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau
di sekitar mata cavum orbita.
9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi
cairan di seluruh bagian otak.
2,7 Diagnosa
a. Manifestasi klinik
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunay fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau btekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal.
Meningioma tumbuhnya perlahan-lahaii dan tanpa meniberikan gejala-
gejala dalam waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahvm. Ini khas untuk
meningioma tetapi tidak pathognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial
yang merupakan 1,44% dari seluruh otopsi sebagian besar tidak menunjukkan
gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari permulaan sampai timbulnya
gejala-gejala rata-rata ± 26 hulan, dilaporkan juga gejala-gejala yang lama
timbulnya yaitu antara 20 — 30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang
cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma.
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain
misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal
seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering
sudah ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum penderita
mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.
Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala
Minis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut:
1) kejang-kejang (±48%)
2) gangguan visus (± 29%)
3) gangguan mental (± 13%)
4) gangguan fokal (± 10%)
1) Sakit Kepala
Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat
umum atau terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun
tidak dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra
Ventrikuler seringkali mengalami sakit kepala dan peningkatan tekanan
intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat bergerak dan dapat
mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala
tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain
sakit kepala juga disertai mual dan muntah-muntah.
2) Kejang
Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama
pada meningioma parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini
akan memperkuat cliagnosa.
3) Gangguan Mata
Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :
a) penurunan visus
b) papil oedema
c) nystagmus
d) gangguan yojana penglihatan
e) gangguan gerakan bola mata
f) exophthalmus.
5) Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumor-
tumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kehimpuhan
fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai
gangguan sensoris dari N V.
6) Gangguan mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan
lokalisasi dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengan
gangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan
gejala-gejala yang paling sering.
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan
saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse
yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang raenarik adalah adanya Intermittent
cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan meiiingioma supra tentorial
didapatkan ganggnan fungsi serebral yang mendadak intermitten dan sementara
dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa afasia,
kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi
(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi
serebral berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa
membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler,
migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan
tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak dan perlahan-
lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam
gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa.
2) Foto Tengkorak
Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perabahan dari X foto
tengkorak pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5% abnormal. Kelainan
radiologis tersebut adalah:
a) Hyperostosis : 25% - 44,1 %
b) Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri meningiamedia (foramen
Spinosum): 25%
c) Perkapuran dari tumor : 3% — 20%
d) Kerasakan dari tulang : 1,5% -16,1%
e) Pembuatan specule : 4,3% adalah pembuatan tulang-tulang baru sebagai tiang
yang ramping tegak lurus pada permukaan tulang yang normal.
f) Penebalan tulang yang difus
g) Hyperostosis dan kalsifikasi tumor teratama Psammomatous merupakan
tanda yang paling penting untuk diagnosa meningioma disamping peningkatan
Vascularisasi dan kerasakan tulang.
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan
dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak.
Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang
mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat
fokal maupun difus .
3) Angiografi
Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah adanya
pembuluh darah yang meraberi darah pada neoplasma oleh cabang-cabang arteri
sistim karotis ekstema. Bila mendapatkan arteri karotis ekstenia yang memberi
darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali neningioma.
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran "spoke wheel appearance". Selanjutnya arteri dan kapiler
memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut
dengan mother and law phenomenon
Meningioma menunjukkan dri-ciri paling khas sebagai berikut:: (i)
Mendapat darah dari sistim karotis ekstema. (ii) Homogenous akan tetapi sharphy
sircumscribed cloud, ya itu adanya tumor cloud yang homogen dari cairan kontras
pada selurah tumor. Batas vaskuler intrinsik dari meningioma sering jelas sekali
dan konfigurasinya berbentuk bulat-bulatan (lobulated). Dan (iii). Tetap adanya
cairan kontras dalam tumor.
Terdapat tetap adanya tumor cloud untuk waktu yang agak lama pada
serialogram. Tumor Stain masih terlihat pada film terakhir ialah delapan sainpai
sembilan detik setelali permulaan dari injeksi cairan kontras. (iii) lebih dapat
dipercaya daripada (ii).
5) Brain Scan
Brain scan biasanya kurang cermat untuk diagnosa dari tumor yang
tumbuh lambat dan berasal dari glia. Mungkin tak lebih dari separo menunjukkan
Brainscan yang positlp. Keterbatasan atau kejelekan dari radionucleide brainscan
ini ialali tak dapat memberi petunjuk yang dapat dipercaya mengeiiai jenis atau
maeam nature dari lesi. la hanya menunjukkan suatu daerah dengan uptake yang
abnormal dalam kepala, yang dapat sebagai neoplasma, vaskuler, radang atau
trauma. la tak memberi informasi mengenai status dari otak dan derajad dari
deformitas atau adanya edema otak, dilatasi ventrikel atau tekanan intrakranial
yang tinggi. Dalam hal ini, C.T. scan dari otak lebih superior dibandingkan
dengan isotop brain scan.
c. Radiasi Stereotoktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co
gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik
ini dapat mengurangi kornplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari
2,5 cm.
Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi
dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar
88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan
memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 %
kasus. Bara-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien
yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan
tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut
kejadiannya sekitar 5 % .
d. Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak barn sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan
cyclopliosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan
hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi.
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjiitkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi
Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan
refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara
pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga
pasien .
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200
mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari
14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa
tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik
walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat
pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari
kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan
tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan
ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan
penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai
sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor
ini .
2.10 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang
dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan
survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan
menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada
penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi,
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya
mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada:
1) Invasi dan kerusakan tulang
2) tumor tidak berkapsul pada saat operasi
3) invasi pada jaringan otak.
Black, P., Morokoff, A., Zauberman, J., Claus, E., dan Carroll, R. 2007.
Meningiomas: Science and Surgery. Journal Online: Clinical Neurosurgery •
Volume 54, 2007.
Denizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F.
2009. Analysis of Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online:
Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article
ID 689430, 8 pages
Fynn, E. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA Journal of Radiology •
June 2006.
Gazzeri, R., dan Galarza, M. 2007. Growth of a Meningioma in a Transsexual
Patient after Estrogen-Progestin Therapy. Jurnal Online: n engl j med 357;23
www.nejm.org december 6, 2007.
Lee, A., Wallace, C, Rewcastle, B., dan Sutherland, G. 1998. Metastases to
Meningioma. Jurnal Online: AJNR Am J Neuroradiol 19:1120 -1122, June 1998.
Ojo, A. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA JOURNAL OF
RADIOLOGY • June 2006.
Pramesh, C. S., Saklani, A. P., Pantvaidya, G. ., Heroor, A. A. Naresh, K. N.,
Sharma, S., dan Deshpande, R. K. 2003. Benign Metastasizing Meningioma.
Jurnal Online: Jpn J Clin Oncol 2003;33(2)86-88.
Township, C, Colombaris, S., Imhoff, D., dan Imhoff, E. 2006. Meningiomas.
Focusing On Tumor. American Brain Tumor Associations.
Uygur, E. R., Deniz, B., dan Zafer, K. 2008. Anterior Third Ventricle
Meningiomas. Report Of Two Cases. Jurnal Online: Neurocirugia 2008; 19: 356-
360.
Watson, M. A., Gutmann, D. FL, Peterson, K., Chicoine, M. R., DeMasters, K.,
Brown, H. G., dan Chicoine, M. R. 2002. Molecular Characterization of Human
Meningiomas by Gene Expression Profiling Using High-Density Oligonucleotide
Microarrays. Jurnal Online: American Journal of Pathology, Vol. 161, No. 2,
August 2002.
Yekeler, E., Dursun, M., Yilmazbayhan, D., dan Tunaci, A. 2005. Multiple
pulmonary metastases from intracranial meningioma: MR imaging findings.
Jurnal Online: Diagn Interv Radiol 2005; 11:28-30.