Anda di halaman 1dari 46

Makalah Pembangunan Ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang diselenggarakan oleh suatu negara bangsa dewasa ini harus
dilihat sebagai upaya terencana, terprogram, sistematik, dan berkelanjutan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup seluruh warga masyarakat. Pada gilirannya
pembangunan ekonomi yang berhasil akan berakibat positif pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Hal itulah yang akan dicoba diidentifikasikan dan dibahas dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
A. Bagaimana Pembangunan Ekonomi sebagai prioritas pembangunan nasional?
B. Bagaimana Strategi Pembangunan ekonomi di Indonesia?
C. Mengapa industrialisasi dijadikan sebagai alternative?
D. Mengapa pembangunan ekonomi harus berhasil?
C. Tujuan
A. Memahami Pembangunan Ekonomi sebagai Prioritas pembangunan nasional
B. Mengetahui strategi yang dipakai dalam pembangunan ekonomi di Indonesia
C. Menjelaskan mengenai Industrialisasi sebagai alternative
D. Menjelaskan mengenai pembangunan ekonomi yang harus berhasil

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBANGUNAN EKONOMI SEBAGAI PRIORITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL
Ketika berbagai negara baru memperoleh kembali kemerdekaannya, apakah melalui perang
kemerdekaan atau melalui jalan damai di meja perundingan, kemerdekaan tersebut bukan hanya
menyangkut bidang politik, akan tetapi juga dalam bidang-bidang kehidupan dan penghidupan
yang lain. Salah satu implikasi dari persepsi demikian ialah bahwa suatu negara, bangsa bebas
untuk menentukan dan memilih sendiri cara-cara yang ingin ditempuhnya dalam upaya mencapai
tujuan negara, bangsa yang bersangkutan.
Terlepas dari cara dan pendekatan yang dilakukan, berbagai tindakan yang diambil, termasuk
kebijaksanaan dan prioritas pembangunannya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
seluruh warga masyarakat. Itulah sebabnya berkembang pandangan yang mengatakan bahwa
suatu negara modern merupakan suatu negara kesejahteraan (welfare state). Meskipun di banyak
negara industri maju konsep “negara kesejahteraan tidak lagi menonjol seperti halnya di masa-
masa lalu karena biaya yang sangat besar yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
menjamin tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi para warganya, kiranya masih relevan
menekankan bahwa bagi negara-negara yang tergolong miskin dan sedang membangun konsep
tersebut masih wajar untuk diwujudkan dan mekanisme untuk mencapai tujuan itu ialah dengan
melakukan berbagai kegiatan pembangunan.
Siapapun akan mengakui bahwa pembangunan merupakan kegiatan yang rumit karena
sifatnya multifaset dan multidimensional. Karakteristik demikian merupakan tuntutan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Itulah sebabnya bidang-bidang yang menjadi “objek” pembangunan
termasuk bidang politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, dan administrasi pemerintahan negara.
Akan tetapi karena berbagai faktor keterbatasan yang dihadapi oleh suatu negara bangsa
seperti keterbatasan dana, keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pembangunan, keterbatasan daya, dan keterbatasan
waktu pada umumnya suatu negara dihadapkan pada keharusan untuk menentukan skala prioritas
pembangunannya. Kemampuan yang dimiliki tidak memungkinkan penyelenggaraan
pembangunan dilakukan secara simultan dengan intensitas yang sama.
Tuntutan dalam penentuan prioritas dalam pembangunan bagi negara-negara yang sedang
membangun pada umumnya menunjuk pada pembangunan di bidang ekonomi. Tuntutan
demikian mudah dipahami dan diterima karena memang kenyataan menunjukan bahwa
keterbelakangan negara-negara tersebut paling terlihat dalam bidang ekonomi. Seperti
dimaklumi, berbagai ciri negara terbelakang atau sedang berkembang dalam bidang ekonomi
antara lain ialah :
1. Banyaknya rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan absolut. Memang benar bahwa
berbagai negara menggunakan kriteria yang berbeda-beda tentang batas garis kemiskinan
tersebut. Ada yang menggunakan pendapatan perkapita penduduk. Ada yang menggunakan
konsumsi kalori 2000 unit dan protein 50 gram perhari sebagai tolak ukur yang kemudian
diterjemahkan ke uang. Dewasa ini makin banyak negara yang menggunakan kriteria Bank
Dunia sebagai patokan, yaitu apabila seseorang berpenghasilan sampai dengan $300 Amerika
Serikat setiap tahunnya, yang bersangkutan dikategorikan sebagai orang yang hidup dibawah
garis kemiskinan.
2. Di pihak lain, terdapat sejumlah kecil warga negara yang dengan standar internasional sekalipun
tergolong sebagai orang yang kaya raya, terutama mereka yang menjadi usahawan pada tingkat
konglomerat bahkan ada diantaranya yang menguasai perusahaan yang bersifat oligopoly.
Kesenjangan antara orang-orang berada seperti itu dengan warga masyarakat yang tergolong
miskin sangat besar. Kesenjangan tersebut mengundang “bibit” kecemburuan sosial yang tidak
mustahil menjurus kepada keresahan bahkan terganggunya ketertiban dan keamanan umum.
3. Produk Domestik Kotor (Gross Domestic Product) yang rendah antara lain disebabkan oleh
produktivitas nasional yang rendah sebagai salah satu konsekuensi dari sumber daya manusia
yang tidak terampil.
4. Tingkat pendidikan rakyat yang belum tinggi dan bahkan banyak diantara penduduk yang masih buta
aksara. Seperti dimaklumi, jika pendidikan rata-rata warga masyarakat dalam suatu negara
adalah lulusan Sekolah Dasar, negara tersebut digolongkan sebagai negara terbelakang. Jika
pendidikan warga sudah mencapai lulusan sekolah menengah pertama, negara dikategorikan
sebagai negara berkembang. Suatu negara disebut negara maju apabila pendidikan rata-rata para
warganya sudah mencapai lulusan sekolah menengah atas. Meskipun pendidikan merupakan
bidang diluar ekonomi, hal ini perlu diperhatikan, berkaitan langsung dengan tersedia tidaknya
tenaga kerja yang terampil
5. Perekonomian yang masih bersifat tradisional, dalam arti berkisar pada kegiatan pertanian.
Tingkat produktivitas pertanianpun pada umumnya rendah antara lain karena :
a) Teknik bertani yang sudah using
b) Penggunaan pupuk, insektisida, dan pestisida yang rendah, baik karena para petani yang tidak
mengetahui cara-cara menggunakannya dengan tepat maupun karena ketidakmampuan para
petani untuk membelinya.
c) Rendahnya pengetahuan para petani tentang pertanian modern sehingga mereka sering
“terpukau” hanya pada satu jenis komoditi tertentu seperti padi dan belum memahami
pentingnya tekhnik yang lebih mutakhir seperti diversifikasi dan intensifikasi.
6. Kegiatan perekonomian lainnya, seperti perikanan, peternakan, holtikultura, sering hanya
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri dan tidak ditujukan pada kebutuhan pasar.
7. Alhasil, kalaupun ada komoditi yang dihasilkan untuk dijual kepasaran, termasuk untuk
diekspor, bentuknya masih berupa bahan mentah dan bukan berupa produk jadi. Salah satu faktor
penyebabnya ialah tidak dikuasainya tekhnik-tekhnik pengolahan mutakhir yang dapat
meningkatkan nilai tambah produk tersebut
8. Infrastruktur yang mutlak diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi seperti jalan, sarana
transportasi dan sarana komunikasi yang tidak memadai. Kondisi prasarana yang ada pun sering
pada kondisi tidak atau kurang terpelihara.
9. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan sering tidak terkendali seperti dikatakan seorang pakar
ekonomi bahwa “Di negara-negara terbelakang yang kaya makin kaya dan yang miskin dapat
anak” juga karena prevalennya pandangan bahwa kekayaan seseorang diukir dari jumlah
anaknya. Pertumbuhan penduduk yang tinggi itu juga terjadi karena keluarga yang tidak mampu
ingin mempunyai banyak anggota keluarga yang ikut serta dalam mencari nafkah keluarga.
10. Tingkat kewirausahaan yang rendah yang antara lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a) Menjadi pegawai terutama di pemerintahan diapandang sebagai profesi yang jauh lebih
terhormat ketimbang menjadi “pedagang”
b) Tidak adanya modal dan sulitnya memperoleh kredit
c) Keengganan mengambil risiko
d) Lokus of control yang bersifat eksternal dalam arti terdapatnya persepsi bahwa “nasib seseorang
tidak berada di tangan sendiri melainkan ada kekuatan diluar dirinya yang mengaturnya”
e) Tidak dimilikinya kemahiran dalam berbagai fungsi manajerial seperti produksi, pemasaran,
promosi, dan keuangan
Dengan perkataan lain, penduduk miskin di negara-negara terbelakang dihadapkan kepada
“lingkaran setan” yang mengandung komponen sebagai berikut :
1. Pendapatan perkapita yang rendah
2. Yang berakibat pada ketidakmampuan menabung
3. Yang pada gilirannya berakibat pada tidak terjadinya pembentukan modal (no capital formation)
4. Tidak terjadinya pemupukan modal berarti tidak adanya investasi
5. Tidak adanya investasi, berarti tidak terjadinya perluasan usaha
6. Tidak adanya perluasan usaha berarti makin sempitnya kesempatan kerja
7. Sempitnya kesempatan kerja, berarti tingginya tingkat pengangguran
8. Pengangguran berarti tidak adanya penghasilan
9. Tidak adanya penghasilan berakibat pada tidak bergesernya posisi seseorang dibawah garis
kemiskinan
Situasi seperti ini yang dihadapi oleh sebagian besar warga negara secara individual pasti
tercermin pada perekonomian secara makro atau pada tingkat nasional.

B. STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI


Kiranya mudah untuk menerima pendapat bahwa tidak ada satu pun strategi pembangunan
ekonomi yang cocok digunakan oleh semua negara berkembang yang ingin meningkatkan
kesejahteraan materiil para warganya. Dikatakan demikian karena strategi yang mungkin dan
tepat ditempuh dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : (a) persepsi para pengambil keputusan
tentang prioritas pembangunan yang berkaitan dengan slfat keterbelakangan yang dihadapi oleh
masyarakat, (b) luasnya wilayah kekuasaan negara, (c) jumlah penduduk, (d) tingkat pendidikan
masyarakat, (e) topografi wilayah kekuasaan negara —apakah negara kepulauan atau
daratan(landlocked country)—, (f) jenis dan jumlah kekayaan alam yang dimiliki, dan (g) sistem
politik yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Berbeda halnya dengan beberapa dekade yang lalu, dewasa ini kategorisasi negara-negara
terbelakang dan sedang membangun sudah berbeda berkat pembangunan ekonomi yang telah
dilaksanakan selama ini, Kategorisasi dimaksud ialah: (1) Negara-negara terbelakang yang masih
ditandai oleh perekonomian yang agraris sifatnya. (2) Sebaliknya negara-negara yang sedang
berkembang ada yang sudah mulai melakukan industrialisasi meskipun baru pada tahap
permulaan dengan objek-objek yang masih saugat terbatas seperti di bidang agrobisnis. (3)
Befaerapa negara sudah digolongkan sebagai "Newly Industrializing Countries "—NIC s—karena
tahap industrialisasinya sudah demikian jauh sehingga banyak sektor perekonomian yang sudah
menerapkan teknologi tinggi. Di Benua Asia, khususnya, negara-negara tersebut terakhir ini
adakalanya dikenal dengan istilah "Macan Asia" seperti Korea Selatan, Taiwan, Thailand,
Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Dengan menyimak kategorisasi seperti dikemukakan di atas dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor yang dihadapi, dapat disimpulkan adanya dua bentuk strategi pembangunan yang
biasa ditempuh oleh negara-negara sedang berkembang ialah modernisasi pertanian dan
industrialisasi.
Modernisasi Pertanian. Pentingnya modernisasi pertanian harus dipandang paling sedikit
dari dua sisi. Sisi yang pertama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sendiri,
terutama bahan pangan. Sisi kedua menyangkut penumbuhan dan pengembangan agrobisnis
yang menghasilkan berbagai komiditi untuk ekspor.
Mengenai sisi yang pertama —yaitu pemuasan kebutuhan dalam negeri sendiri— dapat
dikemukakan hal-hal sebagai berikut: Yang ingin dihilangkan ialah ketergantungan suatu negara
kepada negara-negara lain untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhannya. Menghilangkan segala
bentuk ketergantungan merupakan sasaran yang sangat penting karena apabila tidak, akibatnya
dalam berbagai bidang lain seperti bidang politik, persenjataan, pinjaman luar negeri, teknologi,
dan berbagai bidang lain pasti immcul. Dalam kaitan itulah mengapa sebagian besar negara-
negara terbelakang dan sedang membangun pernah
terlibat dengan apa yang dikenal sebagai "revolusi hijau" (green revolution).Seperti
dimaklumi, revolusi hijau pada dasarnya bertitik tolak dari dan berorientasi pada peningkatan
produksi bahan pangan. Semangat tinggi untuk terlibat dalam revolusi ini didorong oleh
keinginan kuat dari negara-negara tersebut untuk paling sedikit mengurangi ketergantungannya
pada negara-negara lain untuk penyediaan bahan pokok tersebut dengan sasaran akhir
swasembada. Hasilnya memang sangat menggembirakan bahkan dapat dikatakan mengaguinkan.
Ada beberapa negara yang demikian suksesnya melaksanakan revolusi tersebut sehingga negara-
negara yang tadinya harus mengimpor sebagian bahan pangan yang dibutuhkannya, dapat
mencukupi kebutuhannya dan bahkan ada yang sudah mampu mengekspornya ke negara lain.
Akan tetapi meskipun demikian, masalah yang dihadapi di sektor pertanian cukup banyak dan
rumit.
Telah pernah disinggung bahwa struktur perekonomian dari negara-negara terbelakang
bersifat agraris sentris. Hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk adalah masyarakat tani
yang pada umumnya tinggal di daerah pedesaan. Telah dicatat pula bahwa sebagian petani
tersebut masih menggunakan cara-cara bertani yang tradisional karena cara-cara itulah yang
sudah mereka kuasai dan diwarisinya secara turun-temurun dari nenek inoyang mereka. Cara-
cara demikian terbukti tidak produktif antara lain karena (a) bibit yang digunakan tidak tinggi
mutunya, (b) cara mengolah tanah yang kurang baik, (c) sistem irigasi yang tidak memadai, (d)
penggunaan pupuk yang terbatas pada pupuk alami, (e) kurangnya penggunaan insektisida dan
pestisida untuk memberantas hama, dan (f) kegiatan pasca panen yang berakibat pada tidak
sedikitnya hasil produksi yang terbuang.
Faktor-faktor itulah yang menuntut harus terjadinya modernisasi pertanian. Dalam kaitan ini
hams ditekankan bahwa hambatan yang sering dihadapi dalam modernisasi pertanian bukan
semata-mata masalah penguasaan teknik bertani secara mutakhir. Bukan pula hanya karena
kemampuan ekonomi yang rendah. Yang jauh lebih penting untuk mendapat perhatian ialah
menemukan cara yang paling lepat untuk merubah sikap mental dari para petani tersebut.
Para pakar pertanian sering mengemukakan paling sedikit tujuh hal yang harus menjadi
perhatian dalam upaya modernisasi pertanian.
Pcrtama: Memperkenalkan cara bertani yang modern seperti penggunaan mesin-mesin yang
sesuai dengan topografi wilayah pertanian tertentu. Misalnya traktor dalam pengolahan tanah,
alat penuai masinal, dan alat penyemprot hama. Hal'ini sering dikenal dengan istilah mekanisasi
pertanian.
Kedua: Menggunakan bibit unggul yang telah dikembangkan melalui penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti pertanian dan telah terbukti membuahkan hasil yang jauh lebih
inemuaskan dibandingkan dengan bibit yang selama ini dikenal oleh para petani. Pada dekade
enam puluhan dan tujuh puluhan, misalnya, di sektor pertanian padi, ditemukan dan
dikembangkan PB5 dan PB8 oleh "International Rice Research Institute" di Los Banos, Filipina
yang ternyata menghasilkan padi dalam jumlah yang jauh lebih besar per hektar dibandingkan
dengan bibit-bibit yang biasa digunakan oleh para petani di berbagai negara Asia. Dewasa ini
upaya untuk menemukan dan mengembangkan varietas unggul lain terus berlanjut sebagai
bagian dari revolusi hijau tersebut di muka yang memungkinkan hasil pertanian lebih besar lagi.
Ketiga: Penggunaan insektisida dan pestisida untuk memberantas hama yang sering merusak
tanaman dan pada gilirannya menurunkan produksi hasil pertanian. Ternyata melakukannya jauh
lebih sulit daripada membicarakan. Para petani di negara-negara agraris menghadapi paling
sedikit tiga jenis masalah dalam kaitan ini, yaitu: (a) kemampuan ekonomi yang rendah yang
tidak memungkinkan mereka untuk secara mudah menyisihkan dana untuk membeli obat-obat
tersebut dan oleh karena itulah pemerintah di berbagai negara berkembang memberikan subsidi
kepada para petani, (b) para petani sering kurang pengetahuan tentang manfaat penggunaan dan
pemerintah berusaha untuk menyediakan tenaga-tenaga penyuluhan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para petani tersebut, dan (c) juga ternyata bahwa hasil pertanian
menjadi terkontarainasi dengan bahan-bahan pemberantas hama yang pasti tidak baik untuk
kesehatan manusia.
Keempat: Penggunaan sistem irigasi yang lebih baik agar tanaman meinperoleh air yang
diperlukannya untuk tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang diharapkan. Masalah
irigasi pun bukanlah sesuatu yang mudah untuk diatasi. Masalah irigasi bukanlah masalah yang
berdiri sendiri akan tetapi berkaitan dengan masalah erosi, penebangan kayu di hutan secara
tidak bertanggung jawab, berkembang pesatnya penduduk yang memerlukan lebih banyak lahan
untuk pemukiman dan bahkan juga "terambilnya" tanah pertanian yang produktif untuk
kepentingan industri, bahkan juga untuk kegiatan olahraga kaum mapan seperti golf, Akan tetapi
terlepas dari itu, sistem irigasi tetap merupakan aspek penting dari modernisasi pertanian.
Kelima: Penggunaan pupuk yang lebih intensif. Berbagai jenis pupuk, termasuk pupuk
kimiawi dan pupuk alam, diperlukan baik untuk kepentingan mempertahankan kesuburan tanah
maupun untuk meningkatkannya. Masalah kemampuan ekonomi dan sikap timbul lagi dalam hal
ini seperti tampak pada segi-segi lain dari modernisasi pertanian.
Keenam: Intensifikasi pertanian. Jika hal-hal yang telah disinggung di muka terlaksana
dengan baik, salah satu hasilnya ialah dimungkinkannya intensifikasi. Pada, dasarnya
intensifikasi berarti pertanian yang meningkatkan produktivitas tanah—per hektar misalnya—•
dengan tetap menanam satu jenis tanaman andalan tertentu, apakah itu tanaman pangan untuk
konsumsi dalam negeri atau tanaman lain untuk diekspor.
Ketujuh: Diversifikasi dan ekstensifikasi. Kiranya telah umum diketahui bahwa yang
dimaksud dengan diversifikasi dan ekstensifikasi pertanian ialah upaya yang sistematik untuk
menganekaragamkan jenis-jenis tanaman pertanian dan tidak terpukau hanya pada satu tanaman
andalan. Sasarannya pun ber-macam-macam seperti penyuburan tanah, peningkatan
produktivitas, dan peningkatan penghasilan para petani.
Di muka telah disinggung bahwa masalah modernisasi pertanian tidak hanya berkisar pada
posisi ekonomi para petani yang rendah yang tidak serta merta memungkinkan mereka
menggunakan pupuk,, obat hama, dan mekanisasi pertanian. Masalah-masalah tersebut memang
merupakan masalah nyata. Akan tetapi tidak kalah pentingnya ialah mengatasi masalah
rendahnya pengetahuan dan keterampilan pertanian modern, yang pada umumnya mengarah
kepada masalah sikap mental yang berkisar pada kecenderungan menolak perubahan. Empat
masalah yang tampaknya menonjol ialah:
1. Masalah tradisi dan adat istiadat yang demikian mengakarnya sehingga menjadi
penghalang bagi peningkatan produktivitas pertanian. Yang dimaksud ialah bahwa pada
umumnya di negara-negara terbelakang dan sedang membangun, tanah milik seseorang
dipandang sebagai wujud kekayaan dan simbol status yang sangat penting. Demikian
pentingnya status tanah sebagai wujud kekayaan seseorang sehingga suatu keluarga akan
berupaya keras agar tanah yang dimilikinya jangan sampai berkurang dan bahkan jika
mungkin bertambah. Orang tua tidak akan puas jika tidak mewariskan sebidang tanah
kepada anaknya yang sudah menikah. Memang luas tanah milik seseorang akan kecil
karena orang tua mewariskan tanah miliknya kepada semua anak-anaknya. Berkurangnya
luas tanah yang dimiliki dianggap sebagai hal yang wajar. Akan tetapi terdapat satu
implikasi pewarisan tanah yang tidak menguntungkan bagi modernisasi pertanian, yaitu
sulitnya melakukan mekanisasi pertanian yang merupakan salah satu sebab turunnya
produktivitas pertanian.
2. Harus diakui bahwa hasil pertanian —temiasuk hasil perkebunan, perikanan, dan
peternakan— untuk ekspor dari negara-negara terbelakang dan sedang membangun
sebagian besar merupakan komoditi lemah dalam pasaran internasional dan sering tidak
mampu bersaing dengan negara-negara maju yang juga mengekspor produk pertaniannya.
Misalnya, dengan ditemukannya karet sintesis, karet alam menghadapi persaingan yang
sangat berat di pasaran internasional. Demikian juga halnya dengan kopra dan
kelapa sawit (Crude Palm Oil —CPO) yang merupakan bahan baku utama untuk
berbagai jenis produk jadi seperti minyak goreng, mentega, sabun, dan lain-lain, Seperti
dimaklumi, kini terdapat bahan baku substitusi untuk membuat produk-produk tersebut.
Untuk minyak goreng dan mentega, misalnya, kacang-kacangan dan biji-bijian makin
banyak digunakan. Produknya bahkan makin disukai banyak orang karena kandungan
lexnak dan kolesterol yang lebih rendah ketimbang kopra d.an kelapa sawit. Sabun pun
makin banyak berupa detergen. Oleh karena itu, meskipun secara kuantitatif para petani
dapat meningkatkan produktivitasnya, tidak . dengan sendirinya berakibat pada
peningkatan penghasilan riil para petani. Mereka dihadapkan kepada masalah
peningkatan mutu dan pengetahuan tentang pemasaran karena hanya dengan demikianlah
produk tersebut dapat dipasarkan, baik di dalam negeri dalam rangka swasembada mau-
pun untuk kepentingan ekspor.
3. Kalaupun para petani bersedia untuk merubah sikap dan caranya bertani, mereka
menghadapi kendala dalam bentuk ketidakadaan modal yang diperlukan untuk
modernisasi pertanian. Memang benar di berbagai negara terdapat lembaga keuangan dan
perbankan tempat di mana para petani dapat meminta kredit, Akan tetapi memperoleh
kredit bukanlah hal yang mudah dan sederhana karena sebagai organisasi yang mencari
laba, lembaga tersebut ingin memperoleh kepastian bahwa kredit yang diberikan akan
kembali pada waktunya, dalam arti pinjaman dan bunganya. Seperti dimaklumi, bank
pada umumnya menggunakan lima "C" dalam mempertimbangkan mengabulkan atau
tidak pennohononan kredit dari para nasabahnya —temiasuk para petani— yaitu Capital,
Character, Capability, Condition, dan Collateral, Di sainping itu, para petani pada
umumnya belmn "bank-minded." Pemerintah memang membantu dalam mengatasi
pennasalahan ini, antara lain melalui pemberian subsidi dan kebijaksanaan , perkreditan
yang ditujukan untuk mempermudah para petani memperoleh kredit, seperti misalnya
meniadakan keharusan memberikan agunan (collateral),
4. Sering di negara-negara terbelakang dan sedang berkembang tuan tanali
menguasai areal tanah pertanian yang luas sedangkan para petani hanyn sekadar sebagai
penggarap. Di samping itu, para tengkulak —yang piuln umumnya terdiri dari para
pedagang besar hasil pertanian yang tinggal di kota— memaksakan sistem ijon. Jelas
bahwa kedua sistem tersebul sangat merugikan para petani. Untuk menghilangkan atau
paling scdikil mengurangi dampak negatif dari kedua sistem tersebut, hampir semua
negara terbelakang dan sedang berkembang melaksanakan landreform. Seperti diketahui
dua sasaran utamanya ialah: (a) membatasi jumlah areal tanah yang dimiliki oleh
seseorang, dan (b) agar para petani memiliki tanah yang memungkinkannya memperoleh
penghasilan yang wajar dari kegiatan pertanian yang ditekuninya.
C. INDUSTRIALISASI SEBAGAI ALTERNATIF
Industrialisasi merupakan alternatif lain yang dapat ditempuh dan memang ditempuh oleh
negara-negara terbelakang dan sedang berkembang. Dalam merumuskan kebijaksanaan
pembangunan ekonomi melalui proses industrialisasi perlu diketahui berbagai masalah yang
harus dipecahkan, antara lain sebagai berikut :
1. Sebagian besar penduduk terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki keterampilan teknis yang
dituntut oleh proses industrialisasi karena kalau pun mereka memiliki keterampilan tertentu,
terbatas pada keterampilan bertani secara tradisional.
2. Karena latar belakang pendidikannya, tidak banyak orang yang memiliki kterampilan manajerial,
baik yang bersifat umum maupun yang fungsional seperti manajemen produksi, manajemen
pemasaran, manajemen promosi, manajemen keuangan, manajemen SDM, manajemen logistik
dan lain sebagainya.
3. Sangat terbatasnya modal yang mutlak diperlukan untuk mendirikan dan menjalankan roda
orgnisasi niaga. Salah satu ciri negara-negara terbelakang dan sedang membangun ialah adanya
sekelompok kecil warga masyarakat yang menguasai sebagian besar modal dan sarana produksi
lainnya.
4. Tingkat kewirausahaan yang sangat rendah dikalangan mereka yang bergerak dalam kegiatan
bisnis, antara lain karena adanya pandangan bahwa “berdagang” tidak menempati skala teratas
dalam kehidupan kekaryaan seseorang.
5. Tidak dikusainya keterampilan teknis oleh sebagian besar warga masyarakat padahal
industrialisasi di samping bersifat padat modal juga menggunakan teknologi canggih karena
hanya dengan demikianlah dunia usaha dapat menciptakan dunia usaha dapat menciptakan dan
mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Adanya berbagai masalah tersebut tidak berarti bahwa negara-negara terbelakang dan sedang
membangun tidak usah mempertimbangkan jalan industrialisasi untuk membangun ekonominya.
Adanya berbagai masalah tersebut hanya berarti bahwa para pengambil keputusan kunci dalam
pembangunan ekonomi harus mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Mengambil
langkah-langkah tersebut dapat berupa penciptaan prakondisi yang memperlancar jalannya
proses industrialisasi atau diambil secara berbarengan dengan penyelenggaraan berbagai
kegiatan industrialisasi. Masing-masing negara harus memutuskan sendiri cara yang tepat untuk
dilakukan.
Orientasi Industrialisasi. Suatu negara yang ingin mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi pada umumnya menempuh “jalur” industrialisasi. Orientasi
industrialisasi dapat mencakup dua segi, yaitu orientasi produk berbagai barang dan jasa untuk
konsumsi di dalam negeri dan orientasi ekspor. Sektor-sektor perekonomian yang dapat digarap
tergantung antara lain pada terpecahnya atau tidaknya masalah-masalah yang telah
diidentifikasikan di atas. Secara teoretis, sektor-sektor itu antara lain ialah :
1. Sektor ekstraktif atau barang tambang seperti batu bara, minyak dan gas bumi, emas, timah,
perak, uranium, dan lain-lain,
2. Sektor otomotif, baik dalam arti kendaraan niaga maupun yang lainnya seperti sedan dan sepeda
motor,
3. Sektor transportasi,
4. Sektor komunikasi,
5. Sektor teknologi informasi,
6. Elektronika,
7. Sektor pariwisata,
8. Sektor perhotelan,
9. Jasa perbankan,
10. Agrobisnis.
11. Dan lain-lain.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, proses industrialisasi tidak harus ditempuh
sendiri oleh pemerintah dan dunia usaha di negara yang bersangkutan. Memang benar bahwa
sangat ideal jika hal itu ditempuh. Akan tetapi jika ternyata kemampuan untuk melakukannya
belum mencukupi, berbagai cara yang dapat ditempuh antara lain ialah :
a. Mengundang kehadiran korporasi multinasional,
b. Mendorong penanaman modal asing,
c. Mendirikan usaha-usaha patungan,
d. Menngimpor teknologi canggih, dan
e. Memperkerjakan tenaga ahli asing untuk menangani berbagai kegiatan yang belum dapat
ditangani sendiri.
Dengan demikian, proses industrialisasi dapat dipercepat dan berhasil karena produk yang
dihasilkan mampu bersaing di pasaran lokal, regional, dan global. Akan tetapi kiranya jangan
dilupakan bahwa dengan tersedianya jalur seperti di atas pun, langkah-langkah untuk akselarasi
pengembangan kemampuan sendiri harus diambil.
Pentingnya “Human Invesment”. Betapapun kayangya suatu negara dalam arti sumber daya
alamnya yang mungkin melimpah, aspek terpenting yang harus dikembangkan adalah sumber
daya manusia. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa “other resoures make things possible, but
only human resoures make things happen”. Pentingnya sumber daya manusia sebagai unsur
yang paling strategis dalam pembangunan nasional, termasuk pembangunan ekonomi, secara
khusus disoroti dalam karya tulis ini bukan karena sumber daya dan dana lainnya kurang
penting, akan tetapi karena efektivitas sumber daya dan dana itu ditentukan oleh unsur manusia
yang menglaola dan menggunkannya. Itulah sebebnya pendidikan dan pelatihan yang
menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan harus dilihat
sebagai sine qua non bagi keberhasilan pembangunan.
Theodore Shultz, seorang ahli ekonomi pembangunan terkenal dari Universitas Chicago,
yang pernah mengatakan bahwa tiga faktor utama yang menjadi penyebab mengapa proses
pembangunan ekonomi di negara-negara terbelakang tidak berlangsung secepat yang diharapkan
ialah :
1. Adanya sikap mental yang menolak perubahan yang melanda sebagian besar warga negara baik
di bidang pertanian maupun di bidang-bidang lainnya. Akibatnya ialah meskipun alternatif
pembangunan ekonomi yang dipilih adalah moderenisasi pertanian, produktifitas para warga
tetap rendah karena tidak mau mengubh cara-cara bertani yang secara terdisional dikuasai dan
ditekuninya itu. Kiranya tidak sulit membanyangkan bahwa para warga masyarakat yng sama
akan cenderung menolak kebijkan dan langkah-langkah industrialisasi yang ditentukan oleh
pemerintah.
2. Adanya kecenderungan di negara-negara terbelakang untuk “meloncat” dari suatu masyarakat
agraris ke masyaraat industri tanpa didukung oleh pengetahuan, keterampilan, insfraktuktur, dan
sarana yang memang mutlak diperlukan. Salah satu “hasilnya” ialah langsung mendirikan
berbagai industri barat, seperti pabrik baja dan industri otomotif.
3. Kurangnya pengertian di kalangan masyarakat, termasuk dalam lingkungan birokrasi
pemerintahan, tetang pentingnya “human investment” dalam proses pembangunan. Kenyataan
tersebut terbukti dari rendahnya angggaran dan belanja negara yang diperuntukkan bagi
pendidikan dan pelatihan. Lain halnya dengan negara-negara industri maju yang biasaya
mengalokasikan sekitar 25% nggaran belanja negara untuk membiayai program pendidikn dan
pelatihan secara nasional. Padahal hanya dengan investasi manusia yang memadailah tenaga
kerja yng kapabel dan terampil dan disiapkan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh
kegiatan pembangunan.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa melakukan investasi manusia bukanalah hal yang
mudah. Alasan-alasannya pun beraneka ragam seperti :
a. Adanya berbagai prioritas nasional yang menutut alokasi dana yang memang terbatas dan yang
pada gilirannya tidak menempatkan pendidikan dan pelatihan pada peringkat teratas,
b. Tidak adanya rencana ketenagakerjaan nasional (nsional manpower plan) sehingga tidak
diketahui jenis-jenis pengetahuan dan keterampilan apa yang diperlukan untuk kepentingan apa,
dimana, oleh siapa, bilamana, dan mengapa,
c. Lebaga-lembaga pendidikn formal yang tidak melihat keterkaitan program pendidikan yang
diselenggarakannya dengan pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu sebab
kurikulum yang disodorkan kepada mereka tidak kondusif untuk melihat ketrkaitan tersebut,
d. Perlunya waktu yang cukup lama untuk menilai apakah suatu program pendidikan dan pelatihan
menghasilkan lulusan yang dapat diandalkan atau tidak.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di muka ialah bahwa sambil melaksanakan
kebijakan industrialisasi ---dalam arti mencakup berbagai sektor industri yang menghasilkan
barang dn jasa dengan pemanfaatan tenologi canggih--- dua langkah harus pula diambil secara
bersamaan. Yang pertama ialah pengembangan knowedge industries, yaitu lembaga-lembaga
pendidikan formal dan nonformal, seperti berbgai balai latihan kerja yang terkait dengan
kebutuhan pasaran kerja. Yang kedua ialah menyadari pentingnya kegiatan penelitian dan
pengembangan. Merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal bhwa kemajuan yang dicapai
oleh negra-negara industri maju antara lain adalah berkat terjadinya dana yang besar dan tercipta
serta terpliharanya iklim yang kondusif untuk melakukan kegiatan penelitin dan pengembangan,
baik yang bersifat dasar, terapan, dan bahkan sosial. Senang atau tidak, harus diaakui bahwa
terlalu sering di negara-negara terbelkang dn sedangn berkembang penelitiaan tidak diberikan
tempat yng “terhormat” dalam organisasi dan tidak memperoleh dukungan dana yang
diperlukan. Padahal industrialisasi menuntut tersalurnya kreaativitas dan inovasi para warga
masyarakat antra lain melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Hasil-hasil penelitian dan
pengembangan akan sangat mendorong percepatan proses industrialisasi karena dapat diterapkan
untuk berbagai bidang.

D. MENGAPA PEMBANGUNAN EKONOMI HARUS BERHASIL


Pernyataan bahwa pembagunan ekonomi menempati skala teratas dalam keseluruhan
kebijaksanaan dan penyelengaraan pembangunan nasional, sebenarnya secara implisit
sesunggguhnya berarti bahwa pembangunan ekonomi suatu negara harus berhasil. Berikut ini
disajikan berbagai alasan fundamental untuk mengatakan demikian.

- Mengentaskan Kemiskinan
Jika diterima pendapat bahwa masih banyak warga masyarakat yang hidup dibawah
garis kemiskinan, tersirat bahwa suatu negara bangsa bertekat untuk mengentaskan kemiskinan
tersebut. Mengentaskan kemiskinan antara lain berarti bahwa warga negara yang tidak mampu
memuaskan berbagai kebutuhan primernya secara wajar. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa
tidak cukup melihat mengentaskan kemiskinan semata-mata meningkatkan kemampuaan untuk
memenuhi kebutuhan fisik yang bersifat materiil. Jika hanya terbatas hanya pada hal itu saja,
berarti yang dibicarakan hanya peningkatan taraf hidup orang per orang. Dengan kata lain,
pengentasan kemiskinan harus pula meningkatkan mutu hidup. Peningkatan mutu hidup
menyangkut berbagai segi lain yang bukan berupa segi ekonomis, seperti peningkatan
kemampuan untuk menunaikan kewajiban sosial, menyekolahkan anak, pengobatan dalam hal
sesorang dan anggota keluarganya yang diserang penyakit, tersedianya dana untuk rekreasi, serta
peningkatan kemampuan menabung. Singkatnya mejadikan para warga negara menjadi insan
yang mandiri.
- Menghilangkan Kesenjangan Sosial
Merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa di masyarakat bangsa,terdapat
segelintir manusia yang (sangat) kaya raya di samping para warga negara yang tergolong tidak
mampu. Berarti adanya kesenjangan sosial. Pembangunan ekonomi harus berhasil
menghilangkan atau paling sedikit memperkecil kesenjangan tersebut. Berbagai cara yang dapat
ditempuh untuk mengurangi kesenjangan sosial antara lain ialah sebagai berikut:
Penciptaan lapangan kerja. Para usahawan yang berhasil memupuk kekayaan yang
melimpah berkat penguasaan dan pemilikan berbagain perusahaan dalam bentuk konglomerat
dan sejenisnya, tidak sepantasnya hanya berfikir untuk terus melebarkan sayap usahanya dan
memupuk kekayaan yang lebih besar lagi. Memang tidak ada yang salah bila mereka berfikir dan
bertindak demikian. Akan tetapi di samping itu, mereka harus menyadari adanya tanggung jawab
sosial yang dipikulnya. Salah satu bentuk tanggung jawab sosial tersebut ialah dengan
menciptakan lapangan kerja bagi warga negra lain yang memerlukan pekerjaan. Memikul
tanggung jawab demikian antara lain berarti bahwa para usahawan besar jangan hendaknya
berfikir semata-mata untuk menekan biaya menjalankan usaha –biaya berproduksi, pemasaran,
promosi dsb. Misalnya dengan semaksimal mungkin memanfaatkan teknologi canggih yang pada
giliranya akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang di perlukan. Dengan kata lain, orientasi
penyelanggaraan bisnis hendaknya tidak semata-mata padat modal. Ada tempat untuk
menjalankan usaha dengan pendekatan padat karya. Dengan demikian dunia usaha turut berperan
aktif dalam mengatasi pengangguran yang menjadi salah satu sumber kesenjangan sosial
termasuk dengan cara menggunakan tenaga kerja yabng bermukim di sekitar perusahaan jika
tersedia tenanga kerja setempat yang memenuhi persyaratan organisasi atau perusahaan.
Peningkatan mutu kehidupan kekayaan mengurangi kesenjangan sosial tidak cukup hanya
dengan penyediaan lapangan kerja bagi mereka yang berusaha meningkatkan mutu hidupnya
denga jalan bekerja bagi orang lain berkarya tidak sekedar untuk mencari nafkah akan tetapi
sebagai upaya untuk mengangkat harkat martabatnya sebagai insan yang terhormat. Oleh karena
itu, mereka ingin diperlukan secara manusiawi di ntempat pekerjaan. Para pengusaha dapat
menjalankan perlakuan demikian dengan
1. Penyilaan ( supervisi)yang simpatik dengan menggunakan gaya manejerial yang sesuai dengan
kepribadian para bawahanya.
2. Kondisi fisik yang menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di tempat tugas.
3. Pemberdayaan di tempat pekerjaan dalam arti pemberian kesempatan dan kewenangan untuk
mengambil keputusan yang menyangkut pekerjaan dan karir serta penghasilanya.
4. Pekerjaan yang menuntut rasa tanggung jawab yang lebih besar.
5. Jenis dan sipat pekerjaan yang memungkinkan pemanfaatan berbagai jenis pengetahuan dan
keterampilan yang di miliki.
6. Sistem imbalan yang efektif berdasarkan prinsip keadilan, kewajaran, kesetaraan dengan
imbalan orang lain yang melakukan tugas pekerjaan sejenis dan tanggung jawab yang sama yang
disesuaikan dengan golongan perusahaan.
Peningkatan kepedulian sosial. proses pengurangan kesenjangan sosial dapat dipercepat
apabila para warga negara mampu menunjukan sikap kepedulian sosial tinggi. Berbagai
bentuknya antara lain ialah penyediaan fasilitas umum,turut serta membiayai pendirian rumah-
rumah ibadat,mendirikan pusat-pusat kesehatan masyarakat,partisifasi dalam perayaan hari-hari
besar nasional yang diselenggarakan rakyat setempat pemberian beasiswa kepada anak-anak
karyawan dan masyarakat sekitar yang berprestasi,dan mungkin bentuk-bentuk lain yang
menunjukan bahwa perusahaan nerupakan bagian dari masyarakat lingkunganya dan bukan suatu
masyarakat yang bersifat ekslusif
Pasokan bahan secara lokal dalam menghasilkna baerang atau jasa tertentu perusahaan pasti
memerlukan bahan, baik merupakan bahan mentah maupun bahan baku . sepanjang
dimungkinkan –dalam arti memenuhi persrtankuantitas, kualitas, dan kontinuitas pemasokan –
mengunakan pasokan secra lokal dapat pula mengurangi keswenjangan karena para memasok
dapat meningkatkan kegiatan ekonominya dan dengan demikiannya juga penghasilannya.
Bahkan mungkin turut serta menciptakan lapangan pekerjan bagi orang lain, meskipun dalam
jumlah besar.
Sistem perpajakan yang progresif tidak sedikit bagian dari upaya peningkatan kesejahtraan
rakyat menjadi tangguang jawab pemerintah , seperti memelihara anak-anak terlantar,
memelihara orang-orang lanjut usia, jaminan sosial, mendirikan gedung-gedung sekolah,
pengadaan tenaga pengajar,penyediaan pasiliatas umum dibidang kesehatan – seperti pusat
kesehatan masyarakat, klinik rumah sakit beserta peralatannya- tenaga medis dan para medis ,
analis, laboran dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah menyelenggarakan sangant banyak
pungsi dan tugas dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyrakat dan dalma pengaturan ,
termasuk pemliharaan ketertiban dan keamana nasional\. Kesemuanaya itu memerlukan dana
yang besar karena bidang-bidang tersebut harus pula dibagun sebagai bagian integral
pembanguna nasional. Jelas bahwa makin maju masyarakat bangsa, makin besar dana yang
diperlukan pemerintah. Salah satu sumebr penerimaan negar untuk membiayai berbagai kegiatan
maksud pajak disoroti khusus dari segi pengurangan kesenjangan antar berbagai kelompok di
masyarakat pajak mempunyai ”fungsi pemerataan dan keadilan “ artinya para warga negara yang
mampu dikinakan pajak yang secara pogresif lebih tinggi dan digunakan untuk meningkat kan
mutu hidup masyarakat yang kuarang mampu, oleh karena itu , kesediaan para warga negara
yang mampu dan kaya untuk membayar berbagai jenis pajaknya.- seperti pajakkekayaan, pajak
tanah dan bagunan ,pajak penghasilan perorangan , pajak penghasilan badan pajak penghasilan
badan pajak pertambahan nilai pajak barang-barang mewah- dengan jujur dan tepat waktu akan
mempunyai arti yang sangat penting dalam memperkecil kesenjangan tersebut.
Jika kesemuanya itu dilakukan oleh dunia usaha, akan terwujudlah solidaritas sosial yang
pada gilirannya akan mempunyai dampak positif dalam bidang-bidang kehidupan lainnya.
- Tersedianya Dana Untuk Pembangunan Bidang-Bidang Lain
Siapa pun akan menerima pandangan bahwa menyelenggarakan kegiatan pembangunan
yang mencakup seluruh segi 'kehidupan dan penghidupan suatu masyarakat bangsa memerlukan
dana yang besar. Di bidang politik,, misalnya, dana dalam jumlah besar diperlukan untuk
berbagai kepentingan seperti pembiayaan kegiatan lembaga-Iembaga konstitusional,
melaksanakan pendidikan politik, menyelenggarakan pemilihan umum secara berkala,
melaksanakan politik luar negeri, dan lain sebagainya. Di bidang pertahanan dan keamanan
diperlukan dana yang tidak kecil untuk membangun angkatan bersenjata yang andal karena
kepada angkatan bersenjatalah tugas penjagaan keamanan umum, keutuhan wilayah, eksistensi
negara, dan keselamatan nasional dipercayakan. Dana besar itu tetap harus tersedia meskipun
suatu negara dalam keadaan damai dan tidak menghadapi ancaman perang baik yang datang dari
dalam maupun yang bersumber dari luar negeri. Dana tersebut diperlukan bukan hanya untuk
membayar gaji personel angkatan bersenjata dan keluarganya, akan tetapi juga untuk
pemelibaraan peralatan, perlengkapan dan persenjataannya yang secara berkala perlu pula
dimutakhirkan. Hal senada dapat dikatakan tentang pembangunan di bidang sosial budaya seperti
pendidikan dengan berbagai tingkatannya, keluarga berencana, jaminan sosial, kesehatan,
pengem-bangan budaya nasional —termasuk bahasa— dan berbagai sub bidang, dan sektor
fainnya.
Pembangunan ekonomi harus berhasil karena dengan peningkatan kegiatan di bidang
ekonomi, semakin banyak sumber dana yang dapat digarap dan dimanfaatkan. Peranan berbagai
sumber dana tersebut semakin penting karena suatu negara bangsa bertekad untuk mengandalkan
kemampuan dan kekuatan sendiri dalam upaya mencapai tujuan nasionalnya. Memang benar
bahwa melalui kerja sama luar negeri, suatu negara mungkin memperoleh bantuan berupa hibah
dan pinjaman. Jika dana bantuan seperti itu berupa bantuan tidak mengikat (untied
aid)pemerintah penerima bantuan dapat menggunakannya untuk kepentingan yang dipandangnya
paling tepat. Akan tetapi ada pula bantuan yang hanya boleh digunakan untuk membiayai
kegiatan-kegiatan tertentu yang sudah disepakati bersama. Penting pula untuk disadari bahwa
dalam hal mengusahakan pinjaman, suatu pemerintah biasanya sangat hati-hati sepanjang
menyangkut jumlahnya, bunganya, dan waktu pengembaliannya dan persyaratan-persyaratan
lainnya. Kehati-hatian itu mutlak diperlukan beban yang harus dipikul oleh masyarakat bangsa,
baik sekarang maupun masa depan berada dalam batas-batas kemampuan memikulnya.
- Terpeliharanya Ketertiban Umum
Di kalangan aparat keamanan sering terdapat persepsi bahwa berkurangnya, apalagi
hilangnya, kesenjangan sosial akan melicinkan jalan untuk terpeliharanya ketertiban umum yang
mantap. Semata-mata dilihat dari sudut pandang makin banyaknya warga negara yang mampu
mempertahankan tingkat dan mutu hidup yang layak bagi manusia dengan harkat dan
martabatnya, semakin berkurang pula alasan untuk menampilkan perilaku yang disfungsional.
Disoroti dari sudut pandang itu saja, kemutlakan keberhasilan pembangunan ekonomi
merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Dalam pada itu kenyataan di hampir semua negara di dunia, termasuk di negara-negara
industri paling maju sekalipun, menunjukkan bahwa berbagai jenis kejahatan dan tindakan
kriminal bukan hanya pada skala kecil —seperti pencopetan, pencurian, penipuan, dan
perampokan— yang selalu terjadi. Bentuk-bentuk dan jenis-jenis tindak kriminal dan kejahatan
makin canggih sehingga "predikatnya" pun makin beraneka ragam seperti kejahatan
terorganisasi (organized crime) oleh mafiadan gang dan tindak kejahatan orang berdasi (white
collar crime), dengan berbagai bentuk seperti pemalsuan kartu kredit, transfer dana —kadang-
kadang dalam jumlah besar dengan menggunakan "PIN" orang lain, perdagangan senjata gelap,
penjualan obat-obat terlarang, dan lain sebagainya.
Dengan perkataan lain, akan selalu ada warga masyarakat yang ingin menempuh jalan pintas
untuk memperoleh uang. Untuk kepentingan seperti itulah kemampuan aparat keamanan,
terutama polisi, harus ditingkatkan. Meskipun anggaran untuk kepentingan seperti itu pasti
tersedia, jumlahnya akan dapat diperbesar jika pembangunan ekonomi berhasil.
Dari contoh-contoh di muka terlihat bahwa memang tidak ada pilihan lain bagi suatu negara
kecuali mengerahkan segala kemampuan yang ada dan mcnggali potensi yang masih terpendam
agar tujuan didirikannya negara yang bersangkutan dapat tercapai.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dengan menyimak pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa, adanya dua
bentuk strategi dalam pembangunan ekonomi yang biasa ditempuh oleh negara-negara yang
sedang berkembang. Yaitu pertama modernisasi pertanian, yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dalam negeri sendiri. Dan yang keduaIndustrialisasi yang dapat ditempuh dan
memang ditempuh oleh negara-negara terbelakang dan sedang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

P. Siagian Sondang. 2012. Administrasi Pembangunan. Jakarta. Bandung.


Afiffuddin, S. Agm, M.Si. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan. Bandung. Alfa Beta
Kata Pengantar Puji syukur pada kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas tentang Pembangunan Ekonomi ini dengan tepat waktu .
Saya sebagai penulis dan manusia yang tidak sempura menyadari makalah ini masih banyak kekurangn
yang harus dipenuhi, oleh karena itu saya memohon kesadaran para pembaca dan selalu memberikan
kritikan dan saran demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya. Mangkutana , Oktober 2013 Penulis
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN • Latar Belakang • Identifikasi
Permasalahan • Maksud dan Tujuan BAB II PEMBAHASAN • Perbedaan Pertumbuhan dan
Perkembangan Ekonomi • Pengertian Pembangunan Ekonomi • Pembangunan Ekonomi Indonesia
• Arah Kebijaksanaan Pembangunan ekonomi Indonesia • Pembangunan Ekonomi Daerah •
Strategi Pembangunan Ekonomi daerah BAB III PENUTUP • Kesimpulan dan Saran DAFTAR
PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23
tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah, maka terjadi pula
pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat sentralisasi (terpusat), sekarang
mengarah kepada desentralisasi yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya. Pengertian dan penerapan
pembangunan daerah umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang
berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dengan demikian, kesepakatan-kesepakatan nasional menyangkut sistem politik dan pemerintahan, atau
aturan mendasar lainnya, sangat menentukan pengertian dari pembangunan daerah. Atas dasar alasan
itulah pandangan terhadap pembangunan daerah dari setiap negara akan sangat beragam. Singapura,
Brunei, atau negara yang berukuran kecil sangat mungkin tidak mengenal istilah pembangunan daerah.
Sebaliknya bagi negara besar, seperti Indonesia atau Amerika Serikat perlu menetapkan definisi-definisi
pembangunan daerah yang rinci untuk mengimplementasikan pembangunannya. Dasar hukum
penyelenggaraan pembangunan daerah bersumber dari Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945
Bab VI pasal 18. Hingga saat ini, implementasi formal pasal tersebut terdiri tiga kali momentum penting,
yaitu UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No 22 Tahun 1999
serta UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelum tahun 1974, bukan saja
pembangunan daerah, pembangunan nasional juga diakui belum didefinisikan dan direncanakan secara
baik. Implementasi pembangunan daerah berdasar UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, terbukti sangat mendukung keberhasilan pembangunan nasional hingga Pelita
VI tetapi juga mampu secara langsung melegitimasi kepemimpinan Presiden Suharto. Sementara UU No
22 Tahun 1999 yang diperbaiki dengan UU No 32 Tahun 2004 lebih merupakan koreksi-koreksi
sistematis disebabkan oleh permasalahan struktural (sistemik) maupun dalam hal implementasi. Maka
dari itu kami mencoba membuat suatu pemaparan mengenai pembangunan daerah dalam sebuah
makalah yang berjudul “ Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah ”. 2. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan yang diangkat di dalam makalah ini adalah: 1. Perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi 2. Pengertian Pembangunan Ekonomi 3. Pembangunan Ekonomi Indonesia 4.
Arah Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia 5. Pembangunan Ekonomi daerah 6. Strategi
pembangunan ekonomi daerah 3. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah
untuk mengetahui strategi pembangunan ekonomi daerah khususnya di Indonesia. BAB II
PEMBAHASAN 1. Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Sebelum memberikan
pemaparan yang lebih dalam mengenai strategi pembangunan ekonomi daerah alangkah baiknya kita
rinci terlebih dahulu apa yang di maksud dengan istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu
Negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth);
pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi
memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
Pendapatan Nasional Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi
peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya
lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi
yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan
produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada
berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik. Selanjutnya
pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita
penduduk meningkat dalam jangka panjang. 2. Pengertian Pembangunan Ekonomi Menurut Meier dan
Baldwin (dalam Safril, 2003:142) bahwa “Pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dengan proses itu
pendapatan nasional real suatu perekonomian bertambah selama suatu periode waktu yang panjang”.
Hal senada dikemukakan pula oleh Djojohadikusumo (1991) bahwa “Pembangunan ekonomi adalah
usaha memperbesar pendapatan per kapita dan menaikkan produktivitas per kapita dengan jalan
menambah peralatan modal dan menambah skill”. Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu kegiatan yang diarahkan kepada kehidupan
perekonomian yang lebih baik bagi masyarakat suatu bangsa. 3. Pembangunan Ekonomi Indonesia
Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan bangsa Indonesia meliputi seluruh aspek perekonomian
masyarakat, baik kehidupan masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan, dengan tujuan utama
mempebaiki dan meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan ekonomi tersebut
dilaksanakan dengan menitikberatkan pada upaya pertumbuhan sektor ekonomi dengan memanfaatkan
segala potensi yang dimiliki, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Agar
pelaksanaan pembangunan ekonomi dapat menyentuh seluruh aspek perekonomian masyarakat dan
pemerataan hasil-hasilnya, maka pemerintah mengeluarkan beberapa arah kebijaksanaan pembangunan
di bidang ekonomi. 4. Arah Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Pembangunan yang
terpusat dan tidak merata yang dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan
ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan sosial, politik yang demokratis, yang telah menyebabkan krisis
moneter dan ekonomi, yang nyaris berlanjut dengan krisis moral yang memprihatinkan. Hal tersebut
kemudian menjadi penyebab timbulnya krisis nasional (tahun 90-an), yang membahayakan persatuan
dan kesatuan serta mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara. Oleh karena itu, reformasi di
segala bidang harus dilakukan untuk bangkit kembali dan memperteguh kepercayaan diri dan
kemampuan untuk melakukan langkah-langkah penyelelamatan, pemulihan, pemantapan, dan
pengembangan pembangunan eko Pembuatan bank tanah (land banking), dengan tujuan agar
memiliki data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan,atau
salah ddalam penggunaannynomi dengan paradigma baru Indonesia yang berwawasan kerakyatan.
Aktualisasi dari pembaharuan tersebut dengan dikeluarkannya kebijaksanaan pembangunan ekonomi
yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004 (Tap MPR No. IV/MPR/1999).
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 ditetapkan arah kebijaksanaan pembangunan di
bidang ekonomi, diantaranya: 1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar. 2. Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil. 3. Mengoptimalkan peranan
pemerintah untuk melakukan regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif, yang dilakukan secara
transparan. 4. Mengembangkan kehidupan yang layak, terutama bagi fakir miskin dan anak-anak
terlantar. 5. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi
dengan memanfaatkan secara maksimal sektor-sektor unggulan setiap daerah. 6. Mengelola kebijakan
makro dan mikro ekonomi secara terkoordinasi dan sinergis. 7. Mengembangkan kebijakan fiskal. 8.
Mengembangkan pasar modal yang sehat , transparansi dan efisien. 9. Mengoptimalkan penggunaan
pinjaman luar negeri untuk kegiatan ekonomi produktif. 10.Mengembangkan kebijakan industri,
perdagangan, dan investasi. 11.Memberdayakan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi agar lebih
efisien dan produktif. 12.Menata Badan Usaha Milik Negara secara efisien, transparan, dan profesional.
13.Mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan
menguntungkan antara koperasi dan Badan Usaha Milik Negara. 14.Mengembangkan sistem ketahanan
pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan, dan budaya lokal.
15.Meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi dan tenaga listrik yang relatif murah.
16.Mengembangkan kebijakan pertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan tanah
secara transparan dan produktif. 17.Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana publik, termasuk transportasi, telekomunikasi, energi, listrik, dan air bersih.
18.Mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu. 19.Meningkatkan kuantitas dan
kualitas penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan memperhatikan kompetensi, perlindungan, dan
pembelaan tenaga kerja. 20.Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi bangsa sendiri. 21.Melakukan berbagai upaya terpadu
untuk mempercepat proses pengentasan kemiskinan dan pengangguran. 22.Mempercepat penyelamatan
dan pemulihan ekonomi guna meningkatkan sektor riil terutama bagi pengusaha kecil, menengah, dan
koperasi. 23.Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan mengurangi
defisit negara melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi, dan pinjaman luar negeri
secara bertahap. 24.Mempercepat rekapitalisasi sektor perbankan dan restrukturisasi utang swasta.
25.Melaksanakan restrukturisasi aset negara, terutama aset yang berasal dari likuidasi perbankan dan
perusahaan. 26.Melakukan negosiasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama-sama
dengan Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, lembaga keuangan lainnya, dan negara donor.
27.Melakukan secara proaktif negosiasi dan kerja sama ekonomi bilateral dan multilateral dalam rangka
meningkatkan volume dan nilai ekspor. 28.Menyehatkan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. Beberapa arah kebijaksanaan
pembangunan ekonomi Indonesia tersebut di atas menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tersebut
merupakan rangkaian upaya pembangunan sektor ekonomi yang berkesinambungan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia untuk keluar dari keterpurukan ekonomi. 5. Pembangunan
Ekonomi Daerah Sebelum menjelaskan tentang pembangunan ekonomi daerah, disini akan menjelaskan
terlebih dahulu tentang pengertian daerah (regional) itu sendiri, karena pengertian daerah dapat berbeda-
beda artinya tergantung pada sudut pandang melihatnya. Misalnya dari sudut hokum, keamanan,
kepemerintahan dan lain sebagainya. Namun kami dalam hal ini akan menjelaskan pengertian daerah
hanya melihat dari sudut pandang ekonominya saja. Ditinjau dari sudut pandang ekonominya daerah
mempunyai arti : a) Suatu daerah dianggap sebagai raung dimana terdapat kegiatan ekonomi dan di
dalam pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama, kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain
dari segi pendapatan perkapita, sosia-budayanya, geografisnya dan lain sebagainya. Daerah yang
memiliki ciri-ciri seperti ini disebut daerah homogen. b) Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi
ruang apabila daerah tersebut dikuasai oleh sutu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam
pengetian ini disebut sebagai daerah modal. c) Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang
berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan lain
sebagainya. Daerah ini didasarkan pada pembagian administrative suatu Negara. Daerah dalam
pengertian ini dinamakan daerah adminitrasi. Lincolin Arsyad (2000) memberikan pengertian
pembangunan ekonomi daerah adalah “sebagai proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya
mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kementrian antara
pemerintah daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut”. Dalam pembangunan
ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam
proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-
institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk
menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan
teknologi, serta pengembangan usaha-usaha baru. Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi
daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah dengan partisipasi
masyarakatnya, dengan dukungan sumberdaya yang ada harus mampu menghitung potensi sumber
daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya. 6. Strategi
Pembangunan Ekonomi Daerah Secara umum strategi pembangunan ekonomi adalah mengembangkan
kesempatan kerja bagi penduduk yan ada sekarang dan upaya untuk mencapai stabilitas ekonomi, serta
mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam. Pembagunan ekonomi akan
berhasil bila mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya fluktuasi ekonomi sektoral, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan kerja.
Lincolin Arsyad (2000) secara garis besar menggambarkan strategi pembangunan ekonomi daerah dapat
dikelompokkan menjadi 4 yaitu : a) Strategi pengembangan fisik ( locality or physical development
strategy) Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditunjukkan untuk
kepentingan pembangunan isdustri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi
pembangunan dunia usaha daerah. Secara khusus, tujuan strategi pembagunan fisik ini adalah untuk
menciptakan identitas masyarakat , dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya
memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-
alatpendukung, yaitu : Pembangunan daerah dapat meningkatnya domesticpurchasing power
DAFTAR PUSTAKA http://anaarisanti.blogspot.com/2010/06/strategi-pembangunan-ekonomi-daerah.html
http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab2-
perkembangan_strategi_dan_perencanaan_pembangunan_ekonomi_indonesia.pdf
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-pembangunan-eko
nomi-indonesia/ http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab2-
perkembangan_strategi_dan_perencanaan_pembangunan_ekonomi_indonesia.pdf
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/06/13/minapolitan-strategi-pemerataan-pembangunan-
banten/ http://marchtavaissta.wordpress.com/2012/04/20/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-
pembangunan-ekonomi-indonesia/ http://www.yohanli.com/upaya-pemerataan-pembangunan.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab2-
perkembangan_strategi_dan_perencanaan_pembangunan_ekonomi_indonesia.pdf Nugroho, Iwan dan
Rokhimin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta.
LP3ES Drs.Subandi,M.M.2005.Sistem Ekonomi Indonesia. Alfabeta Bandung Djojohadikusumo, Sumitro.
1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. MPR RI. 1999. Tap. MPR
RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999 – 2004 . MPR RI, Jakarta. Safril,
dkk. 2003. Ekonomi dan Pembangunan. Bumi Aksara, Jakarta. Pembangunan daerah dapat
menurunnya biaya-biaya transaksi ( transaction cost). Biaya transaksi merupakan biaya total
pembangunan yang dapat dipisahkan ke dalam biaya informasi , biaya yang melekat dengan harga
komoditi, dan biaya pengamanan.  Pembangunan daerah meyakini mampu memenuhi harapan
keadilan ek onomi bagi sebagian banyak orang. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat memenuhi
prinsip bahwa yang menghasilkan adalah yang menikmati, dan yang menikmati haruslah yang
menghasilkan.  Bahwa pembangunan daerah sangat tepat diimplementasikan dalam mana
perekonomian mengandalkan kepada pengelolaan sumber-sumber daya publik (Common and public
resources) antara lain sektor kehutanan, perikanan, atau pengelolaan wilayah perkotaan. 
Pengembangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat. d) Strategi pengembangan
masyarakat (community based development strategy) Strategi pengembangan masyarakat ini merupakan
kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan (empowerment)suatu kelompok masyarakat tertentu
pada suatu daerah. Kegiatan-kegiatn ini berkembang baik di Indonesia belakangan ini, karena ternyata
kebijakan umum ekonomi yang tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat
tertentu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat social, seperti misalnya dengan
menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh
keuntungan dari usahanya. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Didalam melakukan pembangunan, setiap
Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi
terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang
ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki
ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang
diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Menghadapi realitas
kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan
berat kepada para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan
untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan
upaya pembangunan yang terencana. Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai
dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan. Perencanaan
pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu.
Adapun ciri dimaksud antara lain: Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan
ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif. Ada upaya untuk
meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja. Adanya pemerataan pembangunan. 2. Saran
Pembangunan daerah disertai dengan otonomi atau disebut juga otonomi daerah, sangat relevan
dengan pembangunan secara menyeluruh karena beberapa alasan.  Pembuatan bank keahlian
(skill banks), sebagai bank informasi yang berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang
menganggur di penciptaan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dan
keterampilan di daerah.  Pelatihan dengan system customized training, yaitu system pelatihan yang
dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan sipemberi kerja.  Pembuatan
lembaga penelitian dan pengembangan litbang). Lembaga ini diperlukan untuk melakukan kajian tentang
pengembangan produk baru, teknologi baru,dan pencarian pasar baru. c) Strategi pengembangan
sumber daya manusia ( human resource development strategy) Strategi pengembangan sumberdaya
manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi, oleh karena itu
pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas dan ketrampilan sumberdaya
manusia adalah suatu keniscayaan. Pengembangan kualitas seumberdaya manusia dapat dilakukan
denganca cara :  Pembuatan system pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak
ekonomis dalam produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, seta sikap kooperatif
sesama pelaku bisnis.  Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha
kecil perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumber dorongan memajukan
kewirausahaan.  Pembuatan informasi terpadu yanf dapat memudahkan masyarakat dan dunia
usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan perijinan dan
informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.  Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia
usaha, melalui pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat
yang sama mencegah penurunan kualitas lingkungan.  Penyediaan infrastruktur seperti : sarana air
bersih, taman, sarana parkir, tempat olahraga dan lain sebagainya. b) Strategi pengembangan dunia
usaha ( business development strategy) Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting
dalam pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kerativitas atau daya tahan kegiatan ekonomi
dunia usaha, adalah merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat.
Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain : 
Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha,
disamping menciptakan lapangan kerja.  Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk
merangsang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.  Penataan kota (townscaping),
dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan, dan penetapan standar
fisik suatu bangunan.  Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk
memperbaiki iklim investasi di daerah dan meperbaiki citra pemerintah daerah. a dan lain sebagainya.

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef


Makalah Ekonomi Pembangunan - Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-
cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah
ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal kelengkapan
serta pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya
menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami
susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( masyarakat desa
dan masyarakat kota ) sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Makassar, Desember 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................ 6
2.1 Pengertian Distribusi Pendapatan....................................................................................... 6
2.2 Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan..................................................................... 8
2.3 Kemiskinan....................................................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................... 9
3.1 Pengaruh Distribusi Pendapatan terhadap Kemiskinan....................................................... 9
3.2 Dampak ketimpangan pendapatan..................................................................................... 9
3.3 Koefisien Gini.................................................................................................................. 10
3.4 Alternatif Kebijakan........................................................................................................ 15
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................................... 16
PENUTUP............................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 18

Anda menemukan yang anda cari? jika iya, Bantu


kami, KLIK salah satu iklan yang ada di blog ini
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi
pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh setiap individu
dimana satu individu/kelompok mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
individu/kelompok lain, sehingga ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya terjadi di
Indonesia saja tetapi juga terjadi di beberapa negara di dunia. Tidak meratanya distribusi
pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya
masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin
memperparah keadaan, dan tidak jarang menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi
sosisal dan politik.

Ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan sebuah realita yang ada di
tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara maju maupun negara berkembang,
Perbedaannya terletak pada proporsi tingkat ketimpangan dan angka kemiskinan yang terjadi,
serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk
suatu negara.

Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi
masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak pro poor hanya akan menciptakan
kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat penting dalam
menyikapi angka kemiskinan hingga saat ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah
yaitu Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Kemiskinan.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1) Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Ekonomi Pembangunan”
2) Untuk mengetahui dan lebih memahami tentang Ketimpangan Distribusi Pendapatan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Distribusi Pendapatan


Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil
suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999)
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada 8 hal yang
menyebabkan ketimpangan distribusi di Negara Sedang Berkembang:
1. Pertumbuhan penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya
pendapatan per kapita
2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga
persentase pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase
pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
5. Rendahnya mobilitas sosial
6. Pelaksanaan kebijakan industry substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
7. Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan Negara- Negara
maju, sebagi akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-
barang ekspor NSB
8. Hancurnya industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga,
dan lain-lain
Michael P. Todaro dalam bukunya Pembangunan Ekonomi menjelaskan bahwa pembangunan
dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat dan institusi nasional,
disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan serta pengentasan kemiskinan.

2.2 Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan


Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang
keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif. Kedua ukuran tersebut adalah ukuran
distribusi pendapatan, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-
masing orang (biasanya menggunakan metode Kurva Lorenz dan Koefisien Gini); dan distribusi
fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi, yang indikatornya berfokus pada
bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (Todaro
dan Smith, 2004).

2.3 Kemiskinan
Kemiskinan menurut BPS dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran).
Menurut Friedman dalam Mudrajad Kuncoro (1997), Kemiskinan adalah ketidaksamaan
kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial
meliputi: modal produktif, sumber keuangan, organisasi sosial dan politik, jaringan sosial,
pengetahuan dan keterampilan, dan informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Sharp, et.al (1996) dalam Mudrajad Kuncoro (1997) mencoba mengidentifikasi penyebab
kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena
adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan
yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas SDM. Ketiga,
kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Kemiskinan.


Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan distribusi pendapatan
merupakan salah satu inti masalah pembangunan,terutama di Negara Sedang Berkembang.
Todaro dan Smith (2004), mengatakan penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan distribusi
pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan merupakan tujuan utama
kebijakan pembangunan di banyak daerah.

Menurut Todaro (2000), Pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap


kemiskinan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah
penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka
yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang
banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis kemiskinan semakin memburuk
seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan.

Penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.

3.2 Dampak ketimpangan pendapatan


Adapun dampak rendahnya tingkat pendapatan penduduk terhadap pembangunan adalah:
1. Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan pembangunan bidang ekonomi
kurang berkembang baik.
2. Tingkat kesejahteraan masyarakat rendah menyebabkan hasil pembangunan
hanya banyak dinikmati kelompok masyarakat kelas sosial menengah ke atas.
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (kesejahteraan masyarakat), sehingga dapat
mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan pemerintah melakukan upaya dalam bentuk:
 Menekan laju pertumbuhan penduduk.
 Merangsang kemauan berwiraswasta.
 Menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga/industrialisasi.
 Memperluas kesempatan kerja.
 Meningkatkan GNP dengan cara meningkatkan barang dan jasa.
3.3 Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan agregat yang
angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang
sempurna). Bila Koefisien Gini mendekati nol menunjukkkan adanya ketimpangan yang rendah
dan bila Koefisien Gini mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi. Pada
prakteknya, angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan distribusi
pendapatannya tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70. Sedangkan untuk negara-negara yang
distribusi pendapatannya relatif paling merata berkisar antara 0,20 sampai 0,35.

Cara menganalisis tentang Distribusi Pendapatan


Terdapat berbagai criteria atau tolak ukur untuk menilai kemerataan (parah/lunaknya
ketimpangan) distibusi dimaksud. Tiga diantaranya yang paling lazim digunakan ialah :
1. Kurva Lorenz
2. Indeks atau Rasio gini
3. Criteria Bank Dunia

KURVA LORENZ
Kurva Lorenz
Penjelasan :

 Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional dikalangan


lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini terletak didalam sebuah bujur
sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional,
sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri
“ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat
ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia
mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang
atau tidak merata.
 Indeks atau Rasio Gini adalah suatu koefisien yang, berkisar dari angka 0-1,
menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil
(semakin mendekati 0) koefisien nya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Di lain
pihak, koefisien yang kian besar (semakin mendekati 1) mengisyaratkan distribusi yang kian
timpang atau senjang. Angka rasio gini dapat ditaksirkan secara visual langsung dari kurva
Lorenz, yaitu perbandingan luas are yang terletak diantara kurva Lorenz dan diagonal terhadap
luas area segitiga OBC. Perhatikan, semakin melengkung kurva Lorenz akan semakin luas area
yang dibagi. Rasio gini nya akan kian besar, menyiratkan distribusi pendapatan yang kian
timpang. Rasio gini juga dapat dihitung secara matematik dengan rumus :
G = 1- E1 (Xi+1 – X1)(Yi + Yi+1)
0<G<1

G = Rasio Gini
· Xi = Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas- i
· Yi = Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i

Bank Dunia :
Tinggi : 40% kelompok termiskin dengan pengeluaran < 12% dr total Y
Sedang : 40% kelompok termiskin dengan pengeluaran 12-17% dr total Y
Rendah: 40% kelompok termiskin dengan pengeluaran > 17% dr total Y

Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang
dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan terendah (penduduk
termiskin) ; 40% penduduk berpendapatan menengah ; 20% penduduk berpendapatan tertinggi
(penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila
40% penduduk berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk termiskin menikmati
antara 12% - 17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk yang berpendapatan
terendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan
dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata.

Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia ini sering pula dipakai sekaligus sebagai criteria
kemiskinan relative. Kemerataan distribusi pendapatan nasional bukan semata-mata
”pendamping” pertumbuhan ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan.
Ketidakmerataan sesungguhnya tak lepas dari maslah kemiskinan. Keduanya ibarat dua sisi
pada sekeping mata uang. Oleh karnanya diskusi-diskusi mengenai pemerataan senantiasa
terkait dengan pembahasan tentang kemiskinan.

Isu kemerataan dan pertumbuhan hingga kini masih menjadi debat tak berkesudahan dalam
konteks pembangunan. Kedua hal ini berkait dengan dua hal lain yang juga setara kadar
perdebatannya, yaitu efektivitas dan efisiensi. Pemikiran dan strategi serta pelaksanaan
pembangunan ekonomi tak pernah luput dari perdebatan antara pengutamaan efisiensi dan
pertumbuhan disatu pihak melawan pengutamaan efektivitas dan kemerataan dilain pihak.
Pakar-pakar ekonomi pembangunan tak kunjung usai memperdebatkannya. Beberapa diantara
mereka cenderung lebih berpihak disalah satu kutub, sementara beberapa selebihnya berpihak
dikutub seberangnya.

3.4 Alternatif Kebijakan


Beberapa alternatif kebijakan yang mungkin diambil untuk mengatasi masalah ketimpangan
pendapatan, antara lain:
1. Memperbesar alokasi anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan kaum miskin,
2. Sistem pajak yang progresif,
3. Pengurangan subsidi BBM untuk dialokasikan pada pembangunan infrastruktur
dan penciptaan lapangan kerja.

BAB IV
KESIMPULAN

Menurut Todaro (2000), Pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap


kemiskinan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah
penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka
yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang
banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis kemiskinan semakin memburuk
seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan.

Penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.

PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi “ Ekonomi Pembangunan“ dengan
membahas tentang “ Ketimpangan Distribusi Pendapatan “yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dalam penulisan makalah
pada kesempatan di masa mendatang.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://ekonomikelasx.blogspot.com/2012/02/indikator-ketimpangan-distribusi.html
http://sosialsosial-ips1.blogspot.com/2011/10/distribusi-pendapatan-nasional.html
http://filzanadhila.blogspot.com/2011/02/distribusi-pendapatan-nasional.html
http://alfiantoromdoni.blogspot.com/2012/05/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
makalah ekonomi pembangunan ” masalah
pengangguran di jakarta timur”
MAKALAH

MASALAH PENGANGGURAN

DI

JAKARTA TIMUR

DISUSUN OLEH :

LISNAWATI SIAHAAN

(30208745)

KELAS :

2 DD 04

MANAJEMEN KEUANGAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

PTA 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan bagi saya

sehingga tuhas makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah yang berjudul

“Masalah Pengangguran di JakTim” ini, bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan dampak dari pengangguran

terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta

bimbingan dari Bapak dosen mata kuliah Penganta Ekonomi Pembangunan, serta berbagai bantuan dari

berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Penulis berharap dengan penulisan

makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya, serta semoga

dapat menjadi suatu bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang

akan datang.

Hormat saya,
Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian di Indonesia sejak saat krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi

ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Saat sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah

bias mencapai 7-8 %. Padahal, masalah pengangguran sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja pun juga akan ada. Setiap pertumbuhan

ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi

Indonesia hanya 3-4 %, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara itu para pencari

kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahunnya pasti ada sisa pencari kerja yang tidak

memperoleh pekerjaan dan akan menimbulkan jumlah pengangguran di.Indonesia.bertambah. Bayangkan,

pada 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya, pada 1999 (6,03 juta), 2000 (5,81

juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13 juta) dan 2003 (11,35 juta). Sementara itu, data pekerja dan

pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja (98,812 juta), penduduk

yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka (8,005 juta), setengah penganggur terpaksa (6,010 juta),

setengah penganggur sukarela (24,422 juta); pada 2002: usia kerja (148,730 juta), angkatan kerja (100,779

juta), penduduk yang kerja (91,647 juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah penganggur terpaksa

(28,869 juta), setengah penganggur sukarela tidak diketahui jumlah pastinya. Hingga tahun 2002 saja telah

banyak pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah penggangguran semakin bertambah
dan mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia. Apalagi, di daerah Jakarta Timur.

Jumlah pengangguran di Jakarta Timur telah menunjukan angka yang sangat mengkhawatirkan. Hinga Juli

2009, sekitar 16.516 orang di wilayah itu tidak memiliki pekerjaan alias menganggur. Jumlah pengangguran

diperkirakan akan terus meningkat bersamaan dengan penambahan angkatan kerja baru dan keterampilan

yang dimiliki juga berkulitas.

B. Rumusan Masalah

Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut1.

Apa pengertian definisi pengangguran2. Apa yang menjadi masalah pengangguran di indonesia3. Bagaimana

keadaan pengangguran di Indonesia4. Bagaimana keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja5.
Pengangguran mengakibatkan kemiskinan6. Apa dampak pengangguran di indonesia terhadap pertumbuhan

asean7. Apa janji realisasi Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi
1

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul ”Masalah Pengangguran di Indonesia” adalah sebagai berikut:

1. Mengetahu Definisi Pengangguran

2. Mengetahui apa yang menjadi masalah pengangguran di Indonesia.

3. Mengetahui keadaan pengangguran d Indonesia

4. Mengetahui keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja

5. Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari pengangguran.

6. Mengetahui dampak pengangguran di Indonesia terhadap pertumbuhan asean

7. Merealisasikan Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran

8.Mengetahui data – data tentang pengangguran

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi aktual yang sesuai

dengan permasalahan yang akan dibahas selanjutnya. Sehubungan dengan masalah tersebut dalam

penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang pertama browsing

di Internet, kedua dengan membaca media cetak dan dengan pengetahuan yang penulis miliki.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ”Masalah Pengangguran di Indonesia ini disusun dengan urutan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode pengumpulan

data, dan sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan

Pada bab ini ditemukan pembahasan yang terdiri dari :

Definisi pengangguran, Apa masalah pengangguran di Jakarat Timur ,


Bagaimana keadaan pengangguran di Jakarta Timur, bagaimana keadaan angkatan kerja dan keadaan

kesempatan kerja, kenapa pengangguran mengakibatkan kemiskinan, apa realisasi industri untuk menyerap

tenaga kerja dan mengurangi pengangguran,

serta penyajian data pengangguran di indonesia.

Bab III Penutup

Bab terakhir ini memuat kesimpulan dan solusi terhadap masalah pengangguran di Indonesia.

Daftar Pustaka

Pada bagian ini berisi referensi-referensi dari berbagai media yang penulis gunakan untuk pembuatan makalah

ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pengangguran

Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia

angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari

pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih

banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:

Definisi pengangguran menurut Sadono Sukirno

Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin

mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya

Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak

Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau

bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.

Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga kerja :

Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun

dapat dan mampu melakukan kerja.


Definisi pengangguran menurut Menakertrans

Pengangguran adalah ornag yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha

baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

B. Masalah Pengangguran di Jakarta Timur

Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja

kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

Pengangguran umumnya dapat disebabkan karena jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah

lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam

perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan

berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan

kerja yang dinyatakan dalam persen.

Ketiadaannya pendapatan dapat menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang

menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga

dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.Tingkat pengangguran

yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan

per kapita suatu negara. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan

pemborosan-pemborosan sumber daya

dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong

peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan

termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.

Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus

merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.Gerakan

Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP), Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum

muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan

kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan

Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan

potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program
penanggulangan pengangguran. Salah satu tolak ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan
dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran. Gerakan

tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh

dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi,

menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P.

Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil dari

para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh segenap

komponen bangsa.Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk membangun

kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya

mengatasi pengangguran.

Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja. Kesadaran dan

dukungan sebagaimana diwujudkan dalam kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari

segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan

pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung

jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak

pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Sementara itu dalam Raker

dengan Komisi VII DPR-RI 11 Februari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya

juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Jakarta Timur, meliputi keadaan

pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta

sasaran

yang akan dicapai. Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihak-

pihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran” Memperhatikan kompleksnya

permasalahan pengangguran, disadari bahwa

penyusunan konsepsi tersebut masih perlu didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai pihak

yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan dukungan sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang

terhormat khususnya Komisi VII; masih memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat

dirumuskan suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh seluruh

komponen masyarakat”, tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.Institute for Development of Economics and Finance

(Indef) menilai pertumbuhan ekonomi 6 persen, yang berlangsung selama enam bulan sejak triwulan IV tahun

2004 hingga triwulan I tahun 2005, sebagai pertumbuhan tidak berkualitas karena tak mampu menekan
pengangguran yang malah naik 10,3 persen. Pertumbuhan ekonomi itu dinilai semua karena kesejahteraan
masyarakat tidak semakin membaik. Hal itu tercermin dari munculnya kasus busung lapar di beberapa

lokasi.Direktur Utama Indef M Fadhil Hasan mengungkapkan hal tersebut saat memublikasikan Kajian Tengah

Tahun 2005 di Jakarta,”Ini merupakan anomali dalam perekonomian Indonesia,” ungkap Fadhil menjelaskan.

Menurut dia, pertumbuhan semu itu terjadi karena kontribusi penggerak ekonomi pada periode tersebut lebih

disebabkan oleh berlangsungnya penurunan impor sehingga ekspor bersih Indonesia seolah-olah membaik.

Pada triwulan I 2005 nilai impor menurun sebesar 0,49 persen dibandingkan dengan impor triwulan IV tahun

2004

”Selain itu, pertumbuhan ini tidak terjadi pada sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, seperti

pertanian, industri manufaktur, dan sektor bangunan. Indeks Tendensi Bisnis menurun ke level pesimistis dari

113,5 di triwulan IV 2004 menjadi 98,93 pada triwulan I 2005,” kata Fadhil.Sementara itu, Laporan Pemerintah

tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2005 memperkirakan defisit APBN-P 2005 membengkak menjadi satu
persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau Rp 26,2 triliun. Itu berarti Rp 5,85 triliun lebih tinggi dari

target APBN-P 2005 sebesar Rp 20,33 triliun atau 0,8 persen terhadap PDB.Defisit itu terjadi karena selisih

antara realisasi keuangan pemerintah Semester I dan perkiraan Semester II 2005. Pemerintah memperkirakan

pendapatan negara dan hibah akan mencapai Rp 516,03 triliun atau lima persen lebih tinggi dari target APBN-P

2005 senilai Rp 491,59 triliun. Sementara belanja negara diperkirakan Rp 542,2 triliun atau 5,9 persen di atas

target yang ditetapkan APBN-P 2005.

C. Keadaan Pengangguran di Jakarta Timur

Pengangguran terjadi karena disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih

kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga

kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.

Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan

antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan
yang kurang kondusif;hambatan dalam proses ekspor impor, dll.Menurut data BPS angka pengangguran pada

tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan

tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun).

Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless).

Masalah

lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per

minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada
jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah.
Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang

harus segera dituntaskan.Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI)

memprediksi bahwa jumlah pengangguran tahun ini akan meningkat menjadi 11,833 juta orang.

“Angka ini berbeda dengan yang dikeluarkan pemerintah yang menyatakan pengangguran pada 2005 sekitar

9,9juta orang,” kata Koordinator P2E LIPI, Wijaya Adi, kepada wartawan di Jakarta kemarin.Menurut Wijaya,

tingginya angka pengangguran terkait dengan fenomena yang muncul pada masa krisis, yaitupertumbuhan

ekonomi ditopang oleh pertumbuhan konsumsi. Padahal konsumsi tidak memberikan pengaruh kepada

penyerapan tenaga kerja. Bila sebelum krisis kenaikan pertumbuhan ekonomi 1 persen mampu menyerap 400

ribu tenaga kerja, sekarang hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja.Padahal dalam setahun, menurut dia,

tambahan angkatan kerja mencapai 2,5 juta orang atau 12,5 juta orang selama lima tahun. Dengan target

pertumbuhan ekonomi 2005 sebesar 5,5 persen, tenaga kerja yang dapat diserap hanya 1,375 juta orang.
“Tambahan pengangguran pada 2005 akan berkisar pada angka 1,125 juta orang,” ujarnya. “Ditambah stok

penganggur pada tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan jumlah penganggur pada 2005 akan berkisar 11,833

juta orang.”Penelitian LIPI tersebut belum memperhitungkan pengangguran pascatsunami di Aceh. Akibat

bencana ini, boleh jadi angka pengangguran di Indonesia akan lebih besar. Sebab, menurut Organisasi Buruh

Internasional (ILO), ada 600 ribu pengangguran pascabencana tersebut. ILO memperkirakan, tingkat

pengangguran di provinsi-provinsi lain yang terkena dampak bencana ini diperkirakan 30 persen atau lebih,

meningkat drastis dari tingkat 6,8 persen di provinsi-provinsi tersebut sebelum tertimpa bencana (Koran

Tempo, 24/1). Wijaya membenarkan bila memperhitungkan eks TKI dan pascatsunami, angka pengangguran

bisa lebih besar lagi. “Perkiraan saya ada tambahan pengangguran sekitar 500 ribu orang,” tuturnya.Di sisi lain,

ia menjelaskan, masalah ketenagakerjaan menjadi semakin pelik karena setiap tahun upah buruh diwajibkan

naik. Padahal penentuan upah buruh tidak dikaitkan secara langsung dengan produktivitas tenaga kerja. Dalam

batas tertentu, kata dia, hal itu akan menyebabkan biaya produksi meningkat dan pada gilirannya akan

mempengaruhi daya saing.

D. Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja

Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya

angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang. Mereka ini didominasi

oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya

berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa

angkatan kerja.di.Indonesia.kualitasnya.masih.rendah.Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran

dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang

bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar

6
44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya

masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut

berstatus informal.Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke

bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan

rendah.Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan

kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja

rendah.

E. Realisasi Industri Untuk Menyerap Tenaga Kerja dan Mengurangi Pengangguran

Untuk mengurangi angka pengangguran, Pemerintah Kota Jakarta Timur talah mempersiapkan program

Keluarga Produktif yang mendorong warga untuk membangun industri sekala rumahan.
Kepala Suku Dinas Nakertrans Jakarta Timur, Murtiman menjelaskan, kegiatan ini bisa dimulai dengan hal yang

paling sederhana, seperti berjualan kue atau memroduksi kerajinan tangan.

“Kegiatan ini untuk memberdayakan agar keluarga dapat membangun ekonomi keluarganya sendiri,” ujar

Murtiman, seperti dikutip dari situs milik pemerintah, Rabu 19 Agustus 2009.

Program pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) juga akan terus ditingkatkan untuk menekan angka

pengangguran.

Peserta akan didik berbagai keterampilan kerja seperti sablon, perbengkelan, dan juga menjahit.

Walikota Jakarta Timur, Murdhani, mengatakan, masalah pengangguran di Jakarta Timur merupakan tanggung

jawab bersama.

Karena itu, butuh dukungan dari pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Terutama dalam menciptakan

lapangan kerja dan kesempatan kerja.

Sesungguhnya, kembali pada jati diri lewat pengembangan industri berbasis lokal, yakni pertanian dan

kelautan, adalah jawaban mutlak untuk menyerap tenaga kerja yang melimpah sekaligus menyelamatkan

perekonomian nasional.Kondisi riil membuktikan bahwa industri teknologi tinggi dikuasai negara maju,
sedangkan industri teknologi rendah (low technology intensity) dikuasai China, Vietnam, dan negeri jiran lain

yang baru berkembang. Praktis, menghadapi persaingan yang tidak seimbang itu, Indonesia harus melakukan

renaisans (renaissance) atau gerakan kembali ke industri mula-mula di negeri ini, yakni sektor pertanian dan

kelautan. Selanjutnya barulah industri lainnya.

Dunia industri dewasa ini menjadi potret kegagalan industrialisasi, seperti terjadi di China pada dekade 1960-

an akibat kebijakan lompatan jauh ke depan ala Mao Ze Dong. Alih-alih mengikuti proses alamiah

perkembangan industri dari skala teknologi rendah, teknologi menengah, hingga teknologi tinggi, Indonesia

memaksakan diri “melompat” dari industri teknologi rendah ke teknologi tinggi semasa BJ Habibie menjadi
Menteri Riset dan Teknologi.
7

Peraturan yang justru semakin memberatkan pengusaha dan buruh itu misalnya aturan mengenai pesangon

yang terlalu besar dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Seharusnya, lanjut Anton Supit, terjadi perpindahan

pekerja informal ke sektor formal dalam kondisi normal. Apalagi jumlah tenaga kerja informal di Indonesia

menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mencapai 68-70 persen dari angkatan kerja. Kondisi ini

pada akhirnya mendorong pengusaha menghindari memiliki karyawan tetap. Mereka cenderung menggunakan

sistem kontrak yang memang tidak memberi jaminan kelangsungan kerja bagi buruh Faisal Basri

membenarkan pendapat tersebut. Menurut dia, beratnya komponen pajak dan peraturan ketenagakerjaan

semakin menghambat sisa-sisa industri manufaktur di Indonesia yang khususnya di Jakarta Timur.

Sebagai contoh, untuk memecat tenaga kerja akan memunculkan biaya yang sangat tinggi bagi pengusaha.
Kebijakan perpajakan juga turut menyudutkan dunia usaha, misalnya pajak yang harus ditanggung pabrik

olahan mete jauh lebih besar dibandingkan eksportir mete mentah.Meski demikian, Anton Supit merasa

optimistis dunia usaha di Indonesia masih akan berkembang. Pasalnya, kondisi adanya pasar, kompetensi, dan

harga sebetulnya tetap dapat dipenuhi oleh sektor manufaktur. Direktur Tenaga Kerja dan Analisa Ekonomi

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Widianto menanggapi situasi tersebut

dengan mengupayakan skema perundingan bipartit pekerja-pengusaha. Langkah tersebut lebih efektif untuk

mengatasi persoalan labour regulation cost sehingga dunia usaha dapat diselamatkan.

Di lain pihak, kebijakan industri juga terus diarahkan untuk menyerap angkatan kerja secara maksimal.

Sasaran utamanya yakni menekan penganggur hingga 5,1 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2009.

Akan tetapi, Faisal Basri bersikap pesimistis karena menilai pemerintah tidak serius dalam menangani industri

pertanian dan kelautan, seperti terlihat dalam Infrastructure Summit awal tahun ini. Pembahasan tentang

infrastruktur yang dilakukan ternyata tidak menyentuh langsung atau menunjang sektor pertanian dan

kelautan. Yang menjadi perhatian adalah pembangkit listrik, jalan tol, dan pelbagai proyek mercusuar lain.

Proyek yang diusulkan ternyata tidak kompatibel dengan sumber persoalan, yakni membangun sektor
pertanian dan kelautan. Usulan proyek yang ada justru mendukung proyek dan pabrik besar tanpa menyentuh

jejaring infrastruktur pertanian serta kelautan.

Salah satu penyebab kebijakan yang tidak menyentuh persoalan adalah perilaku para politisi yang sebagian

besar bukanlah negarawan. Mereka hanya memikirkan kepentingan sesaat dengan menyetujui atau

mendukung proyek yang hasilnya dapat terlihat semasa jabatan mereka tanpa memikirkan kesinambungan

sebuah kebijakan. Apalagi membangun industri dasar seperti pertanian dan kelautan merupakan pekerjaan

jangka panjang dalam dua atau tiga dasawarsa.

8
F. Data Pengangguran di Indonesia

1. Angka Pengangguran Menurut Umur

Pengangguran di Indonesia sudah mencapai 11 juta (usia 15 tahun keatas) dan 8.5 juta-nya penduduk usia

15-29 tahun. Seperti pada Histogram 1 di atas, menunjukan angka pengangguran terbuka (%) menurut umur

(15 tahun ke atas, 15-29 tahun dan 30-49 tahun). Terlihat jelas bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi

di usia remaja 15 sampai 29 tahun (23%). Di usia tersebut banyak sekali lulusan sekolah yang ingin

mendapatkan pekerjaan, dari yang baru lulus SMP, SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang tidak

sekolah. Sangat masuk akal jika hal ini terjadi. Sedangkan untuk usia 30-49 tahun, jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4%). Angka pengangguran terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas

sekitar 10.4%. Jika kita lihat, ternyata kaum perempuan-lah yang banyak sebagai penganggur terbuka, sekitar
27.6% (usia 15-29th) atau 13.7% (usia di atas 15 tahun). Hal-hal yang menyebabkan fenomena ini antara lain

masih adanya diskriminasi gender, jenis pekerjaan yang tersedia kebanyakan untuk laki-laki. Hal-hal tersebut

masih perlu dianalisa lebih lanjut.

2. Angka Pengangguran Menurut Perkotaan atau Pedesaan

Kita semua sudah tahu bahwa sebagian besar pekerjaan tersedia lebih banyak di perkotaan di pedesaan,

sekaligus pekerjaan di perkotaan menjajikan lebih banyak pendapatan. Inilah yang menyebabkan pencari kerja

berbondong- bondong ke perkotaan yang berakibat angka pengangguran terbuka di kota lebih besar (13.3%)

dibandingkan pedesaan (8.4%).

3. Angka Tingkat Pengangguran di Indonesia

Tabel 1. Pengangguran menurut umur di Indonesia Golongan Umur Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan)

Jumlah (ribuan) 15 – 242,7122,0714,783 25 – 34 3,1713,3506,52135 – 44 3,0473,5426,58945 – 54

2,6312,5775,20855 +3,2512,1155,367 Jumlah 14,81213,65528,467 Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman,

2004)

Kategori PengangguranLaki-Laki (ribuan)Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan) Mencari

Pekerjaan3,1712,4525,623Mempersiapkan Usaha4965114Merasa Tidak Mungkin Mendapat

Pekerjaan1,4171,6653,082 Sudah Bekerja tapi Belum Mulai Bekerja

291421712 Jumlah 4,9284,6039,531.

BAB III

PENUTUP
A. Kesmipulan

Pengangguran di Indonesia kondisinya saat ini sangat memprihatinkan sekali, banyak pengangguran di mana-

mana. Penyebab pengangguran di ndonesia ialah terdapat pada masalah sumber daya manusia itu sendiri dan

tentunya keterbatasan lapangan pekerjaan. Indonesia menempati urutan ke 133 dalam hal tingkat

pengangguran di dunia, semakin rendah peringkatnya maka semakin banyak pula jumlah pengangguran yang

terdapat di Negara tersebut. Untuk mengatasi masalah pengangguran ini pemerintah telah membuat suatu

program untuk menampung para pengangguran. Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah sebaiknya kita

secara pribadi juga harus berusaha memperbaiki.

Dan untuk daerah Jakarta Timur menempati posisi kesekian dalam hal tingkat pengangguran di berbagai

daerah lainnya yang juga memiliki jumlah pengangguran.

Anda mungkin juga menyukai