2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diperoleh dan batasan masalah yang telah ditentukan oleh
penulis, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskna permalsahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konten vlog Young Lex dalam YouTube?
2. Bagaimana pengaruh vlog Young Lex dalam YouTube terhadap perilaku remaja Ciputat
Tangerang Selatan?
2
D. METODOLOGI PENELITIAN
1. Paradigma dan Pendekatan Penellitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau
untuk membenarkan kebenaran. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode Deskriptif Kuantitatif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengaruh vlog
Young Lex terhadap perilaku remaja di Ciputat Tangerang Selatan. Pendekatan yang digunakan pada
desain penelitian ini adalah pendekatan deskriptif.
2. Subjek Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen
yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau
penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus.1Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksudkan populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan remaja yang
dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian. Adapun populasi penelitian ini adalah remaja di Ciputat
Tangerang Selatan.
b. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang di teliti. Metode sampling yang digunakan
dalam melakukan penelitian ini adalah Non- Probability Sampling yang mana teknik pengambilan
sampel ini tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Teknik Non- Probability Sampling yang digunakan adalah accidental sampling
yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
sebagai sumber data.2
3. Objek Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. F.N.
Kerlinger menyebutkan variabel sebagai sebuah konsep. Sedangkan Sutrisno Hadi mendefinisikan
1 Suharsim Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi), Jakarta:
Rineka Cipta, Hal: 173
2 Suharsim Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi), Jakarta:
3
variabel sebagai gejala yang bervariasi. Berdasarkan kedua pendapat diatas maka variabel dalam
penelitian ini adalah konten vlog Young Lex dalam YouTube.3
4. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini
sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh antara vlog Young Lex dalam YouTube dengan perilaku remaja Ciputat
Tangerang Selatan.
H1 : Terdapat pengaruh antara vlog Young Lex dalam YouTube dengan perilaku remaja Ciputat
Tangerang Selatan.
3Suharsim Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi), Jakarta:
Rineka Cipta, Hal: 159
4
Audio, Pesan yang disampaikan dalam Vlog.
Karakteristik Responden : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan.
c. Analisis Bivariat
Tujuan dilakukannya analisis bivariat adalah untuk menguji hubungan antara variabel dependen
dan independen serta memberikan gambaran kemungkinan adanya hubungan yang signifikan antara
masing-masing variabel. Analisa ini juga memberikan hasil tentang pembuktian hipotesis yang
dianjukan.
E. KAJIAN PUSTAKA
1. Deskripsi Teori
Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner yaitu, “Mass
communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people”.
Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa merujuk pada pesan. Sedangkan
menurut Wiryanto komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia yang lahir bersamaan
dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah bentuk komunikasi yang
memanfaatkan media massa untuk menyebarkan pesan kepada khalayak luas pada saat yang bersamaan.4
4 John Vivian. 2008. Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hal: 15
5 Zikri Fachrul Nurhadi. 2015. Teori-Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal: 180
5
dampak yang kuat terhadap audiennya sehingga tak jarang menimbulkan sebuah budaya baru dan
penyaampaiannya secara langsung dari komunikator yakni media kepada komunikan audien
Teori Kultivasi
Teori kultivasi adalah teori sosial yang meneliti efek jangka panjang dari televisi pada khalayak.
Teori ini merupakan salah satu teori komunikasi massa. George Gerbner adalah orang yang pertama kali
menggagas teori kultivasi. Teori kultivasi muncul dalam situasi ketika terjadi perdebatan antara
kelompok ilmuwan komunikasi yang meyakini efek sangat kuat media massa dengan kelompok yang
mempercayai keterbatasan efek media, dan juga perdebatan antara kelompok yang menganggap efek
media massa bersifat langsung dengan kelompok efek media massa bersifat tidak langsung atau
kumulatif. Teori kultivasi muncul untuk meneguhkan keyakinan orang, bahwa efek media massa lebih
bersifat kumulatif dan lebih berdampak pada tataran sosial budaya ketimbang individual.6
Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi
dan audien, khususnya pada tema-tema kekerasan di televisi. Tetapi dalam perkembangannya, ia juga
bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan. Gerbner bersama beberapa rekannya kemudian
melanjutkan penelitian media massa tersebut dengan memfokuskan pada dampak media massa dalam
kehidupan sehari-hari melalui Cultivation Analysis.
Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media pun
kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai tersebut antar anggota masyarakat, kemudian
mengikatnya bersama-sama pula. Media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu
meyakininya.7
Dalam penelitian ini penulis menyamakan media televisi dengan media YouTube. Karena pada
saat ini media YouTube lebih diminati dibandingkan dengan media televisi. Meski masih terpaut jauh
dibandingkan televisi yang disaksikan selama 1,25 miliar/jam diwilayah Amerika Serikat, namun
menurut data Nielsen, di periode yang sama seperti dilansir CNBC, angka viewership YouTube itu sudah
meningkat hingga 10 kali lipat dibandingkan lima tahun sebelumya pada 2012. Durasi waktu menonton
di YouTube juga cenderung terus meningkat, sementara televisi sebaliknya terus menurun. Bukan tidak
mungkin suatu ketika YouTube bisa menggantikan televisi sebagai pilihan utama dalam menyaksikan
konten video.
6 Edia Santoso dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal: 96
7 Edia Santoso dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu Hal: 101
6
Sebuah dewan yang mewakili produser, distributor, importir, dan pemilik bioskop, yakni
Classification and Rating Administration Board, memasukkan film atau video ke dalam kategori-kategori
untuk membantu orang tua menentukan tontonan apa yang pantas ditonton anak-anaknya. Berikut ini
kategorinya, setelah mengalami beberapa kali modifikasi:
G: Cocok untuk audien umum dan segala usia.
PG: Bimbingan orang tua disarankan, sebab ada beberapa isinya yang dipandang tidak cocok untuk anak
praremaja.
PG-13: Bimbingan orang tua terutama disarankan untuk anak kurang dari 13 tahun karena ada adegan
telanjang sebagian, sumpah serapah, atau kekerasan.
R: Dilarang untuk siapa saja yang berusia dibawah 17 tahun kecuali mereka ditemani orang tuanya.
NC-17: Siapa saja yang dibawah 17 tahun seharusnya dilarang menonton.8
2. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang akan diteliti tentang pengaruh media YouTube terhadap perilaku remaja.
Indra Permana (2017) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasuruan Bandung
dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Tayangan Media Sosial Youtube Terhadap Perilaku
Menyimpang Siswa di Sekolah Sma Indonesia Raya Bandung. Peneliti lebih memfokuskan pada masalah
dampak menyimpang pengaruh tayangan YouTube. Tujaun penulis melakukan penelitian ini untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh YouTube di kalangan siswa. Metode yang di gunakan didalam
peneltian ini adalah metode kuantitatif dengan instrumen penelitian menggunakan Angket. Berdasarkan
hasil penelitian dan dengan perhitungan SPSS di peroleh bahwa pengaruh media sosial YouTube
terhadap perkembangan perilaku menyimpang siswa atau siswi SMA Indonesia Raya cukup kecil. Hal
tersebut terlihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa pengaruh media sosial YouTube terhadap
perkembangan perilaku menyimpang hanya 27,4%, dan tingkat signifikannya < 0,05 itu artinya H0
diterima dan H1 ditolak.
8 Zikri Fachrul Nurhadi. 2015. Teori-Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal: 185
7
F. DAFTRA PUSTAKA
Arikunto, Suharsim. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi), Jakarta:
Rineka Cipta.
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset
Nurhadi, Zikri, Fachrul. 2015. Teori-Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia
Santoso, Edia, dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group