PENDAHULUAN
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai
seluruh organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus dapat timbul secara
perlahan-lahan ,sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut
dapat berlangsung lama sampai orang tersebut pergi ke dokter. Terkadang pula gambaran klinisnya
tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan
untuk penyakit lain (Arif, Mansjoer: 2001).
II.1.1. DEFINISI
II.1.2. KLASIFIKASI
1. DM Tipe I
Destruksi sel beta pankreas dan umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut (Autoimun /
Idiopatik)
2. DM Tipe II
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
3. DM Tipe lain
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
DM tipe 1 DM tipe 2
Umur (th) Biasa<40 (tapi tak selalu) Biasa>40 (tapi tak selalu)
Terapi Insulin, diet, olah raga. Diet, olah raga, tablet, insulin
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan-keluhan sebagai berikut (Arif,
Mansjoer: 2001):
1. Keluhan Klasik
Gejala berupa 3P (poliuria, polidipsia, polifagia) disertai penurunan berat badan yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Keluhan Lain
Badan lemas, kesemutan, gatal (pruritus), pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus
vulva pada wanita, luka sulit sembuh.
Jika keluhan ditemukan pada penderita, langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan kadar
gula darah (vena / perifer) yang terdiri dari:
GDPT
Bia setelah pemeriksaan didapatkan kadar GDP 100-125 mg/dL
Diabetes Melitus
◦ Gejala klasik DM + GDS > 200 mg/dL, dan atau
◦ Gejala klasik DM + GDP > 126 mg/dL, dan atau
◦ Gejala klasik DM + TTGO > 200 mg/dL
II.1.5. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang DM.
Tujuan penatalaksanaan terdiri dari (Arif, Mansjoer: 2001):
1. Jangka Pendek
Hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah
2. Jangka Panjang
Tercegah & terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari (1) edukasi; (2) terapi
gizi medis; (3) latihan jasmani; (4) intervensi farmakologis. Penatalaksanaan DM dimulai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO)
dan atau suntikan insulin (Aru, Sudoyo: 2006).
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu
( 2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, ADO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
(Aru, Sudoyo: 2006)
Edukasi
Menurut Mansjoer Arif edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-
obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika
pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan diri.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Setiap diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target
terapi. Prinsip pengaturan makan pada diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada diabetis perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis
dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin
(Suryono, Slamet: 1996).
Perencanaan Makanan
Dengan komposisi seimbang antara KH, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kesegaran jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Jumlah kalori dihitung seimbang berdasarkan BB idaman x kebutuhan basal + kebutuhan kalori untuk
aktivitas.
Dengan catatan :
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit)
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Dianjurkan latihan jasmani 3-4 kali tiap minggu selama 30menit (kurang lebihnya) yang bersifat CRIPE
(Suryono, Slamet: 1996).
Continous :
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh jogging 30 menit
tanpa istirahat.
Rytmical :
Latihan olahraga harus dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara
teratur.
Interval :
Latihan olahraga selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselangi jalan
lambat
Progressive :
Latihan secara bertahan sesuai dengan kemampuan dari intensitas ringan hingga mencapai 30-60
menit. Sasaran Heart rate 75-85% dari Maksimum Heart Rate dimana Maksimum heart rate = 220-
Endurance :
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan santai/cepat sesuai
1. Intervensi Farmakologis
a. Anti Diabetik Oral (ADO)
Insulin sekretagog : Sulfonilurea (Glibenklamid, Glimepirid, Glikuidon) dan Glinid
(Repaglinid)
Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid (Metformin), Tiazolidinedion
(Rosiglitazon)
Penghambat glukoneogenesis : Biguanid (Metformin)
Penghambat absorbsi glukosa intestinal / penghambat α-glukosidase : Acarbose
b. Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) : Humalog®, Apidra®, Novorapid®
Insulin kerja pendek (short acting insulin) : Actrapid®, Humulin R®
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) : Insulatard®, Humulin N®
Insulin kerja panjang (long acting insulin) : Lantus®, Levemir®
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin) : Humalog® Mix
25, Novomix®, Mixtard®, Humulin® 30/70
Hipoglikemia
1. Mikroangiopati
A. Retinopati diabetik
B. Nefropati diabetik
C. Neuropati (termasuk resiko terjadinya ulkus kaki / gangren diabetikum)
2.Makroangiopati
II.1.7. PENCEGAHAN
Menurut WHO tahun 1994 upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu
:
Sistem saraf otonom terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Di perifer, serabut
preganglionik meninggalkan medulla spinalis bersinaps di ganglion dan serabut post ganglion
berjalan bersama-sama dengan saraf motorik dan sensorik membentuk saraf perifer.
Keterlibatan saraf otonom (neuropati otonom) mengganggu persepsi, perubahan pola
berkeringat dan regulasi temperature, kulit kering, bersisik, kaku, mudah terjadi pecah-pecah,
serta tidak peka terhadap perubahan dan akhirnya mudah terkena infeksi. Daerah yang kulitnya
kering serta mendapat tekanan dapat tumbul kalus pada daerah tersebut. Penyebab ND sampai
sekarang ini belum diketahui sepenuhnya tetapi diduga bersifat multifaktorial, beberapa teori
yang dianut diantaranya : teori metabolic, vaskuler, dan neurotrophic factor yang berkurang.
Teori metabolic
Hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula darah intraseluler. Kelebihan glukosa diubah
menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi keduanya akan menyebabkan penurunan
mionositol, penurunan aktifitas Na+/K+ - ATPase yang selanjutnya mengganggu transport
aksonal sehingga menyebabkan kecepatan hantar saraf tepi menurun.
Teori vaskuler (Hypoksik-Iskemik)
Teori ini menyebutkan pada penderita ND terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang
disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemi dan juga berbagai
factor metabolic dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi
sel endothelial yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia, dan keadaan ini juga
menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ - ATPase yang akhirnya
menimbulkan degenerasi akson.
Teori Neurotrophic factor
Neurotrophic factor (NF) sangat penting untuk system saraf dalam
mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi system saraf. Nerve growth
factor (NGF) misalnya merupakan protein yang memberi dukungan besar terhadap kehidupan
serabut saraf dan neuronsimpatis. Pada penderita DM, neurotrophic factor jumlahnya
berkurang sehingga transport aksonal yang retrograd terganggu.Disamping itu terdapat juga
teori l aminin danautoimun yang ikut berperan dalam terjadinya ND.
Mekanisme nyeri pada ND
Pada penderita DM lesi terjadi mulai dari neuron sampai berakhir di organ target. Lesi tersebut
menyebabkan remodeling dan hipereksibilitas membran. Di bagian proksimal dari lesi timbul
tunas-tunas baru dan berakhir sebagai tonjolan disebut dengan neuroma. Neuroma merupakan
tempat akumulasi ion-channel (terutama Na-channel), molekul-molekul reseptor dan transduser
baru yang menjadi penyebab munculnya impuls ektopik baik yang spontan ataupun yang
dibangunkan. Impuls ektopik melalui serabut saraf C akan merangsang neuron sensorik di
kornu dorsalis terutama wide dynamic range menjadi lebih sensitive dan direspon secara
berlebihan sehingga menimbulkan hiperalgesia dan yang melalui serabut saraf A- beta
menyebabkan alodinia.
Nyeri terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi yang
terdapat pada kerusakan jaringan (inflamasi) atau system saraf (neuropati). Pada neuropati
terjadi disinhibisi yang dapat disebabkan oleh penurunan gaba/glisin akibat kematian neuron-
neuron penghasil kedua zat tersebut. Nyeri inflamasi dapat dipicu oleh lesi yang terjadi pada
serabut saraf afferent yang akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi seperti
prostaglandin E2, bradikinin, histamine, serotonin,dan sebagainya. Mediator tersebut langsung
atau tidak langsung mengaktifasi/mensensitisasi nosireseptor sehingga timbul nyeri spontan
atau hiperalgesia primer. Hal inilah yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap timbulnya
nyeri musculoskeletal dan nyeri artropati.
Pengobatan : nyeri oleh karena neuropati termasuk ND dapat sangat menyakitkan dan
lebih menyebabkan disabilitas dari penyakit primernya. Pengobatan untuk ND hanya bersifat
sebagai terapi simtomatis, farmakoterapi yang dianjurkan adalah :
1.NSAID : khususnya untuk nyeri musculoskeletal dan neuropati
2.Antidepresn : amitriptilin, imipramin, sertralin
3.Antikonvulsan : gamapentin, karbamazepin
4.Antiaritmia : mexiletine
5.Topikal Capsaicin
Infeksi
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai komplikasi yang
serius pada KD, perlu penanganan segera yang dimulai dari lesi yang minimal. Mudahnya
terjadi infeksi pada penderita KD diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya
hingga akhirnya terbentuk abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis. Setiap penderita DM
memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda. Tanda-tanda infeksi yang umum dapat
berupa demam, edema, eritema, pernanahan, atau berbau dan leukositosis. Penderita DM
dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh
dan jumlah leukosit. Di samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara
klinis. MenurutGibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita
DM tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti temperature tubuh < 37,8 dan jumlah leukosit <
10,103/mm3.
Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan anaerob, gram
negative dan gram positif. Leicher dkk, mendapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteriologi
dijumpai mikroorganisme yang tersering adalah gram positif 72% (Staphylococcus dan
Streptococcus grup B) dan gram negative 49% (E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas
aeruginosa, Proteus species, Bacteriodesspecies, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain
mendapatkan kuman yang tersering adalah kokus gram positif aerobic 89% basil gram negative
aerob 36% dan anaerob 17%. Penyebab tersering yang lain adalah jamur candida albicans dan
trichopiton walaupun tidak bersifat sistemik.
Pengobatan : Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada kuman penyebab yang
bersifat polimikrobial dengan antibiotic yang bersifat polifarmasi. Antibiotik yang
direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD sebelum diperoleh hasil kultur dan uji
resistensi dapat dilihat pada tabel-1
1.Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ditentukan oleh tingkat keparahan (grade), vaskularitas dan
adanyainfeksi.
1.1 Grade 1 dan 2
•Sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit
•Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
Kultur ous dengan swab, kuretage, debridement dan irigasi. Disebutkan dengan kultur pus
dapat mengkonfirmasi infeksi mencapai 95%
•Debridement ulkus merupakan hal yang sangat penting yang bertujuan untuk menghilangkan
benda asing jaringan nekrosis, menurunkan bacterial load, membersihkan luka dan
meningkatkan thrombosis atau growth factor dipinggir luka yang berguna sebagai langkah awal
dari penyembuhan luka. Penderita dianjurkan untuk membersihkan untuk membersihkan luka
di rumah minimal 2 kali perhari, pertahankan kaki lebih tinggi dan cegah berjalan yang tidak
perlu. Luka yang terbuka ditutupi dengan pembalut steril, tidak lengket dan kering
• Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7 hari, untuk evaluasi luka. Pada umumnya ulkus75%
akan menutup selama 2 minggu dan hanya sekitar 15% yang memerlukan
tambahan pengobatan.
1.2 Grade 3
• Pasien harus dirawat dirumah sakit, dilakukan debridement, kultur pus, penting
evaluasiketerlibatan pembuluh darah perifer dan biopsy tulang membantu pemilihan
pengobatan.Terapi standar dengan pemberian antibiotic iv selama 10-12 minggu.
• Intervensi bedah dilakukan bila infeksi telah mengenai tulang dan tidak terjadi penyembuhan
luka.
1.3 Grade 4 dan 5
• Pada grade ini pasien harus dirawat di rumah sakit, dilakukan tindakan bedah ataupun
amputasi.
2.Pencegahan
Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan kadar gula darah
ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk keterampilan mengatur
diet penggunaan obat-obatan.
2.1Perawatan ke ahli Podiatri
• Kunjungan regular, pemeriksaan dan perawatan kaki secara dini
• Penilaian factor resiko
• Deteksi dini dan terapi yang agresif pada lesi yang baru
2.2Pemeriksaan denyut nadi
• Evaluasi denyut nadi
• Menilai pulsasi kaki, tes vaskular noninvasive jika ada indikasi
2.3 Sepatu proteksi
• Memiliki ruangan yang adekuat, berperan sebagai protektif terhadap cidera, sepatu
karet,sepatu yang dalam dan lebar.
• Modifikasi khusus jika perlu
2.4 Mengurangi tekanan
• Sepatu tempahan
• Memiliki bantalan yang lembut
2.5 Pembedahan propilaksis
• Memperbaiki deformitas : Hammer toe, Charcots foot
• Mencegah ulkus berulang
2.6 Edukasi
• Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air hangat.
• Perawatan kuku
• Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki
• Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan mempergunakan krem
atau losion.
Pendekatan baru
Pada ulkus KD walaupun telah dilakukan perawatan yang adekuat, ternyata sebagian dari ulkus
tersebut tidak mengalami penyembuhan sempurna. Untuk menanggulangi hal tersebut dapat
dilakukan pendekatan baru dengan pemberian hyperbaric oxygen theraphy (HBOT),
recombinant platelet derivate growth factor (PDGF) atau kultur dermis.
Prognosis
Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai penurun kadar gula darah,
pada penderita DM komplikasi jangka panjang tetap saja berlangsung , namun pada yang kadar
gulanya tidak terkontrol dengan baik, komplikasi yang terjadi lebih serius dibandingkan dengan
yang kadar gulanya terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus tergantung kepada tingkat
klasifikasi luka, sedangkan tinggi tingkat derajat luka semakin sulit suatu luka akan sembuh
dengan demikian akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Kesimpulan
Penderita DM semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Dengan demikiran ancaman
untuk terjadinya komplikasi pada kaki juga meningkat. Ulkus KD merupakan komplikasi yang
sering dijumpai pada penderita DM. terjadinya KD meliputi multifaktorial yang saling terkait
satu dengan yang lainnya dan berhubungan dengan angiopati, neuropati, dan infeksi. Bila
penanganan dan pengobatan yang terlambat atau tidak tepat, lesi mudah terinfeksi yang
akhirnya akan terjadi komplikasi yang lebih berat,sehingga kemungkinan ancaman akan
kehilangan anggota gerak lebih besar. Untuk menjawab problema KD dapat dilakukan dengan
pendekatan multidisiplin, penyuluhan, perawatan kaki, penggunaan sepatu khusus, disebutkan
melalui edukasi yang baik dapat menurunkan kejadian amputasi sampai dengan 50%.
BAB III
KESIMPULAN
1. Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2. Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang terjadi juga
semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah,
dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang
selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD).
3. Terdapat tiga faktor sebagai latar belakang /yang berperan untuk terjadinya KD yaitu:
angiopati,neuropati, dan infeksi.
4. Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan yaitu system klasifikasi Wagner
dan system klasifikasi Texas.
5. Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus KD adalah agar terjadi penutupan dan
penyembuhan luka dengan sempurna maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa
tindakan yang dilakukan adalahdengan melakukan perawatan konservatif, tindakan
pencegahan dan intervensi bedah
6. Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai penurun kadar gula
darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang tetap saja berlangsung , namun
pada yang kadar gulanya tidak terkontrol dengan baik, komplikasi yang terjadi lebih
serius dibandingkan dengan yang kadar gulanya terkontrol baik. Tingkat penyembuhan
ulkus tergantung kepada tingkat klasifikasi luka, sedangkan tinggi tingkat derajat luka
semakin sulit suatu luka akan sembuh dengan demikian akan meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
2. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta, Juli 2006
3. Karam JL. Pancreatic Hormon and Diabetes Mellitus, In : Greenspen FS (ED) Basic
and ClinicalEndocrinology, 5nd Connecticut, Appleton and Lange 1997; 605-622
4. Siti S, Idrus A, Yoga IK, dkk,eds. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine, Jakarta 2002:73-77.3.
5. Boulton AJM. The diabetic Foot. Journal of Family Practice,2004
6. Valk GD, Kriegsman DMW, Assedelft WJJ. Patient Education for Preventing
Diabetic footUlceration: A Systematic Review. In : Endocrinology And
Metabolism Clinics. Departemant of General Practice Institute for Research in
Extramural Medicine, Amsterdam 2002 ; 31 : 37.
7. Culleton JL. Preventing Diabetic Foot Complications: Tight Glucose Control and
PatientEducation are the Key. Postgrad Med 1999; 106 : 73-8312.
8. Palumbo PJ, Melton LJ. Perifer Vasculer Disease and Diabetes. Available from
:http://www.diabetes.niddk.gov/dm/pubs/america/pdf/chapter 17.pdf 13.
9. Lavin ME. Management of the Diabetic Foot : Preventing Amputation. South Med
J 2002;95:10-2014. Sumpio BE. Foot Ulcer. N Engl J Med 2000;343:787-92
10. Sutjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik Pada Kaki Diabetes. Dalam : Askandar T,
Hendromarto,Sutjahjo, Hans T, eds. Naskah Lengkap Simposium Nasional
Diabetes & Lipid 1994 Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo – FK UNAIR,
Surabaya.