Anda di halaman 1dari 1

RESUME JURNAL

Selama tiga dekade (1966-1996). Indonesia relatif "stabil di bawah pemerintahan otoriter. Namun,
selama empat tahun terakhir (1997-2000), serangkaian konflik, sebagian besar bersifat agama atau etnis, telah
mengganggu masyarakat Indonesia. Alasan di balik banyak konflik ini adalah telah menjadi perebutan
kekuasaan. Sebagai akibatnya, kecenderungan menuju inter kooptasi serta paksaan dan rayuan telah
mendapatkan momentum meskipun janji transparansi oleh para pemimpin negara. Penuh dengan kemarahan,
kebencian, diskriminasi, tipu daya dan kehancuran. Kehidupan dalam masyarakat seperti itu tidak hanya
menjadi beban, tetapi juga steril. Idola kebebasan manusia yang diinginkan dalam berbagai bentuk -
kebebasan, keadilan, kesetaraan, dan keadilan - tidak mudah dicapai.
Dari permasalahan di atas muncul pertanyaan mayor, bagaimana komunikasi dapat menjadi solusi
serta berkontribusi dalam penangann konflik tersebut? Sedangkan pertanyaan minornya yakni Bagaimana
konflik lintas dimensi ini dapat ditangani tanpapara pemimpin harus menggunakan praktik-praktik otoritatif?
Bagaimana menghindari sikap-sikap tidak baik dalam menghadapi berbagai konflik seperti korupsi, kolusi
dan penyakit pemimpin lainnya? Bagaimana sikap lini bawah dlam menghadapi sentiment ras, suku dan antar
golongan serta agama yang amat rentan gesekan konflik?
Jurnal ini ditulis sebagai upaya untuk mengidentifikasi aktor utama dalam konflik ini dalam perspektif
komunikasi khususnya komunikasi antar budaya. Pada sisi lain tulisan ini juga dialamatkan untuk
menunjukkan bagaimana pengembangan karakteristik faktor manusia dapat mengarah pada resolusi atau
penghindaran situasi konflik. Penulis akan memperdebatkan dalam sebuah diskursus tentang peran enam
aktor-aktor secara spesifik dalam konflik-konflik ini: Muslim dan Non-Muslim: Jawa dan non-Jawa: militer
dan sipil: pedagang lokal dan asing: nasionalis sekuler dan religius: dan muslim modernis dan tradisionalis.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis konflik ini adalah reproduction dan creation and trust
in foreigners (Bakti, 2004: 128). Reproduction dalam pandangan teori ini adalah sikap sekelompok
masyarakat, agama, dan budaya yang memproduksi budaya dan keluarganya. Teori ini melihat segala sesuatu
kaku dan berpegang teguh pada budaya yang dianut keluarga. Sedang creation and trust in foreigners, adalah
sikap sekelompok masyarakat, agama, dan budaya yang tidak harus memproduksi generasi yang sama. Teori
ini melihat boleh saja budaya lahir dari sumber yang sama namun dapat dikreasikan dengan keadaan
sekarang. Dalam Islam dua perseteruan teori ini dapat disinergikan dengan konsep al-amanah. Al-Amanah
mampu menjembatani sikap kaku kedua kubu tersebut dengan jalan saling percaya dan dapat dipercaya dalam
menjalankan kewajibannya.
Al-Amanah Bakti (2006: 11) sebagai jalan tengah dapat menjadi solusi terdepan melihat permasalahan
yang terjadi dalam tatanan konflik kenegaraan. Al-Amanah merupakan salah satu sikap mulia Rosul dari
empat sikap yang wajib dimiliki oleh Rosul termasuk pemimpin yang berarti dapat dipercaya. Dalam konflik
besar ini, semua aktor-aktor yang berhadapan hendaknya bisa saling mempercayai terhadap masing-masing
elemen bangsa yang lain. Masing-masing aktor pasti memiliki tujuan baik bagi keberlangsungan kehidupan
bernegara. Selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menjalankan tugas masing-masing dengan penuh al-
amanah agar kehidupan berbangsa dan bernegara tetap lestari.
Analisis dalam makalah ini menunjukan pertama, semua konflik yang terjadi antar aktor dapat
diselesaikan dengan komunikasi antar budaya tanpa harus ada tindakat yang otoritatif. Hubungan baik antar
elemen bangsa tentu menjadi hal yang harus kita utamakan Kedua, para pemimpin harus mulai menjalankan
sikap al-amanah sebagai tanggung jawab dan upaya menyelesaikan berbagai konflik. Sebab pemimpin juga
masih disibukkan dengan konflik masing-masing yang berputar di areanya sendiri. Ketiga, masyarakat lini
bawah dapat berkontribusi pada penyelesaian konflik bangsa dengan sikap saling toleransi, menghargai dan
menghormati.
Sebagai refleksi, hendaknya konflik ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Semua elemen harus saling
menghormati, memercayai dan duduk bersama. Saling percaya tersebut pasti pada titik tertentu akan
menghilangkan sentimen negatif antar elemen. Untuk saat ini, lebih baik pihak-pihak yang berkonflikfokus
untuk menjalankan amanah masing-masing. Keberlangsungan bangsa dan negara tentu lebih penting dari
kepentingan dan ego masing-masing.
Kata Kunci: Komunikasi antar Budaya, Al-Amanah, Aktor-aktor dan Konflik

Anda mungkin juga menyukai