Herpes Zoster
Oleh :
RISA MUTHMAINAH
NIM. I1011131067
Pembimbing :
dr. Herni, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD SULTAN SYARIEF MOHAMAD ALKADRIE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah radang kulit akut, yang mempunyai sifat khas yaitu
vesikel- vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik kulit
sesuai dermatom.1 Definisi lain Herpes Zoster (Shingles) adalah suatu infeksi yang
menyebabkan erupsi kulit yang terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan.
Herpes zoster bisa terjadi pada usia berapapun tetapi paling sering terjadi pada usia
diatas 50 tahun.2 Herpes zoster merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-
zoster laten dari syaraf pusat dorsal atau kranial. Pada 3-5 dari 1000 individu, virus
Varisela-zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal
dengan nama Herpes zoster atau Shingles. Insiden terjadinya herpes zoster meningkat
sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden
herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir – 9 tahun sebanyak 0,74/1000; usia 10
– 19 tahun sebanyak 1,38/1000; usia 20 – 29 tahun sebanyak 2,58/1000. Di Amerika,
herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak. Lebih dari 66% kasus mengenai usia >50
tahun, kurang dari 10% mengenai usia <20 tahun dan 5% mengenai usia <15 tahun.
Meskipun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang
dewasa, namun herpes zoster dapat juga dijumpai pada bayi baru lahir apabila ibunya
menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Berdasarkan hasil penelitian,
ditemukan sekitar 3% herpes zoster terjadi pada anak-anak, terutama mereka yang
berada pada kondis imunokompromais dan menderita penyakit keganasan. 3
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten
setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi
hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang
terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster
1
generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau
pengobatan imunosupresi.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus
herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa herpes zoster
merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter. Kompetensi
herpes zoster tanpa komplikasi bagi dokter umum adalah 4A, yang berarti level
kompetensi tertinggi yang perlu dicapai oleh dokter umum, di mana dokter dapat
mengenali tanda klinis, mendiagnosis,menatalaksana hingga tuntas kecuali pada
perjalanannya timbul komplikasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi 1
Herpes zoster merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster
laten dari syaraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung
jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau
chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster.
2.2. Epidemiologi
Varisella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun
jenis kelamin. Varisella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20
tahun terutama usia 3-6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa.
Di Amerika, varisella sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan
5% terjadi pada usia lebih dari 15 tahun di Jepang, umumnya terjadi di usia
anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4%. 3
Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan
umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster
berdasarkan usia yaitu sejak lahir-9 tahun :0,74 / 1000; usia 10-19 tahun: 1,38
/1000 ; usia 20-29 tahun : 2,58 /1000. Di Amerika herpes zoster jarang terjadi
pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia dari 50 tahun, kurang
dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari
15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai
pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru
lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil
penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan
pada anak-anak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan. 3
3
2.3. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. VVZ merupakan virus dengan DNA berantai
ganda berselimut yang termasuk dalam famili Herpesviridae. Pada manusia,
infeksi primer terjadi saat virus kontak dengan mukosa saluran pernapasan atau
konjungtiva. Berawal dari tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar
ke seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal
dimana virus akan menjadi dorman.
Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama
pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster
(cacar ular). Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada
individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Berdasarkan sifat
biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.
VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi
primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten
didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan
menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang
pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus
spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase
yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun
setelah infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab
pasti timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin
penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti
eksposur eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau kronis (Terutama
infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan stres emosional.
4
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami
reaktivasi virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih
belum jelas. Menurunya imunitas seluler diperkirakan meningkatkan resiko
aktivasi kembali, dimana keadaan tersebut meningkat sesuai dengan usia2.
2.4. Patogenesis
HSV merupakan virus DNA untai ganda dari famili Herpesviridae dan
subfamili Alphaherpesvirinae dengan kemampuan biologis berupa
neurovirulensi, latensi, dan reaktivasi.1,2 Neurovirulensi adalah kemampuan
menginvasi dan bereplikasi dalam sistem saraf. Latensi adalah kemampuan
membentuk dan mempertahankan infeksi laten pada sel saraf ganglia proksimal
sampai ke lokasi infeksi. Reaktivasi adalah kemampuan HSV laten untuk aktif
kembali dan bereplikasi di daerah yang dipersarafi oleh ganglia tempat
pembentukan infeksi latennya. Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stres
emosional, sinar matahari, dan menstruasi dapat memicu reaktivasi.
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar
ganglion dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf
menyebabkan kehilangan neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit
berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari lesi varisela. Pola ini menunjukkan
latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus saat varisela dari
kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi
dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan ganglia yang
paling sering terkena stimuli reaktivasi.4
5
Gambar 2.1. Patogenesis Herpes Zoster
6
Infeksi VZV juga dapat melibatkan pembuluh darah yang memberikan
vaskularisasi pada kulit lokal, yang berakibat pada munculnya nekrosis dan
hemoragik epidermis.5
7
tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal, yang
berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
sekitarnya herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.1
Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian
makulopapuler muncul secara dermatomal. Lesi baru timbul selama 3-5 hari.
Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule
pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 – 4 minggu
dan krusta yang mengering pada 7 sampai 10 hari. Pada umumnya krusta
bertahan dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi baru
bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). Eritema
akan lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua, dan lebih ringan
dan berdurasi pendek pada anak -anak. Dermatom yang terlibat biasanya
tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering terlibat
(50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan sakral.
Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.8
8
vesikel. Secara obyektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi
cabang oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati
garis median. Rima palpebra tampak menyempit bila kelopak atas mata
mengalami pembengkakan. Bila cabang nasosiliar nervus trigeminus yang
terkena , maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima palpebra
biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena
maka timbul lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan
yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil
yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekalimelibatkan stroma. Bila
infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan
iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder.
Komplikasi lain adalah paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic.
9
Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan kecurigaan pada
imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.
Masa tunasnya 7 – 12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kira – kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira – kira 1 – 2 minggu. Di samping gejala kulit dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini
adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan.
Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan
saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi
gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan
pada nervus trigeminus atau nervus fasialis dan optikus.
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal
dapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam
atau pusing. Gejala lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah
dermatom yang terkena. Nyeri yang terjadi merupakan salah satu ciri khas dari
herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic neuralgia dan post herpetic
10
neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit sembul dapat
berlangsung berbulan-bulan hingga menahun. Nyeri prodormal tidak lazim
terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul
pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun. Nyeri prodormal : lamanya kira
–kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat
menstimulasi migrain, nyeri pleura, infark miokardial, ulkus duodenum,
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis, prolaps diskus intervertebral, atau
glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang
serius.
2.6. Diagnosis1
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam
anamnesis didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang
kemudian pecah disertai nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam seperti
gejala prodromal yang dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien
mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap individu,kemudian
dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol diatas
kulit eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta.
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi
rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul
verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus
varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk
dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena
membutuhkan waktu 1-2 minggu8
11
Gambar 2.6. Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant
multinuklear ; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau
mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela-zoster
12
2.8. Komplikasi1
Komplikasi dari penyakit herpes zoster ialah :
a. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama
berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada
umur diatas 40 tahun, persentasenya 10-15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
Pada HZO, kejadian PHN lebih sering daripada manifestasi zoster yang
lain.
b. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
c. Kelainan pada mata
Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak terdeteksi
dan diterapi dengan tepat. Adanya edem orbita adalah emergensi
ophtalmologi dan pasien harus dirujuk ke spesialis mata. Iritis, iridocyclitis,
glaucoma, dan ulkus kornea dapat terjadi pada kasus ini. Keterlibatan hanya
di daerah dibawah fisura palpebra inferior tanpa disertai keterlibatan dari
kelopak atas dan nasal menunjukkan tidak adanya komplikasi pada mata
karena daerah kelopak bawah diinervasi oleh nervus maksillaris superior.
d. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis
dan otikus ganglion genikulatum), sehingga memberikan gejala paralisis
otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat
persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan
gangguan pengecapan.
13
e. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan
sembuh spontan.
14
2) Terapi pada pasien usia > 60 thn
Asiklovir IV 10 mg/kg/8 jam untuk 5 hari diberikan 4 hari saat
onset dari nyeri atau selama 48 jam setelah onset dari timbulnya
ruam.
Pada pasien berusia > 60 tahun perlu diperiksa untuk faal ginjalnya
( kreatinin clearense tidak < 25 Ml/ menit.
Masalah dari herpes zoster pada orangtua adalah bukan hanya lesi
kulit atau nyeri akut tapi postherpetik neuralgia kronik yang
persisten selama 18 bulan, Apabila tidak ada kontraindikasi dapat
diberikan kortikosteroid sistemik ( prednisone 60mg/ hari tapering
off sampai dengan nol selama > 4 minggu).
3) Untuk neuralgia pasca herpetik
Menurut FDA, obat pertama yang dapat digunakan untuk nyeri
neuropatik pada neuropati perifier diabetik dan neuralgia pasca
herpetika ialah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba
yang analog ialah gabapetin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih
poten (2 – 4 kali), cara kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya
lebih sederhana. Dosis awalnya ialah 2 x 75 mg sehari, setelah 3 – 7 hari
bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari.
Dosis maksimumnya 600 mg sehari. Efek sampingnya ringan berupa
dizziness dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat tidak
perlu dihentikan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah anti depresi trisiklik (misalnya
nortripitilin dan amitripitilin) yang akan menghilangkan rasa nyeri pada
44 – 67% kasus. Efek sampingnnya antara lain gangguan jantung,
sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitripitilin ialah 7 mg sehari,
kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, biasanya antara
150 – 300 mg sehari. Dosis nortripitilin ialah 50 – 150 mg sehari. Nyeri
neuralgia pasca herpetika (derajat nyeri dan lamanya) bersifat
15
individual. Nyeri tersebut dapat hilang spontan, meskipun ada yang
sampai bertahun- tahun.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu
imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antiviral ( asiklovir IV atau Kombinasi alpha – 2a). Dikatakan
kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.
2.10. Prognosis1,4
Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang
lebih muda dan lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko
komplikasi yang lebih tinggi. Pada orang dengan imunokompeten pada
umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi namun pada orang dengan
imunokompromisangka mortalitas dan morbiditasnya signifikan.
Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang
imunokompeten, namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim
imun yang sangat rendah. Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang
rendah dapat menyebabkan kematian karena ensepalitis, hepatitis, atau
pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim imun yang sangat
rendah berkisar antara 5-15%
16
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.1. IDENTITAS
Nama : Nn. HR
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Melayu
Alamat : Jalan Tanjung Raya
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal MRS : 29 November 2017
3.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muncul vesikel yang nyeri sejak 5 hari yang lalu
2. Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSSSMA dengan keluhan
adanya gelembung berisi air yang nyeri dan gatal di bagian perut sejak 5
hari yang lalu. Sebelum menjadi vesikel, awalnya hanya berupa
kemerahan yang muncul di bagian punggung, keesokan harinya muncul
gelembung yang menjalar sampai ke perut. Pasien mengaku sebelum
muncul gelembung terdapat demam yang tidak terlalu tinggi dan juga
terdapat nyeri di bagian punggung.
Pasien adalah mahasiswi semester akhir yang sedang menjalani
PKL. Pasien mengaku selama 4 bulan terakhir aktivitasnya terlalu padat
dan mudah capek. Pasien mengaku pernah terkena cacar saat kelas 6 SD.
17
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pasien, riwayat penyakit kulit pada keluarga dengan keluhan
serupa disangkal. Riwayat asma keluarga pasien (-)
5. Riwayat Alergi
- Alergi makanan : Seafood
- Alergi obat : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien merupakan seorang mahasiswa yang tinggal di komplek
perumahan yang cukup bersih dan tidak terlalu padat
- Keluarga pasien berobat dengan status pembayaran BPJS kelas III.
7. Riwayat Kebiasaan
- Pasien memberikan sirih merah di bagian vesikel
- Pasien mandi 2 kali/hari menggunakan sabun dan air hujan
- Pasien mengganti pakaian setiap hari dan jika pakaian basah pasien
langsung ganti pakaian.
- Pasien tidak pernah bertukar pakaian/handuk dengan keluarga
18
2. Status Dermatologis
a. Regio abdomen sinistra setinggi T8
Terdapat vesikel-vesikel berkelompok yang tersusun secara
herpetiformis disertai dengan krusta
3.4. RESUME
Nn. HR usia 22 tahun dengan keluhan adanya gelembung berisi air
yang nyeri dan gatal di bagian perut sejak 5 hari yang lalu. Sebelum menjadi
gelembung, awalnya hanya berupa kemerahan yang muncul di bagian
19
punggung, keesokan harinya muncul gelembung yang menjalar sampai ke
perut. Pasien mengaku sebelum muncul gelembung terdapat demam yang
tidak terlalu tinggi dan juga terdapat nyeri di bagian punggung.. Terdapat
riwayat terkena cacar saat kelas 6 SD. Pada pemeriksaan ditemukan adanya
vesikel-vesikel berkelompok yang tersusun secara herpetiformis disertai
dengan krusta di bagian abdomen dan thorakal sinistra setinggi T8.
3.7. DIAGNOSIS
Herpes zoster
3.8. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Edukasi pada pasien dan keluarga ditujukan untuk menjaga kebersihan
diri dan mencegah agar vesikel tidak pecah
b. Medikamentosa
Sistemik
- Antihistamin, Loratadin 2 x 10 mg
- Antiviral, Asiklovir 5 x 800 mg
- Ibuprofen 3x400 mg
Topikal
- Krim Acdat 30 gr 2x1
20
3.9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
sering terjadi pada orang yang baru-baru ini mengalami stressful recent events.
Dalam kasus ini, kelelahan dapat menjadi faktor reaktivasi herpes zoster.9
Pada kasus ini, pasien mengaku sebelum muncul gelembung terdapat demam
yang tidak terlalu tinggi dan juga terdapat nyeri di bagian punggung. Pada herpes
zoster, beberapa hari sebelum munculnya erupsi kulit biasanya didahului nyeri dan
parestesia pada dermatom yang terkena. Nyeri yang dirasakan dapat bervariasi mulai
dari gatal, geli, seperti terbakar, atau perih. Dapat juga disertai dengan demam, sakit
kepala, dan badan terasa lemas. Bentuk klinis yang paling khas dari herpes zoster
adalah lokasi dan distribusi ruam kulit yang hampir selalu unilateral dan umumnya
terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh ganglion sensoris tunggal. Lesi kulit
pada herpes zoster bermula dari makula dan papula eritema yang pertama kali muncul
di daerah yang dipersarafi oleh cabang superfisial dari saraf sensoris yang terkena.
Vesikel akan terbentuk dalam 12-24 jam dan berkembang menjadi pustul pada hari
ke-3. Lesi kulit juga dapat menjadi hemoragik, nekrotik, atau bulosa. Pustul
mengering dan menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta pada umumnya akan menetap
selama 2-3 minggu. Pada kasus ini, herpes zoster mengenai area dermatomal setinggi
T8-T9. 6,10
23
Gambar 3.2. Area dermatom bagian thorakal
24
Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi,
menjaga kebersihan tubuh, dan tidak memecahan vesikel. Hal-hal tersebut bertujuan
untuk memperbaiki daya tahan tubuh pasien, mencegah terjadinya infeksi sekunder,
mencegah terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut serta untuk
mengetahui perkembangan penyakitnya.
Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam
adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari pemeriksaan
fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi. Prognosis Quo ad functionam adalah
bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad
sanationam adalah bonam karena varisela merupakan penyakit yang bersifat self-
limiting disease dan tidak mengganggu kehidupan sosial penderita, sebab penanganan
yang cepat maka perjalanan penyakit dapat diperpendek.12
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Berdasarkan gejala klinis dan temuan dermatologis pasien
didiagnosis dengan herpes zoster
2) Pada pasien ini dapat diberikan terapi Asiklovir 5 x 800 mg,
Ibuprofen 3 x 500 mg, acdat cream 2 kali sehari untuk mencegah
infeksi sekunder
3) Prognosis pada pasien ini pada umumnya baik
4.2 Saran
1) Pada pasien sebaiknya menjaga kondisi tubuh dan sistem imunnya
dengan mengurangi aktivitas dan makan makanan yang bergizi agar
proses penyembuhan berlangsung dengan cepat.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Jilid III. Jakarta: Fakultas
kedokteran UI; 2010.
2. Sjamsoe S. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia: Sebuah Panduan
Bergambar. Jakarta: PT. Medical Multimedia Indonesia; 2005.
3. Lubis RD. Varisela Dan Herpes Zoster [Skripsi]. Sumatera Utara: USU; 2008.
4. Janniger C. Herpes Zoster. 2013. N.
http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview.
5. Arvin A, Whitley R, Guttires K. Herpes Simplex Virus Infection. 6th ed.
Philadelphia: W.B.Saunders company; 2006.
6. Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B., Paller A. Varicella and Herpes
Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York:
McGraw Hill Company; 2008.
7. Schalock C., Hsu T., Arndt K. Viral Infection of the Skin. In : Lippincott’s
Primary Care Dermatology. Philadelphia: Walter kluwer health; 2011.
8. Dworkin R, Johnson R, Breuer J. Recommendations for the management of
herpes zoster. Suppl 1S1-26. 2007;1(44).
9. Schmader K, Studenski, MacMillan J. Are stressful life events risk factors for
herpes zoster? J Am Geriatr Soc. 1990;38(11):1188-1194.
10. James W., Berger T., Elston D. Viral Diseases. In: Andrews Diseases of The Skin
Clinical Dermatology. 11th ed. Elsevier; 2011.
11. Rampengan T., Laurente I. Varisela Dalam Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.
Jakarta: EGC; 2003.
12. Sterling J., Kurtz J. Viral Infection (Varicella and Zoster) In : Text Book of
Dermatology. 6th ed. Oxford: Blackwell Science; 2006.
27