Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PANDANGAN ISLAM DAN MUHAMMADIYAH

1. Perspektif Islam tentang donor sperma

Inseminasi buatan atau disebut dengan bayi tabung merupakan hasil rekayasa
manusia yang bertujuan untuk membantu pasangan suami dan isteri yang mandul
untuk mendapatkan seorang anak. Didalam Islam persoalan anak menjadi urusan
Allah swt. Asalkan manusia tetap bertasbih di waktu pagi dan petang. Hal ini terbukti
Allah swt. telah mengaruniai seorang anak kepada Nabi Zakaria as. yang sudah
berumur sangat tua dan isterinya dalam keadaan mandul. Akan tetapi meskipun
persoalan anak menjadi urusan Allah swt. akan tetapi manusia (suami dan isteri) yang
mandul tetap berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan seorang keturunan. Salah
satu caranya dengan menggunakan tekhnik bayi tabung.

Donor sperma merupakan salah satu hal yang bertentangan dalam agama islam.
Oleh karena itu, demi kehati-hatian para Ulama’ mengharamkannya dikarenakan
berhubungan dengan perbuatan zina. Diantara yang mengharamkan adalah Lembaga
fiqih Islam, OKI, Majelis Ulama (MUI), Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21 di
Klaten pada 6-11 April 1980, Muktamar NU ke 28 pada November 1989, Mahmd
Shaltut, Yusuf Alqordhowi, Alribasyi, dan Zakariya Ahmad Albari dengan
pertimbangan dikhawatirkan adanya pencampuran nasab dan hal-hal yang tidak
diinginkan (SK MUI No: Kep-925/MUI/XI/1990) (Mobtadin, 2016).

A. Hukum Bank Sperma dalam Islam


Bahwasanya bank sperma itu tidak beda hal nya dengan zina dan hukumnya
jelas haram. Dalam ayat disebutkan:
“ Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.
Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),sebagai suatu
kewajiban, dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu
telah saling merelakannya,sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya
Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (QS An-nisa : 24)

Dan dalam ayat lain disebutkan :

Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan


kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di
jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan kami
berikan kepadanya pahala yang besar. (QS An-Nisa :74).

B. Sedangkan dari sisi lain, ada mudharat yang terkandung didalamnya antara
lain :
- Percampuran nasab, padahal islam sangat menjaga kesucian atau
kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya
dengan kemahraman dan kewarisan
- Bertentangan dengan sunnatullah
- Inseminasi buatan dengan donor pada hakikatnya sama dengan prostitusi,
karena terjadinya percampuran sperma dan ovum tidak dalam ikatan
perkawina yang sah
- Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik
dalam rumah tangga
- Anak hasil inseminasi buatan lebih banyak unsur negatifnya daripada anak
adopsi
- Anak hasil inseminasi buatan lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang
alami, terutama inseminasi buatan melalui ibu titipan yang menyerahkan
bayi nya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya sesuai dengan
kontak, tidak terjadi hubungan keibuan secara alami (Utomo, 2003).
2. Perspektif Islam tentang Surrogate Mother

Surrogate mother adalah istilah ibu pengganti, yaitu seorang wanita yang
membesarkan zigot atau embrio hingga bayi itu lahir, yang mana zigot atau embrio
tersebut berasal dari sperma dan ovum yang dititipkan oleh pasangan suami istri lain
(Hidayat 2016). Di dalam al-quran tidak dijumpai ayat yang mengatur tentang
kedudukan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan
sperma dan ovum dari pasangan suami istri lalu embrionya ditransplantasikan ke
dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother) (Selian 2017).

َ‫ت أَفَبِّ ۡٱل َٰبَ ِّط ِّل ي ُۡؤ ِّمنُون‬ ‫ٱَّللُ َجعَ َل لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِّس ُك ۡم أ َ ۡز َٰ َو ٗجا َو َجعَ َل لَ ُكم ِّم ۡن أ َ ۡز َٰ َو ِّج ُكم بَنِّينَ َو َحفَدَ ٗة َو َرزَ قَ ُكم ِّمنَ ٱل ه‬
ِّ ِۚ َ‫طيِّ َٰب‬ ‫َو ه‬
٧٢ َ‫ٱَّللِّ ه ُۡم َي ۡكفُ ُرون‬ ‫ت ه‬ ِّ ‫َو ِّبنِّعۡ َم‬

Artinya : Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada
yang bathil dan mengingkari nikmat Allah? (QS An-Nahl : 72)

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa penyewaan rahim belum ditemukan
jawabannya secara spesifik dalam Al-Qur‟an maupun al-Hadits. Sehingga para ulama
kontemporer berusaha berijtihad memecahkan masalah. Semua ulama dan
cendekiawan Muslim sepakat untuk membolehkan inseminasi buatan, selama sperma
dan ovum yang diproses itu berasal dari suami istri yang mempunyai ikatan
perkawinan yang sah (Hidayat 2016).

Banyak para ahli yang mengemukakan pendapat tentang hukum surrogate


mother menurut (Selian 2017), diantaranya ada yang memperbolehkan dan ada yang
tidak memperbolehkan.

1. Pendapat yang memperbolehkan Surrogate Mother


a. Prof. Dr. Jurnalis Udin, PAK. Mengemukakan pendapat bahwa jika rahim
milik istri peserta program fertilisasi in vitriol transfers embrio itu memenuhi
syarat untuk mengandung embrio itu hingga lahir, penyelenggaraan
reproduksi bayi tabung yang proses kehamilannya di dalam rahim wanita lain
(surrogate mother) hukumnya haram. Sebaliknya apabila :
- Rahim istrinya tidak dapat mengandungkan embrio
- Belum ada teknologi yang dapat mengandungkan embrio tersebut di
dalam tabung hingga lahir
- Satu-satunya jalan untuk mendapatkan anak dari benihnya yaitu dengan
surrogate mother

maka hukum melakukan reproduksi bayi tabung dengan menggunakan rahim


wanita lain (surrogate mother) adalah mubah, karena hal itu dilakukan selain
dalam keadaan darurat juga karena keinginan mempunyai anak sangat besar
dan belum ada cara atau teknologi yang lain.

b. H. Ali Akbar, menyatakan bahwa boleh menitipkan bayi tabung pada wanita
surrogate mother, karena tidak bisa mengandung karena rahimnya mengalami
gangguan. Menyusukan anak kepada wanita lain di perbolehkan dalam islam
dan boleh diupahkan. Nabi dahulu juga disusui oleh Halimatun Sa’diyahhal,
hal itu disamakan dengan diperbolehkan memberikan upah kepada wanita
yang meminjamkan rahimnya.
c. H. Salim Dimyati memberikan pendapat bahwa Bayi tabung yang
menggunakan sel telur dan sperma dari suami yang sah, lalu embrionya di
titipkan kepada ibu pengganti, maka setelah anak itu lahir statusnya adalah
anak angkat, tidak ada hak mewarisi dan di warisi.

2. Pendapat yang tidak memperbolehkan Surrogate Mother


a. As-Sayyid Sabiq, seorang ahli fiqh berpendapat, jika melihat pada syarat
sahnya sebuah sewa menyewa, yaitu:
- Kerelaan dua pihak yang melaksanakan akad;
- Mengetahui manfaat dengan baik;
- Barang yang menjadi objek akad (sewa-menyewa) dapat dimanfaatkan
kegunaannya menurut kriteria, realita, dan syara’;
- Serta manfaat adalah hal yang mubah bukan yang diharamkan.

Berdasarkan hal itu sewa rahim tidaklah diperbolehkan dikarenakan caranya


(menitipkan embrio pada rahim wanita lain) yang telah dinyatakan oleh
kebanyakan para ulama tidak diperbolehkan seperti yang telah dipaparkan di
atas.

b. Dr. Yusuf Qaradhawi, dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3 antara


lain menulis bahwa semua ahli fiqih tidak membolehkan penyewaan rahim
dalam berbagai bentuknya. Jika sperma berasal dari laki-laki lain baik
diketahui maupun tidak, atau sel telur berasal dari wanita lain, atau sel telur
milik sang istri, tapi rahimnya milik wanita lain maka hal tersebut
diharamkan. Menurut Qaradhawi, dikarenakan cara ini akan menimbulkan
membingungkan bagi anak tersebut dan nasab nya.
c. Syaikh Mahmud Syaltut (1963) berpendapat , jika inseminasi itu dari sperma
laki-laki lain yang tidak terikat akad, maka hal tersebut merupakan suatu
perbuatan yang sangat buruk dan suatu kejahatan yang lebih munkar dari
memungut anak.
d. Menurut Mu’tamar Tarjih Muhammadiyah tahun 1980 Tidak dibenarkan
menurut hukum Islam, sebab menanam benih pada rahim wanita lain haram
hukumnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya :
“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat
menyirami airnya ke ladang orang lain.” Demikian pula di haramkan karena
(1) Pembuahan seperti itu termasuk kejahatan yang menurunkan martabat
manusia, dan (2) Merusak tata hukum yang telah di bina dalam kehidupan
masyarakat.
e. Pendapat Munas Alim Ulama’ (NU) Di Sukorejo Situbondo Tahun 1983,
Tidak sah dan haram hukumnya menyewakan rahim bagi suami istri yang
cukup subur dan sehat yang menginginkan seorang anaka namun kondisi
rahim istri tidak bisa untuk mengandung seorang bayi. Selain hadis di atas
para ulama’ peserta munas berdasarkan hadis Nabi yang terdapat pada Tafsir
Ibnu Katsir Juz 3/326:
Rasulullah bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di
bandingkan seseorang yang menaruh spermanya di rahim wanita yang tidak
halal baginya”.
f. Hasil sidang Lembaga Fiqh Islam OKI III di Yordania tahun 1986
Memutuskan bahwa sewa rahim itu adalah haram hukumnya dan di larang
mutlak bagi dirinya karena akan mengakibatkan percampuran nasab dan
hilangnya keibuan dan halangan-halangan syar’i lainnya. Dan begitu pula
tidak di perbolehkan menitipkannya ke rahim istri yang ke dua, ketiga dan
seterusnya bagi yang poligami.
g. Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, MA, berpendapat bahwa walaupun
sewa rahim memiliki manfaat namun keburukan atau masfadah yang di
akibatkan jauh lebih besar dari pada manfaatnya, yaitu akan menimbulkan
kacaunya status anak. Selain itu menimbulkan persengketaan yang akan
timbul antara kedua ibu. Sehingga menurut Prof. Dr. Said Agil, hukum
penyewaan rahim tidak di benarkan (Haram).
Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa anak yang
dilahirkan oleh surrogate mother berdasarkan hukum islam dan penentuan
nasab, anak tersebut adalah hasil dari persetubuhan yang terselubung (bisa
dikatakan zina), sehingga anak tersebut dinasabkan pada ibunya. Para ahli
fiqih membuat pertemuan yang diselenggarakan di Kuwait untuk membahas
tentang surrogate mother, dengan hasil itjihad tersebut menyatakan bahwa
pembuahan berdasarkan konsep sewa rahim tersebut dapat diterima asalkan
para pihak melakukannya dalam ikatan perkawinan tanpa campur tangan
pihak lain. Hal tersebut sesuai dengan Surat Keputusan MUI No : Kep.
952/MUI/1990 tentang inseminasi buatan yang pada intinya bahwa inseminasi
buatan yang diambil dari pasangan suami – istri untuk istri – istri yang lain
hukumnya haram. Para Ulama’ bersepakat tentang pengharaman sewa rahim
dalam keadaan berikut:
- Menggunakan rahim wanita lain selain isteri;
- Percampuran benih antara suami dan wanita lain;
- Percampuran benih isteri dengan lelaki lain;dan
- Memasukkan benih yang disenyawakan selepas kematian suami isteri.
DAFTAR PUSTAKA

Mobtadin. (2016). Mencari Formulasi baru antara Agama dan Sains: refleksi Etis atas
kasus Bank Sperma. Shahih, 128 vol.1 no. 2 .

Selian, M. A. (2017). Surrogate Mother : Tinjauan Hukum Perdata dan Islam. Jurnal
Yuridis, 4, 131-147.

Hidayat, Z. (2016). Tinjauan Hukum Islam terhadap Kewarisan Anal yang dilahirkan
melalui Sewa Rahim. Jakarta.

Utomo, S. B. (2008). Fiqih Aktual, Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta:


Gema Insani.

Salim HS, Bayi Tabung, Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), h. 38.

Anda mungkin juga menyukai