PENDAHULUAN
1
Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam
penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat yang
tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya
karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum.
Permainan politik ini tidak dama dengan intervensi politik terhadap aparat
penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang kendali
politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan
hakim.
Problem hukum dan penegakan hukum tersebut tercermin dari adanya indikasi
rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum mulai
merembet naik dan adanya gejala masyarakat cenderung menyelesaikan sendiri di
luar pengadilan meskipun perbuatan tersebut melanggar hukum (melakukan
penghakiman sendiri) dan sekarang mulai ada gerakan untuk menuntut secara
resmi dan pengesahan mengenai penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk
perkara pidana serta dibentuknya berbagai komisi independen yang diberi
wewenang di bidang penegakan hukum sebagai bentuk lain dari ketidak
percayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum yang terjadi selama
ini.
2.Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
a.Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b.Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi ?
c. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
d. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
e. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
f. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
g. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
h. Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di
indonesia .?
2
3. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui pengertian dari korupsi.
b. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi.
c. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
d. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
e. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
f. Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi
g. Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
h. Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran,
dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif
hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo.
UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi,
yang di kelompokan SBB :
1. Kerugian keuangan negara
2.Suap menyuap
3.Penggelapan dalam jabatan
4.Pemerasan
5.Perbuatan curang
6.Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.Gratifikasi
4
C. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang, contohnya
Indonesia, ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-
num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-
maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
5
D. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi,
Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi
sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah
mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa
Agung Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang
yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka
penegakan hukum.
3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain
denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya
penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak
pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional
Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan
dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi.
6
dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan
mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
7
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
8
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar
Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
9
se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai
kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
10
milyaran, triliyunan, alangkah besar-berlipat ganda, dan bukan satu dua koruptor,
tetapi lebih dari itu.
Baru pada masa pemerintahan kali ini, banyak dari kalangan masyarakat
secara umum menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia sangatlah buruk.
Begitu juga publik menilai bahwa kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi
juga begitu buruk. Padahal sebelum pemerintahan masa kini, ada penilaian positif
terhadap pemberantasan korupsi.
Tingkat kejahatan terus meninggi, korupsi pun tinggi, kepastian hukum
yang lemah dan rendah, penyelesaian yang tidak berkualitas serta tidak efisiennya
penyelenggaraan negara, jika hal ini terus berlanjut, kepercayaan masyarakat
publik terhadap pemberantasan korupsi dan penegak hukum, khususnya, akan
merosot.
Apa yang salah dari sini? Banyak kesalahan yang terjadi, salah satu
faktornya adalah ketidak tegasan hukum di Indonesia. Adanya suap menyuap bagi
pihak A terhadap B, bahkan kasus-kasus penyuapan juga banyak terjadi pada
kehidupan sehari-hari yang juga banyak dilakukan oleh pihak instansi
pemerintahan.
Para pengamen-pengamen di jalanan membuat syair berikut “Maling-
maling kecil dipersulit, maling-maling besar dilindungi”. Bisa dilihat kembali dari
beberapa kasus maling sendal, maling buah “maling-maling kecil” yang ditangkap
dan begitu dipersulit. Sedangkan koruptor bisa ‘bernafas lega’ sepuasnya.
Diskriminasi mulai terjadi dalam hukum Indonesia saat ini.
Penegakan hukum yang terjadi saat ini, yang benar bisa menjadi salah
yang salah bisa menjadi benar. Praktik mafia hukum di Indonesia saat ini justru
semakin merajalela. Namun penegakan hukum saat ini sangat lamban, banyaknya
kasus kejahatan-kejahatan yang disikapi secara lamban akan menggerus hukum
semakin rendah.
Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum
yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan
kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang
memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Mencederai
11
keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah
melawan kehendak rakyat.
Di Indonesia, tujuan hukum adalah untuk membentuk suatu pembentukan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika hukum tidak lagi dapat
bekerja sesuai tujuan dan sebagaimana fungsinya maka itu menandakan upaya-
upaya reformasi hukum sudah waktunya dilakukan.
Harus diingat bahwa hukum senantiasa tertuju pada tiga tujuan utama
yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan atau kegunaan. Ketiga tujuan
hukum tersebut harus termanisfestasi dalam peraturan perundang-undangan
hingga pelaksanaan dalam praktek hukum. Oleh sebab itu, maka bagian
kepemerintah dan aparat penegak hukum harus menyadari hal itu sehingga
mampu mewujudkan ketiga tujuan hukum itu dengan baik dan sungguh-sungguh.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu hukum
yang memang sudah tertera dalam undang-undang, pihak-pihak yang menegakan
hukum itu sendiri, sarana atau fasilitas dalam penegakan hukum, hukum yang
tertera dalam lingkungan masyarakat, dan kebudayaannya sendiri (nilai-nilai yang
tertera). Keefektivitasannya hukum di Indonesia juga bergantung dari faktor-
faktor ini.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,
maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
Pengawasan terhadap kewenangan hakim perlu dilakukan dalam rangka
membatasi kekuasaannya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Salah satu
caranya adalah dengan menunjukkan keteladanan dan menekankan pada rasa malu
untuk membuat kesalahan. Dari sinilah akan terlihat martabat seorang hakim.
Namun ada beberapa yang harus dipikirkan dan pertimbangkan lagi,
negara ini akan maju dan baik juga karena adanya kepercayaan masyarakat
publik, ketika keputusan hakim terus dianggap salah, masih adanya ketidak
12
percayaan terhadap pengadilan dan hukum, maka penegakan hukum secara umum
akan selalu dianggap buruk.
Ada kalanya masyarakat kurang mengetahui alasan-alasan dari
pengambilan keputusan hakim, sehingga hukuman yang tidak sebanding pun
dianggap masyarakat tidak adil. Biarkan keputusan hakim berjalan, adanya opini-
opini negatif ataupun kritik mengenai hukum Indonesia sangatlah wajar, hal ini
terkait perkembangan penegakan hukum itu sendiri. Dari pihak hakim pun harus
menunjukkan kepada publik bahwa penegakan hukum beserta hakim yang terlibat
memutuskan hukum memiliki martabat dan menunjukkan adanya keadilan. Dari
situlah penegakan hukum negara Indonesia ini akan kembali bernilai positif.
Pentingnya menata dan memperbaiki tatanan penegakan hukum negara
Indonesia saat ini perlu dilaksanakan. Konsistensi dalam hukum juga sangat
diperlukan untuk kebaikan penegakan hukum dan keadilan.
Oleh karena itu, bagian terpenting disini, tantangan terberat bagi penegak
hukum adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan
hukum di Indonesia saat ini.
13
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-
kewajiban itu merupakan peranan (role). Oleh karena itu, seseorang yang
mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role
occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak
berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan tertentu,
dapat dijabarkan dalam unsur-unsur sebagai berikut:
a. peranan yang ideal (ideal role),
b. peranan yang seharusnya (expected role),
c. peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role), dan
d. peranan yang sebenarnya dilakukan (aktual role).
14
d. adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara
khusus.
Penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai keuntungan-keuntungan
tertentu, oleh karena:
1. faktor utama adalah dinamika masyarakat,
2. lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi, karena pemusatan perhatian
pada segi prosesual,
3. lebih memperhatikan pelaksanaan hak dan kewajiban serta tanggung jawab,
daripada kedudukan dengan lambang-lambangnya yang cenderung bersifat
konsumtif.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta
orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi
negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya
delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia
masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan
hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk
menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun
sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya
kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat
dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”,
melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk
mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari
segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
16
DAFTAR PUSTAKA
17