Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah


Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ramai di perbincangkan, baik di media
massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh
para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas
untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini
tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin
oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini
kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk
memberantasnya.
Permasalahan penegakan hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat
luas yang mulai menunjukkan sikap prihatin karena penegakan hukum yang
terjadi selama ini belum memberikan arah penegakan hukum yang benar sesuai
dengan harapan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara hukum Indonesia.
Masyarakat telah sepakata meletakkan dasar reformasi pada tiga pilar, yaitu
pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ketiganya bertumpu
kepada hukum dan penegakan hukum. Reformasi di bidang hukum dimulai
dengan melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD RI 1945) dan dilanjutkan dengan
serangkaian perubahan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan
demokrasi dan undang-undang yang esensinya melanjutkan sikap yang anti KKN
dalam lapangan hukum administrasi dan hukum pidana.
Dalam perjalannya selama kurang lebih 13 tahun, reformasi di bidang hukum dan
penegakan hukum menunjukkan indikasi yang tidak menggembirakan yang
ditandai dengan kecemasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum,
terutama ditujukan kepada tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam
penyelenggaraan Negara.

1
Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam
penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat yang
tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya
karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum.
Permainan politik ini tidak dama dengan intervensi politik terhadap aparat
penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang kendali
politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan
hakim.
Problem hukum dan penegakan hukum tersebut tercermin dari adanya indikasi
rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum mulai
merembet naik dan adanya gejala masyarakat cenderung menyelesaikan sendiri di
luar pengadilan meskipun perbuatan tersebut melanggar hukum (melakukan
penghakiman sendiri) dan sekarang mulai ada gerakan untuk menuntut secara
resmi dan pengesahan mengenai penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk
perkara pidana serta dibentuknya berbagai komisi independen yang diberi
wewenang di bidang penegakan hukum sebagai bentuk lain dari ketidak
percayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum yang terjadi selama
ini.

2.Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
a.Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b.Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi ?
c. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
d. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
e. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
f. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
g. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
h. Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di
indonesia .?

2
3. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui pengertian dari korupsi.
b. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi.
c. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
d. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
e. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
f. Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi
g. Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
h. Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran,
dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif
hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo.
UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi,
yang di kelompokan SBB :
1. Kerugian keuangan negara
2.Suap menyuap
3.Penggelapan dalam jabatan
4.Pemerasan
5.Perbuatan curang
6.Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.Gratifikasi

B. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi


Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi
dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang
paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin
meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun
nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan
emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang
korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk
bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat
gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif
dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam
usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.

4
C. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang, contohnya
Indonesia, ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-
num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-
maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :


1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-
bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-
an umum.
3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba
mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
5. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok
kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar (rakyat).
6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di
bidang politik dan ekonomi-bisnis.
7. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-
batan dan hirarki politik kekuasaan.

5
D. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi,
Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi
sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah
mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa
Agung Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang
yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka
penegakan hukum.
3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain
denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya
penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak
pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional
Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan
dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi.

E. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi


Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi,

6
dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan
mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :


1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

F. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di


Indonesia
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak
pidana korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi


Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).

7
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

1. Upaya Pencegahan (Preventif)


a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tang-gung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2. Upaya Penindakan (Kuratif)


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar
dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov
Rusia milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga
melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).

8
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar
Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa


a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol
sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):


a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang
meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia
dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat
melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-
tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto
yg bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba

9
se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai
kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

I. Masalah Penegakan Hukum Di Indonesia Saat Ini


Negara Indonesia adalah negara modern yang terlahir berdampingan erat
dengan hukum. Hukum sebenarnya digunakan sebagai penegak keadilan bagi
masyarakat yang memang masih belum tercapai. Namun tentu saja, melihat ada
banyaknya parktik negatif penegakan hukum belakangan ini, penegakan hukum di
negara hukum Indonesia ini akan terlihat lemah dan statusnya akan terancam.
Sehingga menyebabkan banyaknya kritik terhadap hukum Indonesia dibanding
pujian.
Banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa hukum itu bisa dibeli.
Sehingga bagi mereka yang memiliki kekuasaan, bagi mereka yang memiliki
banyak uang bisa berada di posisi aman walaupun melanggar aturan negara.
Apakah pemikiran mereka ini ada benarnya?
Kemungkinan adanya campur tangan politik/politisi menjadikan robohnya
negara hukum Indonesia. Ada tiga hal penyakit politik, yaitu politik uang, poitik
kekerasan, dan politik yang tidak mencerdaskan. Banyak kasus-kasus yang dibuat
rumit. Keadaan hukum justru diputar balikkan dengan strategi politik.
Semakin banyaknya kasus korupsi memperlihatkan bagaimana
perkembangan hukum pada saat ini. Kalau dilihat dengan seksama, pada masa
pemerintahan terdahulu, korupsi itu minimalis sekali, adapun yang korupsi
berkisar jutaan saja, namun berapa angka nominal para koruptor saat ini,

10
milyaran, triliyunan, alangkah besar-berlipat ganda, dan bukan satu dua koruptor,
tetapi lebih dari itu.
Baru pada masa pemerintahan kali ini, banyak dari kalangan masyarakat
secara umum menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia sangatlah buruk.
Begitu juga publik menilai bahwa kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi
juga begitu buruk. Padahal sebelum pemerintahan masa kini, ada penilaian positif
terhadap pemberantasan korupsi.
Tingkat kejahatan terus meninggi, korupsi pun tinggi, kepastian hukum
yang lemah dan rendah, penyelesaian yang tidak berkualitas serta tidak efisiennya
penyelenggaraan negara, jika hal ini terus berlanjut, kepercayaan masyarakat
publik terhadap pemberantasan korupsi dan penegak hukum, khususnya, akan
merosot.
Apa yang salah dari sini? Banyak kesalahan yang terjadi, salah satu
faktornya adalah ketidak tegasan hukum di Indonesia. Adanya suap menyuap bagi
pihak A terhadap B, bahkan kasus-kasus penyuapan juga banyak terjadi pada
kehidupan sehari-hari yang juga banyak dilakukan oleh pihak instansi
pemerintahan.
Para pengamen-pengamen di jalanan membuat syair berikut “Maling-
maling kecil dipersulit, maling-maling besar dilindungi”. Bisa dilihat kembali dari
beberapa kasus maling sendal, maling buah “maling-maling kecil” yang ditangkap
dan begitu dipersulit. Sedangkan koruptor bisa ‘bernafas lega’ sepuasnya.
Diskriminasi mulai terjadi dalam hukum Indonesia saat ini.
Penegakan hukum yang terjadi saat ini, yang benar bisa menjadi salah
yang salah bisa menjadi benar. Praktik mafia hukum di Indonesia saat ini justru
semakin merajalela. Namun penegakan hukum saat ini sangat lamban, banyaknya
kasus kejahatan-kejahatan yang disikapi secara lamban akan menggerus hukum
semakin rendah.
Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum
yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan
kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang
memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Mencederai

11
keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah
melawan kehendak rakyat.
Di Indonesia, tujuan hukum adalah untuk membentuk suatu pembentukan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika hukum tidak lagi dapat
bekerja sesuai tujuan dan sebagaimana fungsinya maka itu menandakan upaya-
upaya reformasi hukum sudah waktunya dilakukan.
Harus diingat bahwa hukum senantiasa tertuju pada tiga tujuan utama
yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan atau kegunaan. Ketiga tujuan
hukum tersebut harus termanisfestasi dalam peraturan perundang-undangan
hingga pelaksanaan dalam praktek hukum. Oleh sebab itu, maka bagian
kepemerintah dan aparat penegak hukum harus menyadari hal itu sehingga
mampu mewujudkan ketiga tujuan hukum itu dengan baik dan sungguh-sungguh.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu hukum
yang memang sudah tertera dalam undang-undang, pihak-pihak yang menegakan
hukum itu sendiri, sarana atau fasilitas dalam penegakan hukum, hukum yang
tertera dalam lingkungan masyarakat, dan kebudayaannya sendiri (nilai-nilai yang
tertera). Keefektivitasannya hukum di Indonesia juga bergantung dari faktor-
faktor ini.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,
maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
Pengawasan terhadap kewenangan hakim perlu dilakukan dalam rangka
membatasi kekuasaannya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Salah satu
caranya adalah dengan menunjukkan keteladanan dan menekankan pada rasa malu
untuk membuat kesalahan. Dari sinilah akan terlihat martabat seorang hakim.
Namun ada beberapa yang harus dipikirkan dan pertimbangkan lagi,
negara ini akan maju dan baik juga karena adanya kepercayaan masyarakat
publik, ketika keputusan hakim terus dianggap salah, masih adanya ketidak

12
percayaan terhadap pengadilan dan hukum, maka penegakan hukum secara umum
akan selalu dianggap buruk.
Ada kalanya masyarakat kurang mengetahui alasan-alasan dari
pengambilan keputusan hakim, sehingga hukuman yang tidak sebanding pun
dianggap masyarakat tidak adil. Biarkan keputusan hakim berjalan, adanya opini-
opini negatif ataupun kritik mengenai hukum Indonesia sangatlah wajar, hal ini
terkait perkembangan penegakan hukum itu sendiri. Dari pihak hakim pun harus
menunjukkan kepada publik bahwa penegakan hukum beserta hakim yang terlibat
memutuskan hukum memiliki martabat dan menunjukkan adanya keadilan. Dari
situlah penegakan hukum negara Indonesia ini akan kembali bernilai positif.
Pentingnya menata dan memperbaiki tatanan penegakan hukum negara
Indonesia saat ini perlu dilaksanakan. Konsistensi dalam hukum juga sangat
diperlukan untuk kebaikan penegakan hukum dan keadilan.
Oleh karena itu, bagian terpenting disini, tantangan terberat bagi penegak
hukum adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan
hukum di Indonesia saat ini.

J. Peranan Penegak Hukum


Menurut Sudikno Mertokusumo tujuan pokok hukum adalah menciptakan
tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.
Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapakan kepentingan
manusia akan terindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas
membagi hak dan kewajiaban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi
wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara
kepastian hukum.
Hal tersebut di atas tidak mungkin terwujud dalam masyarakat jika aparat
penegak hukum tidak memainkan perannya dengan maksimal sebagai penegak
hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi
tertentu dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja
atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya

13
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-
kewajiban itu merupakan peranan (role). Oleh karena itu, seseorang yang
mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role
occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak
berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan tertentu,
dapat dijabarkan dalam unsur-unsur sebagai berikut:
a. peranan yang ideal (ideal role),
b. peranan yang seharusnya (expected role),
c. peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role), dan
d. peranan yang sebenarnya dilakukan (aktual role).

Seorang penegak hukum , sebagaimana halnya dengan warga masyarakat


lainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus.
Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara pelbagai kedudukan dan
peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of role). Kalau dalam
kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan
peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka terjadi suatu
kesenjangan peranan (role-distace).Masalah peranan dianggap penting, oleh
karena pembahasan menganai penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju
pada diskresi (pertimbangan). Sebagaimana dikatakan di muka, maka diskresi
menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, di
mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Di dalam penegakan hukum
diskresi sangat penting karena:
a. tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya,
sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia,
b. adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan
dengan perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidakpastian,
c. kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang
dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, dan

14
d. adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara
khusus.
Penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai keuntungan-keuntungan
tertentu, oleh karena:
1. faktor utama adalah dinamika masyarakat,
2. lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi, karena pemusatan perhatian
pada segi prosesual,
3. lebih memperhatikan pelaksanaan hak dan kewajiban serta tanggung jawab,
daripada kedudukan dengan lambang-lambangnya yang cenderung bersifat
konsumtif.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta
orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi
negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya
delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia
masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan
hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk
menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun
sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya
kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat
dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”,
melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk
mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari
segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,


Kesejahteraan dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi
(Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif
Fadillah,SH.,MH.)
Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
) Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA
Kelas X. Jakarta: Erlangga

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Made Ayu
    Makalah Made Ayu
    Dokumen27 halaman
    Makalah Made Ayu
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Desak Carma Putri
    MAKALAH Desak Carma Putri
    Dokumen34 halaman
    MAKALAH Desak Carma Putri
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Dwi Rita Astuti
    MAKALAH Dwi Rita Astuti
    Dokumen26 halaman
    MAKALAH Dwi Rita Astuti
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Filosofi Desak
    Makalah Filosofi Desak
    Dokumen20 halaman
    Makalah Filosofi Desak
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Desak
    Desak
    Dokumen15 halaman
    Desak
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Yuniasih
    Yuniasih
    Dokumen25 halaman
    Yuniasih
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Desak Gede
    Makalah Desak Gede
    Dokumen21 halaman
    Makalah Desak Gede
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • PICO
    PICO
    Dokumen1 halaman
    PICO
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Lina
    Lina
    Dokumen13 halaman
    Lina
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Filosofi Kebidanan Sri Lina Kelas B
    Makalah Filosofi Kebidanan Sri Lina Kelas B
    Dokumen18 halaman
    Makalah Filosofi Kebidanan Sri Lina Kelas B
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Spa Ayu
    Spa Ayu
    Dokumen13 halaman
    Spa Ayu
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Filosofi Kebidanan Dan Pelayanan Komplementar
    MAKALAH Filosofi Kebidanan Dan Pelayanan Komplementar
    Dokumen16 halaman
    MAKALAH Filosofi Kebidanan Dan Pelayanan Komplementar
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Filosofi Kebidanan Sri Lina Kelas B
    MAKALAH Filosofi Kebidanan Sri Lina Kelas B
    Dokumen18 halaman
    MAKALAH Filosofi Kebidanan Sri Lina Kelas B
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Elisabeth
    Makalah Elisabeth
    Dokumen54 halaman
    Makalah Elisabeth
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Tri Ranti
    Makalah Tri Ranti
    Dokumen66 halaman
    Makalah Tri Ranti
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Pelayanan Kebidanan Kolaboratif
    Makalah Pelayanan Kebidanan Kolaboratif
    Dokumen66 halaman
    Makalah Pelayanan Kebidanan Kolaboratif
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • SKENARIO
    SKENARIO
    Dokumen1 halaman
    SKENARIO
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Gita
    Gita
    Dokumen12 halaman
    Gita
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Eni Farida
    Makalah Eni Farida
    Dokumen64 halaman
    Makalah Eni Farida
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Maya
    Maya
    Dokumen11 halaman
    Maya
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Siti
    Siti
    Dokumen9 halaman
    Siti
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Dwi Rita
    Dwi Rita
    Dokumen14 halaman
    Dwi Rita
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Made
    Made
    Dokumen19 halaman
    Made
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Made
    Makalah Made
    Dokumen27 halaman
    Makalah Made
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Gita
    Makalah Gita
    Dokumen23 halaman
    Makalah Gita
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Sarifah
    Sarifah
    Dokumen12 halaman
    Sarifah
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Novika Fitriani
    Novika Fitriani
    Dokumen12 halaman
    Novika Fitriani
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sarifah
    Makalah Sarifah
    Dokumen25 halaman
    Makalah Sarifah
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Maya Sefa Ludigistwati
    MAKALAH Maya Sefa Ludigistwati
    Dokumen21 halaman
    MAKALAH Maya Sefa Ludigistwati
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Dwi Rita Astuti
    MAKALAH Dwi Rita Astuti
    Dokumen26 halaman
    MAKALAH Dwi Rita Astuti
    Anonymous 43Hbozpp
    Belum ada peringkat