Anda di halaman 1dari 11

BAB III

PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

Dalam pelaksanaan praktik keperawatan pada An ‘’R” dengan

gangguan sistem persyarafan telah diupayakan semaksimal mungkin

untuk mengatasi masalah keperawatan yang di alami klien dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang di lakukan secara

komprehensif yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi dengan tidak mengabaikan pendekatan medis.

Beberapa kesengajaan antara teori dan praktik ditemukan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada An “R”. Berikut ini akan dibahas

beberapa kenjangan yang terjadi. Untuk memudahkan dalam

pembahasan selanjutnya penulis menggunakan proses asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, impementasi dan

evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses

keperawatan, dimana pada tahap ini perawat melakukan pengkajian

data yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan keperawatan

atau catatan kesehatan lainnya dan pemeriksaan fisik (....)

1. Riwayat keluhan

Menurut teori mengatakan bahwa keluhan utama yang

sering terjadi alasan klien dibawa ke rumah sakit adalah


terjadinya kejang berulang dan penurunan tingkat kesadaran.

Tanda dan gejala yaitu: dapat berupa kejang-kejang, gangguan

kesadaran atau gangguan penginderaan, kelainan gambaran

EEG, bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus

enpileptogen, napas terlihat sesak dan jantung berdebar, raut

muka pucat, dan badannya berlumuran keringat, satu atau

tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik

khusus atau kasus somatosensorik seperti : mengalami

sinar,bunyi, bau atau rasa yang tidak normalseperti pada

keadaan normal. Pasien terdiam tidak bergerak atau bergerak

secara automatik. Dan terkadang individu tidak ingat kejadian

tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat, di saat

serangan penyandang epilepsi terkadang juga tidak adapat

berbicara secara tiba-tiba, kedua lengan dan tangannya kejang,

serta dapat pula tungkainya menendang-menendang dan giginya

terkancing, dan terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti

dengan buang air kecil.

Pada kasus ditemukan beberapa tanda dan gejala serta

keluhan pasien seperti kejang yang bersifat umum dengan durasi

1-2 jam, ada penurunan kesadaran yaitu GCS 14 (E3,V6,M5)

tanda-tanda vital yaitu : tekanan darah : 90/60 mmHg,

pernapasan :32x /menit, Nadi: 100x/menit, Suhu: 39.4 oC. Suhu

meningkat, sesak nafas pasien, pasien nampak pucat, tubuh


terasa hangat, tanda, gejala dan keluhan tersebut sama seperti

dengan tanda, gejala serta keluhan yang ada di dalam teori yaitu

gangguan kesadaran, kejang-kejang, napas terlihat sesak,

tampak pucat, satu jari atau tangan yang bergetar, mulut

tersentak, gigi terkancing.

Bangkitan epilepsy dicetuskan oleh sumber daya listrik di

otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas

listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrik ke neron-neron

di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh tubuh

belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih

(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yabg

mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian

tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai

hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami

sepolarisasi, aktivitas listrik dapat mengsang substansi retikularis

dan ini pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan

implus-implus ke belahan otak yang lain dan dengan demikian

akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan

kesadaran.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien epilepsy di

Ruang IGD RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo diklasifikasikan ke

dalam pemeriksaan fisik yaitu :


a. Aktivitas/ istirahat

Tanda dan gejala pada teori yaitu pasien merasa

kelelahan, malaise, kelemahan pada otot, dan gangguan

tingkat kesadaran

Hasil pada kasus ditemukan pasien tidak dapat

melakukan aktivitas, terjadi kelemahan otot dan gangguan

tingkat kesadaran.

b. Sirkulasi

Tanda dan gejala pada teori yaitu : palpitasi, takikardi

dan membran mukosa pucat.

Hasil pada kasus ditemukan pasien mengalami takikardi

dan membran mukosa pucat.

c. Integritas ego

Tanda dan gejala pada teori yaitu : perasaan tidak

berdaya, depresi, ansietas dan marah

Hasil pada kasus ditemukan pasien nampak tidak

berdaya dan merasa takutan karena klien tidak ingin jauh dari

orang tuanya.

d. Eliminasi

Tanda dan gejala pada teori yaitu :perubahan pola

berkemih seperti diare, feses hitam, darah pada urine,

penurunan keluaran urine.


Hasil pada kasus ditemukan berbeda dengan teori yaitu

produksi urine yang keluar 420cc/8 jam dan urine berwarna

kuning.

e. Makanan/cairan

Tanda dan gejala pada teori yaitu anoreksia, muntah,

penurunan berat badan, disfalgia, distensi abdomen,

penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (inflitrasi gusi

mengindikasikan leukimia monositik akut)

Hasil pada kasus ditemukan pasien mengalami nafsu

makan menurun.

f. Neurosensory

Tanda dan gejala pada teori yaitu penurunan koordinasi,

kacau, disorientasi kurang konsentrasi, pusing, kesemutan,

akitivitas kejang dan otot mudah terangsang.

Hasil pada kasus ditemukan kelemahan dan aktivitas

kejang yang berulang-ulang.

g. Nyeri/ kenyamanan

Tanda dan gejala pada teori yaitu nyeri abdomen, sakit

kepala, nyeri tulang/sendi, kram otot, gelisah dan distrkasi.

Hasil pada kasus ditemukan pasien nampak gelisah dan

sakit kepala.
h. Pernapasan

Tanda dan gejala pada teori yaitu pernapasan cepat

dengan kerja atau gerak minimal, dispnea, takipnea dan batuk.

Hasil pada kasus ditemukan pasien nampak sesak,

batuk namun tidak berlendir/ sputum.

i. Keamanan

Tanda dan gejala pada teori yaitu ada riwayat infeksi

saat in/ dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan

spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal, demam,

infeksi, purpura, pembesaran nodul limfe, limpa atau hati.

Hasil pada kasus ditemukan pasien mengalami demam

tinggi ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit dan pemeriksaan

Hb : 9,5 g/dL.

B. Diagnosa Keperawata

Berdasarkan teori ditemukan 6 diagnosa keperawatan

sedangkan pada kasus lebih difokuskan lagi pada diagnosa

keperawatan yang dianggap prioritas yaitu 3 diagnosa keperawatan.

Rumusan diagnosa keperawatan yang didapatkan tidak jauh berbeda

dengan kasus, hal ini terjadi karena pada kasus, pasien dirawat di IGD

anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo makassar kondisi pasien saat

ini adanya penurunan keasadaran pada saat kejang, sehingga

diagnosa yang diangkat lebih fokus pada hal-hal yang dianggap


prioritas pada pasien. Untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi

pada dignosa keperawatan, maka penulis akan menguraikannya

sebagai berikut:

Menurut teori diagnosa keperawatan yang lazim di temukan

pada pasien epilepsi adalah: ketidakefektifan pola nafas, hipertermi,

intoleransi aktivitas, defisit perawatan diri, dan risiko jatuh.

Menurut kasus, diagnosa keperawatan yang ditemukan sesuai

dengan hasil pengkajian yaitu: ketidakefektifan pola nafas, hiportermi,

dan ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.

Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan intoleransi

aktivitas, karena pasien tidak melaporkan secara verbal adanya

kelelahan dan pasien mengalami penurunan kesadaran serta tidak

ada data yang menunjang.

C. Intervensi Keperawatan

Seluruh tindakan yang diberikan berorintasi pada rencana yang

telah dibuat dengan mengantisipasi semua masalah yang timbul untuk

mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan yang dilakukan pada

kasus ini tidak jauh berbeda dengan teoritis, yang dalam tindakan

keperawatan yang meliputi tindakan mandiri keperaawatan, tindakan

observasi, tindakan koleborasi, penatalaksanaan dan pendidikan

kesehatan (healt education).


Dalam tahap perencanaan ini penulis tidak menumakan adanya

kesenjangan antara recana tindakan yang dibuat dalam kasus dan

renaca tindakan sesuai dalam kasus dan rencana tindakan

berdasarkan teori. Hal ini tercermin pada penentuan rencana tindakan

sesuai dengan masalah yang di hadapi pasie, sehingga rencana

tindakan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang di tetapkan.

D. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilaksanakan selalu berorientasi pada

rencana yang telah dibuat dengan mengantisifasi seluruh tanda-tanda

yang ada sehingga tujuan dapat dicapai.

1. Ketidakefektifan pola nafas

Menurut teori tindakan pelaksanaan meliput:

1.Memposisikan pasien untuk meminilkankan ventilasi 2. ;

3.Menginformasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik

relaksasi untuk memperbaiki pola nafas, serta ajarkan bagaimana

bantuk efektif, 4.Mengatur dan pertahankan posisi pasien yang

nyaman; 5.Memasang mayo bila perlu; 6.Mengobservasi vital

sign dan keadaan umum pasien; 7.Penatalaksanaan pemberian

O2 sesuai indikasi.

Implementasi yang dilaksanakan pada kasus yaitu: 1.

Memposisikan pasien untuk meminimalkan ventilasi dengan

posisi semi fowler, hasil: Dengan posisi semi fowler pasien


merasa nyaman, 2. Kolaborasi pemberian oksigen dengan nasal

canul 2liter/ menit, Hasil: Dengan pemberian oksigen dengan

nasal canul 2liter/ menit sesak pasien agak berkurang, dari

35x/menit menjadi 33x/menit, 3.Mengobservasi vital sign dan

keadaan umum pasien, Hasil: Keadaan umum lemah, TTV :

Tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi: 102x/menit, pernapasan:

33x/menit, suhu : 37,8 oC.

Pada implementasi, penulis menemukan kesenjangan antara

teori dan kasus. Adapun kesenjangannya yaitu : 1. Memposisikan

pasien untuk meminimalkan ventilasi, 2. Kolaborasi pemberian

oksigen, 3.Mengobservasi vital sign dan keadaan umum pasien.

2. Hipertermi

Menurut teori tindakan pelaksanaan meliputi: 1.Monitor suhu

tubuh sesering mungkin, 2.Monitor warna dan suhu kulit, 3.

Memonitor vital sign, 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran, 5.

Monitor WBC,HGB, dan HCT, 6. Monitor inteke dan output,

7.Kolaborasi pemberian obat penurun demam, 8. Kompres

pasien pada lipatan paha dan aksila.

Implementasi yang dilaksanakan pada kasus yaitu : 1.

Monitor suhu tubuh sesering mungkin, Hasil : Follow Up setiap 1

jam, 2. Monitoring vital sign, Hasil : Dengan mengobservasi TTV

untuk mengetahui keadaan pasien secara umum dengan

Tekanan Darah : 90/60, P: 33 x/menit, N: 102 x/menit, S: 37, 8 0C,


3. Monitor penurunan tingkat kesadaran, Hasil : Dengan

memonitor kesadaran diharapkan kesadaran pasien membaik,

tapi setelah dilakukan observasi kesadaran pasien sadar penuh

dengan GCS : 15 (Compasmentis), 4. Monitor WBC, HGB, dan

HCT, Hasil = WBC: 25,3 10^3/uL , HGB : 9,5 g/dl, dan HCT:

28 %, 5. Kompres pasien dikompres pada pahi dengan air hangat

Hasil : Dengan melakukan suhu pasien turun dari 38 0C menjadi

37,80C

Pada implementasi, penulis menemukan kesenjangan antara

teori dan kasus. Adapun kesenjangannya yaitu : 1. Monitor suhu

tubuh sesering mungkin, 3. Memonitor vital sign, 4. Monitor

penurunan tingkat kesadaran, 5. Monitor WBC,HGB, dan HCT, 5.

Kompres pasien dikompres pada pahi, 7.Kolaborasi pemberian

obat penurun demam, Hasil : Dengan pemberian obat

Paracetamol 110 mg, demam pasien turun 37, 8 0C

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

Menurut teori tindakan pelaksanaan meliputi : 1.Observasi

vital sign, 2. Anjurkan dalam pemeriksaan laboratorium misalnya

HB dan PLT, 3.Kolaborasi pemberian transfusi darah.

Implementasi yang dilaksanakan pada kasus yaitu : 1.

Mengobservasi vital sign, Hasil : Tekanan Darah : 90/60,

Pernapasan : 33x/menit, Nadi : 102, Suhu : 37, 8 0C, 2.


Menganjurkan dalam pemeriksaan laboratorium HGB, Hasil :

HGB : 9,5 g/dl.

Pada implementasi, penulis menemukan kesenjangan antara

teori dan kasus. Adapun kesenjangannya yaitu : 1.Observasi vital

sign, 2. Anjurkan dalam pemeriksaan laboratorium misalnya HB

dan PLT.

E. Evalusi Keperawatan

Pada evaluasi di ruang IGD langsung di evaluasi segera karena pada

kasus-kasus kegawatdaruratan yang ada di IGD harus dilakukan

penanganan segera, cepat dan tepat. Evaluasi yang dilakukan pada An. R

didapatkan tidak semua diagnosa teratasi tetapi kondisi pasien agak stabil

sehinga pasien dipindahkan ke ruangan perawatan Lontara 4 atas depan.

Anda mungkin juga menyukai