Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tubercolosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi.

Menurut hasil penelitian, penyakit tubercolosis sudah ada sejak jaman

Mesirkuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi, dan penyakit ini

juga sudah ada pada kitab pengobatan Cina sekitar 5000 tahun yang lalu.

Pada tahun 1882,ilmuwan Robert Koch berhasil menemukan kuman

tubercolosis, yang merupakan penyebab penyakit ini, kuman ini berbentuk

batang (basil) yang dikenal dengannama Mycobacterium Tubercolosis.

(Widoyono, 2011).

Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa tubercolosis merupakan

kedaruratan global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah

terbukti sangat efektif untuk pengendalian tubercolosis, tetapi beban penyakit

tubercolosis di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan

yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta

kasus baru tubercolosis, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat

Tubercolosis Paru di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain itu, pengendalian

tubercolosis mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi Tubercolosis

Wiv, tubercolosis yang resisten obat dan tantangan lainnya dengan

tingkat kompleksitas yang makin tinggi (KEMENKES, 2011).


Penyakit tubercolosis di Indonesia merupakan penyebab kamatian

ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak dimasyakat.WHO

memperkerikan terjadi kasus Tubercolosis C sebanyak 9 juta per tahun

diseluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta

orang pertahun.Pada saat candi Borobudur didirikan (abad VIII) (Widoyono,

2011).

Penyakit menular adalah penyakit yag ditularkan melalui berbagai

media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar

dihampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan

kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat (Widoyono,

2011).

Penanggulangan tuberculosis, khususnya tubercolosis paru di

lndonesia telah dimulai sejak tahun 1969, namun jumlah penderita

tubercolosis paru semakin meningkat. Penelitian kualitatif etnografis ini

bertujuan untuk mengkaji upaya kemandirian masyarakat dalam upaya

pencegahan penularan penyakit tubercolosis paru. Cara pengumpulan data

observasi partisipatori, wawancara mendalam dengan informan penderita

tubercolosis paru dan keluarga. Lokasi penelitian di Kota Pariaman,

kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Rote Ndao NTT. Hasil analisis dari

4 indikator kemandirian masyarakat dari sisi knowledge masih rendah

mengingat bahwa sebagian besar informan menganggap penyakit

tubercolosis paru sebagai penyakit keturunan, dan tidak menular (Niniek Lely

Pratiw, 2012).
Adapun Sulawesi Selatan penderita tubercolosis menunjukan

peningkatan jumlah penderita. Terjadi peningkatan jumlah penderita sebesar

55 %. Dinas kesehatan Provensi Sulawesi Selatan mencatat jumlah penyakit

tubercolosis ini pada tahun 2011 penderita penyakit menular ini mencapai

8.939 kasus.Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya

hanya 7.783 kasus (Dinkes Sulsel, 2012).

Kasus penyakit tubercolosis ini telah menyebar hingga didaerah

kabupaten kasus tersebut paling tinggi dikabupaten Takalar dengan jumlah

kasus dengan pertumbuhan penderita tubercolosis parudiatas 109 %.

Menyusul Pare-Pare 79 %, Pinrang 75 %, disusul Makassar 70 persen, Luwu

33 %, dan Jeneponto 36% (Dinkes Sulsel, 2012).

Pertumbuhan penyakit tubercolosis paru di Makassar masih dikatakan

relatif diangka 70 %. Bahkan penyakit tubercolosis paru ini masih

ditemukannya penderita baru. Dinas Kesehatan Makassar telah melakukan

survei pada tahun 2013 dan menemukan kasus 1.811penderita dari 2.500

sasaran. Proses penemuan penyakit tubercolosis paru dilakukan oleh

pengelola tubercolosis paru masing-masing puskesmas melalui

pelacaan/pencaian kasus baru.jadi ada 72,44 % angka penemuan

penderitabaru tubercolosis paru BTA(+). Jumlah ini meningkat dari tahun

2012 dengan 1.324 penderita dari tahun 2012 dengan1.324 penderita dari

1.641 sasaran (Profil kesehatan Kota Makassar,2013).

Klien yang dirawat di Rumah Sakit umum dengan masalah fisik juga

mengalami masalah Psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin bertemu


dengan orang lain, merasa kecewa, putus asa, malu dan tidak berguna

disertai keragu-raguan dan percaya diri yang kurang.(Ernawati, 2014).

B. Tujuan Umum

1. Untuk menjelaskan definisi TB Paru

2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala

serta patofisiologinya dalam tubuh.

3. Untuk menjelaskan apa saja obat-obatan untuk pasien TB paru.

4. Untuk mengetahui tindak lanjut intervensi keperawatan pada klien

TBC.

5. Untuk menjelaskan peran perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan utamanya terhadap penderita TB Paru.

C. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien

Tubercolosis Paru

2. Untuk mengetahui gambaran masalah yang terjadi pada pasien

Tubercolosis Paru

D. Manfaat

Sebagai tambahan ilmu, wawasan dan pengetahuan yang luas

dalam upaya penanggulangan TB Paru.


E. Sistematika Penulisan

1. Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus

Pengambilan kasus dilakukan diruangan IGD NON BEDAH RSUP Dr

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Waktu pelaksanaan pengambilan kasus

dilakukan pada tanggal 04 Oktober 2018 Pukul 21.00 Wita

2. Tehnik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengkajian dan

wawancara pada pasien dan keluarga pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tuberkolosis

Penyakit tuberkolosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi.

Menurut hasil penelitian, penyakit tubercolosis sudah ada sejak zaman

mesir kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi, dan penyakit ini

juga sudah ada pada kitab pengobatan cina ‘pen tsao’ sekitar 5000 tahun

yang lalu. Pada tahun 1882, ilmuan Robert Koch berhasil menemukan

kuman tubercolosis, yang merupakan penyebab penyakit ini.Kuman ini

berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama ‘mycobacterium

tuberrculosis’ (Widoyono. 2011), menurut hasil SKRT (survey kesehatan

rumah tangga) tahun 1986, penyakit tuberkolosis di Indonesia merupakan

penyebab kamatian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak

dimasyakat. WHO memperkerikan terjadi kasus tuberkolosis sebanyak 9

juta per tahun diseluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian

sebanyak 3 juta orang pertahun.

Pada saat candi Borobudur didirikan (abad VIII), rupanya saat itu

tubercolosis paru sudah pula menjadi penyakit rakyat, sehingga

pemahatnya mengambil sebagai contoh orang sakit yang bertemu dengan

pangeran sidharta Gautama. Orang tersebut kurus kering dengan bahu

tertarik keatas dan tulang-tulang igannya menonjol gambaran ini cocok


sekali dengan gambaran ‘phtisi’-nya . Hippocrates (van joost, 1951). Bahwa

di indonesia penyakit tubercolosis merupakan penyakit rakyat yang sejak

dahulu dan telah tersebar diseluruh Nusantara juga tampak dari adanya

berbagi istilah dalam berbagai bahasa daerah yang menunjukan gejala

umum tuberkolosis yaitu batuk, batuk darah. Dan mengurus (DE LANGEN,

1919).

Diseluruh dunia tak terhitung jumlah korban penyakit ini, mulai dari raja

sampai rakyat jelata.Raja yang menderita penyakit ini adalah Attila

(meninggal tahun 453), Henry VII dari inggris (1509), Charles IX (1574) dan

Louis XIII (1643) dari perancis, Josef II (1790) dari Austria dan putra

tunggal Napoleon (1832). Di Indonesia pun keadaan sama saja. jenderal

sudirman dan punjagga Chairil Anwar juga menjadi tuberculosis.

(Danusantoso Halim, 2011).

1. Pengertian

Suatu penyakit menular yang biasanya mucul sebagai penyakit paru-

paru, karena paru-paru merupakan lahan yang paling empuk bagi penyakit

tubercolosis (Saydam Gouzali, 2011).

2. Penyebab

Penyebab penyakit tubercolosis adalah bakteri Mycobacterium

tubercolosis dan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran

0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak

bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi tidak


mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari

lipoid (terutama asam mikolat)(Widoyono, 2011).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap

pencucian warna dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil

tahan asam (BTA).Serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.Kuman

tubercolosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman

dan aerob (Widoyono, 2011).

Untuk detail dari jenis bakteri ini dapat dijelaskan pada buku

bakteriologi.

1. M.tubercolosis termaksud family Mycobcteriaceae yang mempunyaii

berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycobacteriaceae, dan salah satu

speciesnya adalah M.tubercolosis.(Widoyono, 2011).

2. M.tubercolosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type

humanis (kemungkinan infeksi type bovines saat ini dapat diabaikan,

setelah hygine peternakan makin ditingkatkan) (Widoyono, 2011).

3. Basil tubercolosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam.

Sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus.

Karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).(Widoyono,

2011).

4. Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam. Secara teroretis

BTA belum tentu identik dengan basil tubercolosis. Namun, karena dalam

keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain

(yaitu M.atipik) jarang sekali, dalam praktik, BTA dianggap identik dengan
basil tubercolosis. Dinegara dengan prevalansi AIDS/infeksi HIV yang

tinggi, penyakit paru yang disebabkan M.atipik (bacteriosis) makin sering

ditemukan. Dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai bahwa BTA

belum tentu identik dengan hasil tubercolosis. Mungkin saja, BTA yang

ditemukan adalah mycobacterium atipik. Yang menjadi penyebab

mycobacteriosis (Widoyono, 2011).

a. Kalau bakteri-bakteri lain hanya memrlukan beberapa menit

sampai 20 menit untuk mitosis,basil tubercolosis memerlukan waktu

sampai 12 – 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara

intermiten (2-3 hari sekali) (Widoyono, 2011).

b. Basil tubercolosis sangat rentang terhadap sinar matahari,

sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan

ini terutama terhadap gelombang cahaya ultra-violet (Widoyono, 2011).

Basil tubercolosis juga rentang terhadap panas basah, sehingga dalam

2 menit saja basil tubercolosis yang berada dalam lingkungan basah sudah

akan mati bila terkena air bersuhu 100 celcius. Cara penularan penyakit

tubercolosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tubercolosis

ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien tubercolosis

paru batuk dan percikan ludah yang mengadung bakteri tersebut terhirup

oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara

saat berhadapan dengan orang lain, basil tubercolosis tersembur dan

terhisap kedalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6

bulan.(Widoyono, 2011).
Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan

sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan factor genetic dan factor

penjamu lainnya. (Widoyono, 2011)

A. Diagnostik

Diagnostic tubercolosis paru selama penyakit tubercolosis masih

merupakan penyakit rakyat, selama itu pula penyakit ini akan sering dijumpai

dalam klinik sehari-hari oleh sebab itu, dinegara-negara yang masih endemis

tubercolosis paru seperti Indonesia, sudah selayaknya bila kita harus

pertama-tama mencurigai tubercolosis paru bilamana seseorang penderita

mengemukakan keluhan yang relevan untuk penyakit ini ( Danusanto Halim,

2011) .

Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penderita tubercolosis dengan

baik, seseorang ditetapkan sebagai pasien tubercolosis paru apabila

ditemukan gejala kliniks utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala

utama pada penderita tubercolosis adalah batuk berdahak lebih dari tiga

minggu, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, berkeringat pada malam

hari, demam tidak tinggi/meriang dan penurunan berat badan (Widoyono,

2011). Tes tuberculin sebetulnya, tes ini bertujuan untuk memerikssa

kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap

dapat mencerminkan potensi system imunitas seluler seseorang, khususnya

terhadap basil tubercolosis.

Pada seseorang yang belum terinfeksi basil tubercolosis, system imunitas

seluler tentunya belum terangsang untuk melawan basil tubercolosis, dalam


keadaan normal, system ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8

minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkilin akan positif ( yaitu

didapatkan diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat

dengan dosis PPD 5 TU intracutan).

Kalau seorang penderita sedang menderita tubercolosis aktif, tes

tuberkulinya dapat positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkan dapat

melebihi 14 mm), namun kalau proses tubercolosis -nya hiperaktif, misalnya

pada tubercolosis miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas

seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negative (Halim

Danusantoso, 2011).

B. Pencegahan

Pencegahan, dengan sistem dan pola hidup hidup sehat dan

teratur diharapkan daya tahan tubuh cukup kuat untuk memberikan

perlindungan terhadap berbagai macam penyakit. Pola hidup sehat dan

teratur tentu saja disiapkan sejak dini, biasanya selalu mengomsumsi

makanan bergisi dan berserat serta selalu memelihara kebersihan badan

dan makanan serta lingkungan. Tempat tinggalnya selalu terkena sinar

matahari. Selain itu ia pun dapat terhindar dari kuman tubercolosis paru, bila

ia selalu berhati-hati tidak mendekati orang yang menderita penyakit

itu(Saydam Gouzali, 2011).


C. Pengobatan

Pengobatan pada penyakit tubercolosis paru, Penderita penyakit

ini sudah bisa diobati sampai sembuh. Penderita penyakit tubercolosis paru

biasanya memiliki status gizi yang kurang baik, Serangan kuman

tubercolosis paru amat berbahaya karena penyakit termaksuk penyakit yang

mudah menular. Menurut beberapa penelitian pengobatan tubercolosis paru

umumnya terdiri dari dua tingkat yaitu fase terapi intensif dan fase

pemeliharaan. Fase terapi intensif dimaksud merupakan kombinasi isoniazid,

rifampisin dan piruzinamida selama 2 bulan berturut-turut. Sedangkan fase

pemeliharaan, dokter menggunakan isoniazid bersama rifampisin selama 4

bulan lagi. Memang jangka waktu pengobatan tubercolosis paru ini

memerlukan waktu yang lama, diharapkan agar penderita tidak pernah

bosan untuk mengomsumsi obat yang diberikan dokter.

Disamping itu dapat pula digunakan obat untuk peyembuhan

alami. Namun semuanya tergantung pada penderita. Dalam penyembuhan

alami ini, dianjurkan agar penderita dan selalu mengikuti anjuran, agar

penyakitnya itu cepat sembuh. Sebagai langkah pertama, penderita

hendaknya ddiberi diet eksklusif buah segar selama 3 atau 4 hari. Contoh

buah yang dikomsumsi apel, anggur, pir, jeruk, nanas, melon dll (Saydam

Gouzali, 2011).
D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin

ditemukan konjungtiva, mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu

demam (subfebris), badan kurus ,berat badan menurun.

Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan

pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara

asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit

menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, Karena hataran getaran/suara

yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi,

auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB Paru sulit

dibedakan dengan pneumonia biasa.

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks

(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka

didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial. Akan

didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kering dan

nyaring. Tetapi bila infiltat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya

menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara

amfrotik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi

menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat

menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari

setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran

darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis

(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung

kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal

jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right

atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena

jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.

Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru

yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan

suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak

terdengar sama sekali.

Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru

dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan

rutin atau uji tuberculin yang positif.


2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.

Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu

kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi

secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam,

akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, Karena hataran

getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi,

perkusi, auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB Paru sulit

dibedakan dengan pneumonia biasa.

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian

apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka

didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial. Akan

didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kering dan

nyraing. Tetapi bila infiltat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya

menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara

amfrotik.

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat

menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari

setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran

darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis

(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung

kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal

jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right

atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena

jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.

Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru

yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan

suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak

terdengar sama sekali.

Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru

dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan

rutin atau uji tuberculin yang positif.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman

BTA pada sputum seseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis

paru.Pemeriksaan sputum juga dapat mengevaluasi pengobatan yang sudah

diberikan. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)


Pemeriksaan ini mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk

mendapatkan sampel sputum. Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan

sampel maka dapat dilakukan hal sebagai berikut :

 Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak

 +2liter dan dianjurkan melakukan reflex batuk

 Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan

inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. (Zulkifli Amin

dan Asril Bahar,2009)

Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu :

 Dahak setempat pertama ketika pasien datang

 Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam

pertama

 Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi

hari.

(Jhon Crofton,2002)

Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :

 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

Dengan sediaan pulasan yang dipakai ialah menurut Wright-Giemza,

pulasan gram dan pulasan terhadap kuman tahan asam, yang penting

adalah Ziehl-Nesslen dan pulasan gram.Untuk pemeriksaan gram

lebih bermakna, sebaiknya sputum yang diperoleh dicuci beberapa


kali dengan larutan gram steril supaya kuman-kuman yang melekat

hanya pada unsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronkus

menjadi hanyut.Jika hendak memakai sputum yang dipekatkan

terlebih dulu untuk mencari bakteri tahan asam, carilah sebagian dari

sputum ituyang berkeju atau yang purulent untuk dijadikan sediaan

yang lebih tipis. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense

dengan sinar

ultraviolet.Walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan

karena pewarnaan yang dipakai (auraminro-damin) dicurigai bersifat

karsinogenik. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

 Pemeriksaan biakan

Setekah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan koloni

kuman Tuberkulosis mulai tampak.Bila setelah 1 minggu pertumbuhan

koloni tidak juga tampak biakan dinyatakan negative.Sediaan yang

dipakai yaitu Lowenstein Jensen, kudoh atau ogawa. (Zulkifli Amin

dan Asril Bahar,2009)

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA

dengan cara bactee (bactee 400 radio metric system) dimana kuman

sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari.

Disamping itu dengan teknik Polimerase Chain Rection (PCR) dapat

dideteksi kuman BTA lebih cepat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga

specimen hasilnya positif. Bila hanya satu specimen yang positif perlu

diadakan pemeriksaan lebih lanjut foto rontgen dada atau pemerisaan

sputum Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) diulang :

a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di

diagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif.

b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru maka

pemeriksaan dahak diulangi dengan SPS lagi.

Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan

biakan. Bila 3 spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic

spectrum luas (missal : contrimocsasol atau amoksisilin) Selama 1-2 minggu,

bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan

tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

a. Kalau hasil SPS positive, maka didiagnosis sebagai penderita

tuberkulosis paru BTA positive

b. Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen

dada, untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru

1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis

sebagai penderita tuberkulosis paru BTA negative rontgen positive

2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, pendrita

tersebut bukan tuberkulosis paru


c. Tes Tuberkulin

Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc

tuberculin P.P.D (puriviet protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U

(Intermediate Streng). Tes tuberculin hanya digunakan untuk menentukan

apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi

M.Tuberculosa, M.bofis, vaksinasi BCG dan mycobacteria pathogen

lainnya.Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada

penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen maupun tidak tubuh

manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody

seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody

humoral yang perannya akan menekan antibody seluler. (Zulkifli Amin dan

Asril Bahar,2009)

Bila pembentukan antibody seluler cukup misalnya pada penularan

dengan kuman yang sngat virulen dan jumlah kuman yang sangat besar atau

pada keadaan dimana pembentukan antibody humoral amatlah berkurang

maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. (Zulkifli Amin dan

Asril Bahar,2009)

Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa

indurasi kemerah-merahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni reaksi

persenyawaan antara antibody selular dan antigen tuberculin. Banyak

sedikitnya reaksi persenyawaan antibody seluler dan antigen tuberculin amat


dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody humoral

makin kecil indurasi yang dihasilkan. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

Klasifikasi tes mantoux intradermal reaksi tuberculin (tuberculin

dengan TU PDD) :

a. Indurasi >5mm diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :

 Orang dengan HIV positive

 Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB

 Orang dengan perubahan fibrotic pada radiografi dada yang sesuai

dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh

 Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang

mengalami penekanan imunitas (menerima setara dengan >15

mg/hari pretmisone selama >1 bulan)

b. Indurasi >10mm diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :

 Baru tiba (<5 tahun) dari Negara yang berprevalensi tinggi

 Pemakaian obat-obatan yang disuntikkan

 Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang

berisiko tinggi (penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, rumah

sakit, penampungan tunawisma)

 Pegawai laboratorium mikrobiologi

 Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko

tinggi
 Anak dibawah usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang

terpanjan orang dewasa kelompok berisiko tinggi

c. Indurasi >15mm, diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :

 Orang dengan faktor risiko TB yang tidak diketahui

Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi

mantoux yang positive (99,8%). Kelamahan tes ini juga terdapat positive

palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan mycobacterium lain.

Negative palsu lebih banyak ditemui daripada positive palsu.

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu)

yakni :

 Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis

 Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)

 Penyakit exsantematous dengan panas yang akut : morbilli, cacar air,

poliomyelitis

 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikuler

(Hodgkin)

 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obatan

imunosupresi lainnya

 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

Untuk pasien dengan HIV positive, tes mantoux kurang lebih 5 mm,

dinilai positive.
4. Pemeriksaan Sinar X (Radiologis)

Gambaran rontgen yang memberikan kesan kuat tentang adanya

tuberkulosis adalah :

a) Bagian atas paru menunjukkan bayangan berupa bercak atau

bernoduler

b) Kavitas (lubang)

c) Bayangan dengan perkapuran dapat menyebabkan kesulitan dalam

diagnosis. Dapat terjadi pneumonia tau tumor paru di tepat-tepat yang

dulunya terdapat tuberkulosis yang sudah sembuh lalu mengapur.

Bayangan-bayangan lain yang mungkin berkaitan dengan tuberkulosis

adalah :

a) Bayangan bentuk oval atau bundar soliter (tuberkuloma)

b) Kelanainan pada hillus dan mediastinum disebabkan oleh

pembesaran kelenjar limfe (complex primer yang bertahan)

c) Bayangan titik-titik kecil yang tersebar (tuberkulosis millier). (Jhon

Crofton,2002)

5. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian karena hasilnya kadang-

kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik.Pada saat

tuberkulosis paru mulai aktifakan mendapatkan jumlah leukosit yang sedikit

meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.Jumlah limfosit masih


dibawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai

sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih

meninggi.Laju endap darah mulai turun kea rah normal lagi. (Zulkifli Amin

dan Asril Bahar,2009)

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :

1. Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer.

2. Gama globulin meningkat

3. Kadar natrium darah menurun.


BAB III

PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan praktik keperawatan pada Ny A dengan ganggua

system permafasan telah di upayakan semaksimal mungkin untuk

mengatasi masalah keperawatan yang dialami klien dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang dilakukan secara komprehensif yang

meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi dengan tidak mengabaikan pendekatan medis.

Beberapa kesenjangan antara teori dan praktik ditemukan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny A. berikut ini akan dibahas

beberapa kesenjangan yang terjadi. Untuk memudahkan dalam pembahasan

selanjutnya penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, perencanaan, implementasi.

A. Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan terdapat perbedaan

tanda-tanda yang ditemukan pada teori menjurus (DE LANGEN, 1919).

Dengan kasus yang ditemukan gejala yaitu :


1) batuk berdahak lebih dari tiga minggu,

batuk adalah suatu respon reflex yang terjadi secara tiba tiba untuk

mengeluarkan benda asing yang ada di saluran pernafasan seperti produksi

sputum yang berlebihan, sedangkan pada kasus saat dilakukan pengkajian

pasien didapatkan seperti batuk berdahak 6 bulan terakhir.

2) batuk berdarah, dan sesak nafas

batuk berdarah adalah infeksi atau iritasi pada saluran nafas akan

menyebabkan produksi mucus, yang akan menjadi sumbatan pada saluran

pernafasan dan menyebabkan sesak nafas. Pada kasus tuberculosis paru

terdapat kejadian sesak nafas dan terjadi batuk berdarah.

3) Gangguan pernapasan

4) penurunan berat badan

B. Diagnose Keperawatan

Diagnosa menurut (Herdman & Kamitsuru, 2015). diagnose tuberculosis

paru

menurut NANDA 2015-2017 dalam Prabowo E & Eka (2014) adalah:

Keperawatan yang ada pada pasien luka bakar yaitu :

1. Berdasarkan teori :

a. Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi

jalan

b. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan disfungsi


neuromuscular

c. Risiko Infeksi berhubungan dengan proses penyakit

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan depresi

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn S diagnose yang

muncul pada kasus yaitu sebagai berikut :

a. Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi

jalan nafas

b. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan disfungsi

neuromuscular

c. Risiko Infeksi berhubungan dengan proses penyakit

3. Kesenjangan diagnose yang ada pada teori namun tidak ada pada

kasus itu

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan depresi diagnose ini tidak

terdapat pada kasus, karena tidak ditemukanya adanya gejala pada pasien

mengalami depresi dan menyebabkan tidak bisa melakukan kegiatan, hal ini

dikarenakan pasien telah mengenal dan menerima suatu penyakit yang ia

derita.

4. Kesenjangan Diagnosa yang ada pada kasus namun tidak ada

pada teori.

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


Diagnose ini muncul pada kasus karena klien mengalami

Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk

mempertahan bersihan jalan napas.

b. Ketidakefektifan Pola Nafas

Diagnose ini muncul pada kasus ini karena klien mengalami

inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.Dan pasien

nampak menggunakan kanal oksigen 4liter/menit.

c. Resiko infeksi

Diagnose ini muncul pada kasus karena Terdapat penyakit yang sudah

tergolong infeksi pada bagian paru-paru dan dapat menyebabkan resiko

infeksi pada organ lainnya atau kompilkasi dari penyakit sebelumnya,

5. Perencanaan keperawatan

Semua tindakan yang di lakukan selalu berorientasi pada rencana yang

dibuat terdahulu dengan mengantisipasi seluruh tanda-tanda yang timbul

sehingga tindakan keperawataan dapat tercapai pada asuhan keperawatan

yang dilaksanakan dengan menerapkan komunikasi terapeutik dengan

prinsip etis . pada kasus ini tidak jauh beda dengan teori-teori yang ada

dalam rencana keperawatan.

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Pelaksanaan tindakan keperawatan di sesuaikan pada rencana

keperawatan berdasarkan teori yaitu : Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi (semifowler), Lakukan fisioterapi dada jika perlu, Keluarkan sekret dengan

batuk efektif atau suction.


2. Ketidakefektifan pola nafas

Pelaksaanaan tindakan keperawatan disesuaikn pada rencana

keperawatan berdasarkan teori yaitu : Monitor vital sign, Berikan O2,Auskultasi

suara napas, catat adanya suara tambahan ,Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan, Monitor respirasi dan status O2, Pertahankan jalan

napas yang paten ,Observasi penggunaan bantu pernafasan, Ajarkan bagaimana

batuk efektif.

a. Resiko infeksi :

Pelaksaanaan tindakan keperawatan disesuaikn pada rencana

keperawatan berdasarkan teori yaitu : Berikan perawatan aseptik dan antiseptik,

pertahankan tehnik cuci tangan yang baik, Kaji tanda-tanda vital, terutama

suhu,Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi, Berikan antibiotik sesuai

indikasi

C. Evaluasi

3. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan

yang meliputi hasil dan proses pada kasus ini menunjang adanya kemajuan

atau keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh klien/keluarga.,Pada

kasus yang ditangani dengan menggunkanan pendekatan proses

keperawatan sebagai metode pemecahan masalah sehingga dalam evaluasi

setelah dirawat selama berada di ugd non bedah belum ada masalah yang

teratasi yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan napas, Ketidakefektifan pola nafas

dan resiko infeksi. dikarenakan keadaan pasien tuberculosis paru

membutuhkan proses perawatan dari petugas kesehatan dan keluarga


sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan klien. Untuk perawatan

selanjutnya didelegasikan ke perawat di ruangan perawatan interna RSUP

wahidin Sudirohusodo Makassar.


BAB III

PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan praktik keperawatan pada Ny A dengan ganggua

system permafasan telah di upayakan semaksimal mungkin untuk

mengatasi masalah keperawatan yang dialami klien dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang dilakukan secara komprehensif yang

meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi dengan tidak mengabaikan pendekatan medis.

Beberapa kesenjangan antara teori dan praktik ditemukan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny A. berikut ini akan dibahas

beberapa kesenjangan yang terjadi. Untuk memudahkan dalam pembahasan

selanjutnya penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, perencanaan, implementasi.

D. Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan terdapat perbedaan

tanda-tanda yang ditemukan pada teori menjurus (DE LANGEN, 1919).

Dengan kasus yang ditemukan gejala yaitu :

5) batuk berdahak lebih dari tiga minggu,

batuk adalah suatu respon reflex yang terjadi secara tiba tiba untuk

mengeluarkan benda asing yang ada di saluran pernafasan seperti produksi


sputum yang berlebihan, sedangkan pada kasus saat dilakukan pengkajian

pasien didapatkan seperti batuk berdahak 6 bulan terakhir.

6) batuk berdarah, dan sesak nafas

batuk berdarah adalah infeksi atau iritasi pada saluran nafas akan

menyebabkan produksi mucus, yang akan menjadi sumbatan pada saluran

pernafasan dan menyebabkan sesak nafas. Pada kasus tuberculosis paru

terdapat kejadian sesak nafas dan terjadi batuk berdarah.

7) Gangguan pernapasan

Gangguan pernafasan adalah gangguan yang mengancam jiwa

karena paru-paru tidak dapat menyediakan cukup oksigen ke tubuh

seseorang. Pada kasus tuberculosis paru terdapat gangguan

pernafasan yang menyebabkan pasien diberikan kanul nasal

4liter/menit.

8) penurunan berat bada

penurunan berat badan adalah penurunan massa atau lemak tubuh,

mencangkup hilangnya protein,massa tubuh tak berlemak dan

substansi lain yang terdapat dalam tubuh manusia hal ini bisa

disebabkan diantaranya penyakit akut atau kronis yang dapat

menghilangkan nafsu makan.pada kasus tuberculosis paru terjadi

penyakit kronis karena sudah 6 bulan terjadi.


E. Diagnose Keperawatan

Diagnosa menurut (Herdman & Kamitsuru, 2015). Diagnose

tuberculosis paru

menurut NANDA 2015-2017 dalam Prabowo E & Eka (2014) adalah:

Keperawatan yang ada pada pasien luka bakar yaitu :

6. Berdasarkan teori :

f. Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi

jalan

g. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan disfungsi

neuromuscular

h. Risiko Infeksi berhubungan dengan proses penyakit

i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan depresi

j. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

7. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn S diagnose yang

muncul pada kasus yaitu sebagai berikut :

d. Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi

jalan nafas

e. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan disfungsi

neuromuscular

f.Risiko Infeksi berhubungan dengan proses penyakit

8. Kesenjangan diagnose yang ada pada teori namun tidak ada pada

kasus itu
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan depresi diagnose ini

tidak terdapat pada kasus, karena tidak ditemukanya adanya gejala pada

pasien mengalami depresi dan menyebabkan tidak bisa melakukan

kegiatan, hal ini dikarenakan pasien telah mengenal dan menerima suatu

penyakit yang ia derita.

9. Kesenjangan Diagnosa yang ada pada kasus namun tidak ada

pada teori.

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Diagnose ini muncul pada kasus karena klien mengalami

Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas

untuk mempertahan bersihan jalan napas.

b. Ketidakefektifan Pola Nafas

Diagnose ini muncul pada kasus ini karena klien mengalami

inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.Dan pasien

nampak menggunakan kanal oksigen 4liter/menit.

c. Resiko infeksi

Diagnose ini muncul pada kasus karena Terdapat penyakit yang sudah

tergolong infeksi pada bagian paru-paru dan dapat menyebabkan resiko

infeksi pada organ lainnya atau kompilkasi dari penyakit sebelumnya,

10. Perencanaan keperawatan

Semua tindakan yang di lakukan selalu berorientasi pada rencana yang

dibuat terdahulu dengan mengantisipasi seluruh tanda-tanda yang timbul


sehingga tindakan keperawataan dapat tercapai pada asuhan keperawatan

yang dilaksanakan dengan menerapkan komunikasi terapeutik dengan

prinsip etis . pada kasus ini tidak jauh beda dengan teori-teori yang ada

dalam rencana keperawatan.

4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Pelaksanaan tindakan keperawatan di sesuaikan pada rencana

keperawatan berdasarkan teori yaitu : Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi (semifowler), Lakukan fisioterapi dada jika perlu,

Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction.

5. Ketidakefektifan pola nafas

Pelaksaanaan tindakan keperawatan disesuaikn pada rencana

keperawatan berdasarkan teori yaitu : Monitor vital sign, Berikan

O2,Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan ,Atur intake untuk

cairan mengoptimalkan keseimbangan, Monitor respirasi dan status O2,

Pertahankan jalan napas yang paten ,Observasi penggunaan bantu

pernafasan, Ajarkan bagaimana batuk efektif.

a. Resiko infeksi :

Pelaksaanaan tindakan keperawatan disesuaikn pada rencana

keperawatan berdasarkan teori yaitu : Berikan perawatan aseptik dan

antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik, Kaji tanda-tanda vital,

terutama suhu,Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi, Berikan

antibiotik sesuai indikasi


F. Evaluasi

6. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan

yang meliputi hasil dan proses pada kasus ini menunjang adanya kemajuan

atau keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh klien/keluarga.,Pada

kasus yang ditangani dengan menggunkanan pendekatan proses

keperawatan sebagai metode pemecahan masalah sehingga dalam evaluasi

setelah dirawat selama berada di ugd non bedah belum ada masalah yang

teratasi yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan napas, Ketidakefektifan pola

nafas dan resiko infeksi. dikarenakan keadaan pasien tuberculosis paru

membutuhkan proses perawatan dari petugas kesehatan dan keluarga

sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan klien. Untuk perawatan

selanjutnya didelegasikan ke perawat di ruangan perawatan interna RSUP

wahidin Sudirohusodo Makassar.

Anda mungkin juga menyukai