Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Bayi anensefali menyajikan penampakan tersendiri dengan defek besar


kalfarium, meningens, dan kulit kepala yang disertai otak yang rudimenter, yang
akibat dari kegagalan penutupan neuropore sebelah rostral. Otak primitif terdiri
dari bagian jaringan ikat, pembuluh darah dan neuroglia. Hemisfer otak dan
serebelum biasanya tidak ada dan yang ada sisa batang otak yang dapat dikenali.
Kelenjar pituitari adalah hipoplastik dan traktus piramidalis medula spinalis hilang
karena tidak ada korteks serebri. Anomali tambahan meliputi lipatan telinga, celah
palatum dan defek kongenital pada 10-20% kasus. Sebagian besar bayi anensefali
meninggal dalam beberapa hari. Insiden anensefali mendekati 1/1000 kelahiran
hidup dan frekuensi ada di Irlandia dan Wales. Resiko berulang adalah sekitar 4%
dan meningkat pada 10% jika pasangan telah mengalami dua kehamilan
sebelumnya yang terkena. Banyak faktor yang dilibatkan sebagai penyebab
anensefali (di samping dasar genetik), termasuk rendahnya status sosial ekonomi,
defisiensi gizi dan vitamin dan sejumlah faktor lingkungan dan toksik. Sangatlah
mungkin bahwa beberapa rangsangan berbahaya berinteraksi pada hospes yang
rentan secara genetik untuk menimbulkan anensefali. Untungnya frekuensi
anensefali terus menurun selama dua dasawarsa terakhir. Sekitar 50% kehamilan
anensefalik disertai dengan polihidramnion. Pasangan yang telah pernah memiliki
bayi anensefali, harus selalu dipantau kehamilannya, termasuk amniosintesis,
penentuan kadar alfa-fetoprotein, dan pemeriksaan USG antara kehamilan minggu
ke-14 sampai minggu ke-16.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Susunan Saraf


Secara garis besar perkembangan sistem saraf pusat dibagi atas tiga periode.
Yaitu:
1) Periode embrionik (mulai konsepsi – 8,5 minggu).
Periode embrionik terdiri dari 23 stadium perkembangan, yang waktu
berlangsungnya masing-masing stadium berkisar 2-3 hari dengan total
waktu kurang lebih enam puluh hari pertama setelah ovulasi.
2) Periode fetal (mulai 8,5 minggu – 40 minggu).
Pada periode ini tidak terbagi atas stadium-stadium namun yang menjadi
tolak ukur dalam pemantauan perkembangan didasarkan atas ukuran dan
usia janin.
3) Periode pasca natal.
Konsep penentuan saat penghentian (terminasi) perkembangan janin
berperan penting dalam menganalisa berbagai malformasi kongenital yang terjadi.
Saat terminasi adalah titik tolak waktu dimana pada periode sebelumnya belum
terjadi malformasi spesifik. Tidak semua malformasi susunan saraf pusat dapat
ditentukan secara tepat kapan hal itu terjadi, dan juga beberapa malformasi
terbentuk dalam rangkaian waktu yang cukup panjang.
Garis besar secara ringkas dapat dijabarkan mengenai proses neuroembriologi
sebagai berikut:
 Proses pembentukan susunan saraf pusat manusia dimulai dari awal
minggu ketiga sebagai lempeng penebalan lapisan ektoderm (neural
plate) yang memanjang dari kranial ke arah kaudal.
 Selanjutnya kedua bagian di sisi kiri dan kanan akan bertambah tebal
dan meninggi membentuk lipatan-lipatan saraf yang dikenal sebagai
krista neuralis / neural chest (bagian tengah yang cekung disebut alur
saraf / neural grove).
 Perkembangan selanjutnya krista neuralis akan semakin meninggi dan
mendekat satu sama lain serta menyatu di garis tengah dan selanjutnya
terbentuk tuba neuralis (neural tube). Penutupan tuba neuralis tersebut
umumnya dimulai dibagian tengah (setinggi somit ke-4) dan baru disusul
dengan penutupan bagian kranial dan kaudal. Kedua ujung saraf
menutup paling akhir, sehingga tabung ini masih mempunyai hubungan
dengan rongga amnion, yakni bagian (neuroporus) anterior menutup
pada usia embrio pertengahan minggu ketiga (somit 18-20) sedangkan
neuroporus posterior pada akhir minggu ketiga (somit 25). 3 Lipatan saraf
(neural folds) di regio otak dan korda spinalis menyatu di garis tengah,
mengubah lempeng saraf (neural plate) menjadi tuba neuralis (neural
tube) pada hari ke 26 – 28 masa mudhigah.

Gambar 5. Pembentukan tuba neuralis

 Setelah tabung neural tertutup pada bagian anteriornya akan mulai


terbentuk tiga buah gelembung, masing-masing adalah :
1) Porensefalon (otak depan) yang kelak akan menjadi
telensefalon dan diensefalon.
2) Mesensefalon (otak tengah)
3) Rombensefalon (otak belakang) yang kelak akan menjadi
metensefalon dan mielensefalon.
Pada akhir minggu ke tiga atau awal minggu ke empat, ketiga
gelembung diatas berubah menjadi lima buah gelembung yaitu :
1) Telensefalon yang nantinya akan menjadi hemisfer serebri.
2) Diensefalon dengan dua buah tonjolan yang merupakan cikal
bakal mata.
3) Mesensefalon, yang kemudian tidak mengalami banyak
perubahan.
4) Metensefalon yang kelak membentuk pons dan serebelum.
5) Mielensefalon yang kelak menjadi medula oblongata.
Rongga di dalam gelembung tadi akan berkembang dan membentuk
sistem ventrikel cairan otak sebagai berikut :
o Rongga dalam telensefalon (hemisfer serebri) akan membentuk
ventrikel lateralis kiri dan kanan.
o Rongga dalam diensefalon akan membentuk ventrikel III.
o Rongga dalam mesensefalon akan membentuk aquaductus sylvii
(menghubungkan III dan IV).
o Rongga dalam miesensefalon akan membentuk ventrikel ke IV.
Rongga diatas akan berhubungan dengan rongga tengah di medula
spinalis.

Gambar 6. Embriologi tuba neuralis sampai ke caudal


2.2 Malformasi Perkembangan Otak – Hemisfer Serebri
Abnormalitas otak dalam perkembangannya dapat dikelompokkan atas
malformasi yang terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu dan yang dapat terjadi
setelah itu. Gangguan-gangguan yang melibarkan otak dalam periode ini
morfologisnya mencakup :
(1) Organogenesis otak, antara lain proses separasi telensefalon menjadi dua
hemisfer, formasi korpus kalosum, komisura interhemisferika, vesikel
optik, traktus optikus.
(2) Formasi neuron pada zona ventrikular dan/ atau migrasinya pada lempeng
kortikal mengakibatkan reduksi populasi neuronal secara keseluruhan
(mikrosefalus bawaan) dan/atau abnormalitas posisi akhirnya
(heterotropia), dan pada penyusunan tangensial dan radial dari neuron-
neuron kortikal.

Akhir trimester ketiga kehamilan merupakan periode terpenting dalam


maturasi dan pertumbuhan neuron. Dalam hal ini terjadi pembentukan dan
multiplikasi aktif dari dari sel sel glia, proses mielinisasi telah mulai berjalan pada
beberapa tempat, girus kortikal sekunder dan tersier mulai muncul dan volume otak
makin bertambah secara bermakna. Abnormalitas pada masa-masa ini kebanyakan
terjadi akibat faktor-faktor eksternal seperti proses dekstruktif yang disebabkan
oleh iskemia perdarahan dan infeksi serta biasanya hanya terbatas pada korteks
(mikrogria) atau melibatkan sebagian besar dari otak (porensefalus
hidraensefalus).
Intoksikasi fetus (terutama alkohol), infeksi virus, gangguan endokrin, dan
penyakit-penyakit genetik merupakan faktor yang juga berpengaruh pada
pertumbuhan seluler, sinaptogenesis dan fungsi neuronal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya mikrosefalus dan retardasi mental.
2.3. Anomali Kongenital Sistem Saraf Pusat

a. Defek Tuba Neuralis.


Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali sistem
syaraf sentral (SSS) akibat kegagalan dari tuba neuralis menutup secara spontan
minggu ketiga dan minggu keempat dalam perkembangan di uterus. Meskipun
penyebab yang tepat defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa
banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan
determinan genetik yang dapat mempengaruhi secara merugikan perkembangan
normal SSS sejak saat pembuahan. Pada beberapa kasus keadaan nutrisi ibu
abnormal atau pemajanan terhadap radiasi sebelum pembuahan dapat
meningkatkan kemungkinan malformasi kongenital SSS.
Data terakhir menunjukkan bahwa penutupan terjadi di regio-regio terpisah
yang kemudian menyatu. Data klinis menunjukkan adanya 5 kemungkinan tempat
penutupan. Defek tuba neuralis mungkin terjadi akibat kegagalan penutupan di satu
tempat atau lebih, atau kegagalan dua tempat untuk bertemu.
Setelah cacat jantung, defek tuba neuralis tersendiri (non-syndrome)
merupakan cacat struktural kongenital tersering. Dengan insiden di seluruh dunia
sebesar 1,4 – 2 per 1000 kelahiran hidup. Cacat ini juga dapat timbul sebagai
bagian dari suatu sindrom genetik atau konstelasi kelainan. Cacat-cacat ini
merupakan penyebab utama lahir mati, kematian neonatus dan bayi, dan cacat
berat. Dengan pengobatan, 80-90% bayi dengan spina bifida saja dapat bertahan
hidup dengan derajat kecacatan bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi neurologis adalah ukuran dan letak defek, trauma terhadap jaringan saraf
yang tidak terlindung, saat penutupan bedah, derajat ventrikulomegali terkait, dan
timbulnya penyulit seperti infeksi.
Anomali-anomali tuba neuralis yang tersering dijumpai tercantum dalam tabel
berikut 5
Defek Definisi
Spina bifida okulta Kelainan vertebra yang ditandai oleh kegagalan
penutupan unsur-unsur posterior arkus vertebra tanpa
kantung yang mengandung jaringan saraf yang dapat
dilihat dipunggung. Defek mungkin disebabkan oleh
kelainan korda spinalis mungkin juga tidak.
Spina bifida kistika Cacat vertebra disertai penonjolan kistik meningen
atau meningen dan korda spinalis.
Meningokel Protusi meningen dan cairan serebrospinal ke dalam
suatu kantung yang ditutupi oleh epitel. Gejala klinis
bervariasi sesuai anomali korda spinalis yang
mendasari.
Mielomenigokel Defek tersering dan serius yang mengenai medula
spinalis, radix saraf, meningen dan cairan
serebrospinal. Umumnya terjadi di daerah lumbal.
Ketinggian lesi biasanya tercermin pada keparahan
defisit klinis dengan lesi yang lebih tinggi
menyebabkan defisit yang lebih mencolok.
Lipomeningokel Defek vertebra yang disebabkan oleh masa lemak
superfisial yang menyatu dengan korda spinalis yang
terletak lebih di bawah. Tidak terjadi hidrosefalus.
Ensefalokel Penonjolan otak dengan jaringan parut, cairan
serebrospinalis dan meningen melalui suatu cacat
tengkorak. Kelainan biasanya terletak di oksipital,
walaupun juga dapat di frontal, atau melalui dasar
tengkorak.
Anensefalus Kegagalan fusi ujung kranial tuba neuralis
menyebabkan terpajannya otak yang mengalami
malformasi.
Tabel 1. Berbagai kelainan defek tuba neuralis
Gambar 7. Beberapa defek tuba neuralis

Anensefalus merupakan defek paling parah, dengan tidak terbentuknya otak


depan, meningen, dan kulit kepala. Kelainan ini letal, menyebabkan lahir mati dan
kematian neonatus dini.
Resiko berulang pada kehamilan berikutnya untuk defek pipa neural
kranium atau spinal adalah 10%. Dalam keluarga, kelahiran anensefali dapat
diikuti dengan kelahiran anak kedua yang terkena meningomielokel lumbal-sakral.
Pewarisan defek tubus neuralis bersifat poligenik.

2.3. Defenisi Anensefali


Anensefali merupakan suatu kegagalan yang serius dari perkembangan
sistem saraf pusat dimana otak ataupun tempurung kepala sebagian besar tidak
terbentuk. Serebrum dan serebelum bisa terbentuk dengan ukuran yang lebih kecil
ataupun tidak terbentuk sama sekali. Anensefali termasuk kedalam kelainan tuba
neuralis (suatu kelainan yang terjadi pada awal perkembangan janin yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak dan korda spinalis).
Gambar 8. Bayi baru lahir dengan anensefali

Anensefali adalah cacat perkembangan serius dari sistem saraf pusat


dimana otak (cerebrum) dan kalfarium kurang berkembang sempurna namun
cerebelum dapat tumbuh dengan baik. Anensefali merupakan bagian dari spektrum
defek tabung saraf (Neural Defect Tube - NTD), cacat ini terjadi jika tuba neuralis
gagal menutup selama minggu ketiga sampai keempat perkembangannya yang
akhirnya dapat menyebabkan janin lahir mati (Intra Uterin Fetal Death) ataupun
kematian neonatus.
Anensefali seperti bentuk lain dari NTD umumnya memiliki pola transmisi
yang multifaktorial, dengan interaksi beberapa gen serta faktor lingkungan. Dalam
beberapa kasus anensefali mungkin disebabkan karena kelainan kromosom atau
mungkin menjadi bagian dari proses yang lebih kompleks yang melibatkan gen
tunggal cacat atau gangguan pada membran ketuban. Anensefali dapat dideteksi
sebelum lahir dengan ultrasonografi dan pertama mungkin dicurigai dimana
terdapat peningkatan alfa-fetoprotein pada penyaringan serum ibu.
2.4 Etiologi Anensefali
Anensefali terjadi jika tuba neuralis sebelah atas gagal menutup, tetapi
penyebab yang pasti masih belum diketahui. Penelitian menunjukkan kemungkinan
anensefali berhubungan dengan racun di lingkungan juga kadar asam folat yang
rendah dalam darah. Anensefali ditemukan pada 3,6 – 4,6 dari 10.000 bayi baru
lahir.
Anensefali merupakan cacat bawaan sejak lahir, sebagian besar kasus
anensefali dapat disebabkan karena berbagai macam faktor diantaranya adalah
karena adanya kelainan genetik, melibatkan gen-gen yang berinteraksi dengan
perubahan lingkungan, ataupun dapat terjadi secara spontan.
Faktor resiko terjadinya anensefalus adalah 6 :
 Genetik ; sebagian besar kasus NTD dikaitkan dengan pewarisan
genetik. Pada kasus yang jarang, NTD diturunkan secara autosomal
dominan atau autosomal resesif. Pada keluarga yang memiliki
riwayat keluarga dengan NTD maka resiko mengalami kehamilan
dengan NTD juga akan meningkat.
 Kadar asam folat yang rendah; Terjadinya anensefali diakibatkan
adanya defisiensi atau kekurangan asam folat selama kehamilan.
Resiko ini dapat diminimalisir dengan cara meningkatkan asupan
asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil dan selama kehamilan
terutama pada trimester awal kehamilan. Asam folat berfungsi
sebagai koenzim dam metabolisme asam nukleat dan asam amino.
Oleh karenanya Asam folat besar pengaruhnya dalam pertumbuhan
dan replikasi sel. Asam folat juga bisa mencegah terjadi perubahan
pada DNA yang memungkinkan bisa menyebabkan kanker. Asam
folat bisa didapat dari sereal, roti, gandum, kol, brokoli, bayam dan
tauge. namun, asam folat akan bekerja lebih baik jika dibarengi
dengan vitamin B12 yang diperoleh dari daging. Folat termasuk
golongan vitamin B yang larut dalam air. Konsumsi asam folat yang
cukup selama kehamilan memberikan proteksi terhadap kejadian
anensefali. Paparan terhadap agen yang dapat mengganggu
metabolisme folat normal dalam tubuh terutama selama periode
kritis perkembangan dari tabung neural ( > 6 minggu setelah
menstruasi terakhir) dapat meningkatkan angka kejadian anensefali.
Asam valproat yang merupakan salah satu antikonvulsan dan juga
anti metabolit asam folat lain diketahui dapat meningkatkan resiko
kejadian NTD terutama jika terpapar pada masa awal
perkembangan janin.
 Maternal hipetermia; dikatakan merupakan salah satu faktor
resiko dikarenakan maternal hipertermia dapat meningkatkan resiko
kejadian NTD, maka dari itu wanita hamil seharusnya menjauhi
keadaan seperti mandi dalam bath tub yang berisi air hangat dan
juga berbagai keadaan lain yang dapat mencetuskan terjadinya
transien hipetermia. Demam pada ibu disaat masa-masa awal
kehamilan juga dilaporkan sebagai faktor resiko terhadap terjadinya
anensefali dan kejadian NTD lainnya.
 Kerusakan pada kantung amnion ; dapat terjadi akibat membran
amnion ruptur. keadaan ini dapat menyebabkan terganggunya
pembentukan jaringan normal selama masa pertumbuhan janin,
termasuk pembentukan kranium dan juga otak.

2.5. Patofisiologi Anensefali


Dalam embrio manusia normal, lempang saraf mulai muncul sekitar 18 hari
setelah pembuahan, selama minggu keempat pertumbuhan, lempeng saraf mulai
mengisi di sepanjang garis tengah embrio untuk membentuk alur saraf. tuba
neuralis dibentuk sebagai penutupan alur saraf berlangsung dari tengah keujung di
kedua arah, selesai antara hari ke-24 untuk akhir dari penutupan kranium dan hari
ke-26 untuk penutupan tuba neuralis di caudal. Gangguan dari proses penutupan
yang normal menimbulkan NTD. Anensefali merupakan hasil dari kegagalan
penutupan akhir tuba neuralis kranium embrio. Tidak adanya otak dan kalfaria
dapat terjadi secara parsial ataupun secara lengkap.
Kebanyakan kasus anensefali mengikuti pola pewarisan multifaktorial
dengan interaksi beberapa gen serta faktor lingkungan. Gen-gen tertentu yang
memegang peranan penting dalam NTD belum seluruhnya secara pasti
teridentifikasi, meskipun terdapat salah satu gen yang berhubungan dengan
metabolisme folat diyakini berperan dalam proses terjadinyanya anensefali, satu
gen tersebut adalah methylene tetrahydrofolate reduktase (MTHFR) telah terbukti
berhubungan dengan resiko NTD.

2.6. Manifestsi Klinis


Anensefali sangat nyata terlihat sejak bayi dilahirkan, dikarenakan tidak
adanya tempurung kepala maupun beberapa bagian dari serebrum dan juga
serebelum. Baik fetus maupun bayi baru lahir dengan anensefali menunjukkan
wajah yang khas.
Tulang tengkorak tidak pernah terbentuk, meskipun terdapat beberapa kulit
dan rambut kepala. Sebagian kecil jaringan otak yang terbentuk (batang otak)
terpapar lingkugan luar. Kelainan ini tidak sesuai dengan kehidupan dan tidak
dapat diperbaiki.
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung malformasi serebral yang terjadi,
termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan
masuk ke dalam kantung ensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja
prognosisnya bisa menjadi lebih baik dan dapat berkembang secara normal. Gejala-
gejala yang dapat timbul akibat malformasi otak adalah mental retardasi, ataksia
spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk membantu penegakan diagnosa
anensefali antara lain :
 Amniosintesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-
fetoprotein).
AFP atau Alfa-fetoprotein adalah protein serum utama dari janin, beredar
dalam sirkulasi janin dan keluar melalui urin ke dalam cairan amnion.
Kadar AFP akan meningkat pada anensefali dan defek tuba neural janin.
Bila kadar AFP dalam cairan amnion meningkat dilakukan juga
pemeriksaan acetylcholinesterase dalam cairan amnion. Bila
acetylcholinesterase meningkat menandakan adanya paparan terhadap
jaringan neural atau ada defek terbuka yang lain pada janin.
 Kadar estriol pada air kemih ibu.
Estriol ibu sebagian berasal dari plasenta dan sebagian dari kelenjar adrenal
janin. Estriol berkorelasi baik dengan laju pertumbuhan janin; kehamilan
dengan anensefali memiliki kadar estriol yang rendah karena terjadi aplasia
hipofisis yang menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal janin.
 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Kondisi anensefali dapat diditeksi selama masa prenatal dengan
menggunakan USG. Pada trimester kedua gambaran USG pada janin
anensefali adalah sebagai berikut. Ini merupakan gambaran sagital pada
janin. Disini dapat dengan jelas terlihat bahwa kranium tidak terbentuk. .
2.8. Penatalaksanaan
Karena prognosis anensefali dianggap sangat buruk, maka langkah-langkah
ekstrim yang bertujuan untuk memperpanjang umur bayi tidak dianjurkan untuk
dilakukan. Dokter dan tim perawatan medis seharusnya dapat mempersiapkan
mental bagi keluarga bayi dengan anensefalus terhadap keadaan serta prognosisnya
yang sangat buruk. Dokter dan tim perawatan medis hendaknya menyediakan
lingkungan yang mendukung bayi yang dilahirkan dengan anensefalus selama bayi
masih dapat bertahan hidup agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Setelah ditegakkannya diagnosis prenatal pada kasus anensefalus ini,
pilihan untuk terminasi kehamilan harus disampaikan kepada pasangan suami istri.
Bagi pasangan yang memilih untuk melanjutkan kehamilan, kemungkinan
persalinan prematur, polihidramnion, persalinan tak maju, dan onset persalinan
yang tertunda hingga melewati waktunya juga harus dibahas.
Keluarga sering menanyakan mengenai donor organ setelah ditegakkan
diagnosis anensefali. Hal ini sulit dilakukan tanpa melanggar etika medis. Karena
kelainan ini bersifat letal, maka yang dapat dilakukan oleh tim medis adalah
perawatan suportif selama bayi masih dapat bertahan hidup (biasanya sampai
beberapa hari setelah lahir sampai kurang lebih satu minggu). Perawatan suportif
bertujuan untuk mengurangi komplikasi-komplikasi yang terjadi akibat jaringan
otak yang terpapar dengan lingkungan luar.

2.9. Komplikasi
Dikarenakan adanya bagian otak yang terpapar secara langsung dengan
dunia luar tanpa adanya proteksi maka keadaan ini dapat memudahkan infeksi
mikroorganisme. dan juga sepsis. Tanda-tanda sepsis yang dapat timbul antara lain
lemah, temperatur tubuh yang tidak stabil (hipo/hipertermi), sesak, perut kembung,
gelisah, kejang, kaku kuduk. Adapun gejala-gejala neurologis yang dapat timbul
sesuai luas serta letak jaringan otak yang terpapar antara lain meliputi kejang,
gangguan syaraf kranial, spastisitas, serta paralisis.
Selain itu akibat defek kranium yang terjadi dapat juga menyebabkan otak
menjadi tidak berkembang secara sempurna sehingga pada bayi dengan anensefali
bisa terjadi kelainan jantung maupun paru-paru.

2.10. Pencegahan
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya cacat bawaan
ini, antara lain 6 :
a. Wanita yang memiliki keluarga dengan riwayat kelainan cacat bawaan
hendaknya lebih waspada karena kelainan ini dapat diturunkan secra
genetik, dan dianjurkan untuk melakukan konseling genetik sebelum hamil.
b. Usahakan untuk tidak hamil jika usia ibu sudah mencapai 40 tahun.
c. Lakukan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care yang rutin dan
usahakan utnuk melakukan USG minimal tiap trimester kehamilan.
d. Jalani pola hidup sehat. Hentikan kebiasaan merokok, hindari pula asap
rokok, alkohol maupun narkotik dan obat-obat terlarang dikarenakan dapat
menghambat pertumbuhan janin serta memperbesar peluang terjadinya
kelainan kongenital dan abortus.
e. Penuhi kebutuhan akan asam folat, dengan mengkonsumsi sumber
makanan yang tinggi kandungan asam folatnya.
f. Hindari asupan vitamin A dosis tinggi, dikarenakan vitamin A termasuk
salah satu vitamin yang tak larut dalam air melainkan larut dalam lemak.
Jadi apabila vitamin A tubuh berlebihan adapat terjadi urogenital anomali
(terdapat gangguan sistem kemih), mikrosefali (ukuran kepala yang kecil)
dan juga terdapat gangguan kelenjar adrenal.
g. Jangan mengkonsumsi sembarang obat, baik yang belum ataupun sudah
diketahui memberi efek buruk terhadap janin.
h. Pilih makanan dan cara pengolahan makanan yang sehat. Salah satunya
hindari daging yang dimasak setengah matang (steak atau sate) karena
dikhawatirkan di dalam daging tersebut masih membawa kuman penyakit
yang membahayakan janin maupun ibu.
i. Jika diketahui terdapat infeksi pada si ibu maka obatilah segera, terutama
jika terinfeksi TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalo dan Herpes).
Yang paling baik adalah dilakukannya tes TORCH pada saat sebelum
kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, Waldo E. Textbook of Pediatrics, Volume II, 15th Edition. USA; W.B.
Saunder Company. 1996. Page 1680.

2. Satyanegara. Anatomi Susunan Saraf. In : Ilmu Bedah Saraf, Edisi IV. Jakarta.
PT. Gramedia Pustaka Utama; 2010. Page 11- 66

3. Behrman, Richard E dan Robert M Kliegman. Nelson Esensi Pediatri Edisi 4.


Jakarta. EGC; 2010. Page 825-826

4. Cunningham F. Gant, dkk. Obstetri Williams, Edisi 21, Volume 2. Jakarta.


EGC; 2002. Page 1066-1068.
5. Wiknjosastro, Hanifa; Saifudin, A.B; Rachimhadi, Trijatmo. 2006. Ilmu
Kebidanan edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

6. Thompson SJ, Torres ME, Stevenson RE, Dean JH, Best RG.
2003.Periconceptional Multivitamin Folic Acid Use, Dietary Folate, Total
Folate and Risk of Neural Tube Defects in South Carolina. Annals of
Epidemiology. 13(6): 412-418.

7. Pitkin RM. 2007. Folate and neural tube defects. Am J Clin Nutr.
85(1): 285S-288S.

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat LMNH
    Referat LMNH
    Dokumen20 halaman
    Referat LMNH
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kimia Medisinal
    Tugas Kimia Medisinal
    Dokumen6 halaman
    Tugas Kimia Medisinal
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN FORENSIK
    LAPORAN FORENSIK
    Dokumen33 halaman
    LAPORAN FORENSIK
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • PRESUS
    PRESUS
    Dokumen29 halaman
    PRESUS
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Kolestasis
    Kolestasis
    Dokumen4 halaman
    Kolestasis
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Referat LMNH
    Referat LMNH
    Dokumen20 halaman
    Referat LMNH
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen33 halaman
    Bab 3
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Inhalasi
    Anestesi Inhalasi
    Dokumen20 halaman
    Anestesi Inhalasi
    Maulida Annisa'
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo Fix
    Presus Vertigo Fix
    Dokumen26 halaman
    Presus Vertigo Fix
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo Fix
    Presus Vertigo Fix
    Dokumen22 halaman
    Presus Vertigo Fix
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kimia Medisinal
    Tugas Kimia Medisinal
    Dokumen6 halaman
    Tugas Kimia Medisinal
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo
    Presus Vertigo
    Dokumen27 halaman
    Presus Vertigo
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo Fix
    Presus Vertigo Fix
    Dokumen22 halaman
    Presus Vertigo Fix
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo
    Presus Vertigo
    Dokumen27 halaman
    Presus Vertigo
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo
    Presus Vertigo
    Dokumen27 halaman
    Presus Vertigo
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Sensoris - Melinda Kusumadewi - 1710221098
    Pemeriksaan Sensoris - Melinda Kusumadewi - 1710221098
    Dokumen26 halaman
    Pemeriksaan Sensoris - Melinda Kusumadewi - 1710221098
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo
    Presus Vertigo
    Dokumen27 halaman
    Presus Vertigo
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo
    Presus Vertigo
    Dokumen27 halaman
    Presus Vertigo
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Saraf
    Lapsus Saraf
    Dokumen58 halaman
    Lapsus Saraf
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Presus Vertigo
    Presus Vertigo
    Dokumen27 halaman
    Presus Vertigo
    Khadijah Karimah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled 1
    Untitled 1
    Dokumen27 halaman
    Untitled 1
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Sirup Etiket
    Sirup Etiket
    Dokumen1 halaman
    Sirup Etiket
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • PRESUS SARAF Mitta
    PRESUS SARAF Mitta
    Dokumen37 halaman
    PRESUS SARAF Mitta
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen27 halaman
    Bab 2
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat