Anda di halaman 1dari 36

Pneumonia atau dikenal juga dengan istilah paru-paru basah adalah infeksi yang

mengakibatkan peradangan pada kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-
paru. Pada penderita pneumonia, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung
saluran pernapasan dalam paru-paru (alveoli) akan meradang dan dipenuhi cairan atau
nanah. Akibatnya, penderita mengalami sesak napas, batuk berdahak, demam, atau
menggigil.

Bakteri, virus, dan jamur merupakan organisme yang dapat menyebabkan pneumonia.
Namun pada penderita dewasa, kondisi ini paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri.

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak tertinggi di dunia. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa penyakit ini menjadi pemicu 16%
kematian anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Pada tahun 2015, terdapat lebih dari
900.000 anak-anak yang meninggal akibat pneumonia. Di Indonesia sendiri, lebih dari
500.000 balita menderita pneumonia dan telah merenggut hampir 2.000 jiwa balita pada
tahun 2017

Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah salah satu jenis gangguan pada sistem respirasi yang terejadi pada paru
dengan terjadinya peradangan yang tidak hanya mengenai jaringa paru tetapi juga
mengenai bronkhioli (Nugroho , 2011:78). Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran
pernapasan bawah dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak napas yang disebabkan
agen infeksius seperti virus dan bakteri yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif,
2013:482).
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh
berbagai pathogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit (Nugroho, 2011:142).
Pneumonia adalah penyakit yang terjadi karena adanya infeksi akut pada jaringan paru-
paru, sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, baik virus maupun
bakteri ( Hartanto, 2010: 41).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, pneumonia merupakan salah satu
gangguan sistem respirasi penyakit infeksi saluran pernapasan bawah yang tidak hanya
mengenai jaringa paru tetapi juga mengenai bronkhioli.

2. Klasifikasi Pnemonia
Menurut Nurarif (2013: 482) ada dua klasifikasi penemoni yaitu;
1.Klasifikasi berdasarkan anatomi; Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian
besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”. Pneumonia lobularis (Bronkopnemonia) terjadi pada
ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia
loburaris. Pneumonia interstitial (Bronkeolitis) proses inflamasi yang terjadi didalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
2.Klasifikasi berdasarkan inang dan lingkungannya; Pneumonia komunitas, sporadic atau
edemic; muda atau orang tua. Pneumonia nosokomial, di dahului dengan riwayat
perawatan dirumahsakit. Pneumonia rekurens, terjadi berulangkali berdasarkan penyakit
paru kronik. Pneumonia aspirasi; alkoholik, usia tua. Pneumonia pada gangguan imun,
pada pasien dengan riwayat transplantasi, onkologi, AIDS
Hidayati dan Wahyono, (2011: 36) membagi pneumonia berdasarkan tempat terjadinya
infeksi. Pneu¬monia dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu: pneumonia masyarakat
(community-acquired pneumonia) dan pneumonia RS atau pneumo¬nia nosokomial
(hospital-acquired pneumonia). Menurut Debora (2012, 74) Pneumonia nosokomial
(nosocomial infection) dan pneumonia akibat penggunaan ventilator (ventilator associated
pneumonia-VAP) merupakan kejadian yang banyak terjadi di ruang perawatan
intensif/Intensive Care Unit (ICU). Pneumonia yang didapat pada ICU merupakan infeksi
saluran napas bawah yang didahului dengan adanya sejumlah bakteri atau terjadinya
infeksi saluran napas atas.
3.Etiologi Pneumonia
Menurut Nurarif (2013: 483) cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan terjadinya
perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antribiotik yang tidak tepat. Penyebab terjadinya peneumoni berdasarkan
inang dan lingkungannya; Pneumonia komunitas, dijumpai pada H.influeza pada pasien
perokok, pathogen antipikal pada lansia, gram negatif pada pasien dari rumah
jompo/lansia, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal. Pneumonia
nosokomial, tergantung pada tiga factor yaitu; tingkat berat sakit, adanya jenis resiko
untuk jenis pathogen tertentu dan massa masa timbul onset pneumonia. Pneumonia
aspirasi disebabkan oleh infeksi kuman, pnumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik,
akibat aspirasi cairan inert missal cairan makanan atau lambung, edema paru, dan
obstruksi mekanik simple oleh bahan padat. Pneumonia pada gangguan imun terjadi karna
proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan olehkuman atau
mikoorganisme yang biyasanya nonviluren, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur
dan cacicng. Menurut Zulkipli (2009) Faktor-faktor lingkungan rumah yang
mempengaruhi kejadian pneumonia adalah polusi asap dapur, kebiasaan merokok, dan
kepadatan hunian.
Pneumonia yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau
bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh faktor lain, seperti: kondisi lingkungan sosial,
ekonomi, adat istiadat, malnutrisi, dan imuni¬sasi (Hidayati dan Wahyono, 2011: 36).
4.Manifestasi klinis pneumonia
Menurut Nurarif (2013: 484-485) ada beberapa manifestasi klinis pneumonia yaitu;
1.Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Dengan suhu mencapai 39,5-
40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang
euphoria dan lebih aktif dari normal.
2.Meningismus, yaitu tanda tanda miningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan
awitan demam yang tiba tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri, dan kekakuan pada
kepalapunggung leher, adanya tanda kerning dan brudzinski, dan akan berkurang pada saat
suhu turun.
3.Anoreksia
4.Muntah
5.Nyeri abdomen,merupakan keluhan umum
6.Sumbatan nasal, pasase nasal kecil mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan
eksudasi, dapat mempengaruhi pernapasan
7.Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernapasanmungkin encer dan sedikit rinore
atau kental dan puluren, tergantung keparahan infeksi.
8.Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat menjadi bukti
selama fase akut.
9.Bunyi pernapasan, seperti batuk, mengi, krekels.
10.Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar.
Ditandai dengan anak menolak makan dan minum per oral.
Menurut Sutagi ( 2012:2) gejala umum dari pneumonia adalah demam tinggi, batuk (bisa
berupa batuk kering dan batuk berdahak), nafas cepat, nafas bersuara, kadang merasakan
nyeri dada, sesak napas atau kesulitan bernapas, serta pucat dan kadang kebiruan apabila
sudah terjadi kekurangan oksigen.

5. Patofisiologi Pneumonia
Saat terjadi inhalasi-bakteri mikoorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari
penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring tubuh pertamakali
akan melakukan mekanisme pertahan primer dengan miningkatkan respon radang. Ketika
mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak, mikroorganisme tersebut
mengeluarkan toksin yang mengakibatkan peradangan pada jaringan paru yang dapat
menyebabkan kerusakan pada membran mukus alveolus. Hal tersebut dapat
memicu perkembangan edema paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga
mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukaran karbon dioksida dan oksigen. Selain
itu daerah paru akan menjadi terkonsolidasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan
ratio ventilasi-perfusi yang berakibat kapasitas difusi menurun dan terjadi hipoksemia.
Peradangan mungkin terfokus hanya pada satu lobus atau tersebar di beberapa bagian
paru, jika hanya terfokus pada satu lobus disebut pneumonia lobaris. Sedangkan secara
umum, pneumonia yang lebih serius disebut bronchopneumonia (somantri, 2009: 77-78)
Terjadinya kuman yang masuk bersama sekret bronkus kedalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa sembab seluruh alveoli yang terkena disusul dengan infiltrasi sel-sel
radang. Sebagai awal pertahanan tubuh, terjadi fagositosis kuman penyakit oleh sel-sel
radang melalui proses psedopi sitoplasmik yang mengelilingi dan"memakan" bakteri
tersebut. Pada waktu terjadi proses infeksi, akan tampak empat zona pada daerah
keradangan tersebut, adapun zona tersebut adalah sebagai berikut : Zona luar; alveoli yang
terisi kuman pneumokokus (streptococcus pneumonia) dan cairan sembab. Zona
permukaan konsolidasi ;Terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. Zona
konsolidasi yang luas;Daerah terjadinya fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak. Zona resolusi;Daerah terjadinya resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit
dan makrofak alveolar. (Mukty dan Alsagaff, 2010 dalam Sigalingging, 2011:71)

6. Komplikasi

Pneumonia

Bahaya dari peneomonia jika tidak dilakukan penatalaksaanaan secara benar maka

mengakibatkan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap anti biotic menjadi

lebih besar dan proses penyembuhan lebih lama (somantri, 2009:75). Menurut Corwin

(2009:544) komplikasi dari pneumonia yaitu; Sianosis disertai hipoksia yang mungkin

terjadi, ventilasi menurun akibat akumulasi mucus dan dapat berkembang menjadi

atelektasis absorsi, gagal napas dan kematian dapat terjadi pada kasus eksterem

berhubungan dengan kelelahan atau sepsis (penyebaran infeksi ke darah).

7. Pemeriksaan Penunjang Pneumonia


1. Foto rongen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus, bronchial;
dapat juda menunjukkan multiple abses/ infiltrate, empiema (stapicoccus); penyebaran
atau lokasi infiltrasi (brakterial); atau penyebaran ekstensif nodul infiltrate (sering kali
firal); pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x- ray mungkin bersih.
2. ABGs/Pulse Oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung pada luasnya
kerusakan paru.
3. Kultur sputum dan darah/gram stain: didapatkan dengan needle biopsy, transtrakheal
aspirasion, fiberoptic bronchopy atau biospi paru terbuka untuk mengeluarkan organidme
penyebab. Akan didapatkan lebih dari sdatu kuman, seperti diplococcus pneumonia,
staphylococcuse aureus, A hemolytic streptococcuse, dan haemopilus influenza.
4. Hitung darah lengkap/ Complete blood count (CBC): leukositosis biyasanya timbul,
meskipun nilai SDP rendah pada infeksi virus.
5. Tes serologi: membantu membedaakan diagnosis pada organisme secara spesifik
6. LED (Laju EndapDarah): meningkat
7. Pemeriksaan fungusi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolapalveolar),
tekanan saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya terjadi
hipoksemia.(somantri, 2009:79)
8. Penatalaksanaan Pneumonia
Menurut Corwin ( 2009: 544) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada
penyebab, sesuai yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum prapengobatan.
Terapi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Anti biotic, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat diobati dengan
antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder yang dapat berkembang dari
infeksi asal.
2. Istirahat yang cukup
3. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
4. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi risiko
atelektasis.
Menurut ward (2007: 77) ada dua penatalaksanaan pneumoni berdasarkan pneumonia yang
didapat yaitu:
1. Pneumonia yang didapat dari komunitas, tindakan suporatif: pemberian oksigen untuk
mempertahankan PaO2, melakukan fisioterapi dan bronskopi. Terpi anti biotic awal, terapi
disesuaikan bila ada sensitifitas antibiotic, antibiotic yang dianjurkan yaitu amoksilin,
klaritromisin, doksisiklin.
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit, terapi suporatif : pemberian oksigen
supplemental untuk mempertahankan PaO2, bantuan ventilasi, melakukan fisioterapi dan
analgesia membantu bersihan sputum pascaoprasi dan pada pasien imobilisasi, posisi
setengah terlentang. Terapi antibiotic spectrum sempit (agen tunggak) misalnya cefriason
atau fluorokuinolon/ soprofloksasin. Terapi antibiotic spectrum luas,

Sumber : pengarang buku Nurarif, 2013:482

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan padanan istilah : Acute Respiratory
Infections (ARI).
ISPA mengandung 3 unsur, yaitu : Infeksi, Saluran pernafasan dan Akut.
Batasan-batasan masing-masing unsur :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura à ISPS à secara anatomis
mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk
jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun ISPA dapat lebih 14 hari).
Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru.
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan
kadang non infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada
anak. (Suriani, 2006).
Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus
dan disebut bronchopneumonia.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua
bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Bronkhopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder.
Keadaan yang dapat menyebabkan bronchopneumonia adalah pertusis, morbili, penyakit
lain yang disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas, gizi buruk, paska bedah atau
kondisi terminal.
Dalam keperawatan pneumonia atau bronkhopneumonia pada anak(bayi) termasuk
masalah yang serius dan mengancam keselamatan jiwa. Karena sistem pernafasan pada
bayi belum matur. Oleh karena itu, perawat maupun tim kesehatan lain harus mampu
mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang ada pada anak (bayi) yang menderita
pnuemonia.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa memahami tentang konsep dasar asuahan keperawatan pada anak
dengan pneumonia
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami konsep medis tentang pneumonia.
Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan pneumonia.
Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada anak dengan pneumonia.

C. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan dan Sistematika
Penulisan.
BAB II KONSEP DASAR MEDIS meliputi Definisi, Etiologi, Klasifikasi, Cara
Penularan, Patofisiologi, Mnifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Komplikasi dan
Penatalaksanaan.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN meliputi Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Intervesi dan Implementasi Dan Evaluasi.

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI
Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru.
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada
anak. (Suriani, 2006)
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan
kadang non infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi
akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Pneumonia adalah keradangan dari parenkim paru di mana asinus terisi dengan cairan
radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan
rongga intestinum (Amin & Al sagaff, 1989).
Pneumonia adalah Suatu radang paru-paru yang ditandai oleh adanya konsolidasi exudat
yang mengisi alveoli dan bronchiolus ( Axton ).

B. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
1. Virus pernapasan yang paling sering lazim yaitu micoplasma pneumonia yang terjadi pada
usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak yang lebih tua.
2. Bakteri Streptococcus pneumoniae, S.pyogenes, dan Staphylococcus aureus yang lazim
terjadi pada anak normal.
3. Haemophilus influenzae tipe b menyebabkan pneumonia bakteri pada anak muda, dan
kondisi akan jauh berkurang dengan penggunaan vaksin efek rutin.
4. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan,
parainfluenzae, influenzae dan adenovirus.
5. Virus non respirasik, bakteri enterik gram negatif, mikobakteria, coxiella, pneumocytis
carinii dan sejumlah jamur.
6. Aspirasi makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.

C. KLASIFIKASI
Pneumonia digolongkan berdasarkan anatomi:
1. Pneumonia lobaris à radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-
paru.
2. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia) à radang pada paru-paru yang mengenai
satu/beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.
3. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) à radang pada dinding alveoli (interstitium) dan
peribronkhial dan jaringan interlobular.

Pneumonia infeksius berdasarkan etiologi:


1. Bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus. Hemophilus influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium
tuberculosis.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik.
3. Mycoplasma pneumoniae
4. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces dermatitides,
Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans.
5. Aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
6. Pneumonia hipostatik.
7. Sindrom Loeffler

D. CARA PENULARAN
Pneumonia ditularkan melalui percikan air ludah. Air ludah bisa berasal dari anak atau
orang dewasa sehat yang membawa organisme penyebab pneumonia itu dalam saluran
pernafasan mereka. Bisa juga tertular dari lendir hidung atau tenggorokan orang yang
sedang sakit. Penular biasanya lebih sering dari dari orang serumah, teman sepermainan,
atau teman di sekolah. Faktor risiko penularan makin besar ketika bayi atau balita
menderita kekurangan gizi dan tidak mendapatkan ASI. Disamping itu tidak mendapatkan
imunisasi, kurang vitamin A, bayi terpapar asap rokok, asap dapur dan polusi lingkungan
juga meningkatkan faktor risiko menderita pneumonia.
Bayi dan balita bisa dilindungi dari pneumonia lewat imunisasi DPT, campak dan
pneumokokus.

E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan
humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang
didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-
organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami
pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau
kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan
perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor
predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada
pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada
saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah
dan menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang
normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran
napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui
penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh:
varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi
melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia
generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli
yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial.
Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi
pada bronkiolitis.

F. MANIFESTASI KLINIS
 Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
 Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
 Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
 Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-kadang
terdapat nasal discharge (ingus).
 Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
 Frekuensi napas :
o Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
o Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
o Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
 Nadi cepat dan bersambung.
 Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
 Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
 Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
 Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
 Malaise, gelisah, cepat lelah.
 Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
 Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit
dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
H. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi sebagai
berikut :
1. Otitis media akut (OMA) à terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah
dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan
timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Emfisema.
4. Meningitis.
5. Abses otak.
6. Endokarditis.
7. Osteomielitis.

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
 Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
 Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
 Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
 Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
 Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
 Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa.
 Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar.
 Sering terjadi pada bayi & anak
 Banyak < 3 tahun
 Kematian terbanyak bayi < 2 bl.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian
mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar ) kadang-kadang pada anak
kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi addomen dan kaku kuduk. Timbul batuk,
sesak, nafsu makan menurun.
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk
dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas.
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

3. Pemeriksaan Fisik :
a. Data Fokus
 Inspeksi :
Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea,
Sianosis sirkumoral - Distensi abdomen
Batuk : Non produktif Sampai produktif. Dan nyeri dada
 Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit
Hati kemungkin membesar
 Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit
 Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.

b. Body System
 Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
 Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
 Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
 Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
 Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
 Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan.
 Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan

Data dasar pengkajian pasien :


 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
 Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
 Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
 Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).

 Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
o Sputum: Merah Muda, Berkarat
o Perpusi: Pekak Datar Area Yang Konsolidasi
o Premikus: Taksil Dan Vocal Bertahap Meningkat Dengan Konsolidasi
o Bunyi Nafas Menurun
o Warna: Pucat/Sianosis Bibir Dan Kuku
 Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.

4. Faktor Psikososial/Perkembangan
 Usia, tingkat perkembangan.
 Toleransi/kemampuan memahami tindakan.
 Koping.
 Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.
 Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.

5. Pengetahuan Keluarga, Psikososial


 Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.
 Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
 Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
 Koping keluarga.
 Tingkat kecemasan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorik :
 Hb : menurun/normal
 Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal
 Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.
3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam,
takipnea.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.
5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah
sakit.
8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.

C. INTERVENSI
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.
Rencana tindakan :
1) Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status pernafasan dan
bunyi nafas abnormal.
2) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam,
3) Beri therapy oksigen sesuai program.
4) Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.
5) Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.
7) Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.
8) Beri minum yang cukup.
9) Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.
10) Kelola pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler


alveolus.
Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan
oksigenasi jaringan secara adekuat.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis setiap 2 jam.
2) Beri posisi fowler/semi fowler.
3) Beri oksigen sesuai program.
4) Monitor analisa gas darah.
5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.
6) Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.

3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam,
takipnea.
Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
Rencana Tindakan :
1) Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan peroral serta
hindari susu yang kental/minum yang dingin agar merangsang batuk.
2) Monitor keseimbangan cairan à membrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran
menurun, tanda-tyanda vital.
3) Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
4) Lakukan oral hygiene.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.


Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji toleransi fisik pasien.
2) Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.
3) Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang tidak mengeluarkan
energi banyak agar sesuai aktifitas dengan kondisinya.
4) Beri O2 sesuai program.
5) Beri pemenuhan kebutuhan energi.

5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.


Tujuan : Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang, dapat batuk
efektif dan suhu normal.
Rencana Tindakan :
1) Cek suhu setiap 4 jam, jika suhu naik beri kompres dingin.
2) Kelola pemberian antipiretik dan anlgesik serta antibiotic sesuai program.
3) Bantu pasien pada posisi yang nyaman baginya.
4) Bantu menekan dada pakai bantal saat batuk.
5) Usahakan pasien dapat istirahat/tidur yang cukup.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
2) Beri kompres dingin.
3) Kelola pemberian antipiretik dan antibiotic.
4) Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infuse.

7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah
sakit.
Tujuan : Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-tahap yang harus
diambil bila infeksi terjadi lagi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak dengan bronchopneumonia.
2) Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah ; keseimbangan diit,
istirahat dan aktifitas yang sesuai.
3) Tekankan perlunya melindungi anak kontak dengan anak lain sampai dengan status RR
kembali normal.
4) Ajarkan pemberian antibiotic sesuai program.
5) Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.
6) Beritahu tempat yang harus dihubungi bila kambuh.
7) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.


Tujuan : Kecemasan teratasi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat kecemasan anak.
2) Fasilitasi rasa aman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.
3) Dorong ibu untuk selalu mensupport anaknya dengan cara ibu selalu berada di dekat
anaknya.
4) Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang tindakan yang dilakukan à tujuan, manfaat,
bagaimana dia merasakannya.
5) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


1. Prinsip Implementasi
 Observasi status pernafasan seperti bunyi nafas dan frekuensi setiap 2 jam, lakukan
fisioterapi dada setiap 4 – 6 jam dan lakukan pengeluaran secret melalui batuk atau
pengisapan, beri O2 sesuai program
 Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out put
 Monitor suhu tubuh
 Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi pasien
 Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS.
 Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya dengan
bronchopneumonia.

2. Evaluasi
Hasil evaluasi yang ingin dicapai :
1. Jalan nafas efektif, fungsi pernafasan baik.
2. Analisa gas darah normal.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan.html
http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-anak-dengan-pneumonia
http://wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-pneumonia/
http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-anak-pneumonia.html
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumonia

1. Defenisi

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru.(Cecily L. Betz dkk, 2002).

Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan hal yang umum selama masa kanak-kanak

tetapi lebih sering terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal (Donna L. Wong, 2004 ).

Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiolgi seperti

bakteri, virus, jamur, dan benda asing. (Dr.Rusepno Hassan dkk, 2007).

Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri

(stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus), atau virus (respiratory syncytial virus) (Kathleen

Morgan Speer, 2008). Peradangan pada paru yang tidak saja mengenai jaringan paru tapi dapat

juga mengenai bronkhioli (dr. taufan nugroho, 2011).

2. Etioligi

Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi,

pneumonia hypostatic, dan sindrom Loeffler. Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi

primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus, seperti morbilli atau varicella (Nursalam,

dkk,2008).
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan

bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, dan Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar

dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae,

Haemophilus Influenzae, dan Staphylococcus Aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan

remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae (Nastiti

N.Rahajoe dkk, 2010).

Streptococcus Pneumoniae (pneumokokus) adalah penyebab yang paling sering dari

pneumonia bakteri, baik yang didapat dari masyarakat (kira-kira 75% dari semua kasus) maupun

dari rumah sakit. Staphylococcus Aureus (kokus gram positif) dan asil aerobik gram negatif,

termasuk Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, dan E. colli menyebabkan sebagian

besar pneumonia nosokomial (Price & Wilson, 2006).

3. Klasifikasi

a. Pembagian anatomis:

1) Pneumonia lobaris

Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh infeksi

traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan menggigil dan pada bayi

disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40C dan suhu ini biasanya tipe febris kontinua. Nafas

menjadi sesak, disertai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri pada

dada (Dr Rusepno Hasan dkk, 2007)


Anak lebih suka tiduran pada dada yang sakit. Batuk mula-mula kering kemudian menjadi

produktif. Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang khas tampak setelah 1-2 hari. Pada permulaan

suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan. (Ngastiyah, 2005)

2) Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan

adanya napas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut

dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas daerah

auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi

mungkin hanya terdengar ronki basah, nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia

menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pada suara

pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi.

(Ngastiyah, 2005)

Bronchopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan

yang melemahkan daya tubuh. Sebagian infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak

dan orang tua. Beberapa keadaan yang dapat berkomplikasi bronchopneumonia ialah: pertussis,

morbilli, penyakit infeksi lain yang disertai demam, infeksi saluran pernafasan bagian atas,

penyakit jantung, gizi buruk, alkoholisme menahun, keadaan pasca bedah dan keadaan terminak

sesudah penyakit lama. (dr. Sutisna Himawan, 1990)

3) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Bronkiolitis akut ialah suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi atau

anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan. Bronkiolitis akut sebagian

besar disebabkan oleh respiratory syncyal virus (50%). (Ngastiyah, 2005)


b. Pembagian pneumonia bakteri:

1) Pneumonia stafilokokus

Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong pneumonia

yang berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan. Pada umumnya

pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun (Dr.

Rusepno Hassan dkk, 2007)

2) Pneumonia streptokokus

Grup A Streptokokus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius

bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan pneumonia. Pneumonia streptokokus

sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi

bakteri lain seperti pertusis, pneumonia pneumokokus. (Dr. Rusepno Hassan, 2007)

3) Pneumonia pneumokokus

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1

sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak

ditemukan tipe 14,1,6,9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan

mengurang dengan berkurangnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh

pneumokokus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih

sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Dr. Rusepno Hassan, 2007).

Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan secara sederhana

berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose medis dan hanya
bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan

tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan. Klasifikasi

tersebut adalah:

a. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala:

1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu memuntahkan

semuanya, kejang atau anak letargis / tidak sadar.

2) Terdapat tarikan dinding dada dalam

3) Terdapat stridor (suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi)

b. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat adalah:

1) Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi napas 50x/menit atau lebih

2) Anak usia 12 bulan-5tahun apabila frekuensi napas 40x/menit atau lebih

c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat.

(DR.Nursalam,M.Nurs dkk,2008).

4. Patogenesis

Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema masuk ke dalam

alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag akan membersihkan debris

sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke segala atau lobus yang sama, atau

mungkin ke bagian lain dari paru-paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran
limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro viscelaris. Karena jaringan paru

mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta aliran darah

yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi

yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat oleh karena

saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnie. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas

(DR.Nursalam,M.Nurs dkk,2008).

Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari Pneumonia pneumococcus

merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumococcus umumnya mencapai alveoli lewat

percikan mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Setelah

mencapai alveoli, maka Pneumococcus menimbulkan respon khas yang terdiri dari empat tahap

yang berurutan, yaitu:

a. Kongesti (4-12 jam pertama): eksudat serosa masuk krdalam alveoli melalui pembuluh darah

yang berdilatasi dan bocor

b. Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel

eritrosit, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.

c. Hepatisasi Kelabu (3-8 hari): paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami

konsolidasi didalam alveoli yang terserang

d. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan

kembali pada struktur semula (Price and Wilson,2006: 806).

5. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan

hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam

kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.

Beberapa factor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah

imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang

kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik

invasif, etiologi nonifeksi yang relatif lebih sering, dan factor pathogenesis. Di samping itu,

kelompok usia pada anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit

berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi,

tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,

keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala

infeksi ekstrapulmoner.

b. Gejala ganguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung,

air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis tanda klinis seperti pekak

perkusi,suara nafas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan

tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru

umumnya tidak ditemukan kelainan.

Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang

keluhan gastrointestinal seperti mntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala respiratori
seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki, dan sianosis.

Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivis, otitis media, faringitis, dan

laryngitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan

lututtertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrate alveolar. Retraksi dan

takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Bila terjadi epusi pleura atau

empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Gerakan dada juga akan terganggu

bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas semakin

bertambah,tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.

Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang

menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen data menyebar ke kuadran kanan bawah dan

menyerupai apendisitis.abdomen mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan

oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau

memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia (Nastiti

N. Rahajoe dkk, 2008).

Tanda- tanda klinis utama termasuk hal-hal berikut ini:

a. Batuk

b. Dispnea

c. Takipnea

d. Sianosis

e. Melemahnya suara nafas


f. Retraksi dinding toraks

g. Napas cuping hidung

h. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)

i. Batuk paroksismal mirip pertusis (umumnya terjadi pada anak yang lebih kecil)

j. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit

(Cecily L. Betz dkk, 2002).

6. Pencegahan

a. Menghindarkan bayi/anak dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang

berpotensi penularan.

b. Menghindarkan bayi/anak dari kontak dengan penderita ISPA.

c. Membiasakan memberikan ASI.

d. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek terlebih jika disertai suara

serak, sesak nafas dan adanya retraksi.

e. Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke rumah

sakit jika kondisi anak memburuk.

f. Pemberian vaksinasi

g. Vaksin Pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumonia)


h. Vaksin Flu

i. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophillus influenzae type b)

(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/12/pengertianpneumonia.html)

B. Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pneumonia pada Balita

1. Umur Anak

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi

pengobatan (Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).

Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka

masih belum berkembang denga baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi

pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu (Price & Wilson, 2006).

Faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab atau etiologi pneumonia

(Ostapchuk, 2004).

a. Group B Strepptococcus dan gram negatif bakteri enterik merupakan penyebab yang paling

umum pada neonatal ( bayi berumur 0-28 hari) dan merupakan transmisi vertikal dari ibu

sewaktu persalinan.

b. Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri,

biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae (Correa, 1998)


c. Balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupkan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu

respiratory syncytial virus.

(Depkes RI, 2009).

2. Status Imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9

bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan

bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan

kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk

mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi.

Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang

dapapat dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi dasar adalah imunisasi wajib yang sesuai Program Pengembangan Imunisasi

(PPI) yang terdiri dari BCG untuk mencegah penyakit tuberculosis, DPT untuk mencegah penyakit

diphteri, pertusis dan tetanus, imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak, imunisasi

polio untuk mencegah penyakit polio, dan Hepatitis B untuk mencegah penyakit Hepatitis B

(Ranuh, 2005).

Imunisasi yang penting berkaitan dengan pneumonia antara lain imunisasi DPT, campak,

pneumokokus, dan Hib. Imunisasi DPT dan campak adalah imunisasi wajib yang harus diberikan

pada anak, sedangkan imunisasi pneumokokus dan Hib merupakan imunisasi anjuran yang dapat

diberikan pada anak karena memberikan kekebalan terhadap kuman penyebab pneumonia.

Jenis-jenis imunisasi yang berhubungan dengan kejadian pneumonia adalah :


a. DPT

Imunisasi ini diberikan untuk mnimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap

penyakit diftia, tetanus dan pertusis (batuk rejan) yang salah satu gejala dari penyakit pertusis

adalah infeksi saluran pernafasan. Imunisasi ini diberikan lima kali pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6

bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.

b. Vaksin Campak

Imunisasi ini bertujuan untuk mendapatkan kekebalan terhadp penyakitcampak secara aktif dan

komplikasi dari penyakit campak dapat menyebabkan pneumonia. Imunisasi ini diberikan pada

usia 9 bulan.

c. Hib

Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus Influenza type B dan

diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 15 bulan.

d. Pneumokokus

Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus Pneumonia dan

diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

(Depkes RI, 2009).

3. Status Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara

normal melalui proses digesti, absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran

zat-zat sisa untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energy (Supariasa dkk, 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai

akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier).

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat

pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan

gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi

suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).

Ada empat bentuk nutrisi :

a. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu

b. Specific defisiency: kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan

lain-lain

c. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu

d. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL

(Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density

Lipoprotein).

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut

Reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS (I Dewa

Nyoman Supariasa dkk, 2002).


Tabel 2.1

Klasifikasi status gizi Balita berdasarkan WHO-NCHS

Indeks Status Gizi Ambang Batas

Berat badan menurut Gizi baik ≥ -2 SD s/d +2 SD

umur ( BB/U)
Gizi kurang < -2 SD s/d ≥ -3 SD

Gizi buruk < -3 SD

Gizi lebih > + 2 SD

Tinggi badan menurut Normal ≥ -2 SD

umur (TB/U)
Pendek ≥ -3 SD s/d < -2 SD

Berat badan menurut Normal ≥ -2 SD s/d +2 SD

tinggi badan (BB/TB)


Kurus ≥ -3 SD s/d < -2 SD

Kurus sekali < -3 SD

Gemuk > + 2 SD

4. Pemberian ASI Ekslusif

WHO dan UNICEF mendefenisikan pemberian makan bayi yang optimal adalah pemberian

ASI ekslusif mulai dari saat lahir hingga 4-6 bulan dan makanan tambahan yang sesuai diberikan

ketika bayi sudah berumur 6 bulan. ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah
diberikan, dan penelitian menunjukkan perkembangan kognitifnya lebih tinggi dari pada bayi yang

mendapat susu formula (Gibney, 2009)

ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga

berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh

bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat

meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000)

Anda mungkin juga menyukai