Anda di halaman 1dari 7

PATOGENESIS DEMAM

Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah
adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus,
menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.

Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu
pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin,
produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang
pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-
1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-
11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap
pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan
sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

1. Pirogen Eksogen

Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya,
pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis
interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya
endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun
DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap
hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung
makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan toxin
shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba.

Pirogen Mikrobial

a. Bakteri Gram-negatif

Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya


heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan.
Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin
menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila
bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan
difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini
selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian
interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam. Endotoksin
juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor Hageman.

b. Bakteri Gram-positif

Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel.
Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan
pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi
demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan
perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif.
Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus
diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif
(misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya.

c. Virus

Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah
disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara
melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap
komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon
dan nekrosis sel akibat virus.

d. Jamur

Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan
merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada
dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai
demam yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang
infeksi jamur invasif.

Pirogen Non-Mikrobial

a. Fagositosis

Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya


demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune hemolytic
anemia).

b. Kompleks Antigen-antibodi

Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen
terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang
teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit dan
makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh
immunologically mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang
berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin
disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan
dengan pelepasan IL-1.

c. Steroid

Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik androgen
diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat
menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam
tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat
suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan
sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin =
FUO).

d. Sistem Monosit-Makrofag

Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan terjadinya
demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam
memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan
agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer
juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga
peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte
colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah
untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan
yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-
sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan
mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada
limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang berhubungan
dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid
dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan
penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-
1) dan Tumor necroting factor (TNF).

2. Pirogen Endogen

a. Interleukin-1 (IL-1)

Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori,
dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel
kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi
organ-organ yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.

Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2
agonis (IL-1α dan IL-1β) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-
1 ini berkompetisi dengan IL-1α dan IL-1β untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif
IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi
menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di
hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan
otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat
(SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP.

Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial


Memproses dan mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen
antigen dipresentasikan pada sel-T
Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada
permukaan monosit-makrofag
Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNF
Sekresi dari :
Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif
IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam,
aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B
IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi
sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi
IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE
Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid,
IL-11 perangsangan
sekresi T-cell dependent B-cell
Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor
Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1
Lisozim Zat penting bagi proses peradangan

Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam


pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta
aktivasi sel-B, maka sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) dan
B-cell activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati,
seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan
sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan konsentrasi
zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia
terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi
dalam hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya
serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat
timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan laju endap darah.

Fungsi Utama Interleukin-1

a. Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2)


b. Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut
c. Respon inflamasi Proteolisis otot
d. Supresi nafsu makan Absorpsi tulang
e. Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur

b. Tumor Necrosis Factor (TNF)

Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh
monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak,
sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang
sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai
aktivitas anti tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia
mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi
normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek untuk
merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta
meningkatkan fagositosis dan sitotoksik.

Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak
mempunyai efek langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap
sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam.
Tumor necrosis factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein
dan menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi
kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau
prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus
HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan dalam
kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan graft-versus-host
disease.

c. Limfosit yang Teraktivasi

Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu
sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis
antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon
inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit
(dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah
antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada
hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF)
merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T
menghasilkan berbagai zat.

d. Interferon

Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel
yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang
teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam
aminonya, yaitu interferon-α (INF alfa), interferon-β (INF beta) dan interferon-gama (ITNF
gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan
makrofag) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi
oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan
dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai, sehingga
diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.

Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-
B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen dapat
secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophage-
activating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon
mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi
natural killer cell. Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan
berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai fase siklus
replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan aktivitas antitumor baik secara langsung dengan
cara mencegah pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara
tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas antivirus dan antitumor interferon
terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang menginduksi sintesis
imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau sel limpa dari manusia sehat
dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan interferon alfa, berarti limfokin ini beraksi
sebagai antagonis IL-4.

Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai
penyakit. Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti
hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam, rasa dingin, nyeri
sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada
separuh pasien yang mendapat interferon, dan dapat mencapai 40˚C. Efek samping ini dapat
diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya gagal
hati, gagal jantung, neuropati dan pansitopenia.

e. Interleukin-2 (IL-2)

Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh
limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting
pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel NK) dan sel-B. Telah dilaporkan
adanya kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2.
Interleukin-2 memperlihatkan efek sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar
dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik dari natural killer cell (lymphokine-activated killer cell
atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan
IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu pada anak. Respon neuroblastoma tampak
cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya, terapi imun dengan IL-2 dapat
menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti peningkatan kerentanan
terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek samping lainnya diantaranya lemah badan,
demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2
menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi
aktivitas sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan
oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2
diantaranya SLE (Systemic Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar dan
beberapa bentuk keganasan.

f. Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)

Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan


adalah eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colony-
stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)
adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast
juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah
menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi
granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan
diantaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik
pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan
terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid (Non
Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen.

Anda mungkin juga menyukai