Anda di halaman 1dari 19

2.

Anatomi dan Histofisiologi Kulit

Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 5 kg

dan luas 2 m2 pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Kulit yang tidak

berambut disebut kulit glabrosa, ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki.

Kedua lokasi tersebut memiliki relief yang jelasdi permukaannya yang disebut

dermatoglyphics.10

Kulit glabrosa kira-kira 10 kali lebih tebal dibanding kulit yang paling

tipis, misalnya didaerah lipatan (fleksural). Secara histologik, kulit glabrosa kaya

kelenjar keringat tetapi miskin kelenjar sebasea. Kulit yang berambut selain

memiliki banyak folikel juga memiliki kelenjar sebasea. Kulit kepala memiliki

folikel rambut yang besar dan terletak dalam hingga ke lapisan lemak kulit

(subkutis), sedangkan kulit dahi memiliki rambut yang halus (velus) tetapi dengan

kelenjar sebasea yang berukuran besar.10

Kulit menjalankan berbagai tugas dalam memelihara kesehatan manusia

secara utuh yang meliputi fungsi, yaitu:10

1. Perlindungan fisik (terhadap gaya mekanik, sinar ultraviolet, bahan kimia).

2. Perlindungan imunologik.

3. Ekskresi

4. Pengindra

5. Pengaturan suhu tubuh

6. Pembentukan vitamin D

7. Kosmetis

3
4

Struktur mikroskopis kulit terbagi menjadi 3 lapisan: epidermis, dermis,

dan subkutis :

1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel

berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan

epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfe. Epidermis terdiri atas 5

lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum

granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Terdapat empat jenis sel

epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel langerhans, dan sel merkel.11

2. Dermis

Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara

kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin. Jumlah sel dalam

dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan ikat seperti

fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.11

3. Subkutis

Subkutis yang terdiri atas jaringan lemak mampu mempertahankan suhu

tubuh, dan merupakan cadangan energi, juga menyediakan bantalan yang

meredam trauma melalui permukaan kulit. Deposisi lemak menyebabkan

terbentuknya lekuk tubuh yang memberikan efek kosmetis. Sel-sel lemak terbagi-

bagi dalam lobus, satu sama lain dipisahkan oleh septa.10


5

Gambar 1. Histologi Kulit

Kelenjar Sebasea

Kelenjar sebasea atau kelenjar rambut merupakan kelenjar holokrin yang

terdapat pada seluruh kulit yang berambut. Hampir semua kelenjar sebasea

bermuara ke dalam folikel rambut kecuali yang terdapat pada puting susu, kelopak

mata, glans penis, klitoris, dan labium minus. Kelenjar sebasea yang berhubungan

dengan folikel rambut biasanya terdapat pada sisi yang sama dengan otot penegak

rambut (m. arrector pili).11

Kelenjar Keringat

Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu kelenjar keringat merokrin dan

apokrin, yang berbeda cara sekresinya. Kelenjar merokrin bergetah encer (banyak

mengandung air), terdapat di seluruh permukaan tubuh kecuali daerah yang

berkuku; fungsinya menggetahkan keringat yang berguna untuk ikut mengatur

suhu tubuh. Kelenjar apokrin hanya terdapat pada kulit daerah tertentu, misalnya
6

areola mamma, ketiak, sekitar dubur, kelopak mata, dan labium mayus. Kelenjar

ini bergetah kental dan baru berfungsi setelah pubertas. Kelenjar bergetah lilin

seperti kelenjar serumen dan kelenjar Moll juga tergolong kelenjar ini. Baik

kelenjar merokrin maupun apokrin dilengkapi dengan sel mioepitel.11

Gambar 2. Kelenjar Sebasea Gambar 3. Kelenjar Keringat

3. Definisi

Dermatitits seboroik (DS) adalah kelainan kulit papuloskuamos dengan

predileksi didaerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan. Dermatitis ini

dikaitkan dengan malassezia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembapan

lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai

dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritroderma.1

Istilah DS dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh

faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat -tempat seboroik.

Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi

sebum dari kulit kepala dan daerah muka serta bagian tubuh yang kaya akan

folikel sebasea. Dermatitis Seboroik (DS) sering ditemukan dan biasanya mudah
7

dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),

membengkak, ditutupi dengan sisik bewarna kuning kecoklatan dan berkerak.

Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur , tetapi lebih

dominan pada orang dewasa. P a d a o r a n g d e w a s a p e n ya k i t i n i

c e n d e r u n g berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini

pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan

cradle cap pada bayi.12

4. Epidemiologi

Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi

penyakit ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya,

mempengaruhi minimal 2-5% dari populasi. Dermatitis seboroik (DS) sedikit

lebih sering terjadi pada laki-laki dan berusia kepala dua, pada bayi sering

ditemukan di usia 3 bulan pertama kehidupan, dewasa diusia 20-50 tahun

prevalensinya 40-80% pada pasien dengan acquired immunodeficienly syndrome.

Sedangkan di Amerika Serikat prevalensi dari DS adalah sekitar 1-3%

dari jumlah populasi umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa muda.13

Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.1 Menurut

survei yang dilakukan oleh Foley dan kawan-kawan terhadap 1.116 anak di

Australia, didapatkan prevalensi DS pada anak laki-laki sebesar 10% dan 9,5%

pada anak perempuan.3 Hal ini berhubungan dengan stimulasi hormon androgen

yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hormon androgen


8

memiliki fungsi untuk menghasilkan sebum, dimana aktivitas sebum merupakan

salah satu penyebab DS.4

Pada pasien AIDS, DS lebih sering terjadi dan berat. Pada pasien AIDS,

prevalensi DS berkisar antara 34% hingga 83% (pada populasi umum

prevalensinya hanya 3-5%). Pasien-pasien ini kebanyakan laki-laki homoseksual

atau biseksual dengan CD4+ <400/mm3. Mereka menderita DS dengan

peradangan dan deskuamasi yang lebih berat. Selanjutnya pada pasien AIDS,

beban Malassezia spp. lebih tinggi daripada pada subyek sehat. Hal ini dapat

terjadi karena pasien-pasien tersebut memiliki defisiensi seluler spesifik terhadap

Malassezia spp. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Malassezia spp. Memiliki

peranan dalam patogenesis DS. Hal ini juga ditunjukkkan dari fakta bahwa

antimikotik oral efektif sebagai terapi DS.16

5. Etiologi

Penyebab DS belum diketahui pasti. Dermatitis seboroik (DS)

dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan

folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Flora normal

Pityrosporum ovele kemungkinan merupakan penyebab. Banyak

percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan

mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia.14

Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan

reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam

epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
9

Langerhans. Jumlah ragi genus Malassezia meningkat di dalam

epidermis yang terkelupas pada ketombe ataupun DS. Diduga hal ini

terjadi akibat lingkungan yang mendukung. Telah banyak bukti yang

mengaitkan DS dengan malassezia. Akan tetapi, faktor genetik dan

lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat

penyakit.1,15

F a k t o r ya n g m e m p e n g a r u h i t i m b u l n y a p e n ya k i t a n t a r a

l a i n : u m u r (orang dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki -laki,

makanan (konsumsi lemak dan minum alkohol), obat-obatan, iklim

(musim dingin), kondisi fisik dan psikis (status imun, stres emosional),

dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi lembab.8

6. Patogenesis

Ada 3 faktor utama yang berperan pada etiologi DS, yang pertama sekresi

glandula sebasea, pajanan Malassezia, dan respon host. Malassezia merupakan

genus monofiletik jamur yang ditemukan pada 7 M kulit manusia yang

berhubungan dengan beberapa kondisi, diantaranya: ketombe, DS, DA, PV,

folikulitis. Terdapat 14 spesies Malassezia diantaranya: M. furfur, M.

pachydermatis, M. sympodialis, M. globosa, M. obtusa, M. restricta, M. slooffiae,

M. dermatis, M. japonica, M. yamatoensis, M. nana, M. caprae, M. equina, and

M. cuniculi.17

Malassezia spp. ditemukan di permukaan kulit dan diantara lapisan

stratum korneum. Malassezia globosa dan restricta merupakan ragi komensalisme


10

dan merupakan jamur paling banyak yang berhubungan dengan DS, yang mampu

mendegradasi lemak di sebum dengan memproduksi asam lemak bebas dan

trigliserida. Peningkatan dari sel Nk, CD16+ dan IL inflamatory sebagai

komplomen yang berperan di kulit yang lesidi bandingkan dengan kulit kontrol

yang sehat menunjukkan respon inflamasi pada pasien DS. Marker inflamasi

terekam dengan imunositochemistry pada spesimen biopsi kulit dari lesi DS

menunjukkan peningkatan kadar mediator inflamasi seperti IL1, 2, 4, 6, 10, 12,

interferon γ dan TNF α di epidermis dan sekitar folikel kulit yang terluka.17

Dermatitis seboroik (DS) berasal dari respon imun non spesifik

Malassezia. Kemampuan reaksi sistem imun dipengaruhi oleh spesies Malassezia,

fase pertumbuhan Malassezia, viabilitas sel raginya dan pertahanan sel

Malassezia. M.globosa dan M.restricta akhir-akhir ini diisolasi dari kulit manusia

menunjukkan gambaran dari produksi sistem inflamasi dari sel epidermis dengan

M.globosa memproduksi lebih banyak sitokin dari M. restricta. Produksi

fosfolipase terhadap ß-endorfin juga berhubungan dengan patogenesis DS.17

Peningkatan produksi fosfolipase setelah stimulasi ß-endorfin dalam

patogenesis M. pachydermatis. Produksi sebum meningkat karena adanya ß-

endorfin dalam M. pachydermatis patogen dan non patogen. Kerusakan

fosfolipase Malassezia pada kulit menimbulkan kerusakan fungsi barier epidermis

dan DS berkembang ketika produksi sebum munurun. Spesies Malassezia

diidentifikasi berdasarkan metode fonotip dan genotip serta analisis fitogenetik

menggunakan analisis bayesian diantara 134 individu termasuk diantaranya


11

subjek tanpa lesi, pasien DS, pasien positif HIV, pasien HIV dengan DS di

Colombia.17

M. restricta merupakan spesies paling banyak yang berhubungan dengan

kejadian DS. Usia dan jenis kelamin bukan faktor predisposisi. Spesies

Malassezia menimbulkan penyakit kulit diantaranya DS, DA, PV, dan Malassezia

folikulitis serta juga merupakan faktor eksaserbasi dari DA. Asam lemak yang

dihasilkan lipase Malassezia menimbulkan inflamasi kulit yang memicu

terjadinya DS. Analisis mikrobio bakterial pada sisi lesi dan non lesi dari 24

pasien DS di teliti secara analisis PCR dan prosequency menunjukkan adanya

accinetobacter, corynebacterium, staphylococcus, streptococcus, dan

propionibacterium.17

Hidrolisis sebum bakteri juga berkontribusi terhadap DS. Faktor host

terhadap transisi Malassezia furfur berhubungan dengan respon imun dan

inflamasi. Produk metabolik yang dihasilkan Malassezia spp. yang berkontribusi

diantaranya asam oleic, malssezin dan indole-3- karbaldehid. Malassezia yeast,

androgen, kadar sebum, dan respon imun memainkan peran penting pertumbuhan

DS dimana faktor lain seperti obat-obatan, temperatur dingin, stress, dapat

memperburuk penyakit ini. Glandula sebasea berkontribusi sebagai barier kulit

dan kerusakannya berperan dalam patogenesis DS serta penyakit-penyakit kulit

lain seperti acne vulgaris, DA, psoriasis dan rosasea.17

Peningkatan yang signifikan pada kadar marker biologi cathepsin S,

proteinase activated receptor 2 dan histamin pasien dengan DS yang berhubungan

dengan parameter klinis. Peran stres oksidatif terhadap etiopathogenesis DS


12

diteliti dan dibandingkan pada 54 pasien dan 54 orang sehat. Status serum total

antioksidan dan status oksidatif total dihitung, serta indeks stress oksidatif

dikalkulasi. Total rata-rata status anti oksidan lebih rendah secara signifikan

(P=0.624) sedangkan status oksidatif total dan indeks stres oksidatif lebih tinggi

pada pasien di banding dengan kontrol (p<0.05). 17

7. Manifestasi Klinis

Dermatitis seboroik (DS) sering tampak sebagai plak eritema berbatas

tegas dengan permukaan berminyak, skuama kekuningan dengan berbagai

perluasan pada daerah yang kaya kelenjar sebasea, seperti kulit kepala, area

retroaurikuler, wajah (lipatan nasolabial, bibir atas, kelopak mata dan alis) dan

dada bagian atas. Distribusi lesi umumnya simetris dan DS tidak menular maupun

fatal.18

Pada bayi, DS dapat tampak pada area kulit kepala, wajah, retroaurikuler,

lipatan tubuh dan badan; jarang menjadi generalisata. Cradle cap adalah

manifestasi klinis yang paling sering. Dermatitis seboroik (DS) pada anak-anak

biasanya sembuh sendiri. Sebaliknya, DS pada dewasa biasanya kronis dan

kambuhan. Gatal jarang dirasakan, tetapi sering terjadi pada lesi di kepala.

Komplikasi utamanya adalah infeksi sekunder bakterial, yang meningkatkan

kemerahan, eksudat dan iritasi lokal.18

Namun pada bayi juga dapat memberat berupa perluasan lesi kulit hingga

lebih dari 90% area tubuh sebagai eritroderma deskuamativum (penyakit Leiner).

Manifestasi klinisnya berupa demam, anemia, diare, muntah, penurunan berat


13

badan dan dapat menyebabkan kematian. Pada pasien imunosupresi, DS sering

meluas, intens dan refrakter terhadap terapi. Hal ini dapat dipertimbangkan

sebagai manifestasi kulit awal pada AIDS anak-anak dan dewasa.18

Keparahan DS dapat ditentukan dari adanya eritema, skuama, infiltrasi dan

pustul. Pada setiap parameter digunakan skor 4 poin (0-tidak ada, 1-ringan, 2-

sedang, 3-berat). Pengukuran kedua berdasarkan persentase area kulit yang

terkena yaitu kurang dari 10% (1 poin), 10-30% (2 poin), 30-50% (3 poin), 50-

70% (4 poin) dan lebih dari 70% (5 poin). Hasil didapatkan dengan mengalikan

kedua pengukuran diatas yaitu DS ringan (skor total 5 atau kurang), DS sedang

(skor total 6-11) dan DS berat (skor total 12-60).19

Gambar 4. Dermatitis seboroik (DS)


14

Gambar 4. Dermatitis seboroik (DS)

8. Pemeriksaan Penunjang

Penegakan dignosis DS dapat dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

Gambaran histopatologi pada DS bervariasi sesuai dengan tahap penyakit. Pada

DS akut dan subakut terdapat infiltrat ringan perivaskular superfisial , terdiri dari

sel limfohistiosit kadang-kadang disertai, neutrofil, edema ringan pada papila

dermis; adanya fokus spongiosis pada infundibulum dan epidermis; serta mound

parakeratosis dengan globus kecil plasmapada bibir muara dan diantara muara

infundibulum.8

Gambaran histopatologis DS pada AIDS berbeda dengan DS biasa.

Keratinosit yang nekrosis, kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh

kelompok sel limfoid dan jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak

banyak ditemukan pembuluh darah dengan dinding yang menebal, banyak

ditemukan sel plasma.3


15

9. Diagnosis

Diagnosis DS dapat ditegakkan berdasarkan:

a. Kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan

agakkekuningan batasnya agak kurang tegas (skuama dapat halus atau

kasar).

b. Predileksi DS terdapat pada bagian tubuh yang banyak mengandung

kelenjar sebasea yaitu daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar,

saluran telinga, kulit di belakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata,

glabellla, lipatan nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah

presternum, daerah interskapula, areolla mammae, umbilikus,

lipatan paha,daerah anogenital).3

10. Diagnosis Banding


16

Gambar 5. Diagnosis banding DS

11. Tatalaksana

11.1 Terapi topikal

Terapi topikal bertujuan untuk mengatur produksi sebum, mengurangi

kolonisasi M. furfur pada kulit dan mengendalikan inflamasi. Tatalaksana DS

dengan obat-obatan topikal dibagi menjadi terapi skalp dan non skalp. Sebuah

studi epidemiologi multisenter transversal yang dilakukan pada 2159 pasien

dengan DS pada wajah dan kulit kepala menunjukkan bahwa terapi yang paling

sering digunakan adalah steroid topikal (59,9%), anti jamur imidazol (35,1%),
17

topikal calcineurin inhibitor (TCI) (27,2%) bersamaan dengan penggunaan

produk pelembab atau emolien (30,7%).18

a. Terapi DS pada kulit kepala

Terapi topikal adalah pendekatan lini pertama pada terapi DS skalp. Terapi

topikal yang digunakan adalah substansi yang memiliki fungsi anti jamur,

pengatur sebum, keratolitik dan/atau anti inflamasi. Agen tersebut tersedia dalam

berbagai formulasi seperti krim, emulsi, foam, salep dan sampo. Penggunaan

sampo yang mengandung obat digunakan 2 sampai 3 kali seminggu, didiamkan

selama 5-10 menit, untuk optimalisasi efek anti jamur dan keratolitiknya.18

Gambar 6. Tabel produk untuk terapi DS skalp dan area berambut


18

Gambar 7. Tabel produk untuk terapi DS non skalp


11.2 Terapi sistemik

Penggunaan obat sistemik pada DS ditujukan pada kasus-kasus akut, area

keterlibatan luas, bentuk resisten, berhubungan dengan HIV dan kelainan

neurologis. Tujuan dari terapi sistemik adalah menurunkan gejala akut sedangkan

penggunaan terapi topikal sebagai pencegahan dan pemeliharaan.18

b. Antijamur

Efek obat-obatan anti jamur adalah secara langsung melawan Malassezia

dan anti inflamasi. Anti jamur sistemik yang diindikasikan dalam terapi DS adalah

golongan triazol (itrakonazol dan flukonazol), diazol (ketokonazol) dan allilamin

(terbinafin). Azol dan terbinafin menghambat sintesis ergosterol (suatu komponen

kunci membran sel).18


19

Diazol dan triazol menghambat enzim 14 α sterol dimetilase, yang

menyebabkan akumulasi 14 α metil sterol menghasilkan penghambatan

pertumbuhan jamur. Terbinafin juga menghambat sintesis enzim skualan 2,3

epoksidase yang mempengaruhi metabolisme ergosterol dan akumulasi skualan

yang menyebabkan kematian sel jamur. Terbinafin memiliki mekanisme

tambahan seperti modulasi neutrofil, efek scavenger pada reactive oxygen species

(ROS) dan modulasi sekresi sebum.18

Ketokonazol adalah anti jamur sistemik pertama yang digunakan untuk

terapi DS, saat ini sudah tidak digunakan lagi karena sifat hepatotoksisitasnya.

Saat ini ketokonazol hanya digunakan secara topikal saja. Itrakonazol saat ini

dianggap sebagai pilihan pertama untuk terapi sistemik DS baik kasus akut

maupun relaps. Itrakonazol mengalami metabolisme sitokrom P450 pada hati. Ia

bersirkulasi di plasma sebagai metabolit aktif. Obat yang dimetabolisme oleh 14

sitokrom P450 berinteraksi dengan obat-obatan yang lainnya sehingga dapat

meningkatkan toksisitasnya ataupun menurunkan efikasinya. Itrakonazol memiliki

tingkat keamanan yang baik pada dosis 200 mg/hari. Hepatotoksisitas, nyeri

epigastrium, gangguan irama jantung, hipokalemia, hipertrigliseridemia dan

peningkatan transaminase adalah efek samping yang paling sering dijumpai

selama terapi itrakonazol.18

Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topikal potensi sedang,

imunosupresan topikal (takrolimus dan pimekrolimus) terutama untuk daerah

wajah sebagai pengganti kortikosteroid topikal.10 Pada kasus yang tidak membaik
20

dengan terapi konvensional dapat digunakan terapi sinar ultraviolet B (UVB) atau

pemberian itrakonazol 100 mg/hari per oral selama 21 hari. 10

11.3 Terapi pada bayi

Penanganan DS kulit kepala pada bayi lebih sederhana, seperti keramas

rutin dengan sampo bayi dan menyikat dengan lembut untuk melepaskan sisik.

Penggunaan petrolatum putih setiap hari dapat membantu melunakkan skuama.

Jika hal tersebut masih kurang membantu, maka dapat digunakan sampo

ketokonazol 2% sampai terjadi perbaikan gejala.18

Manfaat klinis krim anti inflamasi non steroid yang memiliki sifat anti

jamur terbukti dapat mengurangi sisik secara signifikan dibandingkan plasebo.

Sedangkan untuk DS pada kulit tidak berambut dapat digunakan ketokonazol 2%

krim secara tunggal.18

12. Komplikasi

Komplikasi yang utama pada lesi adalah infeksi sekunder, tampak eritema,

eksudat, gangguan kenyamanan dan limfadenopati pada daerah yang terkena.

Dermatitis yang meluas sampai menyerang saluran telinga luar bisa menyebabkan

otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran telinga bagian luar. Jika

tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka DS akan meluas ke daerah

sterna, aerola mammae, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Karena

kerontokan yang berlebih dapat menyebabkan allopesia.20


21

Gambar 8. Tabel produk untuk terapi DS bayi

13. Prognosis

Dapat sembuh dengan prognosis yang baik pada bayi dibandingkan

dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada bukti yang

menyatakan bayi dengan DS juga akan mengalami penyakit ini pada saat dewasa.

Pasien DS dewasa dengan bentuk berat kemungkinan dapat persisten.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bismillah BAB 1 A
    Bismillah BAB 1 A
    Dokumen2 halaman
    Bismillah BAB 1 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Bismillah A
    BAB 2 Bismillah A
    Dokumen15 halaman
    BAB 2 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Bismillah A
    BAB 2 Bismillah A
    Dokumen15 halaman
    BAB 2 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bismillah BAB 2 A
    Bismillah BAB 2 A
    Dokumen41 halaman
    Bismillah BAB 2 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bismillah BAB 2 A
    Bismillah BAB 2 A
    Dokumen28 halaman
    Bismillah BAB 2 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Appendicitis
    Appendicitis
    Dokumen1 halaman
    Appendicitis
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bismillah BAB 2 A
    Bismillah BAB 2 A
    Dokumen28 halaman
    Bismillah BAB 2 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bakteri Gram Positif
    Bakteri Gram Positif
    Dokumen1 halaman
    Bakteri Gram Positif
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Bismillah A
    BAB 1 Bismillah A
    Dokumen8 halaman
    BAB 1 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Bismillah A
    BAB 1 Bismillah A
    Dokumen3 halaman
    BAB 1 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Kanker Serviks
    Kanker Serviks
    Dokumen4 halaman
    Kanker Serviks
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 DS
    Bab 1 DS
    Dokumen2 halaman
    Bab 1 DS
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas TB Bab 1 Bismillah A
    Lapkas TB Bab 1 Bismillah A
    Dokumen2 halaman
    Lapkas TB Bab 1 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas LBP
    Lapkas LBP
    Dokumen2 halaman
    Lapkas LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas LBP
    Lapkas LBP
    Dokumen2 halaman
    Lapkas LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Portofolio LBP
    Portofolio LBP
    Dokumen17 halaman
    Portofolio LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Makalah Rida
    Makalah Rida
    Dokumen20 halaman
    Makalah Rida
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen14 halaman
    Ulkus Kornea
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas LBP
    Lapkas LBP
    Dokumen38 halaman
    Lapkas LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen14 halaman
    Ulkus Kornea
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Ulkus Kornea
    Bab 4 Ulkus Kornea
    Dokumen2 halaman
    Bab 4 Ulkus Kornea
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ulkus Kornea Bismillah A
    Bab 1 Ulkus Kornea Bismillah A
    Dokumen2 halaman
    Bab 1 Ulkus Kornea Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Portofolio LBP
    Portofolio LBP
    Dokumen17 halaman
    Portofolio LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Kesehatan Gigi Dan Mulut
    Kesehatan Gigi Dan Mulut
    Dokumen7 halaman
    Kesehatan Gigi Dan Mulut
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Portofolio LBP2
    Portofolio LBP2
    Dokumen17 halaman
    Portofolio LBP2
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Medspiin
    Bab 3 Medspiin
    Dokumen47 halaman
    Bab 3 Medspiin
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Medspin
    BAB 2 Medspin
    Dokumen20 halaman
    BAB 2 Medspin
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat