Anda di halaman 1dari 14

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai

defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari

epitel sampai stroma (Ilyas, 2014). Ulkus kornea yang luas memerlukan

penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya

komplikasi seperti descementocele, perforasi, endoftal-mitis, bahkan kebutaan.

Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan jaringan parut kornea dan

merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia (Rajesh, 2013).

3.2 Etiologi

Penyebab ulkus kornea sering diakibatkan oleh infeksi virus herpes

simpleks, infeksi bakteri, jamur atau trauma (Ming, 2013). Penyebab bakteri yang

paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan

Staphylococcus epidermidis. Bakteri yang juga dapat menyebabkan ulkus kornea

adalah Mycobacterium leprae (Suharjo, 2012). Sedangkan jamur biasanya

disebabkan oleh Candida albicans. Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai

predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada

barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos,

gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical

maupun sistemik (Farida, 2015).

10
11

1. Infeksi

a. Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk

sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat

mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.

Gambar 3.1 Ulkus kornea bakterialis Gambar 3.2 Ulkus kornea Pseudomonas

b. Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

Gambar 3.3 Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur

c. Infeksi virus : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering

dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan

epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada

bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya

varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).


12

Gambar 3.4 Ulkus kornea dendritik Gambar 3.5 Ulkus kornea herpetik

d. Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air

yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa

kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga

biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah

yang tercemar.

Gambar 3.6 Ulkus kornea acanthamoeba

2. Noninfeksi

a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam yang

dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila

bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan

sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya

kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia,

cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium

karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.


13

b. Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan

merusak epitel kornea.

c. Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca

yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur

film air mata (aquos, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan

epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada

keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea

terpulas dengan flurosein.

d. Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan

vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan

pemanfaatan oleh tubuh.

e. Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,

IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

g. Pajanan (exposure)

h. Neurotropik

3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

a. Granulomatosa wagener

b. Rheumathoid arthritis
14

3.3 Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan

sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama

terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan

kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh

karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan

penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil (Mills, 2013).

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak

segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.

Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma

kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak

sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah

ulkus kornea (Ming, 2013).

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada

kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama

palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat

progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan


15

iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang

berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris (Biswel, 2016).

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.

Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini

menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil

dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi

bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma

maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya

sikatrik (Mills, 2013).

Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk

jaringan parut.

1. Pada proses yang proresif : dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit

yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk.

2. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan baru dan

fbroblas.

3.4 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba


16

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

3.5 Manifestasi Klinis

Gejala yang diberikan (subjektif):

a. Mata merah

b. Sakitmata ringan hingga berat

c. Fotofobia,

d. Penglihatan menurun,

e. Mata terkadang kotor.

Tanda:

a. Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila

diberi pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.

b. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel

radang pada kornea.

c. Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea

(akibat gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan

sinekia posterior.

Pada ulkus kornea yang disebabkan :


17

Tabel 3.1 Perbedaan Etiologi Ulkus Kornea


Kokus gram (+), staf Pseudomonas jamur virus
aureus dan treptokok
pnemoni.

Ulkus yang terbatas, Ulkus akan melebar Infiltrat akan Bila ulkus berbentuk
Berbentuk bulat atau dengan cepat, bahan berwarna abu-abu dendrit akan terdapat
lonjong, purulen berwarna dikelilingi infiltrat hipestesi pada
kuning hijau terlihat halus disekitarnya kornea.
Berwarna putih abu- melekat pada (fenomena satelit).
abu pada anak ulkus permukaan ulkus.
yang supuratif.

Tabel 3.2 Perbedaan Etiologi Ulkus Kornea


jamur dan bakteri virus

akan terdapat defek epitel yang akan terlihat reaksi hipersensitivitas

dikelilingi leukosit polimorfnuklear. disekitarnya.

Bila proses pada ulkus berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa

sakit, fotofobia, berkurang infiltrat pada ulkus dan defek epitel kornea menjadi

bertambah kecil.

3.6 Diagnosis

Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea

tergantung pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan

yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu

penegakan diagnosis adalah:


18

1. Anamnesis

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang

dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur,

silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat. Adanya riwayat trauma,

kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau

autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang harus ditanyakan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Visus

Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi

oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang

masuk ke dalam media refrakta.

b. Slit lamp

Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan

pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva

ataupun perikornea.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Tes fluoresen

Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.

Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea (warna hijau menunjukkan

daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang

intak).

b. Pewarnaan gram dan KOH

Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.


19

c. Kultur

Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada

beberapa kasus.

3.7 Penatalaksanaan

Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea (Kunwar,

2013).

1. Penatalaksanaan non medikamentosa:

a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang;

c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin

dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih;

d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang

proses penyembuhan luka (Jetton, 2014).

2. Penatalaksanaan medikamentosa:

Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi

yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas

mikroorganisme penyebab. Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat

diberikan berupa:

A. Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum

luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
20

pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat

memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan erosi kornea kembali.

Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,

Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3 mg,

Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg,

Polimisin B 10.000 unit.

B. Anti jamur

Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat

komersial yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa

dibagi:

a. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, Thiomerosal, Natamicin,

Imidazol.

b. Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1%

tetes mata (Lalitha, 2014);

c. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis

antibiotik.

C. Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid

lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi

sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa salep

asiklovir 3% tiap 4 jam.

D. Anti acanthamoeba
21

Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau

salep klorheksidin glukonat 0,02%.

Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:

a. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas

atropin karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:

1. Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

2. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

3. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi

sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil,

terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang ada dapat terle-pas dan dapat

mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru (Kunwar, 2013).

b. Skopolamin sebagai midriatika.

c. Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau

tetrakain tetapi jangan sering-sering. Dalam sebuah penelitian menyebutkan

bahwa pemberian nerve growth factor (NGF) secara topikal menginisiasi aksi

penyembuhan luka pada ulkus kornea yang disebabkan oleh trauma kimia, fisik

dan iatrogenik serta kelainan autoimun tanpa efek samping.

3. Penatalaksanaan bedah:

a. Flap Konjungtiva

Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan

sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah
22

mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi

tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk

penyakit permukaan mata persisten. Tujuan dari flap konjungtiva adalah

mengembalikan integritas permukaan kornea yang terganggu dan memberikan

metabolisme serta dukungan mekanik untuk penyembuhan kornea. Flap

konjungtiva bertindak sebagai patch biologis, memberikan pasokan nutrisi dan

imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya (Edward, 2013).

Indikasi yang paling umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam

pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi

sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah

ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus, atau ulserasi

metaherpetik berikut HSK kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan

kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama kornea tidak

terlalu menipis (Edward, 2013).

b. Keratoplasti

Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil.

Indikasi keratoplasti (Yum, 2013):

1. Dengan pengobatan tidak sembuh;

2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;

3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.

3.8 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa (James, 2014):


23

1. Kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis;

2. Prolaps iris;

3. Sikatrik kornea;

4. Katarak;

5. Glaukoma sekunder.

3.9 Prognosis

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi (Ilyas, 2014).

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan

dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua

metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan

pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat

sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,

perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan

granulasi dan kemudian sikatrik (James, 2014).

Anda mungkin juga menyukai

  • Bismillah BAB 1 A
    Bismillah BAB 1 A
    Dokumen2 halaman
    Bismillah BAB 1 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Bismillah A
    BAB 2 Bismillah A
    Dokumen15 halaman
    BAB 2 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Bismillah A
    BAB 2 Bismillah A
    Dokumen15 halaman
    BAB 2 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bismillah BAB 2 A
    Bismillah BAB 2 A
    Dokumen41 halaman
    Bismillah BAB 2 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bismillah BAB 2 A
    Bismillah BAB 2 A
    Dokumen28 halaman
    Bismillah BAB 2 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Appendicitis
    Appendicitis
    Dokumen1 halaman
    Appendicitis
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bismillah BAB 2 A
    Bismillah BAB 2 A
    Dokumen28 halaman
    Bismillah BAB 2 A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bakteri Gram Positif
    Bakteri Gram Positif
    Dokumen1 halaman
    Bakteri Gram Positif
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Bismillah A
    BAB 1 Bismillah A
    Dokumen8 halaman
    BAB 1 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Bismillah A
    BAB 1 Bismillah A
    Dokumen3 halaman
    BAB 1 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Kanker Serviks
    Kanker Serviks
    Dokumen4 halaman
    Kanker Serviks
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 DS
    Bab 1 DS
    Dokumen2 halaman
    Bab 1 DS
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas TB Bab 1 Bismillah A
    Lapkas TB Bab 1 Bismillah A
    Dokumen2 halaman
    Lapkas TB Bab 1 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Bismillah A
    BAB 3 Bismillah A
    Dokumen19 halaman
    BAB 3 Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas LBP
    Lapkas LBP
    Dokumen2 halaman
    Lapkas LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Portofolio LBP
    Portofolio LBP
    Dokumen17 halaman
    Portofolio LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas LBP
    Lapkas LBP
    Dokumen38 halaman
    Lapkas LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen14 halaman
    Ulkus Kornea
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Lapkas LBP
    Lapkas LBP
    Dokumen2 halaman
    Lapkas LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Ulkus Kornea
    Bab 4 Ulkus Kornea
    Dokumen2 halaman
    Bab 4 Ulkus Kornea
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Makalah Rida
    Makalah Rida
    Dokumen20 halaman
    Makalah Rida
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ulkus Kornea Bismillah A
    Bab 1 Ulkus Kornea Bismillah A
    Dokumen2 halaman
    Bab 1 Ulkus Kornea Bismillah A
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Portofolio LBP
    Portofolio LBP
    Dokumen17 halaman
    Portofolio LBP
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Kesehatan Gigi Dan Mulut
    Kesehatan Gigi Dan Mulut
    Dokumen7 halaman
    Kesehatan Gigi Dan Mulut
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Portofolio LBP2
    Portofolio LBP2
    Dokumen17 halaman
    Portofolio LBP2
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Medspiin
    Bab 3 Medspiin
    Dokumen47 halaman
    Bab 3 Medspiin
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Medspin
    BAB 2 Medspin
    Dokumen20 halaman
    BAB 2 Medspin
    Khairida Hafni Lbs
    Belum ada peringkat