Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 PENDAHULUAN

Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior


dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal
hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau
perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami
pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”.

Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-
tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari
bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus
dari Argentia pada tahun 200 dan tahun 400.

Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan
memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik
telah dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction yang terdiri
dari first emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan
second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada third
stage yaitu uretroplasti.

Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu


membutuhkan operasi yang multiple, sering terjadi meatus tidak mencapai ujung
glans penis, sering terjadi striktur atau fistel uretra, dan dari segi estetika dianggap
kurang baik.

Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk


mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai

1
rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya, dari segi estetik
dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan mengurangi social cost.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipospadia, berasal dari istilah yunani, hipo (dibawah) dan spadon (celah).
Hipospadia merupakan anomali kongenital pada genitalia eksterna laki-laki yang
sering terjadi. Sekitar 80% kasus hipospadia adalah isolated hypospadias, yaitu
hipospadia tanpa disertai kelainan kongenital lainnya. Pada sebagian besar kasus,
hipospadia dihubungkan dengan tiga anomali penis: (1)meatus urethra yang
terletak disisi ventral penis, (2) deviasi ventral penis (korda), dan (3)prepuce
hood dorsal yang dihubungkan dengan sebuah defisit ventral prepusium.
Diagnosis hipospadia biasanya menggunakan anomali jenis pertama yaitu letak
anatomis meatus urethra yang berada disisi ventral penis. Sekitar 9,5% pasien yang
mengalami hipospadia berat yang disertai kelainan kongenital lainnya, ditemukan
adanya perubahan kromosom. Pada individu dengan hipospadia anterior,
pemeriksaan klinis saja biasanya cukup. Meskipun dekskripsi hipospadia harus
meliputi beberapa hal yaitu :posisi, bentuk orificium, ukuran orificium, ada
tidaknya atresia urethra dan pembagian corpus spongiosum, tampilan preputial
hooddan scrotum, kelengkungan penis ketikaereksi, serta ukuran penisjuga harus
diperiksa secara tepat dan teliti.3

3
2.2 Epidemiologi
Sekitar 4-6 tiap 1000 bayi laki-laki yang lahir mengalami
kelainankongenital hipospadia. Beberapa studi menyatakan terjadinya
peningkatanprevalensi hipospadia dalam 30 tahun terakhir sehubungan
dengan kasus hipospadia jenis ringan dan meningkatnya survival bayi dengan berat
lahir rendah karena peningkatan perawatan masa neonatal. Peningkatan jumlah
pasien hipospadia dengan berbagai derajat keparahanjuga dilaporkan di
Australia Barat, Denmark, dan Washington. Peningkatan prevalensi hipospadia
juga dicatat di Cina, yaitu kurang dari 1 tiap 1000 kelahiranbayi laki-laki. Sedangkan
di New York, Amerika Serikat terdapat sedikit penurunaninsidensi kasus
hipospadia dari 36,34 dalam 10.000 kelahiran pada tahun 1983menjadi 34,9
dalam 10.000 kelahiran antara 1992 dan 2005, dengan perubahanyang tidak
signifikan pada periode selanjutnya. Begitu juga prevalensi hipospadia
diInggris, dan Italia menunjukkan data yang stabil dan sedikit menurun.4

2.3 Anatomi
Penis manusia tersusun dari dua bagian utama, yaitu pangkal/akar (radix) dan
tubuh (corpus). Pangkal penis terletak di dalam badan, terdiri dari gelembung penis
(bulbus penis) dan sepasang crus penis di kedua sisinya. Tubuh penis memiliki dua
sisi permukaan: dorsal (bagian yang tampak dari depan jika penis "istirahat") dan
ventral atau uretral (mengarah ke dalam/testis)

4
Gambar 1
( Dikutip dari kepustakaan 5)

Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang


dibungkus oleh tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian
tengahnya. Uretra melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam
posisi ventral pada alur diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung
distal dari glans penis yang berbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos,

5
adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah
tunika dartos terdapat facia Bucks yang mengelilingi korpora kavernosa dan

Gambar 2
( Dikutip dari kepustakaan no.3)

6
kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah.
Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara kedua korpora
kavernosa. (3)
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan
mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua
bagian yaitu:

1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis, terdiri dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus
uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra
yang dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.

7
2. 4 EMBRIOLOGI
Pertumbuhan awal genitalia eksterna pada laki-laki hampir sama dengan
pertumbuhan genitalia eksterna wanita. Diferensiasi seks pada genitalia eksterna
terjadi antara minggu ke 7-17 usia kehamilan. Dibawah pengaruh gen SRY pada
lengan pendek kromosom Y terjadi diferensiasi genitalia pria, yang selanjutnya
memacu pertumbuhan testis dengan memberi sinyal pertumbuhan pertama pada
sel sertoli. Sel sertoli membantu perkembangan germ cell dan sel leydig. Dibawah
pengaruh testosteron yang diproduksi oleh sel leydig testis yang selanjutnya
dikonversi menjadi dihidrotestosteron, genitalia eksterna laki-laki berkembang
menjadiduktus genitalis dan genitalia eksterna. Mesoderm dari genitalia
eksterna membesar membentuk corpus cavernosa dan gland penis, sedangkan
endoderm mengalami tubularisasi dari proksimal menuju ke arah distal
membentuk urethra penis dan ektoderm berkembang menjadi kulit penis dan
prepusium. Pada perkembangan genitalia eksterna laki-laki ditandai oleh
pemanjangan cepat tuberkulum genital yang disebut phallus. Selama proses
pemanjangan, phallus menarik lipatan urethra kearah distal hingga membentuk
urethra penis. Namun, saluran urethra tersebut tidak memanjang hingga ke
ujung phallus. Bagian paling distal urethra terbentuk saat sel-sel ectoderm dari ujung
gland penis menembus ke arah dalam dan membentuk korda epitel pendek.
Korda tersebut kemudian membentuk lumen dan disebut orificium urethra eksterna.

8
2.5 ETIOLOGI
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari
hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin, dan faktor
lingkungan. (2)

9
Faktor genetik..
12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga yang
menderita hipospadia. 50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila bapaknya
menderita hipospadia.

Faktor etnik dan geografis..


Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi
dari pada orang Afrika, Amerika yaitu 1: 3.

Faktor hormonal
Faktor hormon androgen sangat berpengaruh terhadap kejadian hipospadia
karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. Sharpe dan
Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen terhadap
kejadian hipospadia bahwa estrogen sangat berperan dalam pembentukan genital
eksterna dari laki-laki saat embrional.
Penurunan kadar androgen atau ketidakmampuan penggunaan androgen bisa
menyebabkan hipospadia. Aaronson et al tahun 1997 melaporkan 66% anak laki-laki
yang menderita mild hipospadia ditemukan memiliki kerusakan pada biosintesis
testosteron. Mutasi enzim 5-alpha reductase, yang mengubah testosteron menjadi
dihydrotestosterone (DHT) juga dihubungkan dengan kejadian hipospadia. 10% anak
laki-laki.5

Faktor Maternal
Tingkat keparahan hipospadia dilaporkan berbanding lurus
dengan peningkatan usia ibu. Usia ibu yang lebih tuas ecara potensial akan
memiliki paparan lebih panjang terhadap ganguan endokrin, sehingga
menimbulkan deformitas yang lebih serius. Adanya penyakit ibu seperti infeksi
virus selama hamil, hipertensi maternal dan preeklamsia juga merupakan salah
satu faktor risiko hipospadia, Hubungan antara hipospadia dengan hipertensi

10
maternal serta preeklamsia diduga akibat insufisiensi plasenta yang merupakan
salah satufaktor yang berperan terhadap terjadinya hipospadia. Selain itu, adanya
hormon endogen yang dipengaruhi oleh estradiol bebas yang berhubungan
dengan berat badan berlebih pada maternal, primiparitas, dan kehamilan
multipel juga dinyatakan berkontribusi terhadap kerentanan terjadinya hipospadia.
Selain itu primipara dan obestitas maternal juga meningkatkan risiko terjadinya
hipospadia. Obesitas maternal berhubungan dengan peningkatan risiko
tejadinya hipospadia 1,3-2 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan
berat badan normal. Faktor tersebut dihubungkan dengan adanya gangguan
keseimbangan androgen dan estrogen. Seorang wanita primipara dan obesitas
dinyatakan memiliki kadar estradiol bebas yang lebih tinggi. Padahal
peningkatan paparan estrogen semasa intauterin di indikasikan akan menyebabkan
ketidak normalan reproduksi laki-laki seperti terjadinya hipospadia akibat
kerusakan perkembangan sel leydig serta terjadi supresi produksi testosterone atau
ekspresi reseptor androgen.5

Faktor pencemaran limbah industri.


Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik
bersifat eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan,
peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.
Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan genital
eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan testis
primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau terdapatnya
anti androgen akan mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-laki.
Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu :
 Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk
tumbuh kedalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra
penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di glans
atau korona glandis di permukaan ventral.

11

Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra – uretral groove
kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di batang
penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna
mengakibatkan osteum uretra ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal.
Dari kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam letak osteum
uretra eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis, 3. Korpus penis, 4. Penos
skrotal, 5. Perineal. (1,2,3)

2.6 KLASIFIKASI
Hipospadia biasanya diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi meatus
urethra: (1) anterior atau hipospadia distal (meatus urethra terletak di
glandpenis), pada hipospadia derajat pertama ini letak meatus urethra eksterna
dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu hipospadial sine(curvatura ventral penis
dengan letak meatus urethra eksterna normal, jenis ini sering dianggap
hipospadia yang bukan sebenarnya), glandular (letak meatus ekterna hanya
turun sedikit padabagian ventral gland penis), dan sub-coronal (letak meatus
urethra eksterna terletak di sulcus coronal penis).
(2) Middle shaft atau intermediate hipospadia, yang disebut hipospadia derajat dua,
juga dapat dibagi berdasar letak meatus urethra menjadi distal penis, mid-shaft,
dan tipe proksimal.
(3) Hipospadia posterior atau proksimal atau derajat tiga dibagi menjadi
penoscrotal (meatus urethra di antara pertemuan basis penis dan scrotum), scrotal
(meatus urethra eksterna di scrotum), dan perineal (meatus urethra eksterna di bawah
scrotum dan pada area perineum).
Sebuah studi populasi sebelumnyadi Polandia telah mengidentifikasi hipospadia
tipe distal terjadi sebanyak 81,4% kasus. Sedangkan studi di Duckeet
melaporkan dari 1289 kasus hipospadia, 49% merupakan tipe hipospadia anterior, 21%
tipe tengah, dan 30% tipe posterior.

12
Gambar 3
( Dikutip dari kepustakaan no.3 )

13
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia telah dibuat dengan menggunakan ultrasonografi
janin pralahir, diagnosis biasanya dibuat atas pemeriksaan bayi baru lahir. Hipospadia
juga dapat didiagnosis dengan melihat tanda atau gejala yang khas, yaitu :
 Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
ventral menyerupai meatus uretra ekternus.
 Preputium tidak ada di bagian ventral, menumpuk di bagian dorsal.
 Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yasng mengelilingi meatus dan
membentang ke distal sampai basis glans penis, teraba lebih keras dari
jaringan sekitar.

Gambar 4
( Dikutip dari kepustakaan no 3)

 Kulit penis di bagian ventral, distal dari meatus sangat tipis.


 Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada.

14
 Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada basis dan glans penis.
 Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
 Sering disertai undescended testis.
 Kadang disertai kelainan konginetal pada ginjal. (6)

a. Pemeriksaan Fisik
Kelainan hypospadia dapat diketahui segera setelah kelahiran dengan
pemeriksaan inspeksi genital pada bayi baru lahir. Selain pada bayi baru lahir
diagnosis hypospadia sering dijumpai pada usia anak yang akan disirkumsisi
(7-9 tahun). Jika pasien diketahui memiliki kelainan kelamin (hypospadia)
maka tindakan sirkumsisi tersebut tidak boleh dilakukan karena hal tersebut
merupakan kontra-indikasi tindakan sirkumsisi.3

b. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui hypospadia pada masa kehamilan sangat sulit. Berbagai sumber
menyatakan bahwa hypospadia dapat diketahui segera setelah kelahiran dengan
inspeksi genital pada bayi baru lahir

2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik
bentuk penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak osteum
uretra eksterna sehingga ada 2 hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:
 Chordectomi , merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat
ereksi. Chordectomi komplit dilakukan untuk mengerahkan korpora
kavernosum dan memperpanjang uretra serta membawa lubang uretra ke
ujung glans.
Urethroplasty , membuat osteum urethra externa diujung gland penis
sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan. Biasanya dilakukan 6
bulan setelah operasi pertama. Pada tahap kedua ini dibuat insisi paralel pada tiap

15
sisi urethra sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit di bagian tengah ini untuk
membuat urethra.

Setelah urethra terbentuk, luka operasi ditutup dengan flap dari kulit dari
prepusium di bagian lateral yang ditarik ke ventral dan dipertemukan pada garis
median.

Apabila chordectomy dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi


yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua
tahap. (3,6,7)

Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi


yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap
Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar
tujuan operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada
tidaknya chorde. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia
belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan
operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hipospadia sudah
tercapai sebelum anak sekolah. (3)
Ada 3 tipe rekonstruksi sebagai berikut : Sedangkan tipe hipospadia dan besar
penis sangat berpengaruh terhadap tahapan dan tehnik operasi hal ini berpengaruh
terhadap keberhasilan operasi. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe
hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya. (3)
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling sidiq- chaula,
Trierssch- Duplay, Dennis Brown, Cecil culp. Methode Duplay untuk repair
hipospadia tipe penil. Kulit penil digunakan untuk membuat urethroplastinya atau
bisa juga digunakan kulit scrotum. Thiersche dan Duplay melakukan suatu perbaikan
dua tahap dimana tahap pertama memotong lapisan yang menyebabkan chordee dan
meluruskan penis. Beberapa bulan selanjutnya uretra dibentuk dengan melakukan
pemotongan memanjang ke bawah pada permukaan ventral dari penis untuk

16
membentuk sebuah uretra. Kelemahan operasi ini bahwa tekhnik tersebut tidak
memperluas uretra menuju ujung glans. Cecil memperkenalkan tekhnik perbaikan
hipospadia tiga tahap dimana pada tahap ke 2 penis dilekatkan pada skrotum. Baru
pada tahap ke 3 dilakukan pemisahan penis dan skrotum. (3,6)
Tekhnik reparasi yang paling populer dilakukan oleh dokter bedah plastik
adalah tekhnik modifikasi operasi Thiersch – Duplay. Kelebihan jaringan preputium
ditransfer dari dorsum penis ke permukaan ventral. Byar, 1951 memodifikasi operasi
ini dengan membelah preputium pada garis tengah dan membawa flap preputium ini
ke arah distal permukaan ventral penis. Hal demikian memberikan kelebihan jaringan
untuk rekontroksi uretra lebih lanjut. Setelah interval sedikitnya 6 bulan, suatu strip
sentral dari kulit dipasangkan pada permukaan ventral penis, dan tube strip dari kulit
ditarik sejauh mungkin kearah distal. Byar bisa menutupi uretra baru dengan
mempertemukan tepi kulit lateral di garis tengah dengan penutupan yang berlapis
lapis. (3,6)

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh


banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi,
ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi
yang terjadi yaitu :

 Perdarahan
 Infeksi
 Fistel urethrokutan
 Striktur urethra, stenosis urethra
 Divertikel urethra.
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum,
penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling
sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah

17
dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6
bulan sesudahnya. Untuk itu keteter harus dipakai selama 2 minggu setelah
fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan
kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu. Penyempitan uretra
adalah suatu masalah. Bila penyempitan ini padat, maka dilatasi dari uretra akan
efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder diperlukan. Urethrotomy
internal akan memadai untuk penyempitan yang pendek. Sedang untuk penyempitan
yang panjang uretra itu harus dibuka disepanjang daerah penyempitan dan ketebalan
penuh dari graft kulit yang dipakai untuk menyusun kembali ukuran uretra Suatu
keteter bisa dipergunakan untuk mendukung skin graft. (3,6)

2.10 PROGNOSIS
Secara umum hasil fungsional dari one-stage procedure lebih baik
dibandingkan dengan multi-stage procedures karena insidens terjadinya fistula atau
stenosis lebih sedikit, dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat, dan
prognosisnya baik.(4)

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipospadia adalah kelainan kongenital dimana MUE terletak di ventral
penis dan lebih ke proximal dari tempat normalnya (ujung gland penis).
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi
baru lahir. Kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada
glans penis. Bentuk hipospadia yang terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar)
atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu
suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke
bawah pada saat ereksi. Gejalanya adalah :

1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada lebih ke proximal.
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti berkerudung karena preputium dibagian ventral tidak ada,
berkumpul dibagian dorsol.
4. Jika berkemih, anak harus duduk.

Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika


hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita
hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan
pada pembedahan. Rangkaian pembedahan diupayakan telah selesai dilakukan
sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, diupayakan dilakukan sebelum anak
berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam
pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi
gangguan dalam melakukan hubungan seksual

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa

Aksara, Jakarta, 1995: 428-435.

2. Gatty J.M., Hypospadias, Last Updated : January 31, 2003,

Available at URL : http://www.emedicine.com/ped/topic1136.htm, Accessed

on August 3, 2010

3. Anonim.,hipospadia_bedah anak, available at URL :

http://www.bedah_anak/hipospadia/topic.htm

4. Santanelli F., Urogenital Reconstruction, Penile Hypospadias, Last

Updated :November 6, 2002,

Available at URL : http://www.emedicine.com/plastic/topic 495.htm,

Accessed on August 3, 2006

5. Anonim., Penis, Available at URL : http://www.theodora.com/anatomy

6. Sudjatmiko. G, Hipospadia, petunjuk Praktis Ilmu bedah Plastik Rekonstruksi,

Jakarta,_ : 124 – 127.

7. Thorne. C.H, Reconstruction Of The Penis, Grabb and Smith’s Plastic

Surgery. Wolteers kluwer, USA, 1997, 730 – 731.

20

Anda mungkin juga menyukai