Supervisior/Pembimbing:
dr. Sasono Udijanto, Sp.OG
No stambuk : 10-16-777-14-068
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Al-Khairaat.
Mengetahui,
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
dan HIV/AIDS termasuk penyebab utama kematian ibu. Setiap tahun, kurang
lebih 700.000 kematian perempuan disebabkan oleh TB, sementara kurang lebih 2
juta kematian maternal setiap tahunnya disebabkan oleh HIV. Daerah dengan
insidens HIV yang tinggi, mempunyai insidens TB yang tinggi. Wanita hamil
dengan TB ke-infeksi HIV, mempunyai risiko kematian ibu lebih tinggi dibanding
tanpa HIV, sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun 1990-an,
situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan
dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi
hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan
dunia (global emergency).1,2,3
Salah satu masalah yang mempersulit eradikasi TB adalah meningkatnya
resistensi terhadap obat-obat TB (multidrug-resistant). Multidrug-resistant
tuberculosis (MDR-TB) adalah infeksi strain Mycobacterium TB yang
mempunyai resistensi terhadap baik Isoniazid maupun Rifampisin. Hal ini
menyebabkan krisis kesehatan global, dengan meningkatnya insidens TB pada
kehamilan, kemungkinan juga menyebabkan MDR-TB pada kehamilan akan
sering didapatkan. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 27 negara “high MDR-
TB burden countries”, dengan insidensi 5,554/tahun (2007).1
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
5
Gambar 1 : Faktor Risiko Kejadian TB2
2.3 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh inhalasi mycobacterium tuberculosis yang
menyebabkan reaksi granuloma paru. Sebanyak 90% infeksi bersifat laten dan
pada penurunan status imunologik akan menjadi aktif. MDR-TB (Multi drug
resistant tuberculosis). Bervariasi 1,2-1,4 %.5
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien:2
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
6
2) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA negatif;
3) Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
7
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 2
8
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain: Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
9
Catatan: TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami
kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,
harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan
pertimbangan medis spesialistik.
2.5 Patofisiologi
Infeksi di tularkan melalui inhalasi Mycobacterium Tuberculosis, Setelah
inhalasi, nukleus droplet akan memasuki cabang-cabang bronkus dan
berimplantasi pada bronkiolus respiratorik dan alveolus. Apakah suatau basil
tuberkel yang telah terinhalasi akan dapat menentukan infeksi paru atau tidak,
tergantung baik pada virulensi bakteri maupun dari kemampuan mikrobisidal
makrofag alveolar yang memakannya. Jika basil mampu bertahan hidup dari
pertahanan tubuh awal, maka bakteri ini akan bermultiplikasi dalam makrofag
alveolus. Basil tuberkel akan bertumbuh secara lambat, membagi diri dalam 25-
32 jam dalam makrofag. Mycobacterium tuberculosis tidak memiliki endotoksin
maupun eksotoksin; sehingga tidak terjadi respon immun immediate (awal)
terhadap infeksi. Organisme ini akan bertumbuh dan waktu 2-12 minggu,
sampai mencapai jumlah tertentu yang mampu untuk memicu respon immun
yang dapat dideteksi dengan adanya reaksi skin test tuebrkulin. Sebelum
immunitas selular berkembang, basil tuberkel menyebar secara limfatik ke
limfonodi hilar dan kemudia melalui aliran darah ke jarak yang lebih jauh.
Beberapa organ dan jaringan tercatat resisten dengan multiplikasi bakteri ini.
Tulang belakang, hepar dan limpa selalu dapat ditinggali bakteri tetapi
multiplikasi bakteri yang tidak terkontrol pada area ini hampir tidak pernah
terliihat. Organisme ini akan tinggal pada area paru bagian atas, ginjal, tulang
dan otak, dimana merupakan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya dan
sejumlah bakteri akan mengalami pembelahan sebelum kemudian immunitas
selular berkembang dan membatasi multiplikasinya. Pada pasien dengan
immunitas selular yang utuh, kumpulan sel T yang telah teraktifasi dan
makrofag akan membentuk granuloma yang membatasi multiplikasi dan
10
penyebaran kuman tubersulosis dalam organisme. Antibodi yang melawan M.
Tuberculosis akan terbentuk tapi tidak tampak protektif. Organisme cenderung
untuk terlokalisasi di tengah granuloma, yang seringkali akan nekrotik. Untuk
sebagian besar individu dengan fungsi immun yang normal, proliferasi M.
Tuberkulosis berhenti begitu immunitas selular berkembang, meskipun
demikian, sejumlah kecil basilus hidup mungkin saja masih akan ada di dalam
granuloma. Meskipun kompleks primer kadang-kadang dapat terlihat pada
pemeriksaan radiografi toraks, mayoritas infeksi tuberkulosis pulmo secara
klinik dan radiografi tidak tampak. Sebagian besar, hasil skin test tuberkulin
positif merupakan satu-satunya indikasi bahwa M.Tuberkulosis telah
berkembang. Individu dengan infeksi tuberkulosis laten tapi bukan penyakit
aktif tidak infeksius, sehingga tidak dapat menularkan kuman. Diperkirakan
kurang lebih 10% individu dengan infeksi tuberkulosis dan tidak mendapat
terapi pencegahan akan berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Risiko tertinggi
pada 2 tahun pertama setelah infeksi. Kemampuan host untuk merespon
organisme akan berkurang dengan adanya penyakit seperti silikosis, DM, dan
penyakit yang berhubungan dengan immunosupresi, misalnya infeksi HIV,
pemberian kortikosteroid dan obat-obat immunosupresan lain. Pada keadan ini,
kecenderungan untuk berkembangnya penyakit tuberkulosis meningkat. Risiko
untuk berkembang menjadi tuberkulosis juga tampaknya lebih besar selama 2
tahun pertama kehidupan. Dalam hal cara persalinan, tidak ada bukti bahwa TB
akan mempengaruhi cara persalinan.1,5
Gejala TB pulmonal yang khas termasuk batuk kronik, kehilangan berat badan,
demam intermiten, keringat malam dan batuk darah. TB yang menyerang bagian
tubuh lain selain paru akan memiliki gejala tergantung lokasinya, dan mungkin
akan disertai demam intermiten dan kehilangan berat badan. TB merupakan
11
diagnosis yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan demam intermitten,
kehilangan berat badan dan gejala lain yang tidak jelas. TB laten tanpa infeksi
aktif mungkin tidak akan menunjukkan gejala apa-apa.1
Diagnosis TB paru2
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
12
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB
paru BTA positif. (lihat bagan alur)
13
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
14
Etambutol, dan Pyrazinamide selama 6 bulan. Cara pengobatan sama dengan yang
tidak hamil. Dapat juga di berikan tiga regimen kombinasi, Isoniazid, Rifampicin,
Etambutol, selama 9 bulan. Angka kesembuhan 90% pada pengobatan selama 6
bulan directly observed therapy (DOT) pada inveksi baru.
Saat persalinan mungkin di perlukan pemberian oksigen yang adekuat dan
cara persalinan sesuai indikasi obestetrik. Pemakaian ,masker dan ruangan isolasi
di perlukan untuk mencegah penularan. Pemberian ASI tidak merupakan
kontraindikasi meskipun ibu mendapatkan obat anti–TBC. Perlu di brikan
vaksinasi BCG setelah profilaksis dengan izoniazid 10mg/kg/hari pada bayi dari
ibu dengan tuberkulosis
Program kontrol TB nasional memerlukan 3 regimen standard:
- “Regimen pasien baru”: regimen mengandung 6 bulan pemberian
rifampicin: 2HRZE/4HR1
- “Pemberian terapi ulangan dengan first-line drugs”:
2HRZE/1HRZE/5HRE2
- “Regimen MDR”.
Table 2: Rekomendasi dosis obat antituberkulosis first-line pada dewasa2
OBAT DOSIS YANG DIREKOMENDASIKAN
Harian 3 x seminggu
Dosis dan Maximum Dosis dan Dosis
range (mg) range maksimum
(mg/kg (mg/kg Harian (mg)
body body
weight) weight)
Isoniazid 5 (4–6) 300 10 (8–12) 900
Rifampicin 10 (8–12) 600 10 (8–12) 600
Pyrazinamide 25 (20–30) – 35 (30–40) –
Ethambutol 15 (15–20) – 30 (25–35) –
Manaf Abdul, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Ed.2, cetakan pertama,
Dapartemen kesehatan republik Indonesia 2007, 3-34 p.
15
Wanita menyusui yang menderita TB harus menerima terapi TB sepenuhnya. Saat
pemberian dan jenis kemoterapi yang tepat merupakan cara terbaik untuk
mencegah transmisi basil tuberkel kepada bayi. Ibu dan bayi harus tetap bersama
dan bayi harus tetap melanjutkan menyusui. Setelah menyingkirkan adanya
infeksi TB aktif pada bayi, bayi harus diberikan terapi preventif berupa isoniazid
selama 6 bulan, diikuti dengan vaksinasi BCG. Pemberian suplemen piridoksin
direkomendaiskan terhadap seluruh wanita hamil dan menyusui yang mendapat
isoniazid.
16
Sebaiknya persalinan di lakukan di ruang isolasi, cegah pendarahan
pasca persalinan dengan uterotonika
1. (dikutip dari: Willams Obstetriks 22nd, ed, 2005), Saifuddin AB, Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Penyakit Saluran Pernapasan, Tuberkulosis, Ed.4, Najoan Nan Warouw,
Jakarta, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010. 800-809 p.
17
mual, sakit perut malam sebelum tidur
Nyeri Sendi Pyrazinamide Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6
terbakar di kaki (piridoxin) 100mg per
hari
Warna kemerahan pada Rifampicin Tidak perlu diberi apa-
air seni (urine) apa, tapi perlu penjelasan
kepada pasien
Manaf Abdul, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Ed.2, cetakan pertama,
Dapartemen kesehatan republik Indonesia 2007, 3-34 p.
18
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal
singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian
pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit.
Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu
dirujuk.2
19
2.12 Prognosis
20
BAB III
KESIMPULAN
menerus lebih dari dua minggu, sering disertai dengan gejala tambahan
seperti sputum bercampur darah, hemoptisis, sesak napas dan rasa nyeri
dada.
2. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe,
OAT, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
tepat dan adekuat dapat memperbaiki kualitas hidup ibu hamil dan
menghindari efek samping ke janin dan bayi yang baru lahir. Penggunaan
obat streptomisin dan obat lini kedua dihindari pada wanita hamil karena
21
DAFTAR PUSTAKA
22