Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UJIAN

Pembimbing :
Dr. Uus Rustandi, Sp.An-KIC
Dr. Ruby Satria Nugraha, Sp.An. M.kes

Disusun oleh :

AJENG FEBRIYANTI
1102010013

KEPANITERAAN ILMU ANASTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
2015

1
1.Sebutkan dan jelaskan Mengenai :

a. Cara menilai potensi jalan nafas

1. LOOK:

 Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun
tetap perlu evaluasi berkala.

 Agitasi

 Nafas cuping hidung

 Sianosis

 Retraksi

 Accessory respiratory muscle

2. LISTEN:

 Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

 Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing

 Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi larings
(Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor ekspirasi)

 Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

 Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas
pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas

3. FEEL:

 Aliran udara dari mulut/ hidung

 Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

b. Alat-alat untuk intubasi endotrakeal:

 Bag and mask + selang O2 dan O2

 Laryngoscope

 Endotrakeal tube

 Syringes

 Stylet

2
 Xylocain jelly

 Suction canule

 Magil forceps

 Oropharingeal tube

 Spuit 20cc

 Plester

 Stetoscope

c. Obat-obat yang digunakan saat intubasi:


1). Sedasi
a). Pentothal 25 mg / cc dosis 4-5 mg/kgbb
b). Dormicum 1 mg / cc dosis 0,6 mg/kgbb
c). Diprivan 10 mg/cc 1-2 mg/kgbb
2). Muscle relaksan
a). Succynilcholin 20 mg / cc dosis 1-2 mg/kgbb
b). Pavulon 0,15 mg/kgbb
c). Tracrium 0,5-0,6 mg/kgbb
d). Norcuron 0,1 mg/kgbb
3). Obat-obatan emergency (troley emergency)
a). Sulfas Atropine
b). Epedrine
c). Adrenalin / Epinephrin
d). Lidocain 2%

2. Sebutkan Teknik Induksi Anestesi dan Obat-obatan yang digunakan untuk masing-
masing teknik induksi tersebut
Induksi Anastesi

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat

3
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien

tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia

sampai tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S : Scope  Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-

Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.

Lampu harus cukup terang.

T : Tube  Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)

dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway  Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-

faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien

tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape  Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer  Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang

mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah

dimasukkan.

C : Connector  Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction  penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

 Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan

dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi

bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi

4
anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan

selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.


o Obat-obat induksi intravena:
 Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai

kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk

intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan

dihabiskan dalam 30-60 detik.

Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan

menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia

atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan

likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat

kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.

 Propofol (diprivan, recofol)


Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan

intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik

sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.


Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia

intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan

intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
 Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,

hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat

menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.

Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam

5
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena

dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.


Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin

dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml =

50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).

 Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)


Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular,

sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan

jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg

dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

 Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

 Induksi inhalasi
o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)

berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan

beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.

Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan

untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi

jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan

anastetik lain seperti halotan.

o Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya

cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain

4% atau 10% sekitar faring laring.


Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,

terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi

miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah,

6
anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan

kadar gula darah.


o Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih

iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding

halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot

lurik lebih baik disbanding halotan.


o Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian

aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik

anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah

otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari

untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan

gangguan koroner.
o Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat

simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya

seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak

digunakan untuk induksi anestesi.


o Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari

untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

 Induksi per rectal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.

 Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak

beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

7
 Pelumpuh otot nondepolarisasi  Tracurium 20 mg (Antracurium)
o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna

depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.


o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama

20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.


o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
 Cegukan (hiccup)
 Dinding perut kaku
 Ada tahanan pada inflasi paru

2B. Jelaskan mengenai :


Rapid Sequence Intubation / Induction (RSI)
a. Pengertian
Rapid Sequence Intubation (RSI) adalah suatu prosedur tehnik intubasi yang dilakukan
setelah preoksigenisasi, kemudian induksi dengan menggunakan obat induksi yang poten lalu
diikuti pemberian obat pelumpuh otot dengan kerja cepat untuk dapat menyebabkan
penurunan kesadaran dan paralisis motorik untuk tujuan intubasi secara cepat. Teknik ini
didasari pada pasien dalam keadaan tidak puasa atau lambung penuh yang akan dilakukan
intubasi, yang memiliki resiko aspirasi cairan atau isi lambung.
b. Obat-obat yang digunakan
Obat : Thiopenthone, suxamethonium, efedrin, atropine
c. Teknik RSI
Teknik melakukan RSI, yaitu
1. Pasien selalu dilakukan preoksigenasi sebelum dilakukan induksi. 4 kali tarikan nafas
maksimal dari oksigen sudah cukup untuk denitrogenasi paru normal. Pasien dengan
penyakit paru memerlukan 3-5 menit preoksigenasi.
2. Prekurarisasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi mungkin mencegah
peningkatan tekanan intraabdomen yang berhubungan dengan fasikulasi yang
disebabkan oleh suksinilkolin. Tahap ini sering ditinggalkan, meski tahap ini dapat
menurunkan tonus spingter oesophagus bagian bawah. Jika recorunium dipilih untuk
relaksasi, dosis p[riming kecil (0,1 mg/kgbb) diberikan 2-3 menit sebelum induksi
mungkin mempercepat onset dari aksi.
3. Blade yang besar dan tube endotracheal disiapkan sebelumnya. Sebaiknya dimulai
dengan memakai stilet dan nomor tube endotracheal satu sampai setengah nomor
dibawah biasanya, untuk memeaksimalkan kemudahan melakukan intubasi.

8
4. Asisten melakukan penekanan ringan diatas kartilago krikoid sesaat setelah induksi
(Sellick’s Manuver). Karena kartilago krikoid terbentuk cincin yang tidak putus dan
tidak kempes, tekanan diatas menekan jaringan dibawahnya. Oesophagus lalu kolaps,
dan secra pasif regurgitasi cairan lambung tidak dapat mencapai hipofaring. Tekanan
pada krikoid yang berlebihan (lebih keras daripada yang ditoleransi orang pada
umumnya) dapat menyebabkan ruptur dinding oesophagus posterior.
5. Tidak ada pemberian tes dosis dari tiopental. Dosis induksi diberikan secara bolus.
Seharusnya dosis ini dimodifikasi bila ada indikasi bahwa sistem kardiovaskular
pasien tidak stabil. Agen RSI lain dapat menggantikan thiopental.(seperti propofol,
ketamin)
6. Suksinilkolin (1,5 mg/kgbb) atau recuronium (0,9 -1,2 mg/kgbb) dapat diberikan
segera setelah tiopenthal, walaupun pasien belum hilang kesadarannya.
7. Pasien tidak dilakukan ventilasi secara artifisisal, untuk menghindari pengisian udara
perut dimana hal ini dapat meningkatkan risiko emesis. Setelah reflek spontan pasien
berhenti atau respon otot terhadap rangsang hilang, pasien segera mulai di intubasi.
Penekanan pada cricoid dipertahankan sampai cuff tube endotracheal sudah
dikembangkan dan posisi tube sudah pasti. Modifikasi dari RSI klasik
memperbolehkan ventilasi yang gentle selama tekan krikoid dipertahankan.
8. Bila intubasi mengalami kesulitan, tekanan pada krikoid dipertahankan sampai dan
pasien diventilasi secara gentle dengan oksigen sampai usaha intubasi berikutnya
dapat dilakukan. Bila intubasi tetap tidak berhasil, spontan ventilasi seharusnya
diadakan dan dilakukan intubasi sadar.
9. Setelah selesai pembedahan, pasien harus diekstubasi setelah reflek-reflek jalan napas
kembali dan kesadaran sudah pulih.

3. Jelaskan mengenai

1. Skor mallampati
Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
 Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
 Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar
faring tidak terlihat
 Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
 Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat

9
4. Cara melakukan konfirmasi posisi ETT setelah dilakukan intubasi
Melakukan auskultasi pada bagian paru dextra dan sinistra serta lambung.
5. Skor modifikasi Aldrette
· Postanesthesia Discharge Scoring System

 Modifikasi dari Aldrete Score yang juga mencakup pengkajian nyeri, N / V, dan
perdarahan bedah, di samping tanda-tanda vital dan aktivitas.
 Score 9 atau 10 menunjukkan kesiapan untuk pindah.

· Pendarahan Luka Operasi


Nilai 0 : Berat: lebih dari 3 kali dresing.
1 : Sedang sampai 2 kali dressing
2 : Minimal: tidak memerlukan dressing
· Nyeri
Nilai 0 : Nyeri berlanjut dan perlu pengobatan ulang
1 : Nyeri Mengganggu dan tidak dikendalikan pasien operasi
2 : Nyeri Terkontrol oleh pasien dan dikendalikan
· Mual dan Muntah
Nilai 0 :
1 : Sedang: mengobati dengan obat IM
10
2 : Ringan: mengobati dengan obat PO
· Aktifitas
Nilai 0 : Tidak dapat bergerak
1 : Bergerak membutuhkan bantuan
2 : Bergerak bebas dan tidak pusing
· BP dan Pulse
nilai 0 : > 40% dari baseline pra operasi
1 : 20-40% dari baseline pra operasi
2 : Dalam 20% dari baseline pra operasi

6. Skor Bromage
Kriteria Nilai
 Gerakan penuh dari tungkai, 0
 Tak mampu ekstensi tungkai, 1
 Tak mampu fleksi lutut, 2
 Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3
Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.

7.Skor PRST untuk menilai kedalaman anestesi

Untuk mengendalikan kedalaman anestesi pasien dihubungkan dengan monitor


bispectral index score (BIS) serta untuk mengendalikan kecukupan analgesi dinilai
menggunakan skor patient response to surgical stimuli (PRST).

Nilai BIS dikendalikan antara 40 sampai 60 dan nilai PRST <3. Intervensi
hemodinamik dilakukan apabila didapatkan penurunan atau kenaikan tekanan darah >30%
daripada tekanan darah awal, nilai BIS<40 atau >60 dan nilai PRST >3.

Penurunan tekanan darah >30% diintervensi dengan memberikan efedrin 5 mg


intravena, namun bila terjadi penurunan tekanan darah yang berulang, maka dilakukan
pengurangan dosis propofol rumatan. Bila kenaikan tekanan darah >30%, diatasi dengan cara
memberikan bolus propofol dosis 0,5 mg/kgBB, namun apabila berulang dilakukan

11
peningkatan dosis propofol rumatan. Bila nilai BIS <40, dilakukan pengurangan dosis
rumatan propofol dan bila BIS>60 dilakukan penambahan dosis rumatan, sedangkan apabila
nilai PRST>3, diberikan penambahan fentanil 1 μg/kgBB.

8. Cara menilai ketinggian blockade sensorik pada anestesi spinal

 TES SENSORIK PRIMER :

 RABA HALUS:

Gunakan sepotong kapas, beberapa orang lebih menyukai menggunakan ujung jari.
Sentuhkan kapas tersebut diatas kulit.

Cobalah untuk mengulangi rangsangannya.

Peragakan – dengan kedua mata pasien terbuka, tunjukkan padanya bahwa anda akan
meraba kulitnya. Mintalah pasien mangatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan.

TES – perintahkan pasien untuk menutup matanya, lakukan tes pada daerah kulit yang
bermasalah.

• TES NYERI:

Roda bergerigi atau rader sering digunakan Dr. Wartenberg, bisa juga dengan menggunakan
peniti atau jarum tajam dan tumpul.

• Peragakan – Tunjukkan kepada pasien apa yg anda kerjakan, Jelaskan bahwa anda ingin
agar pasien memberitahukan apakah jarum yang dirasakan tajam atau tumpul. Sentuh area
yang terganggu dengan jarum dan kemudian sentuh dengan jarum tumpul pada area yg sehat.

• TES – mintalah pasien menutup kedua matanya kemudian beri rangsangan tajam dan
tumpul secara acak, dan perhatikan respon pasien.

• Dermatom – Pada lesi radiks saraf, timbul area penurunan sensasi yang terbatas pada
distribusi segmental. Area kulit yang dipersarafi oleh radiks spesifik dinamai dermatom.

• Baal - Sering pasien mengeluh area baal. Pasien harus diinstruksikan untuk melukiskan area
ini dengan satu jari tangan. Kemudian pemeriksa harus menempatkan peniti di pusat area baal
merangsang ke arah luar sampai pasien memperhatikan rasa nyeri, dengan cara ini batas
kehilangan sensorik dapat ditentukan.

• TES SENSASI SUHU:

Isi tabung dengan air hangat dan dingin.

Peragakan – “ saya mau anda mengatakan sesuatu jika saya sentuh anda dengan tabung yang
panas atau dingin. Sentuhkan secara acak tabung air panas dan dingin pada tangan, kaki atau
daerah kulit yang terganggu.

12
• TES PROPRIOSEPSI (Indera posisi)

Propriosepsi harus dites pada jari tangan dan kaki bilateral dengan memegang sisi lateral
phalanx distal, sementara bagian proksimal phalanx dipertahankan tetap. Mula-mula tes ini
dijelaskan kepada pasien dengan matanya terbuka pemeriksa memperlihtakan apa artinya
“keatas” dan “kebawah”. Kemudian pasien menutup mata & pemeriksa menggerakkan
phalanxnya keatas dan kebawah. Pasien hrs menjawab apakah sendinya ke atas atau ke
bawah.

• SENSASI RASA GETAR :

Gunakan garpu tala 128 Hz. Garpu tala dengan frequensi yg lebih tinggi (256 atau 512 Hz)
tidak adekuat.

Peragakan – Pastikan pasien mengerti bahwa dia akan merasakan getaran, dengan
memukulkan garpu tala dan meletakkannya diatas sternum atau dagu.

TES –mintalah pasien menutup matanya, tempatkan garpu tala pada tonjolan tulang, tanyakan
pasien dapat merasakan getaran tersebut.

Letakkan pada sendi metatarsal falangeal, malleolus medialis, tuberositas tibialis, spina iliaka
anterior superior, di lengan dan pada ujung jari, masing-masing sendi interfalangeal,
pergelangan tangan, siku dan bahu. Bila sensasi bagian distal normal, tes tidak perlu
dilakukan pada bagian proksimal

• PEMERIKSAAN SENSORIK SEKUNDER :

• Streognosis :

Identifikasi taktil obyek dinamai sebagai streognosis. Banyak jenis obyek yang lazim dapat
digunakan seperti uang logam, penjepit kertas, kunci atau kancing baju. Obyek yg tidak
diakrabi harus dihindari. Ketidak mampuan mengenal suatu obyek dinamai astereognois atau
agnosia taktil.

• Grafestesia :

Ketidakmampuan mengenal angka atau huruf yang dituliskan pada kulit dinamai grafestesia.
Angka sekitar 1 cm tingginya digambarkan pada bantalan jari tangan dengan menggunakan
pensil.

Kehilangan kemampuan membedakan angka atau huruf dikenal sebagai grafenestesia.

• Diskriminasi dua titik :

Kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujungdisebut
diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi dalam kemampuan membedakan dua
titik pada tingkat derajat pemisahan ber-variasi. Normalnya dua titik terpisah 2– 4 mm dpt
dibedakan pd ujung jari tangan, 30-40mm dpt dibedakan pada dorsum pedis. Tes dpt
menggunakan kompas, jepitan rambut.

13
• Sensory inattention.

Mintalah pasien untuk mengatakan kepada anda bagian mana yang anda sentuh (baik dengan
kapas ataupun dengan jarum). Sentuhlah pada bagian kanan dan kemudian pada bagian
kirinya. Jika pasien dpt membedakan masing-masing secara terpisah, kemudian sentuhkan
kedua bagian pada saat yg sama.

Pengertian Nyeri :

• Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

• Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Fisiologi Nyeri :

• Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.

9.Skala/Skor Nyeri :

Skala Nyeri menurut

1. VAS

14
 Cara penggunaan Visual Analog Scale (VAS)

VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan
secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level
intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad
pain”(nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai
dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari
batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skornya
yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skor tersebut dicatat untuk
melihat kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya.

2.BPS

Behavior Pain Scale

BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang
menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh.

Skala ini sudah divalidasi. BPS terdiri dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah,
pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring
dari 1 (tidak ada respon) hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak
nyeri) hingga 12 (nyeri maksimal).Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan
sebagai nyeri yang tidak dapat diterima.

15
Item Descrpition Score

Facial expresion Relaxed 1

Partially tightened 2

Fully tightened 3

Grimacing 4

Upper limbs No movement 1

Partially bent 2

Fully bent with finger flexion 3

Permanently retracted 4

Compliance with Tolerating movement 1


ventilation
Coughing but tolerating2
ventilation for most of time

Fighting ventilator
3
Unable to control ventilation
4

Tabel 3. Behaviour Pain Scale

10.Sebutkan Efek samping anestesi spinal

 Nyeri tempat suntikan


 Nyeri Punggung
 Nyeri kepala karena kebocoran likuor
 Retensio urin
 Meningitis

11. Komplikasi anestesi spinal

Intra Operatif:

 Hipotensi

 Bradikardi

 Hipoventilasi

 Trauma Saraf

16
 Trauma Pembuluh darah

 Mual Muntah

 Gangguan pendengaran

 Anestesi spinal tinggi atau spinal total


Post Operatif:

 Nyeri di punggung

 Nyeri di tempat suntikan

 Nyeri Kepala karena kebocoran liquor

 Retensio Urin

 Meningitis

12. Keuntungan anestesi spinal dibandingkan anestesi umum:

 Lebih murah

 Caranya Sederhana

 Penggunaan alat minim

 Non eksplosif karena tidak menggunakan obat-obatan yang mudah terbakar

 Pasien sadar saat pembedahan

 Reaksi stres pada daerah pembedahan kurang bahkan tidak ada

 Perdarahan relatif sedikit

 Setelah pembedahan pasien lebih segar atau tenang dibandingkan anestesi


umum

 Pasien tidak perlu puasa setelah pembedahan selesai

12. Kerugian Anestesi spinal dibanding anestesi umum

 Terkadang akan sangat sulit untuk menetukan lokasi dural space dan mendapatkan
cerebrospinal fluid.

 Anestesi spinal tidak baik jika digunakan untuk pembedahan dengan jangka 1aktu
lebihdari % jam. <ika operasi atau pembedahan lebih lama dari % jam maka
disarankan

17
13. Sebutkan obat-obatan dan alat-alat untuk resusitasi jantung paru otak

18
14. Sebutkan obat-obatan inotropik

19
Inotropik dibagi dalam dalam dua agen yaitu :

a. Agen inotropik positif


Adalah agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk
mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung, syok kardiogenik,
syok septic, kardiomiopati.
Contoh: Berberine, Omecamtiv, dopamine, epinefrin (adrenalin), isoprenalin
(isoproterenol), digoxin, digitalis, amrinon, teofilin

b. Agen inotropik negative


Adalah agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk mengurangi
beban kerja jantung.
Contoh : Carvedilol, bisoprolol, metoprolol, diltiazem, verapamil, clevidipine,
quinidin.

15.Sebutkan obat-obatan vasopresor

1. Phenylephrine 5. Ephedrine

2. Epinephrine (Adrenaline) 6. Methoxamine

3. Norepinephrine 7. Vasopressin dan Terlipressin

4. Dopamine 8. Isoproterenol

20

Anda mungkin juga menyukai