Oleh:
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Tujuan pembahasan isu lingkungan tentang pengadaan lahan persawahan pada lahan
gambut, antara lain :
1. Untuk mengetahui kondisi lingkungan pra konstruksi PLTU Mpanau yang
membahayakan manusia dan Rumput Laut di Teluk Palu.
2. Untuk mengetahui gambaran kondisi lingkungan pasca kontstruksi PLTU
Mpanau yang membahayakan manusia dan Rumput Laut di Teluk Palu.
3. Untuk mengetahui analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang dapat
dilaporkan jika program tersebut terus berlanjut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
PLTU Mpanau
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mpanau di Palu Bangunan tersebut sudah
berjalan sejak tahun 2006, pemilik adalah PT Pusaka Jaya Palu Power (PJPP). Lokasi
proyek terletak di Panau, Tawaei, Kota Palu. PLTU Mpanau ini menggunakan
batubara sebanyak 5.200 ton per hari. Tenaga listrik berkapasitas 24 Megawatt (unit
I) dan 2x36 Megawatt pada unit II direncanakan dapat memenuhi hingga 80%
kebutuhan listrik di Palu.
PLTU Mpanau yang merupakan pembangkit listrik berbahan bakar batubara telah
menimbulkan beragam Salah satu dampak yang dirasakan adalah pemcemaran udara,
dampak sosial-ekonomi, lingkungan, dan kesehatan yang merugikan warga. Dampak
tersebut mencakup di antaranya: (1) pemiskinan masyarakat karena hancurnya mata
pencaharian, terutama untuk petani dan nelayan tangkap; (2) kerusakan lingkungan di
darat dan di laut, di antaranya, disebabkan oleh limbah sisa pembakaran batubara
khususnya rumput laut; (3) terganggunya kesehatan warga terutama sakit pernafasan
yang diperburuk tidak adanya pemantauan mengenai dampak kesehatan, limbah
berupa fly ash dan bottom ash di bantaran sungai, sama dengan timbunan abrasi sungai.
Pemerintah di berbagai level terus mengabaikan dampak sosial-ekonomi, lingkungan,
dan kesehatan PLTU Mpanau. Masyarakat dibiarkan sendiri menghadapi persoalan
tersebut. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah: pemerintah
Palu: memantau kualitas udara dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
terhadap warga di sekitar PLTU (Greenpeace, 2018). Hasil pemodelan emisi Mpanau
unit I dan II (eksisting) ini dinilai menghasilkan polutan berbahaya bagi kesehatan
manusia, satwa laut, dan industri wisata di kawasan Palu. Kemudian limbah mekuri
dari batubara, PLTU batubara diyakini sebagai sumber emisi merkuri terbesar di
atmosfer, endapan merikuri dan abu batubara akan jatuh ke perairan dan tanah, jika
masuk dalam perairan maka akan mentup kutikula pada rumput laut sehingga tidak
mampu melakukan fotosintesis dan akhirnya layu, juga terdapat pengendapan asam
dapat meningkatkan mobilisasi dan buangan logam berat ke pesisir perairan yang
berdampak pada kualitas pangan laut.
Dengan adanya eksisting merkuri yang terus naik setiap tahunnya, salah satu
dampak yang dirasakan adalah pemcemaran udara, dampak sosial-ekonomi,
lingkungan, dan kesehatan yang merugikan warga. Dampak tersebut mencakup di
antaranya:
1) Persoalan ganti rugi tanah yang belum selesai, antara lain disebabkan oleh
nilai ganti rugi yang tidak layak dan proses yang tidak transparan.
2) pemiskinan masyarakat karena hancurnya mata pencaharian, terutama untuk
petani dan nelayan tangkap
3) kerusakan lingkungan di darat dan di laut, di antaranya, disebabkan oleh
limbah sisa pembakaran batubara
4) terganggunya kesehatan warga terutama sakit pernafasan yang diperburuk
tidak adanya pemantauan mengenai dampak kesehatan.
RPL dan RKL PLTU
Menurut PP. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), kegiatan Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan
Limbah B3 yang dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan
sementara Limbah B3 yang dihasilkannya. Kegiatan penyimpanan Limbah B3 fly ash
dan bottom ash oleh PT. Pusaka Jaya Palu Power pada prinsipnya untuk
menempatkan Limbah B3 untuk meminimalisasi dampak terhadap media lingkungan,
serta berada jauh dan aman dari permukiman masyarakat sekitar.
Rencana luasan lokasi yang digunakan untuk pembangunan TPS fly ash dan
bottom ash oleh PT. Pusaka Jaya Palu Power seluas 2,1 Ha. Fasilitas utama dalam
luasan ini yaitu Fasilitas Penyimpanan, yang terdiri dari 3 unit, yang dilengkapi
dengan komponen fasilitas penunjang lainya, seperti kantor, jalan khusus, drainase,
lahan parkir, gudang/garasi alat berat, tempat pencucian mobil, bak penampungan
sampah, dan ruang terbuka hijau serta taman.
Adendum Amdal Sebelumnya
1) Tahap Prakonstruksi
b. Pembebasan/Pengadaan Lahan
2) Tahap Konstruksi
d. Pembangunan Basecamp
e. Pematangan Lahan
Prinsip pemadatan adalah tanah yang tidak padat menjadi padat. Alat
yang digunakan untuk pemadatan antara lain roller whell atau drum whell.
Alat tersebut dijalankan pada tanah dalam beberapa lintasan. Peralatan
tersebut melintas beberapa kali hingga tanah dinyatakan padat sehingga
mampu menahan beban diatasnya.
Model Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 fly ash dan bottom ash dibuat
berdasarkan PP. 101 Tahun 2014 konsep waste impoundment (pengurung
limbah). Model ini dirancang dengan konsep semi landfill mengggunakan
lapisan alas dan penutup geomembran.
Simpulan
Pusaka Jaya Palu Power. 2017. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) Pembangunan/Pengelolaan
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 Fly Ash Dan Bottom Ash
Kegiatan Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Palu: Pusaka
Jaya Palu Power