Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel data menunjukkan bahwa respon cacing A
maupun B terhadap garam dapur 5% dan 10% adalah negative. Kedua jenis cacing tersebut
bergerak menjauhi tisu yang telah diberi larutan garam. Cacing tanah merespon seperti itu
karena pada cacing tanah terdapat organ sensorik yang terdiri dari sel tunggal atau
kelompok khusus yang terdapat pada sel ektodermal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rahayu (2011), Organ sensorik yang berperan pada respon cacing adalah reseptor
epidermal. Reseptor epidermal yang merupakan sel organ yang merespon stimulus kimiawi
memiliki distribusi yang berbeda. Reseptor epidermal terdistribusi pada bagian

epidermis, terutama pada sisi lateral dan pemukaan ventral tubuh (Koptal, dkk.,
dalam Susilowati dan Rahayu, 2007: 1). Reseptor ini terdistribusi pada bagian epidermis
terutama pada sisi lateral dan sisi permukaan ventral tubuh. Hal ini dikarenakan reseptor
epidermal cacing lebih peka terhadap larutan garam dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding dengan larutan yang memiliki konsentrasi lebih rendah. Reseptor epidermal ini
terdapat pada sisi lateral dan ventral sehingga stimulus yang berupa larutan garam akan
diterima langsung oleh cacing melalui sisi-sisi tersebut.

Pada percobaan yang kedua, hasil yang ditunjukkan cacing pada pemberian cairan mucus
dari spesies itu sendiri maupun spesies yang berlawanan menunjukkan bahwa cacing
menunjukkan respon positif (mendekat) pada cairan mucus yang dihasilkan dari spesies
sekelompoknya dan menunjukkan respon negative ()menjauhi cairan mucus yan dihasilkan
dari spesies yang berlainan. Hal ini menunjukkan bahwa cairan mucus dapat dijadikan
sebagai alat komunikasi dari cacing tanah. Hal ini sesuai dengan Agustinus (2009)
menyatakan bahwa Cairan mucus dapat digunakan sebagai salah satu alat komunikasi dari
cacing tanah. Cairan mucus yang dikeluarkan oleh cacing tanah memiliki sifat yang spesifik.
Namun, karena setiap cacing memiliki kemoreseptor yang sangat sensitive, maka senyawa yang
dihasilkan oleh cacing lain dapat dideteksi dengan mudah. Sehingga, cacing yang sama spesies
maupun yang berbeda spesies dapat mengikuti arah pergerakan yang ditandai dengan cairan mucus.
Akan tetapi, pada saat cacing tanah mencari pasangan untuk reproduksi, cairan mucus yang
dikeluarkan memiliki komposisi senyawa kimia yang lebih spesifik dan berbeda dengan komposisi
cairan mucus sebagai penanda suatu tempat, sehingga hanya cacing tanah sejenis yang akan tertarik
dan mengikutinya.
Pada percobaan ketiga yaitu pemberian cairan selom yang berasalh dari spesies itu sendiri
dan spesies yang berlawanan menunjukkan bahwa cacing akan mendekati cairan selom yang
dihasilkan oleh cacing sejenis dan akan menjauhi cairan selom yang dihasilkan oleh cacing
yang berbeda. Cairan selom ini berfungsi sebagai alat komunikasi lainnya dari cacing tanah.
Cairan selom bersifat alkaline, tidak berwarna, mengandung air, garam, dan
beberapa protein (Koptal, dkk., 1980 dalam Susilowati dan Rahayu, 2007: 1).
Diduga cairan selom ini dihasilkan oleh sel kloragogen yang berfungsi
mengekskresikan produk dari cairan selom. Senyawa kimia ini berfungsi sebagai
alat komunikasi dan dapat bertahan aktif pada suatu tempat dalam waktu yang
lama. Respon yang ditunjukkan dari cacing mengindikasikan bahwa sinyal yang
diberikan melalui cairan selom bersifat spesifik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Selain itu,sifat dari senyawa tersebut sangat spesifik dan karena setiap cacing
memiliki kemoreseptor yang sangat sensitif, maka senyawa tersebut dapat
dideteksi oleh cacing tanah jenis lain dengan mudah (Price, 1975 dalam Susilowati
dan Rahayu, 2007: 1).

Rujukan

Susilowati, Rahayu Sofia Ery. 2007. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang:
FMIPA UM

Agustinus, M. Dedi. 2009. Tingkah Laku Cacing Tanah.Semarang:Karya Press


Rahayu, Sofia Ery dan Susilowati. 2011. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku Hewan.
Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai