Anda di halaman 1dari 8

UJI TOKSISITAS AIR SISA DETERJEN SEBELUM DAN SESUDAH PERLAKUAN

MENGGUNAKAN TAWAS DAN ZEOLIT

MAKALAH RISET MANDIRI

Ditulis untuk memenuhi matakuliah Ekotoksikologi


Yang dibimbing oleh Dr. Sueb, M.Kes
(Email : sueb.fmipa@um.ac.id)

Oleh :
Permata Windra Deasmara (160342606241)
Offering GHIL/2016

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI BIOLOGI
AGUSTUS 2019
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air buangan sisa deterjen/laundry dapat menimbulkan permasalahan serius
karena produk deterjen dan bahan-bahan ingredientnya dapat berakibat toxic bagi
kehidupan dalam air. Karena sifatnya yang kompleks, air limbah deterjen/laundry
sangat sukar untuk diolah (Nasir, S., dkk., 2013). Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 201 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, deterjen merupakan salah satu contoh limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun) yang akan merusak lingkungan apabila keberadaannya tidak
dikontrol.
Deterjen mengandung zat surface active (surfaktan), yaitu anionik, kationik, dan
nonionik. Surfaktan yang digunakan dalam deterjen adalah jenis anionik dalam bentuk
sulfat dan sulfonat. Surfaktan sulfonat yang dipergunakan adalah Alkyl Benzene
Sulfonate (ABS) dan Linier Alkyl Sulfonate (LAS). Lingkungan perairan yang
tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi dapat
membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut
(Prihessy, 1999). Metode yang umum diterapkan untuk mereduksi surfaktan mencakup
proses-proses kimia dan oksidasi elektrokimia, teknologi membran, presipitasi secara
kimia, degradasi fotokatalitik adsorbsi dll. Umumnya sistem yang digunakan pada
proses pengolahan air limbah industri laundry merupakan metoda konvensional seperti
koagulasi dan flokulasi, sedimentasi dan filtrasi atau kombinasi dari proses-proses
tersebut.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengolah limbah laundry adalah
dengan cara koagulasi flokulasi menggunakan koagulan tawas dan adsorpsi dengan
media zeolit. Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan
limbah karena deterjen mempunyai sifat koloid. Adsorpsi menggunakan zeolit dapat
digunakan untuk mengurangi kontaminasi deterjen. Muatan negative pada kerangka
zeolit dinetralkan oleh kation yang terikat lemah. Deterjen yang merupakan molekul
organik akan ditarik oleh zeolit dan melekat pada permukaan dengan kombinasi dari
daya fisik kompleks dan reaksi kimia.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah nilai COD, pH, fosfat sebelum dan sesudah perlakuan?
2. Bagaimanakah pengaruh perlakuan tawas dan zeolite pada air limbah deterjen?
3. Bagaimanakah keefektifan metode ini untuk mengurangi sifat toksik pada air
limbah deterjen?
Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai COD, pH, fosfat sebelum dan sesudah perlakuan.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan tawas dan zeolite pada air limbah deterjen.
3. Untuk mengetahui keefektifan metode ini untuk mengurangi sifat toksik pada air
limbah deterjen.
Manfaat
1. Bagi pelajar/mahasiswa
Sebagai tempat untuk menambah ilmu dan wawasan mengenai permasalahan
lingkungan serta mampu menciptakan solusi yang tepat untuk permasalahan
tersebut.
2. Bagi masyarakat
Sebagai media untuk edukasi mengenai pentingnya kesadaran untuk peduli
terhadap lingkungan.
3. Bagi pemerintah
Sebagai bahan evaluasi tentang pengelolaan dan manajemen limbah deterjen yang
baik agar tidak merusak lingkungan.

B. KAJIAN PUSTAKA
Limbah Deterjen
Deterjen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15)
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3 - Na+ dan
ROSO3 -Na+ ) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin
dan olefin) (Rahimah, Z., dkk., 2016). Kandungan yang terdapat dalam deterjen adalah
bahan kimia pengaktif (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS). namun karena sifat
ABS yang sulit di urai oleh mikroorganisme di permukaan tanah, maka kandungan ABS
diganti dengan senyawa Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relative lebih aman
dengan lingkungan (Sisyanreswari, H., dkk., 2014).
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu
hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS),
Kationik (Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik
(Acyl Ethylenediamines). Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan
dengan surfaktan anionik dan non-ionik (Isminingsih,1972). Selain itu, deterjen juga
mengandung bahan lainnya diantaranya adalah builder, filler, serta additives.
Builder berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara
menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates (Sodium Tri
Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra
Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat). Filler adalah bahan tambahan
deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah
kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga.
Contoh : Sodium sulfat. Sedangkan additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk
membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan
sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives
ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax,
Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah
dibawa oleh deterjen kedalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu
mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau
harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Tawas dan Zeolit
Alumunium sulfat (Al2 (SO4)3) dikenal sebagai tawas merupakan salah satu
bahan kimia padat yang bentuknya berupa serbuk atau kristal dengan warna putih keruh.
Bahan kimia ini dikenal sebagai koagulan, yaitu bahan kimia yang dibutuhkan air untuk
membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap
dengan sendirinya. Sehingga alumunium sulfat, (tawas) sering digunakan untuk
menjernihkan air sumur. Bahan ini banyak dipakai karena efektif untuk mengendapkan
partikel-partikel kecil dalam air. (Sutrisno, 1996). Pembuatan tawas bisa dilakukan
dengan melarutkan material yang mengandung Al2O3 dalam larutan asam sulfat. Tawas
merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral
atau kubus. Tawas larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol dalam udara bebas
tawas bersifat stabil. Senyawa tawas bersifat sedikit asam tetapi dapat mengalami
perubahan dalam suasana basa karena amfoterik aluminium Ikhsan (2013).
Zeolit adalah mineral dengan struktur kristal alumino silikat yang berbentuk
rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran, serta mengandung
ion Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air (Las, T., & Zamroni, H., 2002). Kegunaan
zeolit didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion exchanger),
adsorpsi (adsorption) dan katalisator (catalyst) (Nugroho, K.A. 2017). Zeolit terdapat
secara alami didaerah batuan sedimen di sekitar daerah gunung api atau mengendap
sebagai batuan sedimen, pada bagian tanah jenis basalt didaerah sumber air panas (hot
spring). Komposisi kimia zeolit alam ini banyak tergantung pada kondisi hidrotermal
lingkungan lokal, seperti suhu, tekanan uap air setempat dan komposisi air tanah lokasi
kejadiannya (Hardjatmo, & Husaini, 1996).
COD
Chemical Oxygen Demand (COD) didefinisikan sebagai jumlah oksidan
tertentu yang bereaksi dengan sampel dalam kondisi yang terkendali. COD sering
digunakan untuk mengukur polutan pada air limbah maupun air segar. COD merupakan
parameter penting untuk menentukan beban organic pada perairan. Secara khusus,
untuk pengoperasian instalasi pengolahan air limbah dan perpajakan pencemar air
limbah, serta untuk karakterisasi kualitas air, parameter ini digunakan di seluruh dunia
dan merupakan bagian dari banyak arahan yang berhubungan dengan kualitas air (Kolb,
M. et al., 2017). Limbah dengan nilai COD yang tinggi sangat berbahaya bagi
lingkungan karena dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air
(Tchobanoglous, et al., 2003).
pH
pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam
atau basa sesuatu larutan. Sebagai satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan atau kehidupan mikroorganisme dalam air, secara empirik pH yang
optimum untuk tiap spesifik harus ditentukan (Sutrisno, 2004). pH yang ideal bagi
kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 - 8,5. pH yang sangat rendah, menyebabkan
kelarutan logam-logam dalam air makin besar, yang bersifat toksik bagi organisme air,
sebaliknya pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang
juga bersifat toksik bagi organisme air (Arifin, 2003).
Fosfat
Ortofosfat (bahasa Inggris: orthophosphate, inorganic phosphate, Pi) atau sering
disebut gugus fosfat adalah sebuah ion poliatomik atau radikal terdiri dari satu atom
fosforus dan empat oksigen. Dalam bentuk ionik, fosfat membawa sebuah -3 muatan
formal, dan dinotasikan dengan (PO4)3-). Menurut Peavy et al. (1986), sumber fosfat di
perairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai
membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber
fosfat di muara sungai lebih besar dari sekitarnya. Fosfat berasal dari detergen dalam
limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam
air alam atau air limbah sebagai senyawa orto fosfat, polifosfat dan fosfat organis.
Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat
di dalam sel organisme dalam air.
Senyawa fosfat dan nitrogen seperti amoniak, nitrat dan nitrit yang terdapat di
perairan bersifat metabolitoksik dan sangat berbahaya bagi ekosistem perairan.
Keberadaan fosfat secara belebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat
menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (algae bloom). Fosfat organis dapat
terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun
tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya (Alaerts, 1987). Keberadaan senyawa
fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan.
Apabila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01 mg P/L), pertumbuhan ganggang akan
terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop. Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air
tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (kedaaan eutrof),
sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya
bagi kelestarian ekosistem perairan.
C. METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik koagulasi yaitu
dengan memasukkan limbah deterjen ke dalam 4 gelas beker sebanyak 1 liter, kemudian
ditambahkan larutan tawas dengan dosis 25 mL, 50 mL, 75 mL kemudian di uji setelah
perlakuan. Pengolahan limbah laundry dengan media zeolit dilakukan dengan cara
memasukkan media zeolit ke dalam gelas beker berisi air limbah deterjen dengan berat
masing-masing 20 gram, 40 gram, 60 gram, kemudian hasilnya di uji.
Instreumen Penelitian
Instrumen untuk penelitian ini untuk pengujian COD dan Fosfat dilakukan
dengan metode Spektrofotometri menurut SNI 06-2504-1991. Sedangkan untuk
pengukuran pH, digunakan pH meter menurut SNI 06-6989.11-2004.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis COD, pH, serta fosfat adalah dengan rerata kemudian
dibandingkan dengan baku mutu standar perairan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 201 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Selain itu juga dilakukan uji regresi linier untuk mengetahui
adanya pengaruh pemberian perlakuan tawas dan zeolit.

Daftar Rujukan

Alaerts, G. & Sri, S. S. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Arifin, 2003. Daya Dukung Perairan Danau Tondano Untuk Menunjang Kegiatan Budidaya
Ikan. Skripsi. Manado: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT

Hardjatmo., Husaini. 1996. Study the Properties of some Indonesian Natural Zeolites. One Day
Seminar on Mineral Property and Utilization of Natural Zeolite. JSPS-BPPT. Jakarta.

Ikhsan, J. dkk. Pengaruh Mordan Sintesis Dari Limbah Kaleng Terhadap Daya Ikat dan Laju
Lepas Zat Warna Methyl Violet oleh Serat Kain. Jurnal Penelitian saintek, UNY. Vol
19, No 1 . Yogyakarta 2014.

Isminingsih, S. 1972. Analisa Zat Aktif Permukaan Dan Detergensi. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil.

Kolb, M., Bahadir, M., Teichgraber, B. 2017. Determination of chemical oxygen demand
(COD) using an alternative wet chemical method free of mercury and dichromate.
German. Water Research 122 (2017) 645-654

Las, T., & Zamroni, H. 2002. Penggunaan Zeolit dalam Bidang Industri dan Lingkungan.
Serpong. Jurnal Zeolit Indonesia Vol.1 No.1

Nasir, S., Budi, T., Silviaty, I. 2013. Aplikasi Filter Keramik Berbasis Tanah Liat Alam dan
Zeolit Pada Pengolahan Air Limbah Hasil Proses Laundry. Palembang. Jurnal Bumi
Lestari, Volume 13 No. 1

Nugroho, K.A. 2017. Pemanfaatan Zeolit ZSM-5 dalam Proses Peningkatan Mutu Kualitas
Air. Surabaya. Jurusan Kimia Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

Peavy H.S, D.R Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental Engineering. Mc. Graw
Hill-Book Company. Singapore.

Prihessy. Y., 1999, Penurunan Kadar Deterjen limbah Laundry dengan Cara Adsorpsi
menggunakan Karbon Aktif pada Merpati Laundry Mancasan Lor Depok Sleman, Tugas
Akhir Teknik Lingkungan, Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan
Rahimah, Z. dkk. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Menggunakan Koagulasi Kapur dan PAC. Konversi. Vol. 5 No. 2. Hal. 13

Sutrisno, C. T. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Tchobanoglous, G, Franklin L. B., and H. David S. 2003. Waste Water Engineering Treatment
and Reuse. Mc. Graw Hill Companies, Inc. New York.

Anda mungkin juga menyukai