Anda di halaman 1dari 3

Nama : Permata Windra Deasmara

NIM : 160342606241

Offering : IL

Mata Kuliah : Pengendalian Hayati

1. Bagaimana hubungan antara perkembangan pengendalian hayati dengan revolusi hijau?


Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi,
yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti
predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan
hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk
kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan
musuh alami yang dilakukan dilaboratorium (Anonim, 2002),
Sedangkan revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk
menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya
pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara
berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada
(kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan. Namun, adanya revolusi hijau tidak
dapat berlanjut dalam jangka waktu yang lama karena adanya cekaman abiotic maupun
biotik, yaitu adanya serangan hama dan pathogen tanaman sekunder yang sebelumnya
tidak pernah terpikir ketika para pemulia tanaman meracik vairetas unggul. Oleh karena
itu, menurut Ghose (2004 dalam Adnyana, 2006), muncullah istilah ”revolusi hijau
lestari”, dengan sasaran lebih luas, yang mencakup 1) ke seluruh aspek agroekosistem
mulai dari hulu, petani, sampai kepada konsumen akhir, 2) pemanfaatan kemajuan
informasi teknologi dan bioteknologi, 3) sistem irigasi yang efisien, pestisida yang
ramah lingkungan, dan pertanian yang sahih, dan 4) pemasaran, agroindustri, dan
pengembangan infrastruktur pedesaan. Jadi, pengembangan dan pemanfaatan pestisida
yang ramah lingkungan merupakan salah satu cakupan revolusi hijau lestari, yang
menunjang kepada tercapainya ketahanan pangan yang kokoh.
Selain itu, terdapat Teknologi yang dikembangkan untuk mengendalikan hama
dan pertanaman padi didasarkan kepada konsep pengendalian hama terpadu (PHT)
dengan mempertimbangkan ekosistem, stabilitas, dan kesinambungan produksi sesuai
dengan tuntutan praktek pertanian yang baik (Good Agricultural Practices, GAP).
Waage (1996) menggolongkan konsep PHT ke dalam dua kelompok, yaitu
konsep PHT teknologi dan PHT ekologi. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk
membatasi penggunaan insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang
ekonomi sebagai dasar penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong
penggantian pestisida kimia dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih
banyak memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida
hayati, dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap
kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi (Untung 2000).
Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT dalam
sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama didasarkan pada
pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan musuh alami serta
keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi yang masih
menerima teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang ekonomi,
konsep PHT ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara kimiawi.
Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh terjadinya
resistensi hama terhadap insektisida, ledakan hama sekunder, dan pencemaran
lingkungan akibat pemakaian insektisida. Di lain pihak, pengembangan pertanian
berkelanjutan didasari oleh munculnya gerakan pertanian organik pada tahun 1920 dan
1930-an. Gerakan ini menuntut perlunya pengkajian pengaruh pupuk sintetis terhadap
kualitas tanah, penyediaan pangan bagi penduduk dunia yang tumbuh dramatis, dan
revolusi hijau yang telah menyebabkan meningkatnya penggunaan varietas unggul
yang responsif terhadap pupuk sintetis dan penggunaan pestisida secara tidak bijaksana
dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (Ohmart 2002).
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian
OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Sebagai sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2)
Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan
tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko
pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan (Anonim, 2004).
Daftar Rujukan
Anonim, 2002. Model Budidaya tanaman Sehat ( Budidaya Tanaman Sayuran Secara
Sehat Melalui Penerapan PHT), Dirjen Perlindungan Tanaman. Jakarta)
Anonim. 2004. Pedoman Peengendalian Penyakit Tugro Pada Tanaman Padi.
Direktorat Perlindungan Pangan, Dirjen Tanaman Pangan Deptan. Jakarta.
Ohmart, C. 2002. IPM, Sustainable Agriculture and Ecolabelling. LodiWoodbridge
Winegrape Commission and Associate in the Agriculture Experiment
Station. Dept. of Entomology, US Davis.
Untung, K. 2000. Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu Indonesia. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.
Waage, J. 1996. Integrated pest management and biochemistry: An analysis of their
potential. p. 36-47. In G.J. Persley (Ed.). Biotechnology and Integrated
Pest Management. CAB International, Cambridge.)

Anda mungkin juga menyukai