Anda di halaman 1dari 36

1/1/2019

LAPORAN PENDUHULUAN
TB PARU (POSITIF)

OLEH :
NAMA : NI MADE FEBRI SUARDIANTINI.
NPM : 015.01.3209
KELAS : VII A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


MATARAM
A. PENGERTIAN
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil
Tahan Asam (BTA).
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah infeksi penyakit
menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan
asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut (Imran Somantri, 2007)
tuberkulosis paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru –
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain
infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme
Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di
bronkiolus atau alveolus, kuman juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna,
melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi
kulit. Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi granulomatosa kronik
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (tipe manusia), suatu basil tahan
asam (BTA). Jenis lainnya meliputi M. Bovis (sapi) dan mikobakterium altipis
misalnya M. Avium intracellulare dan M. Kansasii.

B. PENYEBAB TB PARU
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant,
tertidur lama selama beberapa tahun.Sumber penularan adalah penderita TB BTA
positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung
kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium


tuberculosis .
1) Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara
genetik.
2) Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan
kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3) Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4) Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.
5) Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi,
stress emosional, kelelahan yang kronik)
6) Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan
memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.
7) Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.
8) Nutrisi ; status nutrisi kurang
9) Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.
10) Tidak mematuhi aturan pengobatan.
C. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI

a. Faktor Presipitasi (pencetus)


a) Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan
diturunkan secara genetik.
b) Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka
kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
c) Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
d) Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.
e) Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
b. Factor Predisposisi (pendukung)
a) Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran
dari Asia Tenggara.
b) Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang
menimbulkan penurunan status kesehatan.
c) Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
d) Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid &
kemoterapi kanker.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

a. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagaian tubuh lainnya (ginjal, tulang,
korteks serebri), dan area paru – paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh
berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri, limposit spesifik tuborkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai sepuluh minggu setelah
pemajanan. Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif granulomas diubah menjadi masa
jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa fibrosa ini di sebut tuberkel ghon.
Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik, membentuk masa seperti keju.
Masa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk sekar kolagenosa. Bakteri
menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah, membentuk jaringan
parut. Paru – paru yang terinfeksi lebih membengkak mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut. Kecuali proses tersebut dapat dihentikan,
penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah ke hilum paru-paru dan
kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan
dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti
dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 % individu yang
awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
b. Pathway
E. TANDA DAN GEJALA
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah
asimtomatis. Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap
sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap
lanjut. Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil. Menurut
Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat.
Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit,
karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau)
dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga
pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan
proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan
otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum
dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh
darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorakx, anemia dan
lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.

F. KLASIFIKASI

a) Pembagian secara patologis :

• Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).


• Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

b) Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

• Tuberkulosis Paru BTA positif.


• Tuberkulosis Paru BTA negative

c) Pembagian secara aktifitas radiologis :

• Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.


• Tuberkulosis non aktif .
• Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)

d) Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

• Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas


pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
paru.
• Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian
paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
• For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang
melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e) Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
• Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
tidak pernah, tes tuberculin negatif.
• Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
• Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
• Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f) Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
• Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus
baru dengan batuk TB berat.
• Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positf.
• Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
• Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

G. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Asuhan Keperawatan


a. Identitas pasien, meliputi :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
Tanggal MRS :
Diagnosa medis:
b. Keluhan:
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
d. Riwayat penyakit dahulu
:
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
e. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan :

 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.

 Aspek psikososial.

Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,


menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.

Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh


perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
 Lingkungan:

Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,


ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
f. Pola fungsi kesehatan.

1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.

Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota


keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi. Pola nutrisi - metabolik.
2). Pola Nutrisi – Metabolik
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi
penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn.
E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam
hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).

 Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan dan kelelahan


Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
 Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan

Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam
hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak

 Pernapasan

Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea

 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

g. Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat


badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi

Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi

Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas


tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)

h. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara
residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.

a) Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan
b) Data Obyektif
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan
sub mandibula.
 Kadang terjadi abses.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah ditandai dengan batuk berdahak yang tercampur darah

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-


kapiler.ditandai dengan sesak nafas .
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia ditandai dengan penurunan berat badan

d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritic

e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

I. RENCANA TINDAKAN DAN RASIONALISASI


NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1 Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
Airway suction
tidak efektif Respiratory status : Ventilation  Untuk memudahkan
 Pastikan kebutuhan oral /
berhubungan dengan Respiratory status : Airway patency tracheal suctioning pasien dalam
 Auskultasi suara nafas
akumulasi sekret kental Aspiration Control bernafas.
sebelum dan sesudah
atau sekret darah suctioning.  Untuk mengetahui
 Informasikan pada klien
ditandai dengan batuk Kriteria Hasil : apakah secret masih
dan keluarga tentang
berdahak yang Mendemonstrasikan batuk efektif dan suctioning menumpuk atau tidak.
 Minta klien nafas dalam
tercampur darah suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis  Untuk memudahkan
sebelum suction dilakukan.
Definisi : dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,  Berikan O2 dengan mengetahui letak
menggunakan nasal untuk
Ketidakmampuan mampu bernafas dengan mudah, tidak ada secret.
memfasilitasi suksion
untuk membersihkan pursed lips) nasotrakeal  Membantu klien
 Gunakan alat yang steril
sekresi atau obstruksi Menunjukkan jalan nafas yang paten dalam bernafas.
sitiap melakukan tindakan
dari saluran pernafasan (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,  Anjurkan pasien untuk  Memberikan pasie
istirahat dan napas dalam
untuk mempertahankan frekuensi pernafasan dalam rentang normal, waktu untuk relaksasi.
setelah kateter dikeluarkan
kebersihan jalan nafas. tidak ada suara nafas abnormal) dari nasotrakeal  Untuk observasi
 Monitor status oksigen
Mampu mengidentifikasikan dan secaraberlanjut.
pasien
Batasan Karakteristik : mencegah factor yang dapat menghambat  Ajarkan keluarga  Mnambah
bagaimana cara melakukan
- Dispneu, Penurunan jalan nafas pengetahuan keluarga
suksion
suara nafas  Hentikan suksion dan untuk merawat
berikan oksigen apabila
- Orthopneu pasien menunjukkan anggota keliarga yang
bradikardi, peningkatan
- Cyanosis sakit.
saturasi O2, dll.
- Kelainan suara nafas  Mengehentian
(rales, wheezing) intervensi bila sudah
- Kesulitan berbicara membaik
- Batuk, tidak efekotif
Airway Management
atau tidak ada  Buka jalan nafas,  Untuk membuka jalan
guanakan teknik chin lift
- Mata melebar nafas,
atau jaw thrust bila perlu
- Produksi sputum  Posisikan pasien untuk  Untuk
- Gelisah memaksimalkan ventilasi memaksimalkan
 Identifikasi pasien
- Perubahan frekuensi perlunya pemasangan alat ventilasi dari pasien.
dan irama nafas jalan nafas buatan  Memaksimalkan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi pembukaan jalan
dada jika perlu nafas pasien.
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction  Untuk mengetahui
 Auskultasi suara nafas, apakah secret masih
catat adanya suara tambahan
menumpuk atau tidak.
 Lakukan suction pada
mayo  Mengetahui keadaan
 Berikan bronkodilator jalan nafas paten atau
bila perlu
 Berikan pelembab udara tidak.
Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan  Untuk memudahkan
mengoptimalkan
dalam observasi klien.
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2 Gangguan pertukaran NOC : NIC :


Airway Management
gas berhubungan Respiratory Status : Gas exchange  Untuk memudahkan
 Buka jalan nafas,
dengan kerusakan Respiratory Status : ventilation guanakan teknik chin lift pasien dalam
atau jaw thrust bila perlu
membran alveoler- Vital Sign Status bernafas.
 Posisikan pasien untuk
kapiler.ditandai dengan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi  Untuk mengetahui
sesak nafas . Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi  Identifikasi pasien apakah secret masih
perlunya pemasangan alat
Definisi : Kelebihan dan oksigenasi yang adekuat jalan nafas buatan menumpuk atau tidak.
atau kekurangan dalam Memelihara kebersihan paru paru dan bebas  Pasang mayo bila perlu  Untuk memudahkan
 Lakukan fisioterapi
oksigenasi dan atau dari tanda tanda distress pernafasan dada jika perlu mengetahui letak
pengeluaran Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Keluarkan sekret secret.
dengan batuk atau suction
karbondioksida di nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan  Membantu klien
 Auskultasi suara nafas,
dalam membran kapiler dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu catat adanya suara tambahan dalam bernafas.
 Lakukan suction pada
alveoli bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Memberikan pasie
mayo
Batasan karakteristik : Tanda tanda vital dalam rentang normal  Berika bronkodilator waktu untuk relaksasi.
Gangguan bial perlu  Untuk observasi
 Barikan pelembab
penglihatan udara secaraberlanjut.
Penurunan CO2
Takikardi  Atur intake untuk cairan  Mnambah
mengoptimalkan
Hiperkapnia pengetahuan keluarga
keseimbangan.
Keletihan  Monitor respirasi dan untuk merawat
somnolen status O2 anggota keliarga yang
Iritabilitas Respiratory Monitoring sakit.
Hypoxia  Monitor rata – rata,  Mengehentian
kedalaman, irama dan usaha
kebingungan respirasi intervensi bila sudah
Dyspnoe  Catat pergerakan membaik
dada,amati kesimetrisan,
nasal faring penggunaan otot tambahan,
AGD Normal retraksi otot supraclavicular  Untuk membuka jalan
dan intercostal
sianosis  Monitor suara nafas, nafas,
warna kulit abnormal seperti dengkur  Untuk
 Monitor pola nafas :
(pucat, kehitaman) bradipena, takipenia, memaksimalkan
Hipoksemia kussmaul, hiperventilasi, ventilasi dari pasien.
cheyne stokes, biot
hiperkarbia  Memaksimalkan
 Catat lokasi trakea
sakit kepala ketika  Monitor kelelahan otot pembukaan jalan
diagfragma (gerakan
bangun nafas pasien.
paradoksis)
frekuensi dan  Auskultasi suara nafas,  Untuk mengetahui
kedalaman nafas catat area penurunan / tidak apakah secret masih
adanya ventilasi dan suara
abnormal tambahan menumpuk atau tidak.
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan  Mengetahui keadaan
ronkhi pada jalan napas
jalan nafas paten atau
utama
 auskultasi suara paru tidak.
setelah tindakan untuk
 Untuk memudahkan
mengetahui hasilnya
dalam observasi klien.
3 Ketidakseimbangan  Nutritional status Nutrition manegemnt :  Menghindari
nutrisi kurang dari  Weight control  Kaji adanya alergi terjadinya keracunan .
kebutuhan tubuh makanan  Agar dapat
berhubungan dengan Kriteria hasil :  Kolaborasika dengan memberikan nutirisi
anoreksia ditandai  Adanya peningkatan berat badan sesuai ahli gizi untuk yang tepat opada
dengan penurunan tujuan menentukan jumlah klien
berat badan.  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi kalori dan nutrisi yang  Meningkatkan status
Definisi : Intake nutrisi badan dibutuhkan pasien nutrisi dari pasien.
tidak cukup untuk  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk  Untuk mempercepat
keperluan metabolisme  Tidak ada tanda-tanda malnutris meningkatkan intake pemulihan.
tubuh. Tidak menunjukakan penurunan berat badan  Anjurkan pasien untuk  Menghindarkan
berati meningkatkan protein terjadinya mual dan
Batasan karakteristik : vitamin c muntah.
- Berat badan 20 %  Berikan makanan yang  Agar mengurangi rasa
atau lebih di bawah sudah dikonsulkan oleh cemas
ideal ahli gizi
- Dilaporkan adanya  Monitor jumlah nutrisi  Agar tidak terjadi
intake makanan yang dan kandungan kalori berat berlebih ataupun
kurang dari RDA  Berikan informasi kurang
(Recomended Daily tentang kebutuhan  Untuk menghindari
Allowance) nutrisi penurunan berat
- Membran mukosa  BB pasien dalam batas badan .
dan konjungtiva pucat normal
- Kelemahan otot  Monitor adanya
yang digunakan untuk penurunan berat badan
menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi
pada rongga mulut
- Mudah merasa
kenyang, sesaat setelah
mengunyah makanan
- Dilaporkan atau
fakta adanya
kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB
dengan makanan cukup

4 Nyeri Akut NOC :  Kaji nyeri  Untuk


berhubungan dengan Pain Level,  Ajarkan tekhnik mengetahui skala
nyeri dada pleuritic. Pain control, relaksasi kepada pasien nyeri dan
Definisi : Comfort level  Berikan analgetik sesuai mengidentifikasi
Sensori yang tidak Kriteria Hasil : jadwal kebutuhan
menyenangkan dan Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Kolaborasikan dengan intervensi.
pengalaman emosional nyeri, mampu menggunakan tehnik dokter pemberian  Untuk intervensi
yang muncul secara nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, antibiotik nyeri dengan non
aktual atau potensial mencari bantuan)  Observasi TTV farmakologi .
kerusakan jaringan Melaporkan bahwa nyeri berkurang Pastikan keadaan  Nyeri biasanya
atau menggambarkan dengan menggunakan manajemen nyeri nadi,RR,Td dalam akan berat dan
adanya kerusakan. Mampu mengenali nyeri (skala, rengtang normal memerlukan
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) pengontrol nyeri .
- Laporan secara Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Untuk observasi
verbal atau non verbal berkurang dalam pemberian
- Fakta dari Tanda vital dalam rentang normal intervensi
observasi selanjutnya.
- Posisi antalgic
untuk menghindari
nyeri
- Gerakan
melindungi
- Tingkah laku
berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur
(mata sayu, tampak
capek, sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada
diri sendiri
- Fokus
menyempit (penurunan
persepsi waktu,
kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
5 Hipertemia NOC : NIC :  Untuk
Fever treatment
berhubungan dengan Thermoregulation menentukan
 Monitor suhu sesering
proses inflamasi Kriteria Hasil : mungkin tindakan
 Monitor IWL
Definisi : suhu tubuh Suhu tubuh dalam rentang normal intervensi
 Monitor warna dan suhu
naik diatas rentang Nadi dan RR dalam rentang normal kulit lanjutan apa yang
 Monitor tekanan darah,
normal Tidak ada perubahan warna kulit dan akan diberikan .
nadi dan RR
Batasan Karakteristik: tidak ada pusing, merasa nyaman  Monitor penurunan tingkat  Untuk melakukan
kesadaran
- kenaikan suhu tubuh obervasi lebih
 Monitor WBC, Hb, dan
diatas rentang normal Hct lanjut pada pasien
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik .
- serangan atau  Berikan pengobatan untuk  Untuk
mengatasi penyebab demam
konvulsi (kejang) menunrunkan
 Selimuti pasien
- kulit kemerahan  Lakukan tapid sponge demamyang
 Berikan cairan intravena
- pertambahan RR terjadi pada
 Kompres pasien pada lipat
- takikardi paha dan aksila pasien.
 Tingkatkan sirkulasi udara
- saat disentuh tangan
 Berikan pengobatan untuk  Untuk
terasa hangat mencegah terjadinya menunrunkan
menggigil
demam pasien
dengan cara tapod
sponge.
Temperature regulation  Untuk melakukan
 Monitor suhu minimal tiap
2 jam observasi .
 Rencanakan monitoring  Memudahkan
suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR untuk obervasi
 Monitor warna dan suhu suhu pasien .
kulit
 Monitor tanda-tanda  Untuk tetap
hipertermi dan hipotermi menjaga pasien
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi nutrisinya
 Selimuti pasien untuk terpenuhi
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh menghindari
dehidrasi.
 Ajarkan pada pasien cara  Untuk
mencegah keletihan akibat
panas menghindari
 Diskusikan tentang keletihan .
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek  Mencegah
negatif dari kedinginan terjadinya
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan peningkatan suhu.
dan penanganan emergency  Memberikan
yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari medikasi sesuai
hipotermi dan penanganan kebutuhan .
yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring  Untuk mengecek


 Monitor TD, nadi, status tanda-tanda
suhu, dan RR
vital pada pasien.
 Catat adanya
fluktuasi tekanan darah  Untuk
 Monitor VS saat mengetahui
pasien berbaring, duduk,
atau berdiri apabila tejadi
 Auskultasi TD pada peningkatan
kedua lengan dan
bandingkan tekanan darah.
 Monitor TD, nadi,  Untum
RR, sebelum, selama, dan
menemukan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari perbandingan
nadi
diantara keduanya
 Monitor frekuensi
dan irama pernapasan  Untuk mengetau
 Monitor suara paru irama pernafasan
 Monitor pola yang di miliki
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, pasien.
dan kelembaban kulit  Melakukan
 Monitor sianosis
observasi lebih
perifer
 Monitor adanya lanjut.
cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK YANG MENDUKUNG
a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan
tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-
kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau
batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan
refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-
pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila
masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan
brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari
sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada
anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-
kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA
mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah
mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk
mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan
sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan
6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
b. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan
umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar
usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantouxumumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah
dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah
bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai
pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan
pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel
terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien.
Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling
menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap
berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,
pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras
bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. Sebagaimana
pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan
kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
e. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB
paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB
milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum
penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan
jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih
dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada
beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang
sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai
bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan
masing-masing berupa garis-garis tajam.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu
dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia
pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik,
perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit
terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat
menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju
endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

K. PENATALAKSANAAN MEDIS.
1. Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
1) Pencegahan Tuberkulosis Paru
 Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin
dan diberikan kemoprofilaksis.
 Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
Vaksinasi BCG
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan
BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya
TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang
menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang
menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita
diabetes mellitus.
Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).

2) Pengobatan Tuberkulosis Paru


Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu :

a) Fase intensif (2-3 bulan) :


Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-
banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama
fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman
disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif
dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB,
Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.

b) Fase lanjutan (4-7 bulan).


Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang
lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan
akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4
bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru.
Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan
pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan.
Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah
yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat
kategori sebagai berikut:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan
neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas,
TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat
INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4
bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (
tahap lanjutan ).

2. Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
diberikan kepada :
 Penderita kambuh
 Penderita gagal terapi
 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat

3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )


Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak
luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.

4. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
Obat-obatan anti tuberkulostatik
1. Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah.
Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan,
kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah
neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah
seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV.
Dalam keadaan ini perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis
sejak awal pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat
jarang terjadi.
2. Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.
Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila
ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin,
sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase
serum), tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-
kadang terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan
penggantian obat terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati.
Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme
obat lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-
koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu
dipilih cara KB yang lain.
3. Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua
atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB
karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium
bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
4. Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi.
Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan
yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase
awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama
pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol
diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu.
Efek samping etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan
dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek
toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal.
Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka
etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi
penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan ini sebaiknya
tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak
harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa
melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan
sebelum pengobatan.
5. Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus
resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat
badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700
mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g
tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat
badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-
20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam
plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek
samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh
dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan
untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer
menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi..
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner dan
Suddart. Jakarta : EGC
Brooker Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1 & 2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika : Jakarta.
Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : FKUI.
Price, S., & Wilson. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi.2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Cva
    LP Cva
    Dokumen18 halaman
    LP Cva
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sap Perawatan Kemoterapi
    Sap Perawatan Kemoterapi
    Dokumen17 halaman
    Sap Perawatan Kemoterapi
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Ca Serviks
    LP Ca Serviks
    Dokumen15 halaman
    LP Ca Serviks
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sab Menyusun Balok
    Sab Menyusun Balok
    Dokumen13 halaman
    Sab Menyusun Balok
    Kurnia Rahman
    Belum ada peringkat
  • SAP Batuk Efektif Dan KTR
    SAP Batuk Efektif Dan KTR
    Dokumen16 halaman
    SAP Batuk Efektif Dan KTR
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Cva
    LP Cva
    Dokumen18 halaman
    LP Cva
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Sle
    LP Sle
    Dokumen17 halaman
    LP Sle
    Karin Manditha
    0% (1)
  • LP Cystomi Uterii
    LP Cystomi Uterii
    Dokumen17 halaman
    LP Cystomi Uterii
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Combustio (r.16)
    LP Combustio (r.16)
    Dokumen23 halaman
    LP Combustio (r.16)
    Nunung
    Belum ada peringkat
  • LK Combustio Konsul
    LK Combustio Konsul
    Dokumen40 halaman
    LK Combustio Konsul
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Reportase Triage
    Reportase Triage
    Dokumen2 halaman
    Reportase Triage
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Combustio (r.16)
    LP Combustio (r.16)
    Dokumen23 halaman
    LP Combustio (r.16)
    Nunung
    Belum ada peringkat
  • LP CHF
    LP CHF
    Dokumen17 halaman
    LP CHF
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Cva
    LP Cva
    Dokumen18 halaman
    LP Cva
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Pathway SLE
    Pathway SLE
    Dokumen1 halaman
    Pathway SLE
    Dwi Yuka
    Belum ada peringkat
  • LP Cva
    LP Cva
    Dokumen18 halaman
    LP Cva
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP Ca Serviks
    LP Ca Serviks
    Dokumen15 halaman
    LP Ca Serviks
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • SAP Batuk Efektif Dan KTR
    SAP Batuk Efektif Dan KTR
    Dokumen16 halaman
    SAP Batuk Efektif Dan KTR
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Chek List Pemeriksaan Gcs
    Chek List Pemeriksaan Gcs
    Dokumen2 halaman
    Chek List Pemeriksaan Gcs
    Karin Manditha
    100% (1)
  • LP Ca Serviks
    LP Ca Serviks
    Dokumen15 halaman
    LP Ca Serviks
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sap TBC
    Sap TBC
    Dokumen11 halaman
    Sap TBC
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP CHF
    LP CHF
    Dokumen17 halaman
    LP CHF
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sap TBC
    Sap TBC
    Dokumen11 halaman
    Sap TBC
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sap MALARIA FIXX INI
    Sap MALARIA FIXX INI
    Dokumen12 halaman
    Sap MALARIA FIXX INI
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sap Aub
    Sap Aub
    Dokumen12 halaman
    Sap Aub
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Laporan Sap Kelompok Lansia Bila Tepung
    Laporan Sap Kelompok Lansia Bila Tepung
    Dokumen17 halaman
    Laporan Sap Kelompok Lansia Bila Tepung
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP CHF
    LP CHF
    Dokumen17 halaman
    LP CHF
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • SAP Cuci Tangan Dan Etika Batuk
    SAP Cuci Tangan Dan Etika Batuk
    Dokumen12 halaman
    SAP Cuci Tangan Dan Etika Batuk
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • Sap Aub
    Sap Aub
    Dokumen12 halaman
    Sap Aub
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat
  • LP TB Fixx
    LP TB Fixx
    Dokumen36 halaman
    LP TB Fixx
    Karin Manditha
    Belum ada peringkat