DI RUANG 28
(CASE REPORT)
DISUSUN OLEH :
DIDIK EKO SETYANTO
150070300113026
KELOMPOK 17
B. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas
dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999). Sekitar 10% kasus stroke
disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000)
menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-
Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang
tinggi terjadinya PIS.
Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu
studi populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di
subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di
batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai
35-52%. Dari jumlah ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama
setelah serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan
intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK,
serta peningkatan mortalitas dan kecacatan.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat
terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun
persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus
perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan
hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan
intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering
pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia
yang sama (Broderick, 1999).
C. Etiologi
Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat
seseorang sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik
volunter karena perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri)
yang berdekatan dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang
terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif
dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen
dapat berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah
bahwa empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas
dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan
terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti
pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi
pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur
ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada
masa pasca perdarahan dini.
Hiponatremia
Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan
serebrospinal yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson,
2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu
aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan
mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri
besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-
sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan
penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus
(carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi
biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Miksoma atrium.
Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu
faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
D. Klasifikasi
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
a.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
otak tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan
24 jam atau beberapa hari.
c.Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
- Nyeri kepala akut dan terasa berat,
- leher bagian belakang kaku,
- muntah,
- penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
- Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat
mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
- 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya
perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan
penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah
ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).
F. Patofisiologi
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi
perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di
epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi
kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus
willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah
otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena
kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu
rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit
dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya
rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price &
Willson, 2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan
ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada
cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan
kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke
dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih
dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya
perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus
otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
G. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang
terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak
sebagai sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor
risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi
dan pencetus stroke hemoragik
I. Penatalaksanaan Stroke
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi
dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat
istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak
muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan
Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn
E. Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas,
genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,
pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf
Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium
SARAF KRANIAL
Cara Pemeriksaan Saraf Kranial
Mengkaji Kekuatan Otot
a. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-
bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang
berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama
melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang
sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat
objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta
klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan
ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa
otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien
melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi
dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain