Nama saya Raudhatul Husna Az-zuhra salah satu mahasiswi fakultas keperawatan Unsyiah. Pada
hari Jumat tanggal 22 Februari 2019, mahasiswa-mahasiswi di beri tugas untuk mengamati keadaan pada
4 ruangan yang berada di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin atau lebih dikenal dengan sebutan RSUZA.
Pada hari itu kami semua mengamati ruangan : PICU, Thursina 1, Arafah 2, dan NICU. Tujuannya praktek
lapangan ini adalah untuk melihat bagaimana keadaan anak di ruangan tersebut dan agar lebih
mengenal tentang penyakit anak yang telah kami pelajari sebelumnya atau pediatric. Sebelum memasuki
1. PICU
Pada pukul 08.30 kami berkumpul di ruangan PICU, dan kami didampingi oleh Ns. Nurhasanah dan
seorang perawat yang bertugas di ruangan tersebut. Tujuan kami keruangan tersebut adalah untuk
melihat pasien dengan section, GCS, oksigenasi, syok dan absis. Absis adalah penumpukan cairan atau
nanah pada kulit yang bisa terdapat dimana saja. Diruangan PICU pasien berumur 28 hari sampai umur
18 tahun. Pembimbing membimbing kami semua agar lebih memahami tentang penyakit yang terdapat
di ruangan Pediatric . Tidak banyak bed yang terdapat di ruangan tersebut, hanya ada 4 bed saja. Pasien
yang dirawat di ruangan tersebut dengan indikasi pasien terancam gagal nafas serta memerlukan
perawatan yang intensif. Pasien yang dirawat disini dipantau dengan monitoring yang memantau denyut
jantung, nadi, suhu dan pernafasan. Pasiendirawat di ruangan pediatric berbeda dengan pasien orang
dewasa dimana disini anak mengungkapkan rasa sakitnya secara verbal atau dengan menangis.
Pembimbing juga menjelaskan bahwa pengklasifikasian anak harus benar agar tidak terjadi kesalahan
yang tidak diinginkan. Dan disini perawat harus dapat menentukan (hemodinamik). Hemodinamik
merupakan Adalah gangguan pada tubuh baik pada aliran darah maupun keseimbangan cairan tubuh
/elektrolit yang menimbulkan hipertermi. Di ruangan ini juga perlu di perhatikan suhu ruangan agar
tetap aman terhadap pasien. Terdapat Bayi yang berumur 3 bulan dirawat dikarenakan masalah nutrisi
dan pernafasannya terganggu. Bayi tersebut memakai sungkup dan pernafasan bayi tersebut dangkal,
saturasi, pemberian nutrisi, memakai NGT, dan parenteral. Untuk menghindari jalan nafas dilakukannya
aspirasi agar pasien tidak terjadi pneumonia. Bayi 3 bulan mengalami tekanan suction kurang dari 60,
setelah di atur tekanan maka lakukanlah sectioning. Bayi tersebut mrmakai simple mask (4-7 L) serta
ventilator untuk membantu pernafasan, dan juga memakai ventilasi mekanik untuk mengambil fungsi
paru dan membantu oksigenisasi pada pasien gagal nafas. Bayi yang memakai Naso Gastric Tube atau
NGT merupakan selang yang dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung. Selang ini digunakan bagi
mereka yang tidak dapat mengkonsumsi makanan, cairan, obat-obatan secara oral serta dapat digunakan
NGT juga merupakan suatu tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral atau pasien yang tidak mampu menelan makanan secara
langsung. Di ruangan pediatric ini juga terdapat anak yang berusia 17 tahun dan juga mengalami masalah
dengan oksigenasi sehingga perlu pemantauan, terlihat anak tersebut sangat kurus dan memerlukan
beberapa alat medis seperti NGT dan beberapa alat penunjang lainnya.
2. Thursina 1
Pada pukul kami melanjutkan observasi ke ruangan Thursina. Di ruangan tersebut melayani pasien anak
dengan indikasi thalasemia, dan onkologi anak. Di ruangan ini kami didampingi oleh Ns. Aida Fitri, M.kep
dan perawat yang bertugas. Disini kami dibimbing agar lebih mengenal langsung dengan penyakit yang
telah kami pelajari sebelumnya dan diderita oleh pasien anak. Disini kami diajarkan metode cara mencari
kebutuhan transfusi darah. Bisa adalah salah satu pasien dengan penyakit thalasemia. Thalasemia adalah
penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dan menyebabkan protein yang ada di
dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara normal. Penyebab thalasemia adalah Mutasi
pada DNA yang memproduksi hemoglobin pembawa oksigen ke seluruh tubuh merupakan penyebab
seseorang menderita thalasemia. Belum diketahui secara pasti kenapa mutasi tersebut bisa terjadi.
Gejala thalasemia yang dialami oleh setiap orang itu berbeda-beda, tergantung pada tingkat keparahan
dan tipe thalasemia yang diderita. Untuk bekerja dengan normal, hemoglobin memerlukan 2 protein alfa
dan 2 protein beta. Kelainan pada protein alfa disebut dengan thalasemia alfa, dan kelainan pada protein
beta disebut thalasemia beta. Pasien dengan thalasemia membutuhkan transfusi darah segar secara
rutin. Nisa adalah penderita thalasemia yang menerima transfusi darah segar secara rutin dan Nisa
merupakan penderita thalasemia yang diturunkan oleh ibunya dan adiknya merupakan penderita
thalasemia juga. Sebelum dilakukan transfusi hitung kebutuhan darah dengan cara (12-HB sekarang) + 4
x BB. Perawat yang bertugas mengatakan bahwa Nisa membutuhkan 150 CC darah sedangkan
kemampuannya untuk menerima transfusi darah yaitu 100 CC. Darah segar yang akan diberikan kepada
pasien harus di periksa dan tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus disimpan dalam lemari khusus.
Daya tahannya selama 4 jam, RSUZA mempunya tempat penyimpanan darah yang tahan selama 3 jam
jika lebih dari itu maka akan di kembalikan lagi ke bank darah. Rata-rata pasien yang mengalami
thalasemia kulitnya berwarna hitam dan tulang pipi sedikit menonjol. Pasien thalasemia yang dirawat
3. Arafah 1
Setelah selesai dari ruangan thursina kami langsung ke ruangan Arafah 1 yang dimana disini terdapat
pasien anak yang di rawat dengan berbagai penyakit seperti ginjal, jantung, kekurangan gizi, serta
endokrinologi. Disini kami dibimbing langsung Ns. Nevi Hasrati Nizami, M. Kep dan juga didampingi oleh
perawat ahli yang bertugas. Disini kami dikenalkan dengan berbagai obat yang diberikan kepada pasien
anak. Seperti penderita dengan gangguan respirologi membutuhkan alat nebulizer. Nebulizer merupakan
sebuah alat yang digunakan untuk memasukkan obat dalam bentuk uap untuk dihirup ke dalam paru-
paru. Nebulizer biasa digunakan untuk pengobatan fibrosis sistik, asma, PPOK dan penyakit pernapasan
lainnya. Biasanya pada pasien sesak diberikan ventolin 2.5 mg ampul. Untuk pasien tirah baring lama
diberikan ventolin dan NACL. Di ruangan ini kami juga diberi kesempatan untuk melihat langsung
beberapa cairan yang diberikan pada anak seperti NaCl 0.3%, biasanya pada kemasan terdapat level
berwarna kuning, jenis ini merupakan obat hight alert atau dengan resiko tinggi. Disini juga dikenalkan
obat supositoria yang berbentuk peluru dan obat ini diberikan dengan cara memasukkan kedalam anus
atau rektum dan akan melunak ketika sudah masuk. Selanjutnya terdapat diazepam yang merupakan
obat yang diberikan pada pasien dengan kejang-kejang. Selanjutnya terdapat vial yang dimana viak
merupakan suatu benda penampung cairan, bubuk, atau tablet farmasi. Vial modern mmumnya terbuat
dari kaca dan plastik. Selanjutnya ampul yaitu Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari
gelas, yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10,
20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakainannya untuk satu kali injeksi. Selanjutnya kami juga dikenalkan dengan
4. NICU
Selanjutnya dari ruangan Arafah 1 kami menuju ke ruangan NICU yang dimana dituangkan tersebut
terdapat Neonatus yang berusia 0 sampai 28 hari. Disini kami dibimbing oleh Ns. Nova Fajri, sp. Kep. An
dan seorang perawat yang bertugas di ruangan tersebut yang bernama kak Mira. Ruangan Neonatal
Intensive Care Unit (NICU) adalah ruang perawatan intensif untuk bayi yang memerlukan
pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-
organ vital. NICU merupakan ruangan khusus yang menggabungkan teknologi canggih dan
tenaga kesehatan profesional terlatih untuk memberikan perawatan khusus dan intensif bagi bayi
baru lahir. Bayi-bayi yang dirawat di NICU umumnya adalah bayi dengan risiko tinggi. Bayi
risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit atau
kematian daripada bayi yang lain. Istilah bayi risiko tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa
bayi memerlukan perawatan dan pengawasan ketat (Surami, 2003). Disini terbagi menjadi dua
ruangan yaitu ruangan level 2A dan ruangan level 2B. Di sini saya melihat pada ruangan level 2A kami di
perlihatkan dengan pasien yang mengalami masalah oksigenasi dan fototerapi. Pada neonatus dengan
masalah hiperbilirubinemia perlu di gunakannya fototerapi untuk mengurangi kadar bilirubin yang dapat
membuat bayi menjadi kuning. Dalam melakukan fototerapi harus memenuhi kebutuhan dan kriteria.
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi
2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan
5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:
6. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air,
8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan
atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar .
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi
sinar .
10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan
12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di
13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah
14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5
0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi
15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:
16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan
secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh
18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
20. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau
21. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar ,
ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar
sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai
23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah
kuning.
Ruangan 2B
Di ruangan 2B sama seperti ruangan 2A akan tetapi disini terdapat bayi yang mengalami Hidrosefalus dan
neonatus dengan masalah oksigenasi serta BBLR dan juga dengan resiko tinggi sehingga perlu
pemantauan 24 jam dan juga membutuhkan alat bantu. Disini perawat yang bertugas memberitahukan
bahwa terdapat neonatus yang mengalami gangguan kongenital yaitu salah satunya adalah kaki yaitu
clubfoot dan juga neonatus tersebut mengalami kelainan jantung berat, BBLR serta memungkinkan
terjadinya resiko Hidrosefalus sehingga harus dipantau dan di bantu dengan alat penunjang. Terjadinya
kelainan kongenital disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Faktor Genetik. Genetik merupakan faktor
yang sangat berpengaruh di dalam kemunculan kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang
disebabkan oleh faktor genetik dapat muncul akibat kelainan genetic yang diturunkan dari orang tua
atau terjadinya mutasi pada gen tertentu. Perkawinan orangtua sedarah (konsanguniti) meningkatkan
risiko munculnya kelainan genetik yang jarang terjadi dan meningkatkan risiko kematian bayi, cacat
Faktor Sosioekonomi dan Demografi. Pendapatan rendah dapat berkontribusi secara tidak langsung
terhadap munculnya kelainan kongenital, terutama pada keluarga atau negara dengan angka kecukupan
gizi yang rendah. Kebanyakan kelainan kongenital muncul pada ibu hamil yang berasal dari keluarga
dengan pendapatan rendah, disebabkan karena kurangnya asupan gizi. Selain itu, risiko paparan infeksi
serta kurangnya layanan kesehatan pada ibu hamil dari keluarga berpendapatan rendah dapat
berpengaruh terhadap munculnya kelainan kongenital pada janin. Usia ibu hamil juga berpengaruh pada
risiko munculnya kelainan pada janin. Kehamilan di usia lanjut dapat meningkatkan risiko terjadinya
Faktor Lingkungan. Paparan dari lingkungan terhadap ibu hamil, terutama berupa senyawa kimia
berbahaya dapat berkontribusi terhadap munculnya kelainan pada janin. Contoh senyawa kimia yang
berbahaya bagi ibu hamil dan janin adalah pestisida, alkohol, tembakau, radiasi, dan obat-obatan
tertentu. Bekerja atau tinggal di dekat pengolahan limbah, pabrik peleburan besi, atau pertambangan
Infeksi. Infeksi maternal pada ibu hamil (misalnya sifilis dan rubella) merupakan penyebab utama
munculnya kelainan kongenital, terutama pada keluarga ekonomi rendah dan menengah. Baru-baru ini,
infeksi virus zika pada ibu hamil diduga kuat sebagai penyebab kelainan mikrosefali pada bayi.
Malnutrisi pada Ibu Hamil. Kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko janin yang
mengalami gangguan organ saraf pusat. Sedangkan kelebihan asupan vitamin A dapat memengaruhi
perkembangan embrio dan janin pada ibu hamil.Hidrosefalus yang merupakan penumpukan cairan
serebrospinal
secara berlebihan didalam rongga ventrikulus otak, paling sering terjadi pada
neonatus. Keadaan ini juga dapat ditemukan pada orang dewasa sebagai
membesar dan pada bayi maupun dewasa, komplikasi yang ditimbulkan dapat
Bouwstra, S., et.al. (2010). Smart jacket design for neonatal monitoring with wearable sensors.
IEEE Computer Society : 89.1.87 : 6.4755.701