Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi yang sekarang dihadapi Indonesia yaitu masalah gizi

kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya

disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya

kualitas lingkungan (sanitasi) dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

gizi. Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada

lapisan masyarakat tertentu (Almatsier,2005).

Masalah gizi yang disebabkan oleh kekurangan sumber energi dan

kekurangan sumber protein secara umum adalah kurang energi protein (KEP).

KEP pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap

penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat

kecerdasan (Almatsier,2005).

Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang

rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah

kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di

Indonesia. (Depkes RI,2000).

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat dengan sosial

ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan

kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (balita). Kekurangan protein

sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang

menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus. Sindroma gabungan antara

dua jenis kekurangan ini dinamakan Energy Protein Malnutrition/EPM atau

1
Kurang Energi Protein/KEP atau Kurang Kalori Protein/KKP. Sindroma ini

merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia (Almatsier,2005).

Riskesdas menhasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan

kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi

gizikurang pada balita (BB/U < -2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif

dari 18,4% (2007) menurun menjadi 17,9% (2010) kemudian meningkat lagi

menjadi 19,6% (2013). Dari 33 provinsi di Indonesia, dengan indicator BB/U

provinsi Kalimantan Selatan menduduki peringkat ke 5 yang memiliki

prevalensi gizi buruk – kurang diatas angka prevalensi nasional yang berkisar

diantara 21,2% – 33,11%, indicator TB/U provinsi Kalimantan Selatan

menduduki peringkat ke 5 yang memiliki prevalensi pendek (stunting), dan

indicator BB/TB Kalimantan Selatan termasuk dalam 17 provinsi dimana

prevalensi kurus diatas angka nasional.

Data Dinas Kesehatan Kebupaten Z tahun 2014 menunjukkan

prevalensi gizi buruk pada balita sebesar 1,76%, gizi kurang 15,73% dan

sangat kurus 2,25% yang berada dibawah target RPJMN yakni sebesar 5%

untuk gizi buruk dan sangat kurus serta 20% untuk gizi kurang, sedangkan di

wilayah Puskesmas Y menunjukkan angka 0,94% kejadian gizi buruk pada

balita, 16,98% gizi kurang serta 2,8% balita yang sangat kurus.

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,

namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multi

faktor (Supariasa, 2012).

2
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi balita diantaranya

adalah Produk pangan, pembagian makanan, daya terima menyangkut

penerimaan atau penolakan terhadap makanan yang terkait dengan cara

memilih dan menyajikan makanan, pantangan pada makanan tertentu,

kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan ekonomi, kebiasaan

makan, selera makan, sanitasi makanan, dan pengetahuan gizi (Cakrawati,

2012).

Status gizi masyarakat ditentukan oleh makanan yang dimakan. Hal

tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan pangan dimasyarakat, sistem

pengolahan makanan baik modern maupun tradisional, distribusi pangan

hingga ke masyarakat. Asupan gizi menentukan kesehatan masyarakat terkait

imunitas tubuh terhadap penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi status gizi

masyarakat adalah pelayanan kesehatan, kemiskinan, pendidikan, social

budaya, gaya hidup, yang dapat mempengaruhi produktivitas atau kualitas

sumber daya masyarakat. Perubahan iklim akibat pemanasan global turut

mempengaruhi ketahanan pangan terutama bagi Indonesia sebagai negara

agraris. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan rusaknya tanaman pangan

maupun berkurangnya kandungan gizi yang terkandung didalamnya sehingga

mempengaruhi kondisi gizi masyarakat (Cakrawati, 2012).

Aksesibilitas pangan yang rendah mengancam penurunan konsumsi

makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman ditingkat rumah tangga.

Hal ini akan menyebabkan masalah kekurangan gizi pada masyarakat

terutama pada kelompok rentan yaitu ibu, bayi dan anak. Ibu hamil yang

kurang gizi akan melahirkan bayi yang kurang gizi pula (Cakrawati, 2012).

3
Pemberian gizi yang kurang baik terutama anak-anak, akan

menurunkan potensi sumber daya pembangunan masyarakat. Anak-anak yang

hidup dalam masa krisis seperti kondisi perang, resesi ekonomi,

dikhawatirkan kemampuan intelektualnya tidak berkembang sehingga 50

tahun mendatang ketika harus memimpin bangsa, maka akan terjadi

kemunduran suatu generasi atau bangsa (Cakrawati, 2012).

Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan

menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah

beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan. Apabila makanan

tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan ini

berlangsung lama akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak

sehingga otak tidak berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan

kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan

lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil (Cakrawati, 2012).

Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Desa X

Kecamatan Y Kabupaten Z Provinsi Kalimantan Selatan.

B. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi ?

2. Apakah ada hubungan antara tingkat konsumsi energy dan protein

dengan status gizi balita ?

3. Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status

gizi balita ?

4
4. Apakah ada hubungan antara imunisasi dengan status gizi balita ?

5. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita?

6. Apakah ada hubungan antara pola makan dengan status gizi balita ?

7. Apakah ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi

balita ?

8. Apakah ada hubungan antara kepercayaan atau tabu makanan dengan

status gizi balita ?

9. Apakah ada hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi balita ?

10. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi

balita ?

11. Apakah ada hubungan antara ketersediaan pangan tingkat rumah tangga

dengan status gizi balita ?

12. Apakah ada hubungan antara pelayanan pemberian vitamin A dengan

status gizi balita ?

13. Apakah ada hubungan antara pelayanan KIA (penimbangan berat badan

balita, pemberian tablet Fe, imunisasi, KB, P2D) dengan status gizi balita

14. Apakah ada hubungan antara kesehatan lingkungan dengan status gizi

balita ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di

Desa X Kecamatan Y Kabupaten Z.

5
2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi gambaran umum responden (pendidikan, pekerjaan,

umur anak balita

b. Untuk mengidentifikasi dan menilai status gizi balita (TB/U, BB/U,

BB/TB)

c. Untuk mengidentifikasi dan menilai tingkat konsumsi anak balita

(energy, protein, vitamin A dan Fe)

d. Untuk mengidentifikasi dan menilai sosial ekonomi (pendapatan)

e. Untuk mengidentifikasi pola asuh anak balita

f. Untuk mengidentifikasi dan menilai sosial budaya (pengetahuan, tabu

makanan dan kebiasaan makan)

g. Untuk mengidentifikasi dan menilai ketersediaan pangan keluarga

h. Untuk menilai pelayanan kesehatan (keaktifan ibu ke posyandu,

pemberian vitamin A, KIA, imunisasi, KB, P2D)

i. Untuk mengidentifikasi dan menilai kesehatan lingkungan

j. Menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi anak balita dengan

status gizi anak balita

k. Menganalisis hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan

status gizi anak balita

l. Menganalisis hubungan antara pola asuh anak balita meliputi

imunisasi, penyakit infeksi, pemberian makan, pola makan dan

pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi anak balita

m. Menganalisis hubungan antara sosial budaya (pengetahuan, tabu

makanan dan kebiasaan makan) dengan status gizi anak balita

6
n. Menganalisis hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi

anak balita

o. Menganalisis hubungan antara pelayanan kesehatan dengan status gizi

anak balita

p. Menganalisis hubungan antara kesehatan lingkungan dengan status

gizi anak balita

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara tingkat konsumsi dengan status gizi

2. Ada hubungan antara sosial budaya dengan status gizi

3. Ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi

4. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan status gizi

5. Ada hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi

6. Ada hubungan antara pelayanan kesehatan dengan status gizi

7. Ada hubungan antara kesehatan lingkungan dengan status gizi

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Sebagai masukan bagi masyarakat tentang status gizi yang baik sehingga

setiap keluarga termotivasi untuk memperbaikinya guna mencapai derajat

kesehatan yang lebih baik

2. Bagi Instansi Kesehatan atau Posyandu

7
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi instansi

kesehatan terkhususnya program gizi puskesmaas dalam perbaikan

kesehatan gizi masyarakat.

3. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai bahan panduan bagi peneliti lain untuk penelitian

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai