Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSTIKes HANG TUAH


PEKANBARUTAHUN AJARAN 2018/2019

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN


GAGAL GINJAL KRONIK / CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Nama : Sulistiana
NIM : 18091031
A. KonsepDasar
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer 2008).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

2. Etiologi/faktor risiko
Menurut Suzanne & Brenda (2001), CKD dapat disebabkan oleh Penyakit
sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi yang tidak bisa terkontrol,
obstruksi traktus urinarius. Gangguan konginental & herediter seperti penyakit
ginjal polikistik, gangguan vskuler. Lingkungan dan agen berbahaya yang
mempengaruhi gagal ginjal kronis mencakup merkuri, kadmium.
Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).

3. Klasifikasi
Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah jumlah filtrat glomerulus yang
terbentuk setiap menit dari seluruh nefron ginjal. Normalnya ± 125 ml/menit.

Kategori GFR
Stadium Deskripsi GFR
(mL/menit/1.73 m2)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, ≥ 90
abnormalitas struktur atau ciri genetic
menunjukkan adanya penyakit ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89
temuan lain (seperti pada stadium 1)
menunjukkan adanya penyakit ginjal
3A Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3B Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal ≤ 15

4. Patofisiologi
Bila nefron teransang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur. Sisa
nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Kekurangan jumlah nefron akan
mengakibatkan uremia sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Adaptasi yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolitnya adalah hipertrofi dan
peningkatan kecepatan filtrasi (Price dan Wilson, 2006).
Gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yaitu :
a. Cairan tubuh : pada pasien gagal ginjal kronik mengalami kelebihan
volume cairan tubuh karena laju filtasi dan haluan urin berkurang
b. Nutrisi : Pasien gagal ginjal kronis mengalami dialisis mempunyai
pembatasan nutrisi, natrium, kalium dan cairan karena keseimbangan
filtrasi ginjal terjadi terbatas.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
a. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002)
yaitu:
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium

7. Web of cautions

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Asterosklerosi Tertimbun di ginjal Retensi


antibodi s urine
Suplai darah ke ginjal

GFR (Bun & Kreatinin )


MK: Resiko
MK:penurunan
Sekresi
Gangguan
protein CKD MK: Resiko
MK:ketidakefektifan
Gangguan
curah jantung
integritas
terganggukulit perfusi ginjalgas
pertukaran
Insufisiensi
Angiotensin
Hiperten
ginjal
II
I Pada
Eritropoetin
paru
Hb
Retensi Na

Tekanan kapiler
Uremia

Volume intersisial Pucat, fatigue,


Pruritus
malaise
Edema
MK: Intoleransi
Aktivitas
MK: Kelebihan
volume cairan

Gangguan
keseimbangan
asam basa

Produksi asam

Asam lambung
MK: Mual
Mual, muntah
MK: Gangguan
Anoreksi nutrisi kurang
a dari kebutuhan
tubuh
8. Penatalaksanaan keperawatan
a. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa
pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia
melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5
mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium
dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten
sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
b. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang
hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan
parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi
dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan
(Carpenito & Juall, 2001).

B. Asuhan Keperawatan CKD


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose
medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation,
severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja
klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia,
dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
system perkemihan yang berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga,
ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan
riwayat alergi, penyait hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
g. Pengkajian fisik
1. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
2. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5. Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.

8. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan suplay
oksigen
3. Intervensi
No Nanda Noc Nic
1 Penurunan curah - Cardiac Pump Cardiac Care
jantung berhubungan effectiveness - Evaluasi adanya
dengan beban jantung - Circulation nyeri dada
yang meningkat Status (intensitas,lokasi,
- Vital Sign Status durasi)
Kriteria Hasil: - Catat adanya
- Tanda Vital disritmia jantung
dalam rentang - Catat adanya tanda
normal (Tekanan dan gejala
darah, Nadi, penurunan cardiac
respirasi) output
- Dapat - Monitor status
mentoleransi kardiovaskuler
aktivitas - Monitor status
- Tidak ada pernafasan yang
kelelahan menandakan gagal
- Tidak ada edema jantung
paru, perifer, dan - Monitor adanya
tidak ada asites perubahan tekanan
- Tidak ada darah
penurunan - Monitor adanya
kesadaran dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2 Kelebihan volume Fluid balance Fluid Management:
Kriteria hasil : 1. Pertahankan intake dan
cairan berhubungan 1. Tekanan darah output secara akurat
dengan mekanisme 2. Nilai nadi radial dan 2. Kolaborasi dalam
perifer MAP pemberian diuretik
pengaturan melemah 3. CVP 3. Batasi intake cairan pada
4. Keseimbangan intake hiponatremi dilusi
dan output dalam 24 dengan serum Na
jam dengan jumlah kurang
5. Kestabilan berat dari 130 mEq/L
badan 4. Atur dalam pemberian
6. Serum elektrolit produk darah (platelets
7. Hematokrit dan fresh frozen plasma)
8. Asites 5. Monitor status hidrasi
9. Edema perifer (kelembaban membrane
mukosa, TD ortostatik,
dan keadekuatan dinding
nadi)
6. Monitor hasil
laboratorium yang
berhubungan dengan
retensi cairan
(peningkatan kegawatan
spesifik, peningkatan
BUN, penurunan
hematokrit, dan
peningkatan osmolalitas
urin)
7. Monitor status
hemodinamik (CVP,
MAP, PAP, dan PCWP)
jika tersedia
8. Monitor tanda vital

Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BB sebelum
dan sesudah prosedur
2. Observasi terhadap
dehidrasi, kram otot dan
aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat,
HMT danelektrolit
6. Monitor CT

Peritoneal Dialysis
Therapy:
1. Jelaskan prosedur dan
tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis
sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume
inflow/outflow dan
keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder
sebelum insersi
peritoneal kateter
6. Hindari peningkatan
stres mekanik pada
kateter dialisis peritoneal
(batuk)
7. Pastikan penanganan
aseptik pada kateter dan
penghubung peritoneal
8. Ambil sampel
laboratorium dan periksa
kimia darah (jumlah
BUN, serum kreatinin,
serum Na, K, dan PO4)
9. Cek alat dan cairan
sesuai protokol
10. Kelola perubahan
dialysis (inflow, dwell,
dan outflow) sesuai
protokol
11. Ajarkan pasien untuk
memonitor tanda dan
gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis
(demam, perdarahan,
stres resipratori, nadi
irreguler, dan nyeri
abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada
pasien untuk diterapkan
dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR,
suhu, dan respon klien
selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi
(peritonitis)
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : food Nutrition Management
nutrisi kurang dari and Fluid Intake - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : makanan
berhubungan dengan - Adanya - Kolaborasi dengan
anoreksia, mual, peningkatan berat ahli gizi untuk
badan sesuai menentukan jumlah
muntah
dengan tujuan kalori dan nutrisi
- Berat badan yang dibutuhkan
ideal sesuai pasien.
dengan tinggi - Yakinkan diet yang
badan dimakan
- Mampu mengandung tinggi
mengidentifikasi serat untuk
kebutuhan nutrisi mencegah
- Tidak ada tanda konstipasi.
tanda malnutrisi - Monitor jumlah
- Tidak terjadi nutrisi dan
penurunan berat kandungan kalori
badan yang - Berikan informasi
berarti tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor kalori dan
intake nuntrisi
- Catat adanya edema
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarle
C. Konsep Hemodialisa

1. Definisi Hemodialisa

Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk


mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut
ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi
ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan
membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan
pada saar toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah
kerusakan permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).

2. Tujuan Hemodialisa
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa
antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan
tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain.
3. Indikasi Hemodialisa
a. Hemodialisa segera
Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):
 Kegawatan ginjal
 Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
 Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
 Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
 Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
 Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
 Uremia ( BUN >150 mg/dL)
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
 Hipertermia
 Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
b. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien
yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis
dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
 GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
 Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
 adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
 Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
 Komplikasi metabolik yang refrakter.

4. Kontraindikasi Hemodialisa
Menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut.
5. Prinsip Hemodialisa
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu:
difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.
d. Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi
jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan
rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk
mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli
udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram,
muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya
pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011).

6. Proses Hemodialisa
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, gradien
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia
(keseimbangan cairan).Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat
yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami
metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan
kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena.
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan
sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan
membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses
vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin
hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit gagal ginjal terminal yaitu
dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang
terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dialirkan dan dipompa
ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan (artificial)
dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialairi cairan dialysis yang
bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit yang sama dengan
serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialysis
dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat
terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah
sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses
dialysis, air juga berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan
dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen
cairan dialisat. Perpindahan air disebut dengan ultrafiltrasi.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik
antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan
meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan
meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek
vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif.
Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita.
Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah
untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400
ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus
dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan
darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan
menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien.
Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan
monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.
Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam
arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow
fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang
tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini,
dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak
karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler. Suhu
tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien
meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil
atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa
rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar
dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan
keadaan pasien.
7. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik,
yaitu :
a. Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot,
mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan
menggigil. Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan
hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi
dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia
(Daurgirdas et al., 2007).
- Komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi : Penyakit
jantung
- Malnutrisi
- Hipertensi / volume excess
- Anemia
- Renal osteodystrophy
- Neurophaty
- Disfungsi reproduksi
- Komplikasi pada akses
- Gangguan perdarahan
- Infeksi
- Amiloidosis
- Acquired cystic kidney disease
(Bieber dan Himmelfarb, 2013).

8. Asuhan Keperawatan Hemodialisa


1. Pengkajian
- Data demografi : berisi tentang nama, umur, alamat, jenis kelamin,
pendidikan
- Keluhan utama : klien dengan hemodialisa biasanya mengeluhkan;
lemas, pusing, gata, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK
tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah tidur berdebar,
mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada,
nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, nyeri otot, keringat
dingin
- Riwayat kesehatan saat ini : penderita gagal ginjal akut maupun
kronik, ketidak seimbangan elektrolit dalam tubuh, oedema,
keracunan.
- Riwayat kesehatan dahulu; menanyakan adanya infeksi saluran kemih
atau infeksi organ lain, riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat
mengkonsumsi oba-obatan atau jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat
penyakit kardiovaskuler, riwayat penyakit endokrin, riwayat dehidrasi.
- Riwayat kesehatan keluarga; apakah keluarga mempunyai riwayat
penyakit diabetes, hipertensi, penyakit ginjal. Dan mencantumkan
genogram 3 generasi.
- Psikospiritual : Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa
kuatir akan kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan.
Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta
impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap
kematian. Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering
dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis.
- Pengkajian persistem
 Respirasi; sesak nafas, ronchi
 Kardiovaskuler; lelah, lemah/malaise, letih, nyeri dada, anemia,
hiperlipidemia, trombositopenia, pericarditis, aterosklerosis, CHF,
palpitasi, angina, hipertensi, distensi vena jugularis, disritmia,
pallor, nadi lemah/halus
 Digestif; edema/ peningkatan berat badan, dehidrasi/penurunan
berat badan, mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati, perhatikan
turgor kulit, perdarahan gusi, lemak subkutan menurun, distensi
abdomen, rasa haus, ascites, diare, konstipasi
 Neurosensiori; insomnia, tonus otot menururn, ROM berkurang,
sakit kepala penglihatan kabur, sakit kepala
 Integumen; iritasi kulit, kram, baal-baal
 Reproduksi; penurunan libido, gangguan fungsi ereksi, infertile
 Urinari; Edema periorbital-peritibial, poliuri pada awal gangguan
ginjal, oliguri, dan anuri pada fase lanjut, kaji warna urin, riwayat
batu saluran kencing, uremia, asidosis metabolik, kejang-
kejangreaksi transfusi, demam, infeksi berulang, penurunann daya
tahan tubuh,
- Pemeriksaan penunjang : Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada
laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4 ml/detik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
b. Nyeri akut
c. Resiko perdarahan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakseimba - Keseimbangan elektrolit Pemantauan elektrolit
ngan cairan dan asam basa 1) Observasi khususnya terhadap
dan elektrolit Keseimbangan cairan kehilangan cairan yang tinggi
Hidrasi elektrolit (misalnya diare, drainase
Setelah dilakukan tindakan luka, pengisapan nasogastrik,
keperawatan selama 1x24 diaforesis, draninase ileostomi)
jam pasien mampu untuk: 2) Kaji ekstremitas atau bagian
1. Tercapainya tubuh yang edema terhadap
keseimbangan gangguan sirkulasi dan integritas
elektrolit dan kulit
asam-basa, dengan 3) Pantau secara teratur lingkar
indikator: abdomen dan ekstremitas
2. Jumlah elektrolit
serum dalam batas Manajemen cairan/elektrolit
normal 1) Identifikasi faktor terhadap
3. Tanda-tanda vital bertambah buruknya dehidrasi
seperti nadi dan (misalnya obat-obatan, demam,
pernapasan dalam stres, dan program pengobatan)
batas normal. 2) Kaji adanya vertigo ataun
4. pH urine dalam hipotensi postural
batas normal 3) Tentukan lokasi dan derajat
5. Tercapainya edema
keseimbangan 4) Kaji komplikasi pulmonal atau
cairan, dengan kardiovaskular yang
indikator: diindikasikan dengan peningkatan
- Tidak ada asites tanda gawat nafas, peningkatan
- Tidak ada edema frekuensi nadi, peningkatan
perifer tekanan darah, bunyi jantung
- Berat badan tidak normal, atau suara nafas
dalam keadaan tidak normal.
stabil 5) Kaji efek pengobatan (misalnya
- steroid, diuretik, litium) pada
edema
6) Berikan terapi IV sesuai program

Pemantauan cairan
1) Kaji riwayat jumlah dan jenis
intake cairan dan eliminasi
2) Pantau warna, jumlah dan
frekuensi kehilangan cairan

2 Nyeri akut - Pain Level, Pain Management


- Pain control, 1) Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan
karakteristik, durasi, frekuensi,
tindakan keperawatan
kualitas dan faktor presipitasi
selama 1x 24 jam 2) Observasi reaksi nonverbal dari
diharapkan nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan 3) Gunakan teknik komunikasi
Kriteria Hasil: terapeutik untuk mengetahui
- Mampu mengontrol pengalaman nyeri pasien
nyeri (tahu penyebab 4) Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri, mampu respon nyeri
menggunakan tehnik 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa
nonfarmakologi untuk lampau
mengurangi nyeri, 6) Evaluasi bersama pasien dan tim
mencari bantuan) kesehatan lain tentang
- Melaporkan bahwa ketidakefektifan kontrol nyeri
nyeri berkurang dengan masa lampau.
menggunakan 7) Bantu pasien dan keluarga untuk
manajemen nyeri mencari dan menemukan
- Mampu mengenali dukungan
nyeri (skala, intensitas, 8) Kontrol lingkungan yang dapat
frekuensi dan tanda mempengaruhi nyeri seperti
nyeri) suhu ruangan, pencahayaan dan
- Menyatakan rasa kebisingan
nyaman setelah nyeri 9) Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang 10) Pilih dan lakukan penanganan
- Tanda vital dalam nyeri (farmakologi, non
rentang normal farmakologi dan inter personal)
11) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
12) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
13) Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
-
3 Resiko - Status sirkulasi Pencegahan Perdarahan
- Status koagulasi 1) Memonitor pasien secara ketat
prdarahan
- Prosedur pengobatan untuk perdarahan
- Kontrol resiko 2) Catatan tingkat hemoglobin /
Setalah dilakukan hematokrit sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan kehilangan darah, seperti yang
selama 1x24 jam ditunjukkanMemantau tanda-
diharapkan klien tidak tanda dan gejala perdarahan
mengalami perdarahan yang persisten (misalnya
dengan kriteria hasil: memeriksa semua sekresi atau
- TTV dalam batas darah okultisme)
normal 3) Melindungi pasien dari trauma,
- Adanya yang dapat menyebabkan
pembentukan perdarahan
bekuan darah 4) Menginstruksikan pasien untuk
- Pengetahuan meningkatkan asupan makanan
mengenai tindakan yang kaya vitamin K
pengobatan yang 5) Menginstruksikan pasien dan /
dijalani atau keluarga pada tanda-tanda
- Resiko perdarahan perdarahan dan tindakan yang
dapat dikenali tepat (misalnya,
memberitahukan perawat)

Perawatan Sirkulasi
1) Lakukan penilaian yang
komprehensif dari sirkulasi
perifer (misalnya, memeriksa
denyut nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, dan
suhu ekstremitas)
2) Evaluasi edema dan tekanan
perifer
3) Turunkan ekstremitas untuk
meningkatkan sirkulasi arteri,
yang sesuai
4) Ubah posisi pasien minimal
setiap jam 2, yang
sesuaiMendorong berbagai
latihan gerak pasif atau aktif
selama istirahat di tempat tidur,
yang sesuai
5) Mempertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mencegah
viskositas darah meningkat
6) Memantau Status cairan,
termasuk intake dan output

DAFTARPUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai