Nama : Sulistiana
NIM : 18091031
A. KonsepDasar
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer 2008).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
2. Etiologi/faktor risiko
Menurut Suzanne & Brenda (2001), CKD dapat disebabkan oleh Penyakit
sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi yang tidak bisa terkontrol,
obstruksi traktus urinarius. Gangguan konginental & herediter seperti penyakit
ginjal polikistik, gangguan vskuler. Lingkungan dan agen berbahaya yang
mempengaruhi gagal ginjal kronis mencakup merkuri, kadmium.
Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).
3. Klasifikasi
Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah jumlah filtrat glomerulus yang
terbentuk setiap menit dari seluruh nefron ginjal. Normalnya ± 125 ml/menit.
Kategori GFR
Stadium Deskripsi GFR
(mL/menit/1.73 m2)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, ≥ 90
abnormalitas struktur atau ciri genetic
menunjukkan adanya penyakit ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89
temuan lain (seperti pada stadium 1)
menunjukkan adanya penyakit ginjal
3A Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3B Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal ≤ 15
4. Patofisiologi
Bila nefron teransang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur. Sisa
nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Kekurangan jumlah nefron akan
mengakibatkan uremia sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Adaptasi yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolitnya adalah hipertrofi dan
peningkatan kecepatan filtrasi (Price dan Wilson, 2006).
Gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yaitu :
a. Cairan tubuh : pada pasien gagal ginjal kronik mengalami kelebihan
volume cairan tubuh karena laju filtasi dan haluan urin berkurang
b. Nutrisi : Pasien gagal ginjal kronis mengalami dialisis mempunyai
pembatasan nutrisi, natrium, kalium dan cairan karena keseimbangan
filtrasi ginjal terjadi terbatas.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
a. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002)
yaitu:
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium
7. Web of cautions
Tekanan kapiler
Uremia
Gangguan
keseimbangan
asam basa
Produksi asam
Asam lambung
MK: Mual
Mual, muntah
MK: Gangguan
Anoreksi nutrisi kurang
a dari kebutuhan
tubuh
8. Penatalaksanaan keperawatan
a. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa
pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia
melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5
mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium
dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten
sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
b. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang
hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan
parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi
dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan
(Carpenito & Juall, 2001).
8. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan suplay
oksigen
3. Intervensi
No Nanda Noc Nic
1 Penurunan curah - Cardiac Pump Cardiac Care
jantung berhubungan effectiveness - Evaluasi adanya
dengan beban jantung - Circulation nyeri dada
yang meningkat Status (intensitas,lokasi,
- Vital Sign Status durasi)
Kriteria Hasil: - Catat adanya
- Tanda Vital disritmia jantung
dalam rentang - Catat adanya tanda
normal (Tekanan dan gejala
darah, Nadi, penurunan cardiac
respirasi) output
- Dapat - Monitor status
mentoleransi kardiovaskuler
aktivitas - Monitor status
- Tidak ada pernafasan yang
kelelahan menandakan gagal
- Tidak ada edema jantung
paru, perifer, dan - Monitor adanya
tidak ada asites perubahan tekanan
- Tidak ada darah
penurunan - Monitor adanya
kesadaran dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2 Kelebihan volume Fluid balance Fluid Management:
Kriteria hasil : 1. Pertahankan intake dan
cairan berhubungan 1. Tekanan darah output secara akurat
dengan mekanisme 2. Nilai nadi radial dan 2. Kolaborasi dalam
perifer MAP pemberian diuretik
pengaturan melemah 3. CVP 3. Batasi intake cairan pada
4. Keseimbangan intake hiponatremi dilusi
dan output dalam 24 dengan serum Na
jam dengan jumlah kurang
5. Kestabilan berat dari 130 mEq/L
badan 4. Atur dalam pemberian
6. Serum elektrolit produk darah (platelets
7. Hematokrit dan fresh frozen plasma)
8. Asites 5. Monitor status hidrasi
9. Edema perifer (kelembaban membrane
mukosa, TD ortostatik,
dan keadekuatan dinding
nadi)
6. Monitor hasil
laboratorium yang
berhubungan dengan
retensi cairan
(peningkatan kegawatan
spesifik, peningkatan
BUN, penurunan
hematokrit, dan
peningkatan osmolalitas
urin)
7. Monitor status
hemodinamik (CVP,
MAP, PAP, dan PCWP)
jika tersedia
8. Monitor tanda vital
Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BB sebelum
dan sesudah prosedur
2. Observasi terhadap
dehidrasi, kram otot dan
aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat,
HMT danelektrolit
6. Monitor CT
Peritoneal Dialysis
Therapy:
1. Jelaskan prosedur dan
tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis
sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume
inflow/outflow dan
keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder
sebelum insersi
peritoneal kateter
6. Hindari peningkatan
stres mekanik pada
kateter dialisis peritoneal
(batuk)
7. Pastikan penanganan
aseptik pada kateter dan
penghubung peritoneal
8. Ambil sampel
laboratorium dan periksa
kimia darah (jumlah
BUN, serum kreatinin,
serum Na, K, dan PO4)
9. Cek alat dan cairan
sesuai protokol
10. Kelola perubahan
dialysis (inflow, dwell,
dan outflow) sesuai
protokol
11. Ajarkan pasien untuk
memonitor tanda dan
gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis
(demam, perdarahan,
stres resipratori, nadi
irreguler, dan nyeri
abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada
pasien untuk diterapkan
dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR,
suhu, dan respon klien
selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi
(peritonitis)
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : food Nutrition Management
nutrisi kurang dari and Fluid Intake - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : makanan
berhubungan dengan - Adanya - Kolaborasi dengan
anoreksia, mual, peningkatan berat ahli gizi untuk
badan sesuai menentukan jumlah
muntah
dengan tujuan kalori dan nutrisi
- Berat badan yang dibutuhkan
ideal sesuai pasien.
dengan tinggi - Yakinkan diet yang
badan dimakan
- Mampu mengandung tinggi
mengidentifikasi serat untuk
kebutuhan nutrisi mencegah
- Tidak ada tanda konstipasi.
tanda malnutrisi - Monitor jumlah
- Tidak terjadi nutrisi dan
penurunan berat kandungan kalori
badan yang - Berikan informasi
berarti tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor kalori dan
intake nuntrisi
- Catat adanya edema
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarle
C. Konsep Hemodialisa
1. Definisi Hemodialisa
2. Tujuan Hemodialisa
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa
antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan
tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain.
3. Indikasi Hemodialisa
a. Hemodialisa segera
Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):
Kegawatan ginjal
Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
Uremia ( BUN >150 mg/dL)
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
Hipertermia
Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
b. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien
yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis
dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
Komplikasi metabolik yang refrakter.
4. Kontraindikasi Hemodialisa
Menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut.
5. Prinsip Hemodialisa
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu:
difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.
d. Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi
jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan
rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk
mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli
udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram,
muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya
pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011).
6. Proses Hemodialisa
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, gradien
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia
(keseimbangan cairan).Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat
yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami
metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan
kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena.
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan
sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan
membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses
vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin
hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit gagal ginjal terminal yaitu
dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang
terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dialirkan dan dipompa
ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan (artificial)
dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialairi cairan dialysis yang
bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit yang sama dengan
serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialysis
dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat
terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah
sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses
dialysis, air juga berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan
dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen
cairan dialisat. Perpindahan air disebut dengan ultrafiltrasi.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik
antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan
meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan
meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek
vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif.
Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita.
Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah
untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400
ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus
dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan
darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan
menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien.
Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan
monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.
Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam
arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow
fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang
tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini,
dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak
karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler. Suhu
tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien
meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil
atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa
rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar
dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan
keadaan pasien.
7. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik,
yaitu :
a. Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot,
mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan
menggigil. Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan
hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi
dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia
(Daurgirdas et al., 2007).
- Komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi : Penyakit
jantung
- Malnutrisi
- Hipertensi / volume excess
- Anemia
- Renal osteodystrophy
- Neurophaty
- Disfungsi reproduksi
- Komplikasi pada akses
- Gangguan perdarahan
- Infeksi
- Amiloidosis
- Acquired cystic kidney disease
(Bieber dan Himmelfarb, 2013).
Pemantauan cairan
1) Kaji riwayat jumlah dan jenis
intake cairan dan eliminasi
2) Pantau warna, jumlah dan
frekuensi kehilangan cairan
Perawatan Sirkulasi
1) Lakukan penilaian yang
komprehensif dari sirkulasi
perifer (misalnya, memeriksa
denyut nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, dan
suhu ekstremitas)
2) Evaluasi edema dan tekanan
perifer
3) Turunkan ekstremitas untuk
meningkatkan sirkulasi arteri,
yang sesuai
4) Ubah posisi pasien minimal
setiap jam 2, yang
sesuaiMendorong berbagai
latihan gerak pasif atau aktif
selama istirahat di tempat tidur,
yang sesuai
5) Mempertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mencegah
viskositas darah meningkat
6) Memantau Status cairan,
termasuk intake dan output
DAFTARPUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI.