Anda di halaman 1dari 30

Kliping Cerpen

1. Perjuangan

Cerpen Karangan: M. Ridwan Panjaitan


Kategori: Cerpen Islami (Religi), Cerpen Pendidikan
Lolos moderasi pada: 8 September 2018
Kini kakiku sudah mempunyai tujuan, melangkah menuju sekolah hijau yang berada di Puncak Bukit.
Sekarang langkah kakiku sangat ringan karena aku dapat melihat senyuman anak-anak yang memiliki
impian yang besar. Senyuman yang mengobati semua rasa sakit yang kurasakan.
Aku masih ingat, semua penolakkan yang diberikan oleh orangtua yang kurang mengerti pentingnya
pendidikan dan indahnya menghargai perbedaan. Aku seorang Wanita, yang awalnya tidak dikenal
siapapun memiliki nama ‘Andini’. Saat itu, aku sedang mengerjakan skripsi. Aku duduk di bawah pohon
rindang yang berada di Puncak Bukit. Tiba-tiba saja, Seorang anak mendekatiku, aku mengira dia ingin
melihat apa yang sedang aku tulis. Ternyata aku salah, ia hanya ingin bertanya, mengapa aku
mengenakan hijab yang sangat panjang.
Akupun menjawab “Seorang Wanita harus menjaga auratnya agar hidupnya merasa tenang”.
Mendengar jawabanku, iapun merasa kebingungan dan pergi meninggalkanku.
Karena penasaran dengan anak itu, aku pun mengikutinya sampai ke rumahnya. Aku melihatnya bekerja
membantu orangtuanya, yang mana hal itu tidak pantas untuk anak seusia dia yang masih muda. Aku
mendekatinya dan bertanya “Apakah kamu tidak sekolah, Dek?” sambil mengusap kepalanya.
“Aku ingin sekolah, tetapi aku tidak tahu akan sekolah di mana. Orangtuaku tidak pernah menyuruhku
untuk sekolah” jawab anak itu.
“Apa kakak boleh tahu siapa namamu?” tanyaku kembali.
“Namaku Sisi” jawabnya.
Aku pun memberanikan diri untuk berbicara dengan orangtuanya. “Permisi… Bu, kenapa Sisi tidak
sekolah?, dia itu masih muda” tanyaku kepada Ibunya Sisi.
“Untuk apa Sisi sekolah?, lebih baik Sisi membantu orangtuanya di rumah” jawab Ibunya Sisi dengan
tegas. Aku terus menasehati ibunya Sisi agar mau menyekolahkan anaknya, namun beliau tetap
menolaknya.
Aku pun mengajak teman-teman Sisi agar mau ikut belajar dengan Sisi di Puncak Bukit. Aku bangga
dengan anak-anak disini. Walaupun orangtua mereka tidak setuju, mereka tetap pergi ke Puncak Bukit
untuk belajar.
Lalu, suatu hari salah satu orangtua murid dari murid yang kudidik, tidak sengaja melewati tempat kami
belajar. Berawal dari satu orangtua hingga akhirnya seluruh orangtua yang ada di desa berkumpul dan
membangun sekolah hijau untuk anak-anak.
Waktupun berlalu, aku masih mengajar di tempat ini karena aku telah terpaku oleh senyuman mereka.
Tiba-tiba Sisi menghampiriku “Kak Andini… Aku ingin menjadi seperti kakak, seorang Muslimah yang
kuat dan dapat membimbing kami semua menjadi seorang anak yang hebat” ujarnya.
Akupun menjawab “Jangan pernah menjadi orang lain, jadilah dirimu sendiri dan percayalah… Allah
merencanakan yang terbaik untuk hambanya”. Kami pun berdua tersenyum dan kembali melanjutkan
pelajaran.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

2. Kenapa Harus Aku

Cerpen Karangan: Zahra Rizqy Charissa H


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 7 October 2018

Perkenalkan namaku Xica (panggil: sica). aku mempunyai seorang kakak. Ia bernama Xico
(panggil: sico. Papa dan mamaku sedang ada di luar negeri. Jadi, aku di rumah hanya
bersama kakakku dan bibi Briella.
Pada suatu hari…
“Kak, ayo main dong sama dek Xica!” pintaku.
“Iih siapa yang sudi mau main sama kamu. Dan tolong jangan manggil aku kakak. aku gak
sudi punya adik kayak kamu!” bentak kan Xico.
“Kak, apa salahku sama kakak? Apa kak, apa?” tanyaku.
“Salahmu banyak sekali padaku. Kau telah merebut kasih sayang mama dan papa dariku!”
bentak kak Xico lagi.
aku pun yang mendengar itu pun langsung masuk kamar.
Di kamar, aku menangis tersedu sedu.
“Ya tuhan, kenapa harus aku ya tuhan!” gumamku di dalam isakanku.
Jika kakak tak menginginkanku, aku harus pergi dari sini. Untuk apa aku di sini kalau
kedatanganku merusak kebahagian kakak. Pikirku.
Aku pun segera mengemasi barang barang dan menulis surat untuk yang ada di sini. aku
pun segera kabur lewat jendela.

“Non Xica, ayo makan non..” ajak bi Briella.


Tak ada jawaban.
“Non… non!” panggil bi Briella.
Tak ada jawaban.
Bi Briella pun segera mencari kunci duplikat kamarku.
Setelah di buka, hanya ada sebuah surat bi Briella pun membaca.
“Bi Briella, tolong ucapin ke kak Xico, bahwa aku nggak ada di rumah. Jadi, kak Xico bisa
dapat kasih sayang dari mama dan papa. Dan tolong jangan bilangin sama mama dan papa
bahwa Xica kabur. Dan tolong, bi Briella merhatiin kak Xico. Karena Xica kan udah gak ada.
Sekali lagi tolong bilangin ke mama papa Xica berterima kasih sama mereka dan bibi,
makasih udah merhatiin aku. Maksih semua.
Xica.”
Bi Briella pun menangis membacanya. Dan langsung kasih suratnya pada Xico.
“Bi, ini surat apa?” tanyanya.
“Tolong baca aja den!” jawabnya.
Setelah membaca, Xico menyesali perbuatannya. Ternyata adiknya sangat sayang padanya.
Ia pun tak bisa berbuat apa apa kecuali penyesalan.
Balik ke Xica.
Di jalan, aku kehujanan dan berteduh di halte bus. aku pun berpikir kenapa harus aku yang
mengalami. Setelah menangis, aku pun tertidur selamanya karena aliran darahku
membeku.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

3. Pino Kurcaci Hutan

Cerpen Karangan: Yacinta Artha Prasanti


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 7 October 2018

The Power Girls adalah nama persahabatan antara Siska, Nessa dan Sasa.
Suatu hari saat libur panjang, mereka bertiga berencana untuk berlibur bersama. “Enaknya
kita liburan di mana?” tanya Nessa. “Kemah aja gimana? Di hutan sebelah rumah Siska?!”
usul Sasa. “Tapi kan banyak binatang buas, aku takut!” Nessa memang anak yang penakut.
“Gak kok, di sana aman 100%, tapi mitosnya di hutan dekat rumahku itu ada kurcaci lho,
baik” jelas Sisca panjang lebar. “Ihhh aku takut” kata Nessa. “Ih itu kan hanya mitos”
mereka bertiga pun sepakat untuk kemah di hutan dekat rumah Sisca.
Setelah mendirikan tenda dan menggelar tikar, ketiga sahabat itu duduk di atas tikar
menikmati udara yang segar dan dingin. “Wah sejuk banget ya!” Sasa membentangkan
tangannya sambil menghirup udara segar. “Iya, ini hutannya belum tercemar polusi dan
masih sejuk” Sisca memberitahu.
Tiba tiba, mereka melihat ada kurcaci pendek, kecil, dan memakai topi serta pakaian imut
yang mendatangi mereka. “Uwaaaa kurcaciiiii!!!” Nessa ketakutan. Mereka bertiga
ketakutan semua. “Tenang, aku Pino. Kurcaci yang tinggal di hutan ini. Aku kelaparan,
apakah kalian memiliki makanan?” tanyanya ramah. Sisca, Nessa dan Sasa sudah tidak
takut lagi. “Pino, kita punya roti, nasi dan ikan goreng” Pino pun menyantap makanan yang
diberikan oleh ketiga sahabat itu.

“Terimakasih anak baik” ucap Pino. “Ternyata benar mitos itu kalau ada kurcaci di sini”
kata Sisca. “Iya, aku tinggal di pojok hutan” jawab Pino.
Mereka berempat pun mengobrol ngobrol, bercanda ria, bahkan Pino membawa mereka
berkeliling hutan sampai sampai mereka berenang di danau yang indah. Sisca dan kedua
sahabatnya kemah di hutan selama 5 hari. 5 hari full mereka buat bersenang senang dan
seru seruan bersama Pino. Sampai akhirnya mereka harus berpisah.
“Terimakasih Pino, kau telah menjadi teman kami selama dikemah” kata the power girls.
“Sama sama, terimakasih juga kalian semua. Aku berpesan pada kalian, jangan beritahu
siapa siapa kalau aku ada di sini. Cukup rahasia kita saja” ucap Pino. “Iya Pino” jawab
serempak the power girls. “Terimakasih” jawab Pino.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Pengalaman itu adalah pengalaman yang tidak akan pernah mereka lupakan. Bahkan,
mereka menjadi sahabat dan the power girls sering berkunjung ke hutan untuk bertemu
Pino.

4. Istana Kue Putri Brownies

Cerpen Karangan: Sinta Qurni Nur Huda


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 28 January 2016
Pada suatu hari ada seorang anak perempuan yang mengumpulkan kayu bakar. Ia bernama
Lila. Ia hanya tinggal bersama neneknya yang sakit di rumah. Karena neneknya tak bisa
bekerja maka, Lilalah yang bekerja mencari uang dengan mengumpulkan kayu bakar lalu
dijual di pinggiran kota. Pada suatu hari ia mendapat kayu yang sangat banyak, sehingga ia
masuk ke dalam hutan dan semakin masuk ke dalamnya.
Ketika selesai mengambil kayu Lila baru sadar bahwa ia tersesat di dalam hutan. Lalu Lila
mencari jalan ke luar namun, malah semakin tersesat. Ketika ia sedang mencari jalan ia
melihat sebuah istana. Di istana itu ada banyak kue, dan istana tersebut juga dari kue dan
pengawalnya pun biskuit cokelat. Saat Lila ingin mendekati istana tiba-tiba seseorang
menabraknya, saat terjatuh ia melihat yang menabraknya kue yang cokelat lalu kue
tersebut bertanya.
“hai kau siapa?” tanya kue yang menabrak Lila yang tak lain Putri Brownies, lalu Lila
menjawab.
“aku Lila dan engkau siapa?” tanya Lila.
“aku Putri Brownies salam kenal” jawab Putri Brownies.
Lalu mereka pun berkenalan dan mengobrol bersama lalu Lila bertanya, “mengapa kau
meninggalkan istana?”
Putri Brownies menjawab, “aku hanya bosan di istana itu saja” katanya.

Putri Brownies lalu mengajak Lila ke istananya lalu ia dijamu kue yang enak. Setelah selesai
makan Lila berkata pada putri Brownies bahwa ia harus pulang karena neneknya pasti
akan mengkhawatirkan dirinya yang belum pulang. Putri pun sedih lalu mengizinkan Lila
pulang dan memberikan koin emas untuk Lila, Lila senang dan berterima kasih pada Putri
Brownies kemudian pergi dan dipandu pengawal biskuit.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

5. Rumah Kenangan

Cerpen Karangan: Indira Fizia


Kategori: Cerpen Anak
Lolos moderasi pada: 21 March 2016
Aku memasuki sebuah rumah yang sudah sangat kotor dan jelek. Rumah itu pun sudah
pudar warnanya, sangat tidak memuaskan. Entah mengapa, Mama mengajakku ke sini.
Sebenarnya, ini adalah rumahku yang dulu sebelum aku pindah. “Ma, ngapain sih kita harus
ke sini? Kotor banget tahu,” kataku dengan nada kesal. Kenapa sih harus ajak aku? Kenapa
nggak ajak Karin saja? Karin adalah adikku yang masih berumur lima tahun.
“Sebelum Papa berangkat ke Rusia, dia bilang harus bersihkan rumah ini. Soalnya, ada yang
mau beli,” jawab Mama tersenyum. Ih, siapa sih orang yang mau beli rumah tua ini?
“Tapi, Mama bawa masker, kan? Zaza nggak mau kalau gak pakai masker,” ucapku sambil
melihat langit-langit teras rumah itu. Banyak cicak dan kecoanya. Hih…
Mama masuk ke dalam rumah. Ia menyodorkan sebuah masker. Aku memakai masker
pemberian Mama. Aku hanya berjalan di belakang Mama. “Zaza, tolong bersihkan kamar
itu, ya. Mama mau membersihkan bagian teras,” kata Mama yang sudah memegang sapu.
Aku pun juga. Dengan berhati-hati, aku masuk ke sebuah kamar yang pernah menjadi
kamarku. Aku mengambil sebuah boneka usang lalu menepuk-nepuk boneka itu. Boneka
teddy bear itu adalah boneka kesayanganku dulu. Namun, aku meninggalkannya karena
harus buru-buru pindah ke rumah baru.
Aku membersihkan bagian kaca, aku melihat sebuah bingkai foto usang yang memang
masih ada fotonya. Aku mengelusnya perlahan. Itu adalah fotoku bersama keluargaku saat
piknik di pantai. Ya.. sekitar dua tahun yang lalu. Aku menyapu lantai. Tiba-tiba, aku
menginjak sebuah kertas. Kertas itu adalah kertas berisi curhatan hatiku dulu. Aku saja
sampai melupakannya. Selesai membersihkan, aku menemui Mama di teras. Dia terkejut
melihat aku membawa boneka, bingkai foto, dan sebuah kertas.

“Bukannya itu bonekamu dulu? Juga bingkai fotonya. Kertas itu juga,” kata Mama
tersenyum.
“Boneka ini tidak akan Zaza pakai lagi. Zaza, kan, sudah besar. Tapi, bingkai fotonya dan
kertasnya akan tetap Zaza simpan,” jawab Zaza lalu membersihkan barang temuannya.
Mama mengelus rambut Zaza pelan. “Bonekanya kasih orang lain saja yang membutuhkan,”

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Mama tersenyum menatap Zaza.


“Iya, Ma. Zaza janji,” ucapku. Rasa kesalku mulai pudar juga.
“Bagus, anak Mama sudah pandai berbagi. Ayo kita bersihkan ruangan yang lain lagi,”
Mama mengajakku. Ah, seru juga,ternyata membersihkan rumah.

6. Dari Buku KKPK Menjadi Sahabat

Cerpen Karangan: Alyaniza Nur Adelawina


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 27 February 2017

“Hai! namaku Afhseen Myesha Frisca. Panggil aku Myesha. Aku pindahan dari Sdn Bina
Cerdas. Nama ayahku Afif, umiku bernama Fifa. Aku mempunyai kakak yang bernama
Yunny. Oya alamat rumahku di sini Perum Bukit Permata blok BB 109 Rt 3 Rw 5. Aku harap
kalian bisa berteman baik denganku. Sekian,” perkenalan di kelas 5-1 Sdn Bangsa
Cemerlang. Namanya Myesha.
“Ok, Myesha. Kamu duduk sama Feni. Yang memakai kerudung berkacamata yang di
barisan 3 bangku nomor 3!” perintah wali kelasnya, bu Zintya. Myesha menuruti perintah
wali kelasnya yang baru.

“Halo! namaku Fenindya Zhirra! Salam kenal,” sahut Feni pada Myesha.
“Halo! aku Myesha! salam kenal juga!!” sahu Myesha.
Mereka mulai pelajarannya.

Ting.. Tong.. Bell…


Bel istirahat berbunyi. “Eh, ke kantin, yuk, Sha!” ajak Feni. Myesha mengangguk. Mereka
menuju kantin.

Usai membeli makanan, mereka makan di kelasnya. “Sha, mau nggak jadi sahabatku?”
tanya Feni yang mulutnya masih dipenuhi makanan. “Hush! dikunyah dulu baru ditelan,
Fen!” tegur Myesha lembut. “Mau nggak?!” tanya Feni lagi. “Iyalah,” ujar Myesha. Mereka
pun jadi sahabat.

Pada menginjak hari ke 11 persahabatan mereka hampir rapuh. Semakin hari semakin
jauh. Myesha bingung, apa salahnya? Pada hari kamis, kebetulan Feni ada acara keluarga.
Jadi ia duduk sendiri. Sebelum masuk kelas, Myesha membaca buku KKPK yang dibawa
dari rumah. Ia membaca di bangkunya.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

“Hai Sha! lagi baca, ya?” sapa teman sekelasnya, Hayfana Salvira Anjani atau Hayfa. “Hai Fa!
iya lagi baca buku KKPK,” kata Myesha yang masih menatap lembaran buku KKPK. “KKPK?
apa itu KKPK, Sha?” tanya Hayfa yang sudah duduk di samping Myesha. “KKPK itu,
singkatan dari Kecil-Kecil Punya Karya. Kayak buku cerita, tapi ada gambarnya setiap bab.
Banyak pilihannya!” jelas Myesha. “Owh… Ehem, boleh minjem, tak?” tanya Hayfa. “Boleh!
kebetulan, aku bawa 3,” katanya seraya mengambil buku KKPKnya dari tas, lalu diberi
keHayfa. Mereka baca bersama. “Kamu kutubuku, ya Sha?” tanya Hayfa disela membaca.
“Iya!” jawab singkat Myesha. Semenjak itu, Hayfa sering meminjam buku KKPKnya.

Sementara Feni, belum baikan. Malah, Feni mengajak salah satu teman kelas 5-1, namanya
Tyas untuk duduk bersama. “Coba, Hayfa ngajak aku duduk bareng samanya. Kebetulan, Ita
(teman sebangku Hayfa) pindah ke Sekolah lain,” pikir Myesha sembari duduk di kursi
depan kelas. Kebetulan, kelasnya belum dibuka. Tak lama, kelas pun dibuka. “Sha, duduk
bareng ama aku, yuk!” ajak Hayfa. Myesha menganggukan kepala. “Ternyata, Hayfa bisa
baca pikiranku! Hihihi…,” gumam Myesha dalam hati.

Sejak saat itu, Myesha dan Hayfa bersahabat. Tak ada yang bisa memisahkan. Bahkan,
mereka membuat janji bahwa tak ada yang bisa memisahkannya kecuali maut. Myesha bisa
melupakan Feni. Feni menyesal karena memusuhi Myesha. Sebenarnya, Feni terhasut
omongan Gerrla, teman sekelas. Gerrla memang membenci Myesha.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

7. Gara Gara Buku Ramalan Zodiak

Cerpen Karangan: Alyaniza Nur Adelawina


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 19 February 2018

Namanya Fanya Putri. Biasa dipanggil Fanya. Dia orangnya rajin, sederhana, logis, jika
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, analistis dan kritis. Ia mempunyai cita-cita
menjadi Polwan. Fanya bersekolah di SDN Gemilang Emas. Fanya juga mempunyai sahabat
yang setia, namanya Zizi.
“Eh, Ziz! Aku boleh ke rumahmu, kan?” tanya Fanya. Ini waktu istirahat. Fanya bersama Zizi
sedang membaca buku di Perpustakaan. “Loh, ngapain?” balik tanya Zizi. “Lupa, ya, kamu!
Kita, kan, mau ngerjain Pr PPKN sama-sama,” jawab Fanya. Zizi hanya manggut-manggut.
“Ya bolehlah!” jawab Zizi. Mereka lalu melanjutkan membaca buku.
Tok… Tok… Tok… “Assalamualaikum… Zizi,” panggil Fanya, seraya mengetuk pintu rumah
Zizi. “Waalaikumsalam,” jawab seseorang seraya membuka pintu. Ternyata yang membuka
Pintu adalah Ibu Zizi. “Eh, Fanya,” ucap Ibu Zizi. “Iya, Tante. Ini Fanya, sahabat Zizi. Oya,
Zizinya ada, Tan?” tanya Fanya. “Owh, ada. Silahkan masuk,” ucap Ibu Zizi seraya membuka
pintu lebar-lebar. Fanya bergegas masuk ke rumah Zizi.

Tiba-tiba, Zizi langsung menghampiri Fanya. “Eh, Fan! dah datang, toh?!” tanya Zizi. “Ya,
seperti sekarang,” tukas Fanya. “Ayo, ke kamarku!” ucap Zizi. Fanya dan Zizi masuk ke
kamar Zizi. Zizi membuka pintu yang berada di dalam kamar. Ternyata, itu perpustakaan
Zizi. “Ayo masuk!” ajak Zizi. Mereka segera masuk. Fanya segera duduk di lantai berlapis
permandani. Mereka mulai mengerjakan Pr bersama.
Usai mengerjakan Pr, “Eh, Ziz!boleh baca-baca bukumu, nggak?” tanya Fanya. “Ayo!” ucap
Zizi. Zizi mengambil Buku KKPK berjudul ‘Happy Camp’. Sedangkan Fanya, masih memilih-
milih. Ia tertarik membaca buku ‘Ramalan Zodiak’. Dia mulai membaca. Ternyata, sifatnya
dan pekerjaan malah mengacu pada Zodiak Virgo, sedangkan zodiaknya adalah Taurus.
Watak sesungguhnya zodiak Taurus ialah keras kepala, materialistis, pasif, ramah, sabar,
praktis, setia, dan memiliki jiwa toleransi. Pekerjaan Taurus ialah Bankir, Seni, Akutansi,

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Pemusik dan Tukang Kebun. Ia berniat untuk mengikuti sifat yang sesuai dengan buku
tersebut.
Teman satu kelas pun dibuat bingung dengan perubahan Fanya. Fanya berusaha mengikuti
sifat yang sesuai dengan buku Ramalan Zodiak Zizi. Namun, teman-teman tetap ingin
berteman dengan Fanya. Karena Fanya adalah anak yang cantik dan pintar. Tetap, mereka
bingung dengan sikap Fanya. 2 hari kemudian, Zizi tahu apa yang membuat Fanya berubah.
Yaitu, gara-gara Buku Ramalan Zodiaknya. Teman-teman tahu akan sebab Fanya berubah.
Mereka pura-pura tak tahu dan tetap berteman dengan Fanya.
Sudah 2 Minggu dia mengikuti sifat di Buku tersebut. Ia sungguh tak nyaman. Cita-citanya
bahkan terpaksa terganti menjadi Bankir. Ia merasa tersiksa. Akhirnya, Fanya pun cerita
kepada sang Mama. “Mana, Fanya nggak nyaman,” rengek Fanya suatu hari pada Mama.
“Kenapa, sayang? kamu dijauhi teman, atau kamu diejek, atau guru kamu…,” “Bukan!”
potong Fanya. “Terus, kenapa?” tanya Mam heran. “Fanya kan, ngikutin sifat di Buku
Ramalan Zodiak Zizi. Fanya tersiksa. Fanya nggak terbiasa. Watak Fanya sebelum sekarang
mengacu pada Zodiak Virgo. Kan, Zodiak Fanya, Taurus. Cita-cita Fanya yang dulu Polwan,
jadi Bankir. Itu pun terpaksa. Huah, andai aja Zodiakku Virgo,” curhat Fanya panjang
tambah lebar.
Mama menatap Fanya dengan penuh kasih sayang. Beliau menbelai kepala Fanya secara
lembut. “Sayang, kamu nggak perlu seperti apa yang dikatakan Buku Ramalan. Hidup itu
bebas sayang. Nggak ada, kan, nyuruh Fanya ngikuti watak dan cita-cita seperti di Buku.
Kamu juga sudah sempurna. Mau tau nggak, rahasia Mama agar bahagia?” terang Mama.
“Apa, Ma?” tanya Fanya. “Mama bahagia, karena mama menjadi diri sendiri. Mama bebas,
nggak ada yang bebani. Kalau ada orang keberatan dengan diri kita, artinya dia iri kita
selalu bahagia. Nah, Mama pernah Baca. Watak mama mengacu ke Zodiak Scorpio. Tapi,
Zodiak Mama adalah Capicorn. Dan mama, tetap menjadi diri sendiri Mama, karena Mama
nyaman menjadi diri sendiri,” jelas Mama. Fanya menganggukkan kepala dan memeluk
Mama.
Esoknya, Fanya menjadi diri sendirinya. Teman-teman bersyukur karena Fanya menjadi
diri sendirinya lagi.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

8. Sang Pemecah Rekor

Cerpen Karangan: Yuniar Widiantini


Kategori: Cerpen Anak
Lolos moderasi pada: 24 September 2013

Menjadi anak pertama memang tidak enak. Apalagi sulung dari dua adik yang semuanya
adik-adiknya. Ia tidak terlalu di sayang (sebab adik nya masih kecil-kecil dan harus punya
perhatian lebih), apalagi vira tidak terlalu pandai di setiap pelajaran hitung-hitungan.
Rasanya vira tidak punya satu pun kelebihan yang patut dibanggakan.
“vira, siapa penemu diagram venn?”
Ups! Vira meloncati karetnya yang disambung menjadi permainan. Karet yang sejak
delapan belas menit lalu yang diloncatinya tertinjak oleh kakinya.
“sejak tadi ibu lihat kamu asyik bermain karet yang kamu sambung dan diloncati,” tegur bu
dina (ibunya vira)
“john venn” bisik adik vira (novi) yang dekat dengannya
“sekali lagi ibu lihat kamu main karet loncat-loncatan seperti itu, ibu kirim kamu ke sirkus”
ujar ibu dina, meskipun vira telah menjawab pertanyaan dengan benar
Keesokan harinya.
Seisi kelas vira tertawa mendengar cerita ibunya vira. Ia tidak malu di tertawakan teman-
temannya, malahan ia senang karena akhirnya ia punya satu kelebihan yang menarik
perhatian orang. Tidak semua orang bisa loncat-loncat karet tanpa tertinjak dengan kaki
dalam waktu yg cukup lama.

“lakukan lagi, vira,” pinta teman-temannya saat istirahat.


Dengan senang hati vira mengambil karetnya di tas dan di ayunkan lah karet itu, lalu di
loncatinya,
Teman-teman nya menghitung menyemangatinya. Satu… Dua… Tiga… Delapan belas… Dua
puluh… Teman-temannya terus menghitung. Hingga saat kembali pelajaran, karet yang
diloncatinya belum berhenti di loncatinya. Seisi kelas terkagum-kagum dibuatnya.
“wow… Keren. Kamu bisa masuk guinness book of record vira” seru kamaliah girang.
“guinness book of… Apa?”
“guinness book of record adalah buku yang mencatat hal-hal ajaib yang pernah dilakukan
orang di seluruh dunia,” jelas kamaliah.
“kalau kamu masuk itu, nama mu akan terkenal di seluruh dunia”
Beberapa hari ucapan kamaliah terbayang-bayang di pikiran vira. Ternyata untuk bisa
terkenal, tidak perlu terlalu pintar.
Selama berhari-hari vira berlatih meloncat-loncat di karetnya, biar tidak tertinjak oleh
kakinya. Lama-lama ia bisa meloncati karetnya berjam-jam.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Dan akhirnya. Vira pun dipanggil oleh orang guinness book of record untuk menampilkan
bakatnya, dan setelah itu nama nya pun tertulis di “guinness book of record”.
Akhirnya dia (vira) mempunyai bakatnya yang hebat, dan ia menjadi terkenal. Lalu vira
pun menyadari bahwa “setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan nya masing-
masing”

9. Ubahlah Pikiranmu, Maka Dunia Akan Berubah

Cerpen Karangan: Aldi Rahman Untoro


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 30 January 2015
Kenapa matahari berputar pada porosnya? Kenapa awan bisa terbentuk? Kenapa gunung
bisa meletus? Kenapa rasa cinta tumbuh di hatiku? Kenapa?
Sebenarnya aku bernama Sofi, aku tinggal bersama kedua orangtuaku. Aku memang cukup
terkenal di sekolah, karena aku cantik, baik hati dan tidak sombong.
Saat itu aku bersama temanku naik mobil jemputanku. Aku memang biasa dijemput sopir
pribadiku. Mobilku melaju sangat cepat, ketika di tikungan, tiba-tiba ada seorang
pengendara motor yang lewat.
Stir mobil diayunkan ke kanan. Mobil yang kunaiki menabrak sebuah pohon.
Semua yang ada di dalam mobil meninggal kecuali aku. Tapi aku harus mengalami hal pahit
dari kejadian itu. Mataku tidak bisa melihat lagi. “Aku setiap hari menangis, kenapa aku
menangis? Karena aku tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan dengan sebaik-
baiknya. Aku selalu sombong dan tidak pernah menolong orang lain kecuali dengan
terpaksa. Aku juga selalu melawan orangtuaku, tidak pernah menuruti apa yang mereka
perintahkan. Sekarang semua telah berakhir, aku tidak bisa melihat keindahan dunia lagi,”
gumamku dalam hati.
Tapi di sampingku selalu ada Lutfhi. Dia selalu menemaniku, di setiap saat di setiap waktu.
Di saat susah maupun senang, dia selalu memberiku semangat untuk hidup. Tiba-tiba,
Lutfhi meninggal karena kanker otak. Aku merasa sedih sekali, bagaimana tidak, sahabat
satu-satunya, telah meninggalkanku sendirian, tapi ketika aku membuka mataku.
Aku bisa melihat, senang sekali rasanya hati ini. Kata dokter ada orang yang mendonorkan
matanya untukku. Dia adalah Lutfhi, dia meninggalkan pesan terakhirnya di sebuah file.
Dalam file tersebut berisi satu kalimat, “Ubahlah pikiranmu, maka dunia akan berubah.”
Betul sekali, setelah kejadian itu, aku selalu menjadi orang yang baik hati dan suka
menolong orang lain, tidak hanya memikirkan status. Aku juga menjadi anak yang berbakti

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

kepada orangtua. Kemudian aku berkerja menjadi direktur di sebuah perusahaan ternama
di Jakarta.

10. Hadiah Spesial Untuk Bunda

Cerpen Karangan: Tita Larasati Tjoa


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Keluarga
Lolos moderasi pada: 12 January 2016
Sinta bingung apa yang mau diberikannya kepada bunda esok. Hmm apa ya yang mau aku
berikan kepada bunda di waktu ulang tahunnya yang ke-33, gumam Sinta yang masih
berumur 6 tahun itu. Pertama-tama, Sinta membuat kartu ucapan ulang tahun untuk
bunda.
Lalu, Sinta membuat surat cinta ulang tahun bunda. Sinta juga menggambar Bunda dan
Sinta di sebuah kertas. Lalu, Sinta berpikir ini masih kurang. Akhirnya, ia merangkai sebuah
dompet rajutan untuk bunda. Tapi, masih saja Sinta merasa ada yang kurang. Akhirnya,
Sinta memecahkan celengannya sudah 5 juta. Sinta mengambilnya 500.000.
Malamnya, Sinta mengajak Ayah dan kakaknya membeli hadiah bunda. Ayahnya Sinta
membeli cincin dan gelang untuk bunda. Kakaknya Sinta membeli kalung untuk bunda.
Sedangkan Sinta membeli gaun dan hijab yang serasi untuk bunda. Lalu mereka pulang ke
rumah. Bunda pun bertanya, “Kalian membeli apa?”
“Kami membeli beberapa keperluan kami Bunda.” Jawab Sinta asal.
Sinta pun masuk ke kamar dan membungkus hadiahnya. Setelah itu, Sinta menggosok gigi
dan tidur. Keesokkan harinya, ayah Sinta mengajak bunda jalan santai di pagi hari. Kakak
Sinta membeli kue untuk bunda sedangkan Sinta membuat nasi goreng ala Chef Sinta alias
buatan Sinta untuk 1 keluarganya. Setelah bunda dan ayah pulang, bunda ditutup matanya
oleh sehelai kain.
Dan… “Suprise… selamat ulang tahun Bunda!!” ucap ayah, kakak Sinta, dan Sinta
bersamaan.
Setelah itu mereka menyanyikan lagu bersama-sama. Lalu bunda memotong kuenya dan
make a wish. Setelah itu mereka memakan kuenya bersama-sama. Lalu, Sinta memberikan
nasi goreng alanya untuk satu keluarga. Setelah makan, ayah memberi hadiah gelang dan
cincin untuk bunda. Kakak memberi kalung untuk bunda. Sedangkan Sinta, memberikan
kartu ucapan, surat cinta, gambar, bunga, hijab, dan gaun, dan sebuah dompet rajutan.
Bunda menangis terharu. Ia mengucapkan terima kasih buat satu keluarganya yang
membuat sebuah kejutan. Setelah itu, ayah, kakak Sinta, dan Sinta berkata.
“Kami mempunyai 1 hadiah untuk Bunda lagi.”
“Apa itu?”
“Kebersamaan Bunda.”
“Terima kasih semuanya.”
“Sama-sama Bunda. Kami sayang Bunda.”
“Bunda juga sayang kalian.”

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Malamnya, bunda kembali dikejutkan. Bunda diajak pergi ke restoran dan dikejutkan oleh
teman, sahabat, guru, dan keluarga besar bunda. Sungguh, bunda senang karena semua
sudah memberikan hadiah yang spesial menurut bunda.

11. Emak, Aku Telah Diwisuda

Cerpen Karangan: Hestika


Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Pendidikan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 18 June 2013
Dunia seakan berhenti berputar saat malam itu terjadi, saat dimana Emak terjatuh di
kamar mandi. Wajahnya pucat… Aku takut, aku benar benar takut kehilangan Emak malam
itu…
“wiyuuuuu wiyuuuuu…” sirine ambulance berbunyi saat membawa tubuh Emak menuju
rumah sakit saat itu…
“Emak bangun mak, jangan seperti ini, bangun emak, bapak butuh Emak di samping bapak”
terdengar suara bapak menggerutu dan berucap takut kehilangan emak malam itu, tak
kalah kesedihan yang aku alami,

“Astaghfirullah’aladzim, Astaghfirullah’aladzim, la ilaha illallah, la ilaha illallah” suara


kakak berdzikir di samping telinga Emak…
Sedang aku hanya menangis sambil bersandar dipinggiran jendela ambulance malam itu…
Suara ambulance kian cepat, gemuruh kaki kaki perawat di rumah sakit mulai terdengar…
“permisi, permisi, maaf pasien mau di angkat” kata seorang perawat dengan paniknya…
“Emaaakkk, bangun maaakkk” kataku histeris Saat tubuh emak di angkat oleh perawat dari
ambulance, sampai-sampai aku tersadar aku terbaring di antara keluarga yang ikut
menunggu emak malam itu!!!
“maaf, keluarga pasien yang mana? Saya ingin berbicara” seorang dokter keluar dari ruang
periksa…
Kakak tertua dan Abang iparku yang menemui dokter tersebut, saat mereka keluar dengan
lesu
“ternyata kadar gula emak naik dan sangat tinggi pak, dek jadi harus di rawat inap sampai
kondisi emak pulih” kata abang iparku
Hari-haripun kami lalui di rumah sakit, silih berganti kami bergantian berjaga di ruang inap
itu. Selama 7 hari emak di rawat dan akhirnya bisa pulang!!!
Senang rasanya bisa berada di rumah, dan berkumpul lagi dengan Emak, tapi kebahagiaan
itu sebentar saja hanya seminggu emak di rumah. Dan saat bangun pagi ku dapati Bibir
Emak sedikit miring, dan tangannya sudah tidak dapat digerakkan lagi… oh Tuhan besit
bapak.
Ternyata Emak terkena Stroke. Duniaku benar-benar terasa berhenti berputar saat itu, dan
pada akhirnya kami harus menginap lagi di rumah sakit.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Emakku terkena Stroek dan kehidupan ku berubah 180 derajat, aku harus berjuang
melanjutkan sekolahku lagi.
Tepat bulan November hendak melaksanakan ujian semester aku mendapat surat
panggilan karena sudah lima bulan menunggak uang sekolah!!!
“bapak, apakah aku harus berhenti sekolah untuk ini? aku masih ingin melanjutkan sekolah
hingga ke Perguruan Tinggi” kataku bercerita pada bapak
Bapak hanya menatapku dengan mata yang nanar. Hingga akhirnya sekolah berbaik hati
memberi aku bantuan biaya sampai selesai sekolahku nanti.
“dek, hari ini emak bisa pulang, bagaimana menururt mu” Tanya kakakku yang kedua
“Ya sudah kita bawa pulang emak, aku juga sudah rindu dengan rumah” kataku
Saat itu kami pulang, kondisi emak berubah, ia seperti kanak-kanak.
terkadang aku bersedih melihatnya, aku juga merasa lelah.
“Nakku, hidup ini pasti berubah. Jangan pernah tangisi hidup. Lakukan yang terbaik nak!
Do’akan Emak” terdengar kalimat itu dengan terbata-bata dari mulut emak saat kami
hendak tidur.
aku hanya bisa memeluk Emak dan berusaha menyembunyikan tangisanku.
Hanya selang beberapa bulan kami berada di rumah dengan merawat Emak, dan pada
suatu hari Bapak kembali jatuh sakit.
Yang mengharuskan kami rawat inap lagi, tapi tidak mungkin! Bagaimana dengan Emak
siapa yang merawat dia? Terpaksa aku Cuti sekolah untuk merawat bapak di rumah sakit
sambil bergantian dengan Abang iparku.
Duniaku sedang berada di bawah semua duka menghempit, tapi elok dan sakitnya dunia
hanya sesaat. 10 bulan sudah ku merawat Emak dan bapak yang kian renta di bawah
penyakit yang mendera.
Suatu sore nan indah kurasa, kondisi emak kian membaik walau emak tak pernah lagi
melakukan terapi karena himpitan ekonomi yang kami alami.
Ku elus wajah emak seakan ingin melihatnya selama mungkin, ku pengang erat sambil ku
pijat ringan jemari emak yang sudah lama tak bergerak itu.
“Emaak” kataku
Emak mengelus wajah ku, dan menarik kepalaku untuk memeluknya.
“Emak apa kelak aku dapat melanjutkan hingga keperguruan tinggi” tanyaku, karena aku
begitu berharap emak bisa sembuh dan mendampingiku saat Di wisuda kelak.
Wajah emak tampak haru menatapku, tangannya tak henti membelai rambutku yang ikal.
“nak emak ingin melihat mu wisuda nak” suara emak begitu lembut ditelingaku
“Emak cepat sembuh, tika mau nanti saat di wisuda emak dan bapak mendapingiku untuk
berpoto di papan bunga yang indah” aku mulai bercerita dengan suara riang pada emak.
“Nakku, sekarang anak Emak sudah kelas 3 SMK memang, bentar lagi selesai, dan akan
melanjutkan keperguruan tinggi nak. Apapun yang terjadi Emak ingin lihat anak Emak Di
wisuda, ada atau tiada Emak itu sudah ditakdirkan sama Allah nak”.
Haru sekali sore itu rasanya saat itu sangat indah, bagai masa yang enggan tuk ku berlalu
didalamnya. Emak begitu lembut sebagai tonggak motivasi untukku. Emak aku ingin di
wisuda, ingin engkau dampingi lagi.
Tetapi, tanggal 20 agustus, selang 3 hari dari sore yang begitu indah itu kehendak illahi
berbicara saat aku sedang bermain. Abang ipar menjemputku untuk segera pulang.
Sampai di depan pintu, kulihat tubuh emak terbaring, suara napas nya menderu “Emak
sedang sakaratul maut” besitku.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Illahi, kupasrahkan semua untukmu, ku letakkan takdir ku ditanganmu. Aku melemah,


duniaku menghitam, secepat mungkin kami bawa emak ke rumah sakit, walau aku tau
Emak sedang di ujung waktunya, tapi usaha tak henti kami lakukan.
“allahu akbar, Allahu akabar”… suara adzan maghrib terdengar, seraya aku mendengar
desisan nafas terakhir emak di dalam mobil itu. Dadaku penuh sesak, aku kehilangan arah,
sedang mobil masih melaju kencang berusaha secepat mungkin membawa Emak untuk
menolong nyawa emak.
gemuruh kaki kaki perawat di rumah sakit mulai terdengar menghampiri mobil yang kami
tumpangi…
“permisi, permisi, maaf pasien mau di angkat” kata seorang perawat dengan paniknya…
Hanya hitungan menit emak di dalam dan dokter keluar
“Maaf Emak telah tiada”
“Innalillahi wainna ilahi roji’un” kata orang-orang yang mendengar kabar itu.
“Emaaaaaak, emaaaaaak, emaaaaakk” jeritku histeris
“Iyooh Emak, tadingkenndu aku (EMAK tinggalkanmu aku)” kata bapak.
Semua hampir tak sadarkan diri, histeris seakan tak percaya Emak telah tiada.
Setahun berlalu tanpa Emak, ku ingat janji emak untuk tetap melanjutkan sekolah hingga
keperguruan tinggi. Aku tak ingin emak kecewa.

“tika bagaimana kuliahnya sudah selesai ya?, sielah yang sudah mau di wisuda ini loh
makin saja dia” ledek seorang temanku.
Ya, sudah 5 tahun sepeninggal Emak, dan aku hendak menyelesaikan Kuliahku, aku hendak
di wisuda. Aku ingat emak, yang hendak menyaksikanku saat aku di wisuda.
Derai tangis pilu yang kurasa, emak tiada tapi bersyukur bapak mendapingiku saat-saat
bahagiaku.
Emak, lihatlah aku anakmu!!!
Emak, aku telah di wisuda, ini buah hidupmu, ini adalah sesosok remaja yang kau beri
motivasi dahulu. Emak ku persembahkan gelar S.PdI ku untuk mu. Emak yang tercinta.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

12. Sunggguh Tak Kusangka

Cerpen Karangan: Ahmad Muhammad Alawi


Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga
Lolos moderasi pada: 5 August 2016

Selama ini keluarga Mamad dengan Yanah harmonis hingga mereka dikaruniai Tiga orang
anak dan juga telah dikaruniai Dua cucu. Walaupun mereka hidup di kampung serta
dengan keadaan ekonimi mungkin untuk ukuran orang yang mengagungkan kekayaan
keluarga Mamad bisa dibilang serba kurang, sebab Mamad belum mampu lagi memiliki
kendaraan baik sepeda ontel, sepeda motor, mobil apalagi kapal. Namun Keluarga Mamad
tak pernah mengalami tidak makan dan tidak tidur di kolong jembatan, dan ketiga anaknya
pun paling tidak untuk keluarga yang serba kurang ikut dan aman di jenjang pendidikan
setingkat SLTA.
Tapi sungguh diluar kehendak Mamad, setelah rumah tangganya dengan Yanah selama
Tiga Puluh tahun harus mengalami pahit dan ketidak nyamanan. Padahal saat ini mereka
hanya hidup berdua, sebab ketiga anaknya sudah memiliki rumah tangga dan
kehidupannya masing masing. Hal pahit dan ketidak nyamanan keluarga Mamad dengan
Yanah berawal dari tindakan Yanah yang telah meninggalkan rumah selama Tiga hari
tanpa pamit. Ini menjadikan perasaan Mamad sakit dan pedih, sebab selama Mamad
berumah tangga, ia selalu mendahulukan Yanah agar tetap suka, apapun akan Mamad
tempuh walau resikonya harus mendapat dampratan dan hinaan dari saudara saudara
kandungnya, kemarahan kedua orangtua Mamad, yang terpenting hati dan perasaan Yanah
tetap senang dan suka. Namun semua yang telah Mamad korbankan untuk Yanah ternyata
harus diterima Mamad dengan perasaan hati pahit dan pedih. Sungguh hal ini membuat
Mamad terpukul, sebab Yanah istrinya selama Tiga hari minggat ternyata ia telah ada janji
dengan lelaki lain sebagai teman chatting di BBM, Whats App, Line, BBM, We Chat, dan
Facebook.
Sungguh tak disangka oleh Mamad, kalau istrinya yang selama ini dinomor satukan berani
untuk menjadi perempuan phone s*x dan berencana untuk bertemu. Dan setelah kejadian
tersebut Mamad hanya bisa diam dalam ketidak mengertian, sedangkan Yanah selalu
mencari alasan agar Mamad mau mengusir atau kata lain diceraikan, sebab permintaan
cerai yang diucapkan Yanah sering keluar jika marah, walau sebenarnya Mamad tak pernah
ngomong lagi.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Mamad yang memegang kartu sim HP Yanah selalu menerima SMS-SMS dari belasan lelaki
teman teman Yanah di aplikasi.
Semua kata kata lewat SMS temannya Yanah yang diterima Mamad pastinya kebanyakan
kata kata keji yang menjijikan. Perasaan dan hati Mamad sungguh merasa pedih dan
terhina, namun hingga saat ini Mamad masih diam, walau perasaan terasa sakit, namun
Mamad masih mencari dan menunggu petunjuk dari dirinya, untuk keluar dari persoalan
ini. Sungguh Mamad merasa tidak faham dengan kelakuan Yanah istrinya…
Hidup memang kadang tak bisa diperkirakan, sungguh jika internet ini digunakan oleh
orang yang kurang kuat keteguhan hidup, serta kurang ilmu adab ternyata berdampak
kurang baik. Semoga hal ini tidak terjadi kepada mereka yang berumah tangga dan
menggunakan internet dalam kesehariannya.

13. Harapan Kecil Untuk Rafi

Cerpen Karangan: Alif Starfath


Kategori: Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 13 May 2015
“BRAK!!!” Suara gebrakan pintu itu mengagetkanku.
“Ayo bangun, mau sampai kapan lo tidur terus?! Dasar anak tidak tahu malu. Udah
numpang, males-malesan lagi!! Lama-lama gue usir juga lo!!!” bentak bu Ijah. Dia adalah
saudara jauh dari keluarga ayahku. Kini Ayah telah tiada, semenjak satu tahun yang lalu. Ia
meninggal karena penyakit kanker yang tak dapat disembuhkan karena suatu alasan
umum di Indonesia. Kemiskinan.
Pagi ini aku benar-benar lelah dan sangat malas untuk bergerak, bergerak pun aku enggan.
Aku terbangun juga paksaan dari bu Ijah tadi, tiada hari tanpa marah-marah kepadaku.
Entah mengapa hadirnya aku di kehidupannya bagai tanaman benalu yang harus segera
disingkirkan. Sebenarnya aku tak seburuk yang ia pikirkan, ia terlalu memandangku lemah
dan pemalas. Padahal karena hasil usahaku meminta-mintalah kami berdua bisa makan.
Aku berjalan lesu menuju kamar mandi yang jauh dari kata bersih dan layak untuk
dijadikan kamar mandi. Dindingnya terbuat dari seng bekas yang sudah reyot dan bolong.
Belum lagi lantainya yang hitam bekas kaki-kaki penuh lumpur tanpa memiliki kesadaran
untuk membersihkannya. Baunya yang pesing bercampur bau-bau makanan busuk
menyampur jadi satu, namun apa daya inilah kehidupanku. Tidur menumpang, rumah
berada di emperan sungai yang hampir setiap hari aku meihat sampah. Baju lusuh dan bau
busuk menyertai perjalananku mencari uang di dekat-dekat lampu merah jalanan. Itulah
sebabnya aku malas untuk menjadi manusia yang lebih baik, malas berusaha, malas
bekerja dan akhirnya memilih mengemis dari setiap orang yang aku temui di jalan.

Siang ini aku duduk beristirahat di bawah hijaunya pohon beringin, menghitung uang receh
dan lembaran uang ribuan bersama teman-temanku.
“dapet berapa fi?” tanya Tasya kepadaku. Ia adalah anak perempuan yang lucu dan suka
tertawa. Dalam hati kecilku aku menaruh rasa suka padanya.
“sedikit nih, baru dapet lima ribu, soalnya dari tadi pada pelit-pelit orangnya.” ujarku
sambil mengejek kendaraan-kendaraan yang berhenti silih berganti.
“kalah lo sama gue, lihat nih gue dapet empat puluh delapan ribu coy!!” Dimas tiba-tiba

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

pamer atas pencapaian mengemisnya karena hasil yang didapat melebihi pendapatanku
dan Tasya.
Kami bertiga berjalan menuju warung terdekat untuk membeli air dan beberapa camilan,
tapi tidak untukku. Pantang bagiku untuk membelanjakan uang yang sedikit ini hanya
untuk membelikan air dan camilan, aku teringat bu Ijah yang menantiku di rumah.
“dia pasti menungguku untuk makan” gumamku memandangi recehan di tanganku.
“kamu kepikiran bu Ijah lagi ya Rafi? Tasya memandangku penuh rasa perhatian. Ia
memberikan potongan rotinya lalu menyodorkannya kepadaku. Dimas pun demikian, ia
tak ragu membelikan air agar rasa dahagaku hilang dan bisa kembali ke jalan.
“kalian semua baik banget sama aku, semoga kita selalu bersama ya teman-teman. Aku
sayang kalian.” aku memeluk mereka bersamaan, air mata mengalir di sela-sela wajahku
yang hitam dan kotor.
“Amiiinnnn…” ucap Dimas dan Tasya sambil tersenyum. Entah mengapa dari sini aku mulai
menyadari bahwa Tasya dan Dimas adalah dua orang yang sangat berarti dalam hidupku.
Mereka berdualah yang selalu ada semenjak aku menderita saat ditinggal pergi Ayahku,
sedangkan aku tak pernah melihat ibuku sama sekali semenjak aku lahir ke dunia yang
kejam ini. Dengan mereka berdua aku mengerti sahabat, serta kasih sayang, dan dengan
mereka harapan kecil untuk bisa membahagiakannya pun ada dalam hatiku.
“lo mau ngasih gue makan apaan cuma dapet uang tujuh ribu doang??!” lo kira ni tempat
bisa gue dapet dengan uang lo yang cuma tujuh ribu??!” aku menunduk karena takut pada
bu Ijah. Sebenarnya aku sudah mengetahui akan dihina dan dimarahi jika aku kurang
mendapatkan uang diatas dua puluh ribu untuk disetorkan padanya. Jika aku memberikan
sejuta alasan pun akan percuma, karena dia bisa lebih marah padaku.
“aku sudah berusaha bu, tapi hasilnya cuma itu” jawabku pelan karena takut membuatnya
semakin marah.
“jangan membela diri lo di depan gue! Bapak lo tuh udah mati dan sekarang lo nggak punya
apa-apa selain gue! Paham lo?!!” kata-kata itu bagai pisau raksasa yang menusuk hatiku
bertubi-tubi. Hatiku hancur mendengar perkataannya, dan tanpa menoleh ke arahnya aku
berlari menghilang di kegelapan malam. Suara bu Ijah yang berteriak memanggil-
manggilku tak kuhiraukan sama sekali. Aku terus berlari dan berlari, bersama air mata
derita yang terus keluar tanpa bisa berhenti.
“Ayah apa kabar kau disana? Sehat selalu kan yah? Ayah Rafi kangen Ayah, Rafi tadi
dimarahin bu Ijah karena cuma bisa ngasih uang tujuh ribu. Omongannya kasar yah, aku
harap ayah melihatnya tadi.” aku terus bercerita tentang masalahku, seakan ayahku masih
hidup untuk menasehati dan memeluk tubuh mungilku yang tak sanggup akan roda bawah
kehidupan.
“Ayah, hari ini aku berharap dan bersumpah akan harapanku untuk bisa bertahan hidup di
dunia yang keras ini. Harapanku untuk bisa mempertahankan orang-orang yang aku
sayangi dari berbagai penderitaan mereka. Juga harapanku untuk bisa menjadi manusia
yang tidak dapat dijatuhkan oleh malas dan penderitaan. Aminkanlah do’aku ini ayah.” di
malam yang dingin dan sepi ini aku berdo’a kepada-Nya, Allah yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Aku memejamkan mataku, merasakan khusyuknya do’aku, dan setelah
keyakinanku mantap aku berkata dalam hati.
“bangkitlah kau menjadi manusia yang tangguh wahai jiwa yang malas”
Dan semua renungan di malam itu kini memberikan harapan baru, harapan bahwa tangan
di atas lebih baik dari tangan di bawah.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

14. Hari Kartini

Cerpen Karangan: Mugito Guido


Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Perjuangan
Lolos moderasi pada: 23 April 2013
Pagi ini wanita tua itu kembali menarik gerobak sampah. Jalannya agak terpincang-
pincang, entah karena kakinya sakit atau karena keberatan menarik gerobaknya. Sandal
jepit yang mengalasi kakinya, seperti baju kaos dan roknya yang lusuh, sudah tak jelas
warna aslinya. Entah karena terlalu lama usianya, atau karena terlalu banyak debu yang
bersarang di sana. Karena mungkin berat, jalannya juga cuma nggremet seperti truk
gandeng mercy yang kepalanya nonong itu. Pengendara di belakangnya memperlambat
laju motornya, memberi kesempatan kendaraan dari lawan arah. Beberapa orang yang
memburu waktu, mengantar istrinya berkebaya lengkap hendak upacara di kantor wali
kota, mungkin berguman: bikin macet saja!
Karena bertepatan dengan hari peringatan tentang hakekat wanita Indonesia, tadi malam
Si Tini, cucunya, iseng-iseng bertanya kepada perempuan itu.
“Tanggal 21 April itu hari apa mbah?”
“Ya, hari Minggu!” jawab Mak Inah dangkal, tanpa mengena pada esensi pertanyaan
cucunya. Tini pun tak melanjutkan pertanyaannya. Ia tahu benar, tak ada jawaban yang
lebih benar dari pada jawaban neneknya.
Ya, ia benar. Memang tanggal 21 April tahun ini jatuh padahari Minggu. Ia tidak salah sebab
ia tidak lagi ingat akan pelajaran sejarah di sekolah dulu. Atau, ia memang tidak mengenal
apa itu Hari Kartini, karena ia mungkin saja tidak pernah sekolah. Yang ia ingat hanyalah
tugasnya setiap hari, menarik gerobak sampah. Dari unjung jalan, berhenti di depan setiap
rumah, mengangkat tong sampah dari ban bekas lalu memuntahkan sampah bau itu ke
perut gerobaknya. Begitulah seterusnya, sampai di akhir jalan itu.
Mak Inah, memang pernah mendengar ketika cucunya menghafal pelajaran sejarah. Si Tini,
cucunya itu, mempunyai kebiasaan menghafal sambil membaca keras-keras kalimat yang
dihafalnya. Supaya tidak mudah terlupa. Oleh karena itu, masih belum tegerus dari
ingatannya ketika si Tini membaca keras-keras: Buku karangan R.A. Kartini adalah Habis
Gelap Terbitlah Terang.
Tentu saja Mak Inah tak pernah tahu persis apa maskudnya, selain sekadar meraba-raba
artinya. Menerjemahkan ala orang bodoh dan miskin. Adakah itu artinya, sehabis malam

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

membungkus bumi lantas terbentanglah siang di hamparannya? Kalau itu artinya,


bukankah itu hanyalah sebuah kebenaran umum yang cukup diterima saja? Kehendak
Tuhan yang diawali ketika Ia menciptakan dunia dan mungkin akan diakhiri saat Ia
mengirimkan kiamat?
Menurut Mak Inah, pendapat pribadinya, gelap diartikannya sebagai nasib rakyat kecil
yang hidupnya tak seterang orang kaya. Lalu, terang dimaknainya sebagai rasa bahagia
karena kemiskinan itu justru membuatnya tenang. Samar-samar pernah terlihat di televisi
orang kaya seusianya yang bajunya bertuliskan ‘TAHANAN KPK’. Baginya kemiskinannya
tidak pernah membuatnya menjadi pesakitan seperti orang kaya yang di TV itu. Bisa saja
orang miskin hidupnya terang, dan bisa saja yang kaya hidupnya gelap.
Meski berat, gerobak Mak Inah sampai juga ke TPA. Tempat Pembuangan Akhir,
pembuangan sampah. Pengalamannya selama ini yang lebih dari lima belas tahun
menjadikannya hafal betul bahwa sampah pun mempunyai kasta. Kasta brahmana dan
kasta sudra, kasta kaya dan kasta melarat.
Sampah dari rumah tingkat yang di bagian sampingnya ada kandang mercy, pajero, alphard
atau setidanya, kijang dan macan hitma, biasanya berupa kotak-kotak bungkus pizza atau
dunkin donat. Roti yang bentuknya budar seperti roda berselaput gula. Entah bagaimana
rasanya ia tak pernah tahu. Lidahnya tak pernah bercerita tentang itu. Gambar-gambar itu
saja yang bercerita kepadanya. Sedang sampah dari rumah-rumah kecil, biasanya hanya
berupa sisa batang kangkung atau kulit terong yang dibungkus tas kresek.
Anehnya, Mak Inah tak pernah mengiri. Apalagi sampai bertanya-tanya kepada Tuhan
mengapa ada orang kaya dan orang miskin. Ia tak pernah protes ketika ia bingung hari ini
mau makan apa, sementara makluk-makluk itu kebingungan mau makan di mana. Baginya,
sampah-sampah karton dan kardus itu kadang bisa menghapus kebingunagan itu,
manakala ia sudah membawanya ke Haji Sakri, pengepul barang loak itu dan menukarnya
dengan sejumlah uang.
Mak Inah, menambatkan gerobaknya di samping rumah sangat sederhana yang di sewa
dari Pak RT. Becak yang warnanya sudah seperti batik karena terlalu sering di cat ulang itu
sudah ada di halaman, di bawah pohon. Pertanda Mat Pithi, suaminya, yang semalaman
mencoba mengais dinginnya malam untuk uang dua puluh ribuan sudah pulang. Begitulah,
Mat Phiti lebih sering pulang pagi. Bila malam, ia melingkarkan tubuhnya di jok becaknya
dan membalut dengan sarung di dekat perempatan lampu merah. Itu setelah lelah dan rasa
kantuk mengalahkannya.
“Mak, sebaiknya hari ini Emak gak usah memulung,” kata Mat Pithi menyambut istrinya.
“Memangnya kenapa pak?”
“Ya, sekali-kali istirahatlah. Sehari dalam seminggu. Seperti para pegawai itu.”
“Mereka kan gak kerja sebulan juga di bayar. Kalau kita, gak kerja sehari berarti gak
makan.”

Mat Phiti hanya manggut-manggut sambil menghabiskan sarapan paginya. Nasi dan sambal
ikan asin. Benar juga, pikirnya.
“Kalau begitu, Emak pergi ke balai kota saja. Pasti di sana banyak totak bekas kue dan botol
atau gelas akua.”
“Loh, di sana ada apa, pak?”
“Ada upacara.”
“Upacara apa?”
“Mana aku tahu toh mak, wong tukang becak kok ditanya soal upacara segala!”
“Ya sudah, aku kesana.”

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Masih tetap mengenakan pakaian kerja seperti saat ia menarik gerobak sampahnya, Mak
Inah menuju ke balai kota. Meski masih tetap berurusan dengan sampah, kali ini Mak Inah
tidak menarik gerobak. Karung pastik besar yang dibawanya. Nangkring di punggungnya.
Di halaman balai kota, upacara itu dilakukan. Ibu-ibu, pegawai kantor walikota itu,
memakai kebaya lengkap, pakaian tradisional adat Jawa. Juga istri wali kotanya. Pak
walikota pun memakai beskap, jarik dan blankon. Lalu, dinyanyikan lagu ‘Ibu Kita Kartini”.
Mak Inah, tiba-iba ingat tadi malam ketika si Tini menyanyikan lagu itu. Sebelum ia
menanyainya tentang tanggal 21 April itu. Pertanyaan yang aneh!
Upacara telah selesaii. Pesta di kantor wali kota pun usai. Mobil-mobil kembali mengangkut
para istri itu kembali ke rumahnya. Tidak seperti hari-hari biasanya, hari ini bapak-bapak
itu seakan bersimpuh di kaki wanita. Dan, wanita seperti menjadi ratu sehari. Ibu-ibu itu
sejak subuh telah pergi ke salon kecantikan. Hari ini ibu-ibu itu harus nampak cantik.
Harus nampak bak seorang ratu. Konon, untuk ke salon itu mereka harus bayar mahal.
Sama jumlahnya dengan gaji yang ia terima untuk tiga bulan. Gaji sebagai pengangkut
sampah itu.
Tiba-tiba, Mak Inah ingat tentang Hari Kartini seperti yang dinyanyikan Tini tadi malam.
Ya, hari ini 21 April adalah Hari Kartini. Lalu, ia tersenyum. Tanpa disadarinya, bibirnya
bersiul: “Ibu kita Kartini, putri sejati…” Mengingat dan mengucap sepotong-sepotong lagu
pendek itu. Sambil terus memunguti kotak kue, gelas dan botol plastik.
Ia akan terus berjuang seperti Kartini!

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

15. Mimpi

Cerpen Karangan: Alya Hayyirah Khairunnisa


Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 30 April 2016
Ya, inilah aku seorang gadis kecil yang hidupnya tidak seberuntung kalian. Ya, inilah aku
gadis kecil yang setiap hari mengamen di pinggir jalan demi untuk sesuap nasi. Namaku
Celvia setiap hari aku dibully oleh anak-anak lainnya bahkan, aku tak tahu apa salahku
sehingga mereka harus membully-ku. Aku mempunyai mimpi yang sangat ingin ku
wujudkan. Seperti biasanya aku pergi mengamen ke kota ya, aku tinggal di sebuah desa
terpencil. Saat aku ke luar dari pondok kecilku lagi-lagi, anak-anak itu membully-ku.
“Hei anak dekil, apa yang kau lakukan di sini?” kata Riska membentakku.
“Aku mau lewat. Aku ingin mengamen,” kataku sembari menitikkan air mata.
“Sudahlah! Kau tak berhak melewati jalan ini,” ucapnya membentakku sehingga aku tak
mampu membendung air mataku.
“Hei!! Aku sudah sangat sabar untuk menghadapimu Riska!!” kataku membentaknya sambil
menangis.
“Kau ini siapa!! Membentakku sembarangan,” ucapnya sembari mendorongku sehingga aku
terjatuh dan aku tak mampu menahan kesabaranku lagi. Aku pun bangkit dan
mendorongnya kembali, “Hei Riska!! Aku memang bukan orang kaya seperti dirimu, aku
memang hanya anak pembantu setiap hari aku mengamen!! Tapi tolong hargailah aku!”
ucapku penuh amarah sehingga orang-orang di sekitarku heran dengan sikapku yang
benar-benar berbeda.
“Hei kamu anak dekil. Apa hakmu mendorong Riska?” ucap bu Nita ibunya Riska. Aku tak
mempedulikan mereka aku langsung lari meninggalkan mereka. Aku berlari sambil
menangis hingga aku tak sadar ada mobil di hadapanku dan tiba-tiba.. Bumm aku ditabrak

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

dan seketika penglihatanku gelap. Ya, kini aku telah pergi. Aku telah meninggalkan dunia
ini.

16. Inilah Kehidupan

Cerpen Karangan: Ineke Yulia Margareta


Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 14 December 2013

Malam itu indah, semua bintang bertaburan di langit.. ditemani oleh bulan, bulan yang
selalu Bersinar di malam hari.. viola duduk di balkon kamarnya. dia mandangi langit di atas
yang indah, melihat bulan yang dikelilingi bintang-bintang bersinar dan berkelap kelip, tapi
di mata viola terlihat hanya 1 tujuan di atas sana… dia melihat 1 bintang yang menurutnya
paling bersinar dibanding bintang-bintang yang lain, entah baginya ia sangat suka dengan
bintang yang 1 itu. Bintang yang baginya seperti Viona, viona adalah kembarannya viola
hanya beda beberapa detik. viola menganggap bahwa bintang yang saat ini ia pandang
adalah Viona karena viona sama seperti bintang itu, dia sangat baik, dia kebanggaan
keluarganya dia adalah gadis yang berumur 15 tahun yang sangat periang “vion.. mungkin
sekarang kamu diatas sana.. dan sekarang tiada yang bisa menggantikan mu, jujur vion, aku
ingin menjadi seperti dirimu.. kamu adalah perempuan yang sangat pandai vion. Kamu
dapat membuat ayah ibu bangga kepadamu vion, begitu pula aku. aku sangat senang
menjadi kembaranmu, kamu inspirasiku vi… sekarang kamu ninggalin kita semua disini
sendiri tanpamu… vion kembaranku.. ajari aku. agar aku bisa sepertimu.. aku kangen sama
kamu.. viona..” ucapan viola di dalam hati dan ia sempat meneteskan air mata. mengingat-
ingat saat dulu ia selalu bersama kembarannya.
Dulu 13 agustus 2012 viona menginjak umurnya yang ke 14 tahun sama dengan viola. tapi
lagi-lagi viola yang selalu di anggurkan sedangkan viona yang selalu dibangga banggakan
oleh ayah dan ibunya. karena dia sering sekali mengikuti lomba melukis dan lagi lagi dialah
pemenangnya. Viona memang pandai dia ranking 1 di sekolahnya. semuanya berdatangan
ke rumah viola dan viona, tapi kebanyakan semua bergerumbul di viona sedangkan viola,
ia hanya terdiam dan melihat sahabat-sahabat kembarannya itu mengucapkan selamat
ulang tahun, happy birthday dan berbincang-bincang. hingga 1 bulan kemudian viona
mulai sering mimisan, jatuh pingsan, dan sulit bergerak, viola mulai khawatir dengan
keadaan kembarannya itu.. saat kejadian-kejadian itu sering dialami oleh viona ayah dan
ibu nya jarang di rumah, ayah dan ibunya disibukkan oleh pekerjaannya yang berada di
luar kota. dan viola pun sering melihat kembarannya mengalami kejadian itu sampai
akhirnya viola mulai khawatir dengan keadaan viona dan menyuruhnya untuk periksa ke
dokter dan ditemani viola. Tapi viona menolak ia memilih untuk ke dokter sendiri.
Selang beberapa hari, viona sering ngedrop setelah periksa ke dokter “vionn… kamu
kenapa sih sebenernya? jangan bikin aku khawatir dong..” kata viola dengan mengerutkan
dahi nya “emmh, gak papa kok lala.. kata dokter aku sehat.. aku hanya kecapekan aja.. kok

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

la. bener deh lihat aku bisa senyum.. aku bisa duduk kan?” Kata viona meyakinkan viola
untuk mempercayainya, dan menutupi kebenaran. karena sebenernya viona sakit parah
dari apa yang difikikan viola “iya. Sih… tapi kan…” ucapan viola terpotong “udah ah viola
musti gitu, aku gak papa vio.. aku sehat kok! Ah aku pengen istirahat kamu keluar ya vii…”
Kata viona memotong pembicaraan viola dan menyuruh viola keluar dari kamarnya. viola
pun mengalah, dia dengan 1000 pertanyaan yang ada dalam benaknya untuk
memwawancarai viona tapi, dia telah diusir dari kamar nya karena viona ingin istirahat.
(POV. Orang pertama = viona)
Maafin aku viola.. aku udah bohong samma kamu.. aku tau ini semua gak ada gunanya
untuk kamu ketahui, aku sadar aku udah merebut semua yang kamu miliki, kamu sebagai
kakak ku yang selalu menjagaku, walau itu dari jauh vioo maafin aku.. aku telah hidup di
dunia ini hanya untuk meresahkanmu.. tenang aja vio aku akan secepat mungkin pergi kok
dari dunia ini… aku salah, vio mungkin suatu saat nanti kamu akan baca buku diary yang
kutulis ini… semua akan tahu kalau aku mengidap penyakit Leukimia, dan telah stadium
lanjut. aku takut hadapi semua ini.
Diaryku.. jika ini yang terbaik aku tak akan pernah bilang kalau aku mengidap penyakit ini
ke semua orang agar semua orang gak khawatir dengan ku.. ayah, ibu, viola, sahabat-
sahabatku, dan orang yang ku sayang Steffan. mungkin aku telah merebut steffan dari
viola.. karena kurasa semua sikap nya ke steffan itu berbeda dia lebih memperhatikan
steffan dibanding laki-laki lainnya, maaafin aku vio… aku enggak berhak hidup di dunia ini..
Aku hanya pantas kau jadikan angin, jika angin itu sangat kencang.. aku hanya bisa
membuat semua kacau.. dan berantakan..
kututup diaryku dan ku berbaring di kasurku, karena hari telah berlarut malam..
POV (orang ketiga/autor)
Paginya mereka berdua harus pergi ke sekolah, tapi mereka harus jalan kaki untuk menuju
sekolah karena mobil yang biasa buat antar mereka berdua dibawa oleh orang tua mereka.
Jalan di pagi hari bagi mereka adalah semangat untuk menjalankann aktifitas hari ini,
karena mereka berdua sama sama semangat dan periang, viola yang setiap hari, setiap
waktu menanyakan kembali keadaan kembaraannya itu, sekaligus di pagi ini pula “kamu
gak papa? Ayo dong vioon, cerita.. aku selalu ngerasain hal yang sangat sakit.. bila kau
pendam rasa sakit itu vi, kumohon kita twins.. aku berhak tahu apa yang kamu rasain
sekarang..” ujar viola ke pada viona dengan sangat ingin mengetahui faktanya “aku harus
berapa kali bilang vio, aku sehat!. aku bisa sendiri.. aku kuat, liat aja aku bisa kan dari
rumah sampai beberapa meter lagi sampai di sekolah…” bantah viona seakan itu terjadi
fakta.
VOP Viona “Ya tuhan.. aku minta maaf, aku hanya ingin viola gak tau tentang semua ini.. aku
takut dia khawatir kepadaku..” ucap viona didalam hatinya. viola hanya tertegun heran
dengan sikap viona yang selalu setiap ia menanyakan keadaan viona, selalu viona jawab
dengan jawaban sama.
Pagi ini mereka upacara, viona terlihat sangat pucat viola selaluu memperhatikan viona
dengan wajah yang sangat khawatir, hingga 30 menit upacara hampir selesai, tiba-tiba
viona pingsan semua murid memindahkan pandangannya ke arah viona. viola sangat kaget
dengan kejadian itu tanpa sebab viona pingsan, steffan langsung membawa viona ke UKS,
upacara tetap dilanjutkan tapi ada beberapa guru yang tak ikut melanjutkan upacara untuk
menjaga viona, sedangkan viola kembarannya viona pasti tak mungkin membiarkan
twinsnya itu sendiri di UKS. dia menemani viona di UKS, awalnya steffan ingin menemani
viona di UKS sampai sadar tapi bu christy tak membolehkannya dan menyuruh steffan
mengikuti upacara. Apa boleh buat steffan tak mungkin membantah Bu guru, apa lagi Bu
Christy guru yang terkenal baik sabar dan salah satu tempat curhat anak-anak lainnya.
Viona pernah cerita ke Bu christy dia bercerita kalau dia sudah ngecewain kembarannya
sendiri, dia egois dia sudah gak pernah mentingin viola, padahal viola sangat baik sama
vion. dan viona pun juga sempat bercerita kalau dia menghidap penyakit Leukimia atau
kanker darah stadium lanjut, Bu christy juga menyarankan agar penyakit ini secepatnya
diberitahukan kepada keluarganya, tapi viona tetap tak mau sampai akhirnya ia tadi
pingsan terpaksa Bu Christy mengabari orang tuanya dan bilang kepada orang tuanya, tapi
saat itu orang tuanya berada di luar kota dan setelah orang utanya tahu, mereka langsung

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

terbang ke Jakarta. hari itu viola pun tahu dan setelah beberapa menit, dan upacara selesai.
viona sadar tiba-tiba ia mimisan, dan sangat banyak darah yang keluar dari hidung viona,
wajahnya sangat pucat “aku di… aduh!!” ucap viona megang kepalanya ia sangat pusing
“vion… kamu kenapa? kamu baik baik kan? Kamu sejak kapan menghidap penyakit ini..
kamu kuat vion, aku sangat pusing vion.. kamu pusing ya? Vion kamu kuat! Hadapin sama-
sama vio ya,” ujar viola ia ikut merasakan apa yang viona rasakan. begitu sakitnya. “vion.
Kamu yang kuat! Aku selalu ada disini buat kamu vi. Kumohonn kamu kuatt vi, kamu kena
apa? Sakit aapa?” Tanya steffan di samping kanan viona. “maafin aku.. viola, steff.. dea,
Sheila, aku uda boh…” ucapann viona terpatah-patah dan kata terakhir terpotong lalu ia
pingsan semua gak kuat lihat viona seperti itu, dan saat itu viola juga menceritakan kepada
sahabat-sahabatnya.
Sekolah pun saat mengetahui keadaan viona semakin parah viona dibawa ke rumah sakit,
dan kebetulan disitu ia sering cek keadaannya viola, steffan, dea, Sheila, ada di rumah sakit
menuggu Viona untuk sadar.. tak lama papa mama viola datang, dengan wajah yang sangat
susah, sedih, bingung. “vio, viona dimana? dia baik-baik kan? Jawab vi.. ?” Tanya mama nya
“ehm.. emm. Viona kena leukemia ma, dan dia sekarang di UGD” ujar viola dengan wajah
merasa bersalah tak bisa menjaga adiknya dengan baik saat orang tuanya tak lagi di rumah,
“vio kamu gimana sih?! Mama kan udah bilang jaga adikmu! baik baik. kok bisa dia kena
leukemia? kamu sebagai kakak yang GAK BEJUS JAGA ADIKMU!” kata mama yang membuat
viola langsung shock dan diam tertegun memandang mamanya “ma, aku tau, ini semua
salahku.. maafin aku! Aku memang bodoh! Tuhan gak adil, harusnya aku.. aku aja yang
kena. jangan viona! karena banyak disini yang gak sayang viola.. dan viona, anak mama
papa yang dibangga-banggain. bintang kelas banyak yang sayang sama viona! Tuhan gak
adil!! maafin aku ma” ucappan viola yang dengan lantang nya di hadapan sahabat-
sahabatnya dan orang tuanya “vio kita sayang sama kamu.. mungkin mama hanya shock
dan sedikkit bingung dengan apa yang terjadi saat iini kamu gak boleh nyalahin Tuhan, dan
bilang kayak gitu” ujar papa dengan lembut. dan mama hanya menangis bingung pilu
dengan keadaan viona anak kesayangannya. “enggak! Papa mama, semua nya gak sayang
sama aku! Dan itu bener!” bentak viola lalu ia lari ke taman rumah sakit. sendiri berdiam
diri, menangis, menyalahkan dirinya sendiri dan bilang tuhan itu gak adil.
“uhuh,.. semua ini salahku, aku yang salah.. tuhann kenapa enggak aku yang kena? Kenapa
harus viona? aku gak tega liat mama papa sahabat-sahabatku menangis.. lebih baik aku
yang menderita dari pada aku harus melihat orang yang kusayang menangis! Tuhan
kumohon selamatkan viona, mereka semua butuh viona. dibanding aku.” kata viola saat di
taman sambil menangis, lalu datang laki-laki yang tak asing Steffan! ya dia. duduk di kursi
taman di samping viola dan sedari tadi tanpa viola ketahui bahwa steffan berdiri di
belakangnya dan mendengarkan ocehannya tadi, steffan datang dengan menyodorkan sapu
tangannya ke viola, dengan muka bingung viola langsung berdiri dan melihat siapa yang
menyodorkan ternyata laki-laki yang ia sukai selama ini “stef, kok kamu ada disini?” Tanya
viola “emh, ambil nih” meraih tangan vio dan menaruh sapu tangannya ke atas telapak
tangannya viola yang halus, viola pun menerimanya lalu mengusap air matanya. “iya, dari
tadi aku disini, maaf. aku dari tadi dengerin kamu bicara dan nyalahin diri kamu sendiri…
itu gak baik.. ini semua udah garis yang ditentukan oleh tuhan, bukan kamu yang salah.
disini kita belajar pasrah, semua kehendak tuhan. meskipun kamu mau memukul-mukul
tubuhmu sesakit apapun ini gak akan berubah. ya inilah kehidupan. gak bisa kita pungkiri
… memang kamu mau ke masa lalu? dimasa-masa viona sehat ceria dan gak lemah seperti
ini? atau mau pergii gunain mesin waktu? haha, hanya di kartun itu semua gak ada! kita gak
perlu lihat ke belakang. sekarang yang penting kita berjalan maju bukan mundur.. kita
semangatin viona agar ia kuat dan bertahan” ujar steffan seakan akan memberi motivasi
viola.
Saat itu viola berfikir sejenak lalu ia beranjak pergi dari taman meninggalan steffan menuju
ke ruang tunggu. beberapa saat munculah dokter keluar dari UGD ia hanya memandang
sekitar dan menggelengkan kepala yang sebagai tanda bahwa viona tak terselamatkan “ya
tuhan! Dokter.. selamatkan anak saya dok!” rengek mama viola “maaf bu.. tapi viona telah
pergi.. meninggalkan kita semua” saat itu terjadi steffan baru datang ke UGD dan ia
mendengar pembicaraan dokter ia sangat shock. viola, mama, papa, sahabat-sahabatnya

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

dan steffann “ya allah.. :’( kenapa kau ambil kembaranku.. kenapa? Harusnya aku, aku aja.
aku..” ucap viola dengan merderai air mata lalu steffan memeluk viola ia paling tak tega
melihat wanita menangis. “vionn! Kamu cewek yang kuat! Kok ninggalin kita semua?
Disini? Kenapa vi… aku sayang sama kamu vi,” kata Stefan lalu memeluk viona. mereka
semua sangat sedih dan mennangis. tak menyangka kita meninggal tak peduli umur. semua
dapat meninggal kapan saja sesuai kehendak tuhan. Siangnya viona langsung dimakamkan
semua para sahabatnya SD, SMP berdatangan serta keluarga-keluarganya yang sangat
terpukul adalah viola. karena ia masih belum dapat menjaga kembarannya dengan baik
sampai seperti ini tapi itu hanya pikiran viola. mama dan papanya yang belum bisa
menerima kenyataan.
Setelah mengingat peristiwa itu viola yang memandangi bintang di atas hingga meneteskan
air mata. ia pun sekarang merasa kesepian setelah 1 bulan lebih ditinggal oleh
kembarannya. tapi ia berusaha untuk bisa kuat dan menggantikan viona sebagai bintang
keluarga sekaligus bintang sekolah.

17. Ayah Untuk Apa Aku Dilahirkan?

Cerpen Karangan: Chyka Nguya


Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 8 January 2015
Mentaripun tak mampu menghapus kepedihanku walaupun aku terus mencoba untuk
bangkit dan melupakan semua masalah yang aku alami. Seberapapun kerasnya aku
mencoba tetap perih yang aku rasakan.
Maaf.. Maaf.. Tak ada yang bisa aku lakukan untuk keluarga ini, aku tak lebih dari sebuah
sampah yang seperti dia katakan padaku.
“Plaakkk” masih terbayang tamparannya tepat di pipiku, terasa sangat sakit dan pedih
sampai saat ini tak ada yang mampu mengobatinya. Tangisan pun tak kan mampu
mengobati semua luka-luka ini.
Tiap ku ingat semua ini aku selalu berpikir mungkin ini semua salahku, hingga kau
memperlakukanku seperti ini. Namun sering kali aku bingung, apa kesalahanku?
Seandainya kau bisa menjelaskannya padaku mungkin aku akan mengerti dan dapat
menyikapinya. Namun bukan dengan cara seperti ini ayah.. Aku tak mengapa jika sebatas
kau tak membiayai sekolahku, tak memberikan apapun kepadaku, namun dengan tidak
menganggap ku sebagai seorang anak bahkan tidak menganggapku ada, aku mohon jangan
ayah…
“Kamu tak lebih dari sampah, aku tak pernah peduli padamu, dan aku tak akan pernah
untuk menelapakkan tangan untuk meminta padamu!! Asal kamu tau!! Kamu penyebab
hancurnya keluarga ini” kata ayah kepadaku.
Aku masih tidak bisa menyangka semua kata-kata itu telah diucapkannya kepadaku, aku
tak bisa percaya semua ini, aku tak pernah merasa semua ini kesalahanku..
Ayah, apa benar ini semua kesalahanku tak pernah aku mendapatkan penjelasan apapun
darimu? Salahkah aku memberitahumu bahwa apa yang telah kau lakukan salah? Salahkah
jika aku memergokimu bermesraan dengan wanita lain? Aku tak pernah menuntut apa-apa
ayah.. hanya satu yang pernah aku pinta tolong perlakukan ibu dan adik-adikku dengan
baik, tak apa jika kau tak mempedulikan aku. Kau menganggap aku sebagai penyebab
kehancuran keluarga ini hanya karena aku bertanya apa yang kau lakukan pada hari itu?
Dengan siapa kau pada waktu itu? Kenapa kau lebih menyanjung wanita itu dan lebih
membelanya?

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Tak pernah aku mendapatkan penjelasan apapun darimu, hanya pukulan, jambakan, dan
kata-kata kasar jawaban yang aku terima darimu ayah, bahkan kau mengusirku dan tidak
menganggapku sebagai seorang anak. Apakah aku dilahirkan hanya untuk kau lupakan
ayah?
Cerpen Karangan: Chyka Nguya
Facebook: Chyka Nguya
Nama Lengkap gw Ni Wayan Siti Wibiasani.
Gw akrab dipanggil Chyka (lu bingung kan gw jg bingung nama panggilannya beda)
Gw suka baca n nulis cerpen tapi sebelumnya gw gga tau ni situs cerpenmu, sampe
akhirnya sekarang gw tau n mungkin gw bakal sering posting cerpennya disini, cerpen
yang biasa gw bwt biasanya gga jauh beda dengan kehidupan terutama kehidupan yg gw
alamin.. dengan nulis cerpen gw bisa nuangin pikiran gw, apa kata hati gw n gimana

perasaan gw.. bahkan mungkin tulisan ini bisa jadi pelampiasan buat gw

18. Penyesalan Atas Kesalahanku

Cerpen Karangan: Chairul Hakimi


Kategori: Cerpen Pendidikan, Cerpen Penyesalan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 4 June 2013

Ini Terjadi saat aku masih sekolah, kami sedang masuk di dalam kelas untuk memulai jam
pelajaran setelah selesai istirahat, kami pun masih makan cemilan sedikit karena kami
masih belum kenyang, guru pun masuk ke kelas kami nama guru itu adalah bu yani (nama
samaran), kami belajar tentang produktif komputer teknik jaringan, ibu itu sudah masuk
ke kelas kami, jadi kami langsung menghabiskan makanan dan minuman kami.
Pelajaran pun di mulai, kami tidak tahu kalo hari ini adalah ujian, karena buku ku tidak
lengkap karena sering kehilangan di kelas makanya aku mengumpulkan catatan ku dengan
tidak lengkap, kami semua mengikuti ujian, satu persatu di panggil nama nya karena
catatan pelajaran ibu itu kurang lengkap termasuk aku, jadi aku agak was was karena
catatan ku kurang lengkap, ibu itu memberitahu kami bagi yang tidak lengkap catatan nya
di suruh dilengkapi catatan nya baru di periksa, aku pun langsung meminjam buku disana
sini tapi tak ada yang mau meminjam buku catatan nya.
Sepulang sekolah aku pun pulang ke rumah, sesudah shalat dan makan aku pun mau pergi
ke rumah teman untuk meminjam catatan, tapi ayah ku tak mengizinkan ku untuk pergi
tapi aku memaksa, akhirnya ujung ujung nya rotan yang memberi tanda di kaki ku,
akhirnya aku tidak bisa pergi kemana-mana.
Keesokannya aku coba meminjam buku tapi mereka tidak membawa catatan nya karena
hari ini tidak ada pelajaran ibu yani, sabtu pun libur karena tanggal merah, itu pun pasti
tidak mengizinkan aku pergi lagi, hari senin, aku pun mencoba lagi meminjam buku pada
teman sekelas ku tapi tidak ada satu pun yang mau, ketika ibu yani masuk ke kelas ku baru
lah mereka meminjamkannya, aku tidak tahu kalo hari ini pengumpulan nilai latihan, aku
sedang membuat catatan yang di suruh oleh ibu yani, aku belum selesai karena jam ibu itu
telah habis, aku mau bilang kepada ibu yani bahwa aku ingin melanjutkan catatan ku di
rumah, tapi ibu itu menolaknya, kata nya di suruh buat latihan karena pengumpulan nilai
hari ini.
Dengan rasa kecewa paling dalam aku melampiaskan kemarahan ku di media sosial seperti
facebook, teman kelas ku yang nama nya sarah (nama samaran) memberi tahu pada ibu

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

yani, bagaikan petir di siang bolong menyambar ibu pun marah besar dan memberi tahu
pada wali kelas kami yang nama nya pak anto (nama samaran) dengan kemarahan besar
nya ibu yani melampiaskan nya pada pak anto.
Keesokan nya aku tak sengaja bertemu dengan pak anto dan pak anto memberi tahu pada
ku tentang status ku kemarin, dengan rasa kecewa nya akhirnya dia memarahi ku, dengan
penuh kesabaran nya aku menerima kenyataan pahit itu, dan teman kelas ku tahu juga
dengan masalah ku, mereka semua nya membenci ku tapi ada juga yang menasehati ku
karena kesalahan ku. aku pun langsung terdiam karena kesalahan ku, meratapi bagaimana
cara nya kesalahan besar ku bisa dimaafkan oleh ibu yani.
Mereka menyarankan aku untuk segera meminta maaf pada ibu yani sepulang sekolah, tapi
ibu itu sedang mengajar, aku coba untuk besok karena ibu itu mengajar pada kami pada
esok hari, keesokan hari nya aku mencoba meminta maaf pada ibu yani tapi ibu yani tidak
mau memaafkan aku, hampir semua murid di sekolah tau dengan permasalahan ku, aku
hanya bisa terdiam dengan kejadiaan ini, aku salah, salah besar. aku memang tak pantas
dimaafkan karena aku memang anak tak berguna.

19. Penyesalan Selalu Datangnya Terakhir

Cerpen Karangan: Parchat Basyari


Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 12 May 2016
Ini dari kisah nyata dari TKI yang baru pulang dari Malaysia. TKI itu baru saja beli mobil. Di
suatu hari dia pergi untuk bekerja dan anaknya pun dititipkan sama pembantunya setelah
kedua orangtuanya pergi bekerja anaknya pun iseng dia sendirian.
“Hah aku mau menggambar,” kata sang anak lalu sang anak pun mencari paku untuk
menggambar dia pun menggambar di keramik tapi sayang tidak bergambar. Lalu dia
berpikir. “Di mana aku harus menggambar?” kata sang anak lalu dia melihat ke bagasi
untuk menggambar dia melihat mobil ayahnya dia mengambar di mobilnya tapi dia tidak
tahu kalau mobil itu baru saja dibeli sama sang ayah.
Setelah ayah dan ibunya pulang dari kerjanya ayahnya melihat kelakuan anaknya, “Ayah,
Ayah lihat deh gambarku bagus kan ini aku, ini Ayah, dan ini Ibu,” kata sang anak
maklumlah anak-anak tidak tahu apa-apa dia. Pikir ayahnya senang dengan gambarnya
tapi sayang ayahnya pun marah sangat marah lalu ayahnya pun mengambil ranting di
dekat rumahnya dan memukul tangan anaknya bolak-balik. Tapi sang ibu tidak
membelanya ibunya pun cuma melihat anaknya saja disiksa oleh ayahnya. Pembantunya
pun menangis melihat anak majikannya disiksa oleh majikannya sendiri. Pembantu itu pun
memandikan anak majikannya itu dengan air mata yang bercucuran. Setelah beberapa hari
pembantu itu lapor kepada majikannya.
“Pak anak Bapak sakit,” kata pembantu itu tapi apa kata majikannya.
“Hah biarin dia cuma demam.”
Keesokannya pembantu itu pun lapor lagi kepada majikannya, “Pak anak Bapak sakitnya
makin parah,”
Lalu apa yang dikatakan majikannya itu, “Hah itu cuma demam paling dikasih obat juga
sembuh,”
Keesokannya pembantu itu pun melapor lagi, “Bapak anak Bapak sakitnya udah parah
harus dibawa ke dokter.” majikannya itu membawa anaknya di perjalanan anak itu
pingsan.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

Sesampainya di rumah sakit anaknya masuk UGD untuk diperiksa. Lama sekali diperiksa
dokternya memberitahukan kepada kedua orangtuanya.
“Pak saya mohon maaf,”
“Bapak anak saya kenapa Pak?” kata sang ayah sambil menangis tersedu-sedu.
“Saya mohon maaf anak Bapak tangannya harus diamputasi.”
Mendengar perkataan dokter kedua orangtuanya pun tidak lagi bisa menahan nangis.
Pembantunya pun ikut menangis. Setelah tangan anaknya diamputasi anaknya berkata
sambil menangis tersedu-sedu. “Ayah Sella minta maaf tapi kembalikan tangan Sella Ayah,
Sella janji enggak akan menggambar di mobil Ayah lagi tapi kembalikan tangan Sella Ayah
Sella janji enggak akan mengulangi perbuatan Sella lagi. Kembalikan tangan Sella Ayah.”
tapi mau dikata apa lagi. Memang penyesalan datangnya belakangan.

20. Melupakan Teman Dekat

Cerpen Karangan: Azzahra Auliya Rahmah


Kategori: Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 17 May 2017

Teman. Teman adalah seseorang yang paling bisa membuat kita tertawa dengan hal
konyolnya. Namaku azzahra biasa dipanggil ajara, aku duduk di kelas 3 SMP. Aku punya 2
temen cowok. Mereka dulu sangat akrab kepadaku dan dinda sahabatku. Tapi semenjak
mereka mempunyai temen cewek baru yang lebih asik daripada kita. Mereka menjadi
sombong, bahkan kalau bertemu pun tidak saling sapa seperti orang tidak kenal. Mereka
seakan-akan melupakan kedekatan kita yang dulu dengan mereka.
Keesokan hari sekolah, jam ke 1 dan 2 gurunya tidak masuk, dan tidak ada tugas dari guru
tersebut. Akhirnya Aulia si ketua kelas memberikan tugas agar mengerjakan LKS saja. Yaa
kalian tau sendiri, murid murid kalau dikasih tugas bukan oleh gurunya pasti tidak benar
ngerjainnya. Kelas pun menjadi berisik karena mengerjakan tugasnya sambil ngobrol,
bercanda ataupun bergosip.
Tetapi aku dan Dinda berbeda, kita di kelas hanya murung dan sedih melihat temen cowok
kita sekarang asik dengan teman barunya itu. Aku dan dinda pun bercerita, “Din, gue sedih
deh, kesel liat mereka, seru banget bercandanya” kataku dengan lemas. “Iyaya jar, mereka
ganget apa dulu deketnya ama siapa?.” saut dinda. Aku pun menjawab “Iya, padahal dulu
apa-apa ke kita, bercanda sama kita, ngerjain tugas aja bareng kan.” “Ya udalah jar,
mungkin mereka emang udah lupa sama kita.” sambung dinda dengan muka kesal. “Gua

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.


Kliping Cerpen

kangen din, kenapa sekarang berubah? kenapa jadi begini sih?” kataku dengan mata
berkaca. “Sama kali jar, gua juga kangen. Tapi ya mau gimana lagi? toh pas dia butuh juga
entar larinya ke kita.” Jawab dinda dengan kecewa.
Tak lama pun masuk jam ke-3, kita kurang bersemangat mengikutin pelajaran karena
mereka. Tapi apa daya kita tidak bisa buat apa-apa.
Waktu terus berjalan. Aku dan dinda perlahan melupakan mereka, memang sulit rasanya
melupakan teman yang dulu sangat dekat dengan kita tiba-tiba pergi begitu saja. Walaupun
kadang teringat lagi, tapi memang itu yang harus kita lakukan. Daripada kita
mengharapkan orang yang mungkin tidak akan kembali seperti dulu lagi dan juga tidak
mempedulikan kita, sebaiknya mencari teman baru yang mungkin lebih mengerti kita.

Disusun Oleh : Martha Tiga Paranna’, S.Pd.

Anda mungkin juga menyukai