Anda di halaman 1dari 25

RAHMADHINI ELKRI

1102010227

1. VASKULARISASI DAN PERSARAFAN JANTUNG


1.1 Vaskularisasi Jantung
antung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra, yang berasal dari aorta
Jascendens tepat di atas valva aortae. Arteriae coronariae dan cabang-cabang utamanya
terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.
 Arteria coronaria dextra
Berasal dari sinus anterior aortae dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan
auricula dextra. Arteri ini berjalan turun hampir vertikal di dalam sulcus atrioventriculare
dextra, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior sepanjang
sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan arteria coronaria sinistra di dalam
sulcus interventricularis posterior.
Arteria coronaria dextra mendarahi semua ventricel dexter (kecuali sebagian kecil
daerah sebelah kanan sulcus interventricularis), bagian yang bervariasi dari facies
diaphragmatica ventricel sinistra, 1/3 posterior septum ventriculare, atrium dextra dan
sebagian atrium sinistra, nodus SA, nodus AV, dan fasciculus atrioventricularis. Cabang-
cabang arteria coronaria dextra adalah arteria marginalis dan arteria ventricularis
posterior.

 Arteria coronaria sinistra


Arteria coronaria sinistra yang biasanya lebih besar dibandingkan dengan arteria
coronaria dextra, mendarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar atrium
sinistra, ventricel sinistra, dan septum ventriculare. Arteria ini berasal dari posterior kiri
sinus aortae aorta ascendens dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan
auricula sinistra. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventricularis dan
bercabang dua menjadi 1) arteri interventrikularis anterior (rami descendens anterior)
yang mendarahi bagian depan dan samping atas ventricel sinistra, dan 2) arteri
circumflexus (ramus circumflexus) yang mendarahi bagian belakang bawah ventricel
sinistra.

 Venae coronariae
Sebagian besar darah dari dinding jantung mengalir ke atrium dextra melalui sinus
coronarius, yang terletak pada bagian posterior sulcus atrioventricularis dan merupakan
lanjutan dari vena cordis magna (bermuara ke atrium dextra sebelah kiri vena cava
inferior). Vena cordis parva dan vena cordis media merupakan cabang sinus coronarius.
Sisanya dialirkan ke atrium dextra melalui vena ventriculi dextri anterior dan melalui
vena-vena kecil yang bermuara langsung ke ruang-ruang jantung. Tetapi, ada vena
jantung yang langsung bermuara ke atrium dextra tanpa melewati sinus coronaria, yaitu
vena cordis anterior dan vena cordis minima (Thebesi).

2.MM. EKG
A. Pengertian
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. Pada
EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan
penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.
B. Kegunaan EKG
EKG dapat memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus penting
untuk penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan kelainan irama
jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan ketepatan penggunaan trombolisis
pada infark miokard tergantung padanya. EKG dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak
nafas.(4)
Karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya disertai oleh
kelainan aktivitas kontraktil jantung. Evaluais terhadap EKG dapat memberikan informasi yang
berguna mengenai status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama dan kesehatan otot-ototnya.
1. Kelainan Kecepatan
Jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di sebuah rekaman EKG dikalibrasikan ke
kecapatan jantung. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai
takikardia(cepat), sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit disebut
bradikardi(lambat).
2. Kelainan Irama
Irama mengacu pada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi
jangtung disebut aritmia.
- Flutter Atrium ditandai oleh urutan deplolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan kecepatan
antara 200 sampai 300 denyut per menit.
- Fibrilasi Atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkordinasi tanpa
gelombang P yang jelas.
- Fibrilasi Ventrikel adalah kelainan irama yang sangat serius dengan otot-otot ventrikel
memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi.
3. Miopati Jantung
Gelombang EKG abnormal juga penting dalam mengenali dan menilai miopati jantung (kerusakan
otot jantung).(5)
Kegunaan EKG adalah :
- Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
- Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)
- Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
- Mengetahui adanya gangguan elektrolit
- Mengetahui adanya gangguan perikarditis (6)
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA, iskemik
miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin,
kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru,
mixedema.(7)

C. Sistem Konduksi Jantung


1. Sinoatrial Node (SA Node)
Suatu tumpukan neuromuskular yang kecil, berada di dalam dinding atrium kanan di ujung kristo
terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari sini impuls diteruskan ke
antrioventrikuler node.
2. Antrioventrikular Node (AV Node)
Susunannya sama seperti sinoatrium node. Berada di dalam septum atrium dekat muara sinus
koronarius. Selanjutnya impuls-impuls diteruskan ke antrioventrikuler bundel melalui berkas
wenkebach.
3. Antrioventrikuler Bundel (AV Bundel)
Mulai dari AV bundel berjalan ke arah depan pada pinggir posterior dan pinggir bawah pars
membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel
analus vibrosus, rangsangan terhenti 1/10 detik selanjutnya menuju ke arah apeks kordis dan bercabang
dua :
a. Pars septalis dekstra melanjut ke arah AV bundel di dalam pars mucularis septum interventrikulare
menuju ke dinding depan depan ventrikel kanan.
b. Pars septalis sinistra berjalan di antara pars membranacea dan pars mucularis sampai di sisi kiri
septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior ventrikel kiri. Serabut-serabut pars
septalis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut purkinje).
4. Seraburt penghubung Terminal
Serabut penghubung terminal (serabut purkiunje) berupa anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.(8)

D. Sifat-Sifat Sel Jantung


Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intraselular)
dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion Natrium (Na+) dan ion
Kalium (K+). Kadar K+ intraselular sekitar 300 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular daripada
dalam ruang intraselular.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permiabel untuk ion negatif daripada ion Na +. Dalam
keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam dan bagian luar
tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian
luar berpotensial lebih positif dibandingkan dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut sebagai
potensial membran, uang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung
dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel, yang
menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20 mV (potensial diukur intraselular
terhadap ekstraselular). Perubahan potensial membrab karena stimulus ini disebut depolarisasi.
Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yang
disebut sebagai repolarisasi.(9)

E. Potensial Aksi
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung dibandingkan dengan
potensial di luar sel. Pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan potensial yang terjadi sebagai
fungsi dari waktu, disebut potensial aksi. Kurva potensi aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan
dibagi menjadi 4 fase yaitu :

- Fase 0
Awal potensi akhir yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan potensial hingga
mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini disebabkan oleh masuknyaion
Na+ dari luar ke dalam sel.
- Fase 1
Masa repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari +20 mV mendekati 0 mV.
- Fase 2
Fase datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion
Ca untuk mengimbangkan gerak keluar ion K+
++

- Fase 3
Masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat awal yaitu fase 4(9)

F. Sadapan - Sadapan EKG


1. Ketiga Sadapan Anggota Bipolar
Istilah bipolar berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari dua elektroda yang
terletak pada bagian jantung yang berbeda, dalam hal ini pada anggota badan. Jadi, sebuah sadapan
bukan merupakan kabel tunggal yang dihubungkan dari tubuh, tetapi merupakan gabungan dari dua
kabel dan elektrodanyan untuk membentuk sebuah sirkuit yang menyeluruh antara tubuh dan
elektrodiograf.
a. Sadapan I
Sewaktu merekam sadapan anggota badan I, ujung negatif elektrokardigraf dihubungkan ke
lengan kanan dan ujung positifnya pada lengan kiri.

b. Sadapan II
Untuk merekam sadapan anggota badan II, ujung negatif elektrokardiograf dihubungkan ke
lengan kanan dan ujung positifnya pada tungkai kiri.
c. Sadapan III
Untuk merekam sadapan anggota badan III, ujung negatif kardiograf dihubungkan ke lengan kiri
dan ujung positifnya dihubungkan pada tungkai kiri.
2. Sadapan Dada (Sadapan Prekordial)
Biasanya dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang standar satu
per satu, keenam elektroda dada diletakkan berurutan pada enam titik seperti dalam diagram. Macam-
macam rekaman tersebut dikenal sebagai sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.(10)
Elektroda dipasang berurutan di enam tempat berbeda pada dinding dada :
V1 : Pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum
V2 : Pada sela iga keempat sebelah kiri sternum
V3 : Pada pertengahan antara V2 dan V4
V4 : Pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis
V5 : Horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior
V6 : Horisontal terhadap V4, pada garis midaksilaris(1)
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)(6)
Gambar Letak Elektroda
3. Sadapan Anggota Badan Unipolar yang Diperbesar
Pada tipe perekaman ini, kedua anggota badan dihubungkan melalui tahanan listrik dengan ujung
negatif ujung alatn elektrokardiograf, sedangkan anggota badan yang ketiga dihubungkan dengan
ujung yang positif. Bila ujung positif terletak pada tangan kanan, maka sadapan dikenal sebagai
sadapan aVR dan bila pada lengan kiri, maka disebut sebagai sadapan aVL dan bila pada tungkai kiri
maka disebut sebagai sadapan aVF.(10)
Tiga ditambahkan antaran adalah sebagai berikut
- aVR : membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang dari lengan tangan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke
arah electroda dari lengan tangan yang benar
- aVL : kutup tunggal yang ditambahkan ini membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang meninggalkan
lengan tangan kanan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah elektrode yang positif pada lengan tangan
- ini adalah dibentuk oleh satu baris tegaklurus ke sisi dari segi tiga yang meluas dari lengan tangan
kanan ke kaki kanan dan diarahkan mengarah ke bawah ke kaki kiri.(11)
Sadapan ini mengukur perbedaan potensial listrik antara dua titik sehingga sadapan ini bersifat
bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif.(1)

G. Siklus Jantung dalam EKG


1. Gelombang P
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari
nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk
dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan yang normal berbentuk melengkung dan
arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran antrium dapat meningkatkan amplitudo atau
lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah
konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan
inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.
2. Interval PR
Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup
juga penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal
adalah 0,12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interva l PR yang abnormal menandai adanya gangguan
hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.
3. Kompleks QRS
Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot
yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar begitu cepat, normal lama kompleks
QRS adalah antara 0,06 dan 0,01 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang
disebut sebagai blok berkas cabang akan menlebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal
dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks
QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas.
Hipertropi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot
jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan
menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.
4. Segmen ST
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal
perubahan repolarisasi ventriklel terjadi selama periode ini, tetapi perubaha ini terlalu lemah dan tidak
tertangkap EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan
penigkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen ST.

5. Gelombang Interval QT
Interval ini diukur mulai dari awal kompleksQRS sampai akhir gelombang T, meliputu
depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan
bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti
disritmia seperti kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).(1)
Gambar Siklus dalam EKG

H. Prinsip Membaca EKG


Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan
petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh
sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau
tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.

2. Laju QRS (QRS Rate)


Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali disebut
bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular
(kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat
tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada
keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus
syndrome.
3. Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi aksis kiri,
lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG
dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.
4. Interval -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat
satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson- White
syndrome.
5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau P-mitral.
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung
mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo
gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2
menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di
sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi
ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch
block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang
mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U yang terbalik
menunjukkan iskemia miokard yang berat.(7)

I. Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.


Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG
normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak
khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan
kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan
yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched”
pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri
terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang
tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada
sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner
(PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai
kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung
rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu
gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal
premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat
masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi
digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal.
Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi
digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak
dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium
yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
2. Kelainan interval P-R
- Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik
yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.
PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti
kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-
QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1.,
berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena
Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang
P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P.
jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.
- Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS. Ditemukan
pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari
amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya
gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R
di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel
kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di
III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri
(LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5
atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan kompleks QRS
- Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau “notched” dengan
gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).
- Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur yaitu
pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung
bawaan.
- Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi,
atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit
Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark
miokard, intoksikasi digitalis.
- Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”,
“ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS
sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark
miokard dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap
normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan,
apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang
pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar,
biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi
koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau
perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding
anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada
sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan
tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark
ventrikel kanan
7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
- Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
- Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
- Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
- Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi
kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis
khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T
terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard.
Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi
QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari
gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan
tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T
yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama
terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
3.MM. Ateroskerosis
A. DEFINISI
Aterosklerosis (gagal jantung) adalah suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah
besar maupun kecil dan ditandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang vaskuler dan pembentukan
lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka vaskuler di dalam dinding pembuluh intima. Aterosklerosis
berasal dari kata athero dalam bahasa Yunani (athera) suatu bentuk gabung yang menunjukan
degenerasi lemak atau hubungan dengan atheroma yang bisa juga berdampak pda fungsi otak untuk
mengontrol aktivitas tubuh . Sedangkan skelosis dalam bahasa Yunani adalah indurasi dan
pengerasan, Seperti pengerasan sebagian peradangan, pembentukan jaringan ikat atau meningkat atau
penyakit zat inersisial.

B.ETIOLOGI
Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliaran darah
ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan lemak. Pada
saatnya monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan
dalam ateri. Unsur lemak yang berperan disini adalah LDL (low density lipoprotein), LDL sering
di sebut kolestrol jahat, tinggi LDL akan berpotensi menumpuk disepanjang dinding nadi korener.
Arteri yang terkena arterosklerosis akan kehilanagan kelenturannya dan karena ateroma terus
tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium,
sehingga bisa rapuh dan pecah. Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga
ateroma menjadi lebih besar dan mempersempit arteri. Ateroma yang pecah juga bisa
menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu terjadinya pembekuan darah ( thrombus ).
Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas
dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan di daerah lain ( emboli ). Akibat
dari penyempitan arteri jantung kesulitan memompa darah dan timbul rasa nyeri di dada, suka
pusing-pusing dan berlanjut ke gejala serangan jantung mendadak. Bila penyumbatan terjadi di
otak maka yang di derita stroke dan bisa juga menyebabkan kelumpuhan. Laju peningkatan
ukuran dan jumlah ateroma di pengaruhi berbagai factor. Faktor genetik penting dan
aterosklerosis serta komplikasinya cenderung terjadi dalam keluaraga. Seseorang penderita
penyakit keturunan homosistimuria memiliki ateroma yang meluas, terutama pada usia muda.
Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu mengenai arteri koroner (arteri menuju ke
jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan hiperkolesterolemia familial, kadar kolestrol yang
sangat tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner
dibandingkan arteri lainnya. Pada penderita hipertensi umumnya akan menderita aterosklerosis
lebih awal dan lebih berat dan beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun
batas normal. Aterosklerosis tidak terlihat pada arteri pulmonalis (biasanya bertekanan rendah)
jika tekanannya meningkat secara abnormal, keadaan ini disebut hipertensi pulmonal.
Dengan tes darah Anda dapat mengontrol jumlah kolesterol. Secara khusus, Anda perlu
menjalani pemeriksaan kolesterol rutin bila Anda:

 Berusia di atas 55 tahun


 Memiliki LDL dan trigliserida tinggi, HDL rendah.
 Memiliki nodul kecil lemak pada kelopak mata atau di sepanjang tendon Achilles
(xanthelasma).
 Memiliki orang tua dan kerabat dekat yang mengidap penyakit jantung koroner atau stroke
pada usia relatif muda.
 Menderita tekanan darah tinggi, diabetes, obesitas.

C.PATOFISIOLOGI
Proses aterosklerosis diawali pada masa kanak-kanak dan manifes secara klinis pada usia
menengah dan lanjut. Proses ini terutama mengenai arteri-arteri berukuran sedang. Dalam fase
pertumbuhannya, lesi-lesi aterosklerosis dibagi menjadi:
o Fatty streak
Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak
berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel
otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester cholesterol.
o Fibrous plaque
Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam lumen arteri. Fibrous
plaque berisi sejumlah besar sel-sel otot polos dan makrofag yang berisi cholesterol dan ester
cholesterol, di samping jaringan kolagen dan jaringan fibrotik, proteoglikan, dan timbunan
lipid dalam sel-sel jaringan ikat. Fibrous plaque biasanya mempunyai fibrous cap yang terdiri
dari otot-otot polos dan sel-sel kotagen. Di bagian bawah fibrous plaque terdapat daerah
nekrosis dengan debris dan timbunan ester cholesterol.
o Complicated lesion
Lesi ini merupakan bentuk lanjut dari ateroma, yang disertai kalsifikasi, nekrosis,
trombosis, dan ulserasi. Dengan membesarnya ateroma, dinding arteri menjadi lemah,
sehingga menyebabkan okiusi arteri.

Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, berpindah dari aliran
darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan-bahan
lemak. Pada saatnya, monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak
penebalan di lapisan dalam arteri. Setiap daerah penebalan (yang disebut plak aterosklerotik atau
ateroma) yang terisi dengan bahan lembut seperti keju, mengandung sejumlah bahan lemak,
terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Ateroma bisa tersebar di dalam
arteri sedang dan arteri besar, tetapi biasanya mereka terbentuk di daerah percabangan, mungkin
karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera pada dinding arteri, sehingga disini lebih
mudah terbentuk ateroma.
Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma terus
tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium,
sehingga menjadi rapuh dan bisa pecah. Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah,
sehingga ateroma menjadi lebih besar dan lebih mempersempit arteri. Ateroma yang pecah juga
bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu pembentukan bekuan darah (trombus).
Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas
dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan di tempat lain (emboli).
Riwayat alamiah ateroklerosis dapat dimulai sejak masa kanak-kanak dengan terbentuknya
garis lemak (fatty streaks), lalu plak fibrosa, dan menyusul klasifikasi. Kekakuan pembuluh darah
ini pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan lanjut sesuai organ yang diserangnya.
4.MM. PENYAKIT JANTUNG KORONER

Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung akibat penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat
menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Dalam
kondisi lebih parah kemampuan jantung dalam memompa darah dapat hilang.3,4
Menurut WHO, penyakit jantung koroner adalah gangguan pada miokardium karena
ketidakseimbangan antara aliran darah koroner dengan kebutuhan oksigen miokardium
sebagai akibat adanya perubahan pada sirkulasi koroner yang dapat bersifat akut (mendadak)
maupun kronik (menahun).3,4

Klasifikasi

Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari:


1. Angina pektoris stabil (APS)
Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu,
punggung ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau stres emosional dan
keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau dengan obat nitrogliserin.1,5
2. Sindroma Koroner Akut (SKA)
Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya erosi, fisur
atau robeknya plak arterosklerosis sehingga menyebabkan trombosis intravaskular
yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.1,5,6
Yang termasuk SKA adalah :
a) Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu:
o Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat
dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
o Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20 menit), dan lebih sakit
dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan
o Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat1,7

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart


Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI) ialah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa
perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi
sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.7

b) Infark miokard akut (IMA), yaitu


Nyeri angina yang umunya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). IMA bisa
berupa Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI) dan ST elevasi miokard infark
(STEMI).7
Faktor Risiko
Secara garis besar faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibagi menjadi faktor risiko
yang dapat diubah (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah
(nonmodifiable).3,4,6
Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK. Perubahan hipertensi
khusunya pada jantung disebabkan karena:3,6
1. Meningkatkan tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung sehingga
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya
hipertensi.
2. Mempercepat timbulnya arterosklerosis
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menambah beban pembuluh darah
arteri. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga
mengurangi elastisitasnya. Tekanan darah yang tinggi dan menetap juga akan
menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria
sehingga memudahkan terjadinya pengendapan plak pada arteri koroner.
b. Hiperkolesterolemia
Kenaikan kadar kolestrol berbanding lurus dengan peningkatan terjadinya serangan
PJK. Peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) dan penurunan HDL (High
Density Lipoprotein) merupakan faktor resiko yang penting pada PJK. Ketika terjadi
kadar LDL yang tinggi, LDL dapat terakumulasi pada subendotel dan mengalami
modifikasi yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan tunika intima dan
menginisiasi terbentuknya plak aterosklerosis.6
c. Merokok
Zat-zat toksik dalam rokok yang masuk ke peredaran darah akan menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Racun nikotin dari rokok akan menyebabkan darah
menjadi kental sehingga mendorong percepatan pembekuan darah. Platelet dan
fibrinogen meningkat sehingga sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya
trombosis pada pembuluh koroner yang sudah menyempit. Selain itu, rokok dapat
meningkatkan oksidasi LDL, menurunkan kadar HDL, menyebabkan kerusakan
endotel akibat stres oksidatif dalam kandungan rokok. Nikotin dalam asap rokok
dapat menstimulasi aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah.6
d. Diabetes Melitus
Pada pasien diabetes, terbentuknya plak aterosklerosis dicetuskan oleh disfungsi
endotel, terganggunya aktivitas antifibrinolitik, serta meningkatnya fagositosis LDL
oleh makrofag.6
e. Obesitas dan kurang akitivitas fisik
Obesitas dapat meningkatkan beban jantung, ini berhubungan dengan PJK terutama
karena pengaruhnya pada tekanan darah, kadar kolestrol darah dan juga diabetes.
Melakukan aktivitas fisik atau olah raga secara teratur dapat menurunkan berat badan
sehingga lemak tubuh berkurang serta secara bersamaan mengendalikan kadar
kolesterol dan tekanan darah, aktivitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin
serta merangsang pengeluaran NO.6
f. Stres
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi yang
dapat membuat spasme arteri koroner sehingga suplai darah ke otot jantung
terganggu.

Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :3,4,5,6


a. Umur
Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi risiko PJK dan pada aumumnya dimulai pada
usia 40 tahun ke atas. Menurut data yang dilaporkan American Heart Association, 1 dari 9
wanita berusia 45-60 tahun menderita PJK dan 1 dari 3 wanita berusia diatas 60 tahun
menderita PJK.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena PJK dibandingkan dengan wanita. Tetapi
pada wanita yang sudah menopause risiko PJK meningkat dan hampir tidak didapatkan
perbedaan dengan laki-laki. Hal ini berhubungan dengan penurunan kadar hormon
estrogen yang berperan penting dalam melindungi pembuluh darah dari kerusakan yang
memicu terjadinya aterosklerosis.
c. Genetik
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di bawah 55 tahun merupakan
salah satu faktor risiko yang perlu dipertimbangkan.

Patogenesis Pembentukan Plak Arterosklerosis


Disfungsi endotel merupakan proses primer terjadinya arterosklerosis yang dapat
disebabkan baik karena bahan kimia maupun stress hemodinamik akan menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel. Akibat terjadinya disfungsi endotel maka akan menyebabkan
(1) rusaknya peran endotel sebagai permeability barier, (2) melepaskan sitokin inflamasi,
(3) meningkatkan produksi molekul adhesi yang merekrut leukosit, (4) mengganggu
pelepasan substansi vasoaktif ( prostasiklin, NO), dan (5) mengganggu antitrombus. Efek
yang tidak diinginkan ini menjadi dasar terjadinya arteroslerosis. 6
Disfungsi endotelium menyebabkan endotel tidak lagi memiliki barier yang dapat
menghambat masuknya lipoprotein ke dalam pembuluh darah arteri. Peningkatan
permeabilitas dari endotel membuat LDL masuk ke intima,selanjutnya LDL akan
terakomodasi di ruang subendotel dengan berikatan dengan matriks ekstraseluler yaitu
proteoglikan. LDL tersebut akan dioksidasi oleh ROS (Reactive Oxygen Species) dan pro
enzym yang dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehingga menjadi
mLDL (modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari leukosit ke ruang sub
intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui 2 cara yaitu (1) ekspresi LAM (
leukocyte adhesion molecule) pada pada permukaan endotel non adhesi, (2) signal
kemoatraktan [MCP 1, IL 8, interferon inducible protein – 10). 6
Masuknya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi menjadi
makrofag dan memakan mLDL melalui reseptor scavenger (pada makrofag) dan
membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan beberapa faktor yang dapat
merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa menghasilkan platelet derived growth factor
(PDGF) yang menyebabkan terjadinya migrasi sel otot dari internal elastic lamina ke ruang
sub intima, tempat dimana sel otot bereplikasi. Sel busa juga melepaskan sitokin dan
faktor pertumbuhan seperti TNF α, IL-1, Fibroblast growth factor, dan TGF β yang akan
menstimulasi sel otot berproliferasi dan menghasilkan protein matriks ekstraseluler
(kolagen dan elastin) dan lebih lanjut mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan
mempertahankan inflamasi pada lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen akan
membentuk fibrous cap. Pembentukan fibrous cap dan deposisi matriks ekstraseluler ini
sebenarnya merupakan proses sintesis dan degradasi yang saling bergantian yaitu dimana
(1) sintesis yaitu sel otot merangsang kolagen melalui TGF β dan PDGF, dan (2)
degradasi yaitu T- lymphocyte derived cytokine IFN – γ menghambat sintesis kolagen dan
lebih lanjut sitokin akan merangsang sel busa untuk menghasilkan MMP (matrix
metalloproteinase) yang akan melemahkan fibrous cap sehingga mudah ruptur. Proses
sintesis dan degrasi ini terus berlanjut tanpa menyebabkan gejala. Kematian dari sel otot
dan sel busa baik karena stimulasi inflamasi yang berlebihan maupun karena apoptosis
menyebabkan lemak dan debris seluler membentuk lipid core. Ukuran dari lipid core
memiliki peranan biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain itu deposisi dan distribusi
fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas plak, jika fibrous cap tebal
maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita sebut plak stabil, tetapi apabila
fibrous cap tipis akan cenderung menyebabkan ruptur dari plak. 6
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.Setelah berhubungan dengan darah, faktor
jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal
endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan
inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil. Terjadinya
vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya
disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam
perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang
terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil.
Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark
dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil. 6,7
Adanya penyumbatan dari pembuluh darah koroner akan menyebabkan terjadinya
iskemi miokardial dimana akan (1) meningkatkan respon simpatis sehingga menyebabkan
diaforesis, peningkatan tekanan darah dan nadi, (2) disfungsi otot papillary sehingga
menyebabkan mitral regurgitasi, (3) penurunan compliance diastol yang akan
menyebabkan suara jantung S4 dan menyebabkan kongesti pulmoner sehingga timbul
rales, (4) penurunan fungsi sistolik yang menyebabkan dyskinetic apical impulse. 6
Diagnosis
1. Anamnesis

Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai
berikut : 9
- Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal),
atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke
punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat
lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu. 9
- Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau
terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien
tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang. 9
- Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada
kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu
kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang
bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat
atau pada waktu tidur malam. 9
- Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak
di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit,
mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa.
Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah,
kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin. 9
2. Pemeriksaan fisik
Pasien tampak cemas, tidak dapat istirahat (gelisah), sering kali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis ( takikardia dan/atau hipotensi), dan hampir setengah pasien
infark inferior menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau
hipotensi) tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah , dijumpai S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama, split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan peningkatan suhu sampai 38ºC dalam minggu pertama pasca STEMI.10
3. EKG
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal.
Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di
masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien
hipertensi dan angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T
yang tidak khas. 9 Untuk mendiagnosa STEMI dari EKG adalah adanya elevasi segmen ST
> 1mm pada 2 sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2 sadapan prekordial yang
berhubungan, LBBB yang dianggap baru.11
4. Foto Dada
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien
hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi
arkus aorta. 9
5. Laboratorium
- CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
- cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
- Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
- Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.10,12

6. Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner :


- Computed Tomography
- Magnetic Resonance Arteriography1
7. Pemeriksaan invasif menetukan anatomi koroner1
- Arteriografi koroner
- Ultrasound intravaskular (IVUS)

Tatalaksana
Tujuan penanganan pada STEMI adalah:
a. Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk menegakkan diagnosis secara
cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko, menghilangkan/ mengurangi nyeri dan
pencegahan atau penanganan henti jantung.
b. Penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi untuk membatasi
proses infark serta mencegah perluasan infark serta menangani komplikasi segera
seperti gagal jantung, syok dan aritmia yang mengancam jiwa.
c. Penanganan selanjutnya untuk menangani komplikasi lain yang timbul selanjutnya.
d. Evaluasi dan penilaian risiko untuk mencegah terjadinya progresi penyakit arteri
koroner, infark baru, gagal jantung, dan kematian11
Penanganan kegawatdaruratan (lihat Guideline AHA 2010 di bawah)
a. Tatalaksana awal:
 Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).
 Aspirin 160mg (dikunyah).
 Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.
 Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. 11

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda reperfusi).


 Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.
 Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
 Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).
 Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.
Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum 4000u,
dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48 jam dengan maksimum 1000 u/
jam dengan target aPTT 50 – 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi
dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien
berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau
< 2 mg/ dl pada wanita). 11

Terapi fibrinolitik.
Dianjurkan pada:
a. Presentasi ≤ 3jam.
b. Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat.
c. Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik. 11

Kontraindikasi fibrinolitik:
a. Kontraindikasi absolut:
 Riwayat perdarahan intracranial apapun.
 Lesi structural cerebrovaskular.
 Tumor intracranial (primer ataupun metastasis).
 Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir.
 Dicurigai adanya suatu diseksi aorta.
 Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir.
 Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi). 11

b. Kontraindikasi relatif:
 Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol.
 Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial
selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolute.
 Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar
< 3 minggu.
 Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir.
 Terapi antikoagulan oral.
 Kehamilan.
 Non compressible punctures.
 Ulkus peptikum aktif.
 Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya
(>5hari) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut. 11

Terapi awal Antitrombin terapi Kontraindikasi spesifik


Streptokinase(SK) 1,5 juta unit/ 100ml D5% Dengan atau tanpa Riwayat SK atau
atau NaCl 0,9% selama 30 heparin iv selama 24 – anistreplase
– 60 menit. 48 jam
Alteplase(tPA) 15 mg iv bolus 0,75 mg/ Heparin iv selama 24 –
kg BB selama 30 menit 48 jam
kemudian 0,5 mg/ kg BB
selama 60 menit iv. Dosis
total tidak melebihi 100mg
Percutanous coronary intervention (PCI)
a. PCI primer.
Dianjurkan pada:
 Presentasi ≥ 3jam.
 Tersedia fasilitas PCI.
 Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit.
 (Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara pasien
tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam.
 Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.
 Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3).
 Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan. 11

b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.


Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika tindakan PCI tidak dapat
dilakukan dengan segera dan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah. Pada tindakan
ini tidak dianjurkan menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa dengan dosis penuh. 11

c. Rescue PCI.
Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas dengan:
 Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia.
 Keluhan iskemik yang berkepanjangan.
 Syok kardiogenik.

Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi dimana rescue PCI
tidak dapat dilakukan segera, reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan
dengan fibrinolitik ulang atau tirofiban. Pemilihan stent pada PCI primer atau rescue PCI
adalah Bare metal stent (BMS). 11
Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan pengobatan, pada
keadaan :
a. Stenosis yang signifikan ( ≥ 50 %) di daerah left main (LM)
b. Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner utama
c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang cukup
tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior descending coronary artery.1

Komplikasi
a. Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini
terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun,
jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti
yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat
beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.13
b. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh
pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan
irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada.
Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis
merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa
temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau
penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif
karena mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan /
diastolik. 13
c. Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien
dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel
distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik
sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau
simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang
penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas
meningkatkan mortalitas selanjutnya. 13
Gambar 1. Algoritma Acute Coronary Syndromes14
Prevensi
a. Pencegahan Primer1
b. Pencegahan sekunder1

Prognosis
Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan TIMI score (Thrombolysis in
Myocardial Infarction )untuk STEMI yaitu 15

Usia 65 – 74/ ≥ 75 2/3 poin

Tekanan darah sitolik < 100 3 poin


HR > 100 2 poin

Killip II - IV 2 poin

Anterior ST elevasi atau LBBB 1 poin

Diabetes, riwayat hipertensi atau 1 poin


riwayat angina
Berat badan < 67 kg 1 poin

Waktu pengobatan > 4 jam 1 poin

Epidemiologi

Tujuh jenis penyakit jantung terpenting ialah :


1. Penyakit jantung koroner (penyebab 46% kematian yang disebabkan penyakit jantung)
2. Penyakit jantung akibat hipertensi (5%)
3. Penyakit jantung rematik (0.5%) PJK
4. Penyakit jantung kongenital (0.5%)
5. Stroke (17%)
Stroke
6. Penyakit jantung kongestif (5%)
7. Aterosklerosis(2%),
8. dan lain-lain (23%). PJ.Rematik

PJ.Kongenit
al

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World
Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-
negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi
pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi
terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit
kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian
akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita,
sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada
wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang
setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan
nomer satu di dunia.

Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja
mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang menjadikan
Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja penyebab angka
kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner – "the silence killer". Tingginya angka
kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 %.
kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK
diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.

Manifestasi Klinis
Nyeri dada di tengah dan dapat menjalar ke lengan, rahang atau leher. Berlangsung
lebih dari 30 menit dan tidak mereda dengan nitrogliserin. Pasien seringkali berkeringat,
lembap dan tampak dingin. Mual muntah dan perasaan cemas yang kuat. Beberapa individu
tampak atipikal, tanpa gejala (silent infarction, biasanya pada penderita diabetes), lokasi
nyeri yang tidak biasa, sinkop, atau embolisasi perifer. Tekanan darah biasanya normal,
namun tekanan sistolik <90 mmHg dan bukti hipoperfusi organ merupakan tanda khas syok
kardiogenik. Mungkin terdapat bunyi ketiga atau keempat yang terdengar pada auskultasi dan
juga murmur sistolik.

Anda mungkin juga menyukai