Anda di halaman 1dari 11

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.30511/PP/M.

VIII/15/2011

Koreksi Kredit Pajak PPh Pasal 22 sebesar Rp 161.279,00,

1. Bahwa koreksi atas kredit pajak PPh Pasal 22 disebabkan karena bukti potong yang
digunakan sebagai dasar untuk pengkreditan pajak masih atas nama Joint Operation.
Kerjasama operasional (bahasa Inggris: joint venture atau joint operation, disingkat
KSO) adalah sebuah istilah mengenai dua perusahaan atau lebih yang melakukan
kerjasama operasional dalam menyelesaikan suatu proyek. Selain itu, KSO dapat
berbentuk sebuah badan usaha baru berupa usaha patungan (jointventure).
2. Diketahui hal-hal sebagai berikut :
 bahwa dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa BUT Yokogawa Bridge
Corporation tidak melakukan kegiatan usaha apa pun. Semua proyek
dikerjakan oleh Joint Operation yang dimilikinya;
 bahwa Pemohon Banding melakukan pengkreditan PPh Pasal 22 atas
pembelian baja untuk keperluan Joint Operation maka seharusnya atas
pembelian baja tersebut menjadi beban dan atas nama Joint Operation;
 bahwa berdasarkan uraian diatas maka pemeriksa melakukan koreksi atas
kredit pajak PPh Pasal 22 karena merupakan pembelian baja yang tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha BUT Yokogawa Bridge
Corporation.
3. Berdasarkan data penjurnalan diketahui bahwa pengakuan pembelian baja sebagai
bagian dari project material ada pada pembukuan Maruwai Bridge YBC CHC JO
sedangkan transaksi pembayaran kepada pihak penjual dicatat pada pembukuan BUT
Yokogawa Bridge Corporation. Transaksi pembelian tersebut pada akhirnya akan
menjadi beban dari BUT Yokogawa Bridge Corporation sebagaimana tertera pada
laporan keuangan konsolidasi;
4. Berdasarkan bukti Joint Operation Agreement for Repair Work of Existing Bridge on
Maruwai Bridge in Central Kalimantan antara BUT Yokogawa Bridge Corporation
dan PT Cigading Habeam Centre diketahui bahwa kedua belah pihak menyetujui
penetapan BUT Yokogawa Bridge Corporation sebagai pihak yang akan menerima
100% profit/loss, aset dan kewajiban Joint Operation yang terkait dengan proyek
tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh penghasilan dan biaya

1
yang terkait dengan Maruwai YBC-CHC JO akan menjadi penghasilan dan biaya dari
BUT Yokogawa Bridge Corporation.
5. Bahwa dengan tidak adanya surat tanggapan dari KPP Madya Bekasi atas surat
permintaan konfirmasi bukti pemungutan PPh Pasal 22 nomor
GRD/PPH/VII/2006/2638 tanggal 28 Juli 2006 senilai Rp 161.278,88 yang dilakukan
oleh PT Gunung Garuda maka Terbanding tidak dapat meyakini keabsahan bukti
pemungutan PPh Pasal 22 tersebut dan tidak dapat mengakuinya sebagai kredit pajak
yang dapat diperhitungkan dalam melakukan perhitungan PPh Badan yang masih
harus dibayar untuk Tahun Pajak 2006;
6. Menurut Pemohon Banding koreksi kredit pajak PPh Pasal 22 sejumlah
Rp.161.279,00 tersebut tidak tepat dan harus dibatalkan karena bukti potong untuk
kredit pajak tersebut sudah benar atas nama BUT Yokogawa Bridge Corporation dan
seharusnya dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh Badan dari BUT Yokogawa
Bridge Corporation, karena meskipun PPh 22 yang terkait pembelian baja tersebut
adalah untuk kepentingan proyek di JO YBC - CHC Maruwai, namun karena JO
bukan merupakan subjek PPh Badan, maka pengkreditan PPh 22 dimaksud dilakukan
di BUT Yokogawa Bridge Corporation selaku salah satu anggota dari JO;
7. Majelis menetapkan kepada Pemohon Banding untuk membawa bukti arus uang dan
arus barang; bahwa Majelis menetapkan untuk dilakukan uji arus uang dan arus
barang; bahwa dalam sidang Pemohon Banding menyatakan belum membawa bukti-
bukti asli, dan hanya membawa fotokopinya saja; bahwa menurut Pemohon Banding
atas koreksi Kredit Pajak PPh Pasal 22 tidak dapat menyampaikan bukti asli sehingga
Pemohon Banding menerima koreksi Terbanding sebesar Rp.161.279,00;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas fakta-fakta, bukti-bukti, penjelasan
Pemohon Banding dan Terbanding di dalam persidangan dan data-data yang ada
dalam berkas banding, Majelis berkesimpulan karena Pemohon Banding tidak dapat
menunjukkan bukti asli atas ketidakbenaran koreksi sebesar Rp 161.279,00 dan di
dalam persidangan Pemohon Banding mengemukakan dapat menerima koreksi
tersebut, maka Majelis berketetapan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Terbanding
atas Kredit Pajak PPh Pasal 22 sebesar Rp 161.279,00 sudah benar sehingga tetap
dipertahankan;

2
2. Koreksi Kredit Pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp.78.078.153,00
Menurut Tebanding :
1. Bahwa koreksi atas kredit pajak PPh Pasal 23 disebabkan karena bukti potong yang
digunakan sebagai dasar untuk pengkreditan pajak masih atas nama Joint Operation.
Pemeriksa melakukan koreksi atas kredit pajak PPh Pasal 23 sebesar
Rp.134.374.924,00.
2. Menurut Terbanding diketahui hal-hal berikut :
 Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti pemotongan PPh Pasal 23 yang
dijadikan dasar pengkreditan Pemohon Banding diketahui bahwa bukti potong
tersebut masih atas nama Joint Operation;
 bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ/
1994 tanggal 24 Oktober 1994 tentang Pemecahan Bukti Pemotongan PPh
Pasal 23, maka bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas nama Joint Operation
tidak dapat dikreditkan oleh Bentuk Usaha Tetap;
 bahwa dari uraian diatas pemeriksa melakukan koreksi atas kredit pajak PPh
Pasal 23 karena bukti pemotongan PPh pasal 23 yang dijadikan dasar
pengkreditan Pemohon Banding masih atas nama Joint Operation
3. Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan dengan alasan bahwa kredit
pajak tersebut berasal dari pendapatan join operation yang 100% diakui sebagai
pendapatan BUT Yokogawa Bridge Corporation sesuai dengan perjanjian pendirian
JO. Pemohon Banding telah mendapatkan jawaban dari Direktorat Jenderal Pajak atas
permohonan pemecahan bukti potong atas nama JO Ciputat Flyover YBC-CHC JO
(surat no. 001 /CF-IX/2008 tanggal 5 September 2008) dengan dikeluarkannya
SKPLB PPh Pasal 23 yang seharusnya tidak terutang dan ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya bukti pemindahbukuan dari PPh Pasal 23 kepada PPh Pasal 25/29
Badan.
4. bahwa dalam proses penelitian Pemohon Banding memberikan bukti pendukung
sebagai berikut :

 Surat permohonan pemecahan bukti potong PPh Pasal 23;


 Bukti Pbk atas bukti potong PPh Pasal 23 tahun 2006 (JO Ciputat Flyover);
 Surat permohonan pemindahbukuan tahun 2007 ke tahun 2006;
 Bukti Pbk atas bukti potong PPh Pasal 23 tahun 2006 (Maruwai Bridge).

3
5. berdasarkan rincian kredit pajak PPh Pasal 23 yang dilampirkan oleh Pemohon
Banding diketahui bahwa kredit pajak PPh Pasal 23 yang dikreditkan oleh Pemohon
Banding dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2006 senilai Rp
134.374.923,00 terdiri atas Obayashi Corporation Rp.14.094.89, PT.Marunda
Grahamineral Rp.42.201.879 dan JFE CIVIL-WIKA JO Rp.78.078.153.
6. bahwa dalam proses penelitian, Pemohon Banding telah mengirimkan surat kepada
KPP terkait dalam rangka pengajuan permohonan pemecahan dan pemindahbukuan
bukti pemotongan PPh Pasal 23 sesuai ketentuan SE-44/PJ/1194 tanggal 24 Oktober
1994 dengan rincian:
No KPP Nomor tanggal DPP PPh 23Keterangan
Surat Surat (Rp) (Rp)
1 Badora 001/CF- 5 Sept704.744.574 14.094.8 PL Ciputat Flyover
2 Badora
Satu 001/MB-
IX/2008 5
2008 Sept2.110.093.96 42.201.8
91 Maruwai
YBC-CHCBridge
JO YBC-
3 Pratama
Satu 001/JSL-
IX/2008 5
2008 Sept3.903.907.68
8 78.078.1
79 JO
CHC JOYBC-CHC Joint
7.Sleman*)
Atas surat Pemohon
IX/2008Banding2008
tanggal 52 September 2008
53telah direspon oleh KPP
Operation
Badoa Satu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 23 yang Seharusnya Tidak Terhutang senilai Rp 14.094.891,00 dan
Rp.42.201.879 yang menjadi dasar penerbitan bukti pemindahbukuan. Namun
terdapat kesalahan dalam bukti pemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP Badan
dan Orang Asing Satu yang seharusnya tertulis untuk Tahun Pajak 2006 tetapi tertulis
untuk Tahun Pajak 2007.
8. Atas kesalahan tersebut Pemohon Banding telah mengirimkan surat permohonan
pemindahbukuan PPh Pasal 25/29 Badan Tahun Pajak 2007 kepada PPh Pasal 25/29
Badan Tahun Pajak 2006 dan telah direspon oleh KPP Badan dan Orang Asing Satu
dengan menerbitkan bukti pemindahbukuan pembetulan.
9. Berdasarkan bukti pemindahbukuan bukti pemindahbukuan yang telah diterbitkan
oleh KPP Badan dan Orang Asing Satu diatas, Terbanding telah melakukan
konfirmasi ke KPP terkait untuk meyakini keabsahan bukti pemindahbukuan yang
dilampirkan oleh Pemohon Banding dengan surat Nomor: S-748/WPJ.07/BD.05/2009
tanggal 12 Maret 2009 dan telah direspon oleh KPP yang bersangkutan dengan surat
Nomor: SP-110/Konf/WPJ.07/KP.0703/2009 tanggal 22 April 2009 dengan jawaban
sebagai berikut:

4
No Bukti Pemindahbukuan Jumlah Ada/Tidak
Nomor tanggal (Rp) ada
1 PBK- 16 Februari 2009 13.752.321 Ada
2 PBK- 16 Februari 2009 5.410.698 Ada
00074/II/WPJ.07/KP.0703/2009
3 PBK- 16 Februari 2009 6.537.797 Ada
00077/II/WPJ.07/KP.0703/2009
4 PBK- 16 Februari 2009 367.668 Ada
00079/II/WPJ.07/KP.0703/2009
5 PBK- 16 Februari 2009 4.500.170 Ada
00080/II/WPJ.07/KP.0703/2009
6 PBK- 16 Februari 2009 3.394.664 Ada
00082/II/WPJ.07/KP.0703/2009
7 PBK-
00083/II/WPJ.07/KP.0703/2009 16 Februari 2009 8.238.562 Ada
8 PBK- 10 Februari 2009 3.023.349 Ada
00084/II/WPJ.07/KP.0703/2009
9 PBK- 10 Februari 2009 2.266.533 Ada
00042/II/WPJ.07/KP.0703/2009
10 PBK-
00045/II/WPJ.07/KP.0703/2009 10 Februari 2009 2.392.577 Ada
11 PBK-
00044/II/WP3.07/KP.0703/2009 10 Februari 2009 6.412.432 Ada
00043/II/WPJ.07/KP.0703/2009 Jumlah 56.296.770

10. bahwa berdasarkan hasil penelitian maka Terbanding dapat meyakini keabsahan bukti
pemindahbukuan atas pemecahan bukti potong PPh Pasal 23 senilai Rp 56.296.770,00
(Maruwai Bridge Project dan Ciputat Flyover Project) dan dapat mengakuinya
sebagai kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam melakukan perhitungan PPh
Badan yang masih harus dibayar untuk Tahun Pajak 2006 sedangkan atas bukti
potong PPh Pasal 23 senilai Rp 78.078.153,00 tidak dapat diakui sebagai kredit pajak
karena Wajib Pajak tidak dapat memberikan bukti pemecahan dan bukti
pemindahbukuan dari bukti pemotongan PPh Pasal 23 a.n Joint Operation kepada
setoran PPh Pasal 25/29 Badan Tahun Pajak 2006 a.n. BUT Yokogawa Bridge
Corporation.
11. Berdasarkan uraian di atas, maka Terbanding dapat mengusulkan untuk menerima
sebagian permohonan keberatan Pemohon Banding dan membatalkan koreksi
Pemeriksa atas Kredit Pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp 56.296.770,00;

Menurut Pemohon :
1. Pemeriksa melakukan koreksi atas kredit pajak sebesar Rp 134.374.923,00 karena
bukti pemotongan PPh Pasal 23 adalah atas nama joint operation yang terdiri atas:
No Keterangan Jumlah
(Rp)
1 Ciputat Flyover YBC-CHC 14.094.891,00
2 Maruwai
JO Bridge YBC-CHC 42.204.880,00
3 JO
JO YBC-CHC Join 78.078.153,00
Jumlah
Operation 134.374.924,0
0
5
Atas koreksi Kredit PPh Pasal 23 menurut Pemohon Banding kurang tepat karena
Pemohon Banding telah beberapa kali menyampaikan Surat Permohonan Pemecahan
Bukti Potong PPh Pasal 23 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman (KPP Lokasi
dimana JO YBC-CHC Joint Operation terdaftar) sesuai ketentuan SE-44/PJ/1994
tanggal 24 Oktober namun berdasarkan S-105/WPJ.23/KP.0109/2008 tanggal 19 Mei
2008, KPP Pratama Sleman menyatakan bahwa permohonan pemecahan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 yang Pemohon Banding ajukan tidak dapat diproses lebih
lanjut/ditolak.
2. Penolakan tersebut sangat membingungkan Pemohon Banding, karena Pemohon
Banding telah menyampaikan permohonan pemecahan bukti potong PPh Pasal 23 atas
nama Joint Operation yang lain (Ciputat Flyover YBC-CHC JO dan Maruwai Bridge
YBC-CHC JO) dan sudah dikabulkan, sesuai ketentuan SE-44/PJ/1994 tanggal 24
Oktober 1994, sedangkan atas permohonan ke KPP Pratama Sleman tersebut selalu
ditolak atau tidak ditindaklanjuti.
3. Bahwa Pemohon Banding telah mengajukan permohonan penegasan proses
pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan telah dijawab oleh Direktur Jenderal
Pajak dengan menerbitkan Surat Nomor: S-761/PJ.032/2008 tanggal 26 September
2008. Atas dikabulkannya permohonan pemecahan bukti potong tersebut seharusnya
bisa diterapkan atas surat permohonan untuk JO-YBC-CHC Joint Operation.
4. Dengan demikian, menurut Pemohon Banding seharusnya Terbanding dapat
mengakui adanya kredit PPh Pasal 23 sebesar Rp 78.078.153,00;
Menurut Manjelis:
1. Dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tambahan dengan
Surat tanpa nomor tanggal 20 April 2010, yang pada pokoknya mengemukakan
bahwa atas permohonan Pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 yang ditujukan
kepada KPP Badora, Terbanding telah merespon dan menyetujuinya yaitu dengan
menerbitkan Surat Keterangan PPh Pasal 23 yang seharusnya Tidak Terutang. Atas
persetujuan tersebut, maka di tingkat keberatan Terbanding telah menerima sebagian
sengketa sebesar Rp. 56.296.770,00
2. KPP Pratama Sleman menyatakan bahwa permohonan Pemecahan Bukti Pemotongan
PPh 23 yang Pemohon Banding ajukan tidak dapat diproses lebih lanjut/ditolak
karena Pemohon Banding tidak melampirkan SSP Lembar ke-1, dasar hukumnya
adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-44/PJ./1994 tanggal 24
Oktober 1994 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-965/PJ.9/1991
6
tanggal 17 Oktober 1991. Selain itu Pemohon Banding tidak melampirkan SSP asli
sehingga pemecahan bukti potong tidak dapat diproses.
3. Bahwa Pemohon Banding telah mengajukan permohonan pemecahan Bukti Potong
PPh Pasal 23 kepada KPP Sleman sebanyak dua kali namun KPP Sleman tidak
memberikan konfirmasi kepada Pemohon Banding. Namun menurut Terbanding
pihak KPP Sleman telah menerbitkan Surat Konfirmasi namun tidak ada jawaban
dari Pemohon Banding selain itu KPP Sleman Sleman sudah berusaha menghubungi
Pemohon Banding melalui telepon namun tidak pernah bisa dihubungi, dan juga
sudah pernah mendatangi lokasi Pemohon Banding, namun hanya ada rumah
kosong.Tetapi Pemohon Banding tidak pernah menerima Surat Terbanding pada
tanggal 23 September 2008 karena proyek Pemohon Banding sudah selesai sehingga
Pemohon Banding telah meninggalkan lokasi kantor yang dikontrak. Kemudian
Pemohon Banding
4. Pemohon Banding telah mengajukan permohonan ketiga dengan Surat Nomor :
001/JSL-V/2009 tanggal 8 Mei 2009, atas surat tersebut sudah ditindaklanjuti dengan
mengirimkan surat permintaan Kelengkapan Permohonan Pemecahan Bukti Potong
PPh Pasal 23 tanggal 22 Juli 2009, namun Pemohon Banding belum menyampaikan
asli Kelengkapan Permohonan Pemecahan Bukti Potong karena pada saat itu KPP
Sleman sedang dalam proses pemecahan, sehingga Pemohon Banding takut dokumen
tersebut jika diserahkan akan hilang.
5. Bahwa atas seluruh surat Pemohon Banding atas pengajuan permohonan dan
pemindahbukuan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dijawab oleh Terbanding (KPP
Sleman) dengan surat Nomor: S-105/WPJ.23/KP.0608/2008 tanggal 19 Mei 2008
dengan jawaban tidak dapat diproses lebih lanjut/ditolak. Dengan demikian telah ada
upaya dari Pemohon Banding untuk mengkreditkan PPh 23 sesuai Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomo: SE-44/PJ/1994 tanggal 24 Oktober 1994 tetapi Terbanding tidak
melakukan kewajibannya untuk melakukan Pemindahbukuan tersebut.
6. Berdasarkan penelitian Majelis diketahui bahwa Pemohon Banding adalah badan
usaha tetap yang bergerak di bidang jasa konstruksi dengan spesialiasi jembatan,
dimana untuk proyek pembangunan jembatan kereta api di selatan Jawa (Java South
Line), Pemohon Banding membentuk Joint Operation dengan nama JO. Yokogawa
Bridge Corporation (YBC) – Cigading Highbeam Company (CHC) Joint Operation
(selanjutnya disebut JO YBC-CHC). Berdasarkan YBC-CHC Joint Operation

7
Agreement tersebut diketahui bahwa seluruh tagihan YBC-CHC JO Java South Line,
seluruhnya (100%) diakui sebagai penerimaan dari Pemohon Banding.
7. Terdapat kesalahan atas bukti pemotongan PPh Pasal 23 yang akan menjadi kredit
pajak pada perhitungan PPh Badan dimana hal ini terjadi karena pihak kontraktor
utama (main kontraktor), melakukan pemotongan PPh Pasal 23 berdasarkan deskripsi
Nama dan NPWP dari JO YBC – CHC, sementara pada saat pelaporan SPT Tahunan
PPh Badan adalah atas nama Pemohon Banding.
8. Berdasarkan penelitian Majelis secara material, khususnya arus uang dan pencatatan,
diketahui bahwa dapat dibuktikan seluruh tagihan YBC – CHC JO Java South Line,
seluruhnya (100%) diakui sebagai penerimaan dari Pemohon Banding, dan didalam
nilai pembayaran dari customer, jelas terlihat bahwa terdapat pemotongan PPh Pasal
23 yang seharusnya menjadi Pajak Dibayar Dimuka untuk Tahun Pajak 2006 bagi
Pemohon Banding, oleh karenanya Majelis berkesimpulan bahwa bukti pemotongan
PPh Pasal 23 sebesar Rp 78.078.153,00 yang atas nama JO tersebut dapat diakui
sebagai kredit pajak pada perhitungan SPT PPh Badan Pemohon Banding
9. Tidak terdapat materi sengketa mengenai tarif pajak dan materi sengketa tentang hal
lainnya, serta materi sengketa tentang sanksi administrasi.
10. Bahwa dari hasil pemeriksaan atas keseluruhan sengketa yang diajukan banding,
Majelis berkesimpulan sebagai berikut:
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan:
Kredit Pajak sebesar Rp 78.078.153,00
Koreksi yang tetap dipertahankan:
Kredit Pajak Rp 161.279,00

Berdasarkan hasil pemeriksaan maka Kredit Pajak Pajak Penghasilan Badan Tahun
Pajak 2006 atas nama Pemohon Banding perlu ditinjau kembali dengan penghitungan
sebagai berikut :
Kredit Pajak menurut Terbanding Rp 56.296.770,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp (78.078.153,00)
Penghasilan Neto hasil persidangan Rp 134.374.923,00
11. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Majelis mengabulkan sebagian permohonan
banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-672/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006
8
Nomor:00013/406/06/053/08 tanggal 26 September 2008 atas nama : BUT XXXX,
sehingga jumlah perhitungan Pajak Penghasilan terutang yang masih harus dibayar
menjadi sebagai berikut:

Penghasilan Netto Rp 2.723.514.247,00

Kompensasi Kerugian Rp 2.723.514.247,00

Penghasilan Kena Pajak Rp 0,00

Pajak Terutang Rp 0,00

Kredit Pajak Rp 134.374.923,00

PPh yang kurang/ (lebih) dibayar Rp (134.374.923,00)

Manajemen Pajak

1. Joint Operation (JO) dalam kaitannya dengan perpajakan di Indonesia tercantum


dalam Surat Dirjen Pajak No. S-123/PJ.42/1989. Ditegaskan dalam surat tersebut
bahwa JO adalah merupakan bentuk kerja sama operasi, yaitu perkumpulan dua badan
atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek.
Penggabungan bersifat sementara hingga proyek selesai. Dalam beberapa surat-surat
penegasan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak, istilah Joint Operation seringkali
dipertukarkan dengan istilah Konsorsium.
a) Administrative JO
Tipe JO ini sering juga disebut sebagai Kerja Sama Operasi (KSO) di mana
kontrak dengan pihak pemberi kerja atau Project Ownerditandatangani atas
nama JO. Dalam hal ini JO dianggap seolah-olah merupakan entitas tersendiri
terpisah dari perusahaan para anggotanya. Tanggungjawab pekerjaan terhadap
pemilik proyek berada pada entitas JO, bukan pada masing-masing anggota
JO. Masalah pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan
peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian
hasil (profit sharing) sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada
porsi pekerjaan (scope of works) masing-masing yang disepakati dalam
sebuah Joint Operation Agreement.

9
b) Non-Administrative JO
JO dengan tipe ini dalam prakteknya di kalangan pengusaha jasa konstruksi
sering disebut sebagai Konsorsium di mana kontrak dengan pihak Project
Owner di buat langsung atas nama masing-masing perusahaan anggota.
Dalam hal ini JO hanya bersifat sebagai alat koordinasi. Tanggung jawab
pekerjaan terhadap Project Owner berada pada masing-masing anggota

Hal yang harus diperhatikan pada kasus koreksi PPh Pasal 22 adalah pemohon
banding seharusnya memiliki kontrak yang jelas atas usaha JO nya. Dimana menurut
pemohon banding, usaha JO nya merupakan sebuah entitas tersendiri sehingga
seharusnya menurut ketentuan memiliki pembagian yang proporsional atas beban dan
pendapatan. Jika memang tidak memiliki bukti yang lengkap dan asli atas transaksi
bisnisnya, lebih baik untuk menerima koreksi karena nilainya tidak signifikan. PPh
Pasal 22 yang dipungut oleh pihak lain dapat dikreditkan terhadap PPh terutang dari
masing-masing anggota Jo melalui pemindahbukuan seperti yang diatur dalam SE –
26/PJ.9/1991 sesuai dengan bagian yang telah ditentukan dalam perjanjian JO. Sejak
24 Desember 2014 Peraturan Menteri Keuangan nomor 88/KMK.04/1991 telah
dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014, pemindahbukuan
meliputi:” Pemindahbukuan dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP,
SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa
Wajib Pajak, dan/atau objek pajak PBB. “ dan menggunakan lampiran berupa
dokumen-dokumen asli.

2. Jika atas penghasilan merupakan objek pajak PPh Pasal 23 atas JO dari WP Badan
dalam negeri, maka bukti potong PPh Pasal 23 tersebut harus dipecah untuk masing-
masing anggota JO sesuai dengan JOA (Join operation agreement) yang telah
disepakati bersama agar dapat dikreditkan masing-masing anggota JO. Prosedurnya
adalah JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti pemotongan PPh Pasal 23
kepada pemberi hasil (Project Owner). Pada waktu dilakukan pemotongan, pemberi
hasil membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas nama JO q.q anggota (NPWP
anggota) dengan jumlah pajak sebesar masing-masing. Selanjutnya bukti pemotongan
PPh Pasal 23 disampaikan kepada masing-masing JO. Meskipun tidak memiliki
kewajiban membuat SPT PPh Badan, jauh lebih baik JO untuk menyelenggarakan

10
pembukuan berdasarkan standart akuntansi untuk menghadapi pemeriksaan
perpajakan oleh fiskus. Karena masing-masing JO memiliki tanggungjawab renteng
bilamana terjadi ketidakberesan pembukuan dan ketidaklengkapan dokumen
pembukuan yang diminta fiskus. Dalam hal membuat perjanjian kerja dengan project
owners, JO harus berhati-hati dan cermat dalam aspek perpajakan, karena bisa saja
terjadi perbedaan penafsiran antara JO dengan fiskus yang ujungnya menimbulkan
kerugian materiil. Pada kasus ini, ketika Pemohon Banding mengetahui peraturan
yang ada, seharusnya Pemohon Banding melakukan pemecahan bukti pemotongan
PPh Pasal 23 di awal sehingga ketika melakukan kewajiban perpajakan tidak terkena
kasus hukum. Disisi lain Pemohon banding telah melakukan hal yang benar dengan
menyerahkan seluruh bukti dan proses bisnis JO telah dilakukan secara wajar. Selain
itu, ketika proses pemisahan bukti terjadi kesalahpahaman dengan KPP.

Beberapa surat penegasan mengenai perlakuan perpajakan JO tidak konsisten antara


satu dan lainnya sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi Wajib Pajak. Pemerintah
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak perlu mengatur lebih tegas perlakuan atas JO
tersebut mengingat semakin meningkatnya pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi
dengan pola kerjasama operasi saat ini dan di masa mendatang.

11

Anda mungkin juga menyukai