Anda di halaman 1dari 8

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.29594/PP/M.

X/16/2011

I. POKOK PERMASALAHAN
Koreksi Penyerahan Ekspor yang dianggap sebagai Penyerahan Lokal sebesar Rp.11.514.175.257,00
(menurut Terbanding merupakan Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang Pajak
Pertambahan Nilai-nya harus dipungut sebesar Rp.11.514.175.257,00, sedangkan menurut
Pemohon Banding merupakan Ekspor), yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding.

Menurut Terbanding :
Bahwa Terbanding melakukan koreksi penyerahan ekspor yang dianggap sebagai penyerahan lokal
sebesar Rp.11.514.175.257,00.
1. Kegiatan usaha Pemohon Banding meliputi jasa maklon. Sehubungan dengan jasa maklon
yang dikerjakan, Pemohon Banding menerima pesanan untuk melakukan jasa CMT (Cutting,
Making, Triming) atas bahan baku dan bahan pembantu yang diberikan oleh pemesan.
Produk yang telah jadi langsung dikirim atau diekspor ke pembeli di luar negeri.
2. Berdasarkan Pasal 4 huruf c Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Berdasarkan memori penjelasan Pasal 4 huruf c
tersebut, suatu kegiatan penyerahan jasa dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sepanjang memenuhi syarat:
- Jasa yang diserahkan adalah Jasa Kena Pajak;
- Penyerahan dilakukan di datam Daerah Pabean;
- Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan;
3. Jasa Maklon tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Bahwa
dalam surat permohonan banding, Pemohon Banding mengemukakan bahwa imbalan atas
jasa makloon pembuatan pakaian jadi yang Pemohon Banding lakukan berdasarkan order
dari luar negeri dan hasil pekerjaan berupa barang jadi tersebut diserahkan kepada buyers
di luar negeri (bukan di dalam Daerah Pabean) hal ini dapat dibuktikan dari dokumen
ekspor. Pihak Terbanding berpendapat sebagai berikut: Dalam menerapkan ketentuan
perpajakan terhadap penyerahan jasa maklon, Pemohon Banding masih mengacu pada
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan memperlakukan penyerahan jasa maklon
sebesar Rp.11.514.175.257,00 sebagai penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu dengan
menerapkan tarif 0% (nol persen) pada penyerahan jasa maklon yang dilakukan di Daerah
Pabean. Padahal penyerahan jasa maklon yang disengketakan dilakukan pada tahun 2007
yaitu setelah berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berdasarkan data yang ada dan ketentuan yang
berlaku diketahui bahwa jasa maklon yang dikoreksi oleh Pemeriksa sebesar
Rp.11.514.175.257,00 sudah memenuhi ketentuan sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, hal ini dikarenakan penyerahan yang dilakukan oleh
Pemohon Banding tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;

4. Bahwa atas dasar itu, maka terhadap penyerahan jasa maklon yang disengketakan sebesar
Rp.11.514.175.257,00 seharusnya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif umum
(10%) bahwa berdasarkan kesimpulan di atas, maka Terbanding berpendapat tetap
mempertahankan koreksi negatif Penyerahan Ekspor dan koreksi positif Penyerahan yang
Pajak Pertambahan Nilai-nya harus dipungut sendiri dan menolak permohonan keberatan
Pemohon Banding;

Menurut Pemohon :
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi penyerahan ekspor yang dianggap sebagai
penyerahan lokal sebesar Rp.11.514.175.257,00 dengan alasan sebagai berikut:
1. Dasar Pengenaan Pajak
Bahwa berdasarkan Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan Pemeriksa melakukan koreksi
berupa reklas dari penjualan ekspor ke penyerahan dalam negeri yang terutang Pajak Pertambahan
Nilai sebesar Rp.11.514.175.257,00.
2. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
bahwa Jasa Maklon yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah Jasa Maklon berdasarkan
perjanjian perdata lintas batas negara dimana pemesan berada di luar negeri dan hasil olahan
(barang jadi) sesuai perjanjian kemudian harus diserahkan juga di luar negeri (bukan di dalam
Daerah Pabean Indonesia);
bahwa atas hasil produksi yang telah diekspor ke pihak pembeli tersebut Pemohon Banding
menerima pembayaran dari pihak pemesan yang dibukukan sebagai penghasilan dari ekspor.
Pemohon Banding tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan atas penyerahan barang
kepada pihak pemesan di dalam negeri dipungut Pajak Pertambahan Nilai 10% sesuai ketentuan
yang berlaku. Bahwa menurut Pemohon Banding pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
atas penyerahan jasa maklon keluar negeri tidak ada dasar hukumnya karena untuk pesanan dari
luar negeri tersebut Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan di dalam Daerah Pabean.
Seluruh barang jadi berupa baju yang telah selesai di jahit Pemohon Banding kembalikan kepada
pemesan di Luar Negeri;

Menurut Majelis :
Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas penyerahan ekspor yang dianggap sebagai penyerahan
lokal sebesar Rp.11.514.175.257,00 dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding meliputi jasa maklon. Sehubungan dengan jasa maklon
yang dikerjakan, Pemohon Banding menerima pesanan untuk melakukan jasa CMT (Cutting,
Making, Triming) atas bahan baku dan bahan pembantu yang diberikan oleh pemesan. Pemohon
Banding mengerjakan sesuai instruksi yang diberikan oleh pemesan, kemudian atas permintaan
pemesan, produk yang telah jadi langsung dikirim atau diekspor ke pembeli di luar negeri; bahwa
seperti halnya barang, pada hakikatnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai menetapkan sebaliknya. Atas dasar prinsip ini, maka sesuai dengan ketentuan
Pasal 4A dan kriteria yang ditegaskan dalam memori penjelasannya, dalam Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1994 (dengan rincian dalam Pasal 10 sampai dengan 21) yang telah
diperbaharui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 pada Pasal 6 sampai dengan 16,
ditetapkan dalam bentuk negative list yang berisi jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai;
- Jasa Maklon tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai;
- Dalam menerapkan ketentuan perpajakan terhadap penyerahan jasa
maklon, Pemohon Banding masih mengacu pada Undang-undang Nomor
8 Tahun 1983 dengan memperlakukan penyerahan jasa maklon sebesar
Rp.11.514.175.257,00 sebagai penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu
dengan menerapkan tarif 0% (nol persen) pada penyerahan jasa maklon
yang dilakukan di Daerah Pabean. Padahal penyerahan jasa maklon yang
disengketakan dilakukan pada tahun 2007 yaitu setelah berlakunya
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Bahwa atas koreksi Terbanding berupa penyerahan ekspor yang dianggap sebagai penyerahan lokal
sebesar Rp.11.514.175.257,00 yang menyatakan demikian, Pemohon Banding tidak setuju. dengan
alasan sebagai berikut:
Bahwa oleh karena imbalan Jasa Maklon atas pembuatan pakaian jadi yang Pemohon Banding
lakukan berdasarkan order dari Luar Negeri dan hasil pekerjaan berupa barang jadi tersebut
Pemohon Banding serahkan kepada buyers di Luar Negeri (bukan di dalam Daerah Pabean) hal ini
dapat di buktikan dari dokumen ekspor dimana semua barang jadi pesanan dari Luar Negeri
tersebut dikirim langsung kepada buyers di Luar Negeri maka atas penyerahan jasa maklon
tersebut tidak memenuhi ke-3 syarat tersebut dan karenanya tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai sebesar 10%; bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis
tanpa nomor tanggal 4 Oktober 2010, yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Fakta Hukum : Bahwa proses pengiriman barang jadi/garment seluruhnya dilakukan oleh
Pemohon Banding dengan menerbitkan commercial invoice, menyelesaikan formulir ekspor
seperti Pemberitahuan Ekspor Barang, asuransi, sampai mengurus Bill of Lading sebagai
bukti bahwa barang yang diekspor tersebut sudah dimuat di atas kapal. Bahwa biaya-biaya
sampai barang tersebut dimuat diatas kapal sesuai perjanjian dibayar dahulu oleh Pemohon
Banding, selanjutnya diganti oleh pemesan barang. Bahwa kewajiban Pemohon Banding
untuk mengirimkan barang jadi tersebut kepada pembeli di luar negeri adalah merupakan
bagian dari persyaratan yang ditentukan di dalam kontrak. Bahwa atas barang jadi yang
telah dikirim/diekspor ke pihak pembeli tersebut kemudian Pemohon Banding menagih
imbalan jasa maklonnya setiap bulan dengan cara membuat nota debet kepada pemesan
sesuai harga yang disetujui dan dibukukan sebagai penghasilan dari ekspor.
2. Penyerahan Jasa : Bahwa Pemohon Banding menyerahkan jasa maklon yaitu jasa yang
melekat pada barang bergerak yang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
302/KMK.04/1989 Jasa yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan
di luar daerah pabean Republik Indonesia tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean Republik Indonesia.
3. Tempat Persyaratan : Bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan barang jadi berupa
garment di atas kapal untuk dikirim kepada Pembeli di Amerika sesuai dengan perjanjian
kontrak antara Pemohon Banding dengan pemesan. Bahwa menurut ketentuan Pasal 2 ayat
(2) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan penyerahan di atas kapal
dengan tujuan ekspor secara hukum merupakan ekspor bukan penyerahan dalam negeri,
Pengaturan semacam ini adalah sesuai dengan praktek bisnis internasional.
4. Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai : Pajak Pertambahan Nilai Merupakan pajak atas
konsumsi di dalam negeri. Bahwa dari rumusan tersebut jelas bahwa Pajak Pertambahan
Nilai adalah Pajak atas konsumsi (barang/jasa) di dalam negeri, dengan demikian berarti
bahwa atas konsumsi barang/jasa di luar negeri tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai,
ketentuan ini sesuai dengan asas teritorialitas yang dianut dalam pemungutan pajak. Dalam
kaitan ini perlu ditambahkan bahwa oleh karena saat dan tempat kapan dan dimana
barang/jasa dimaksud secara riil (asas realitas) dikonsumsi secara riil sulit untuk diketahui
maka untuk kepentingan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.
“Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
b. penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean,
c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
Bahwa berdasarkan ketentuan ini maka suatu penyerahan akan terutang Pajak
Pertambahan Nilai manakala ketiga syarat tersebut secara komulatif dipenuhi, dengan
demikian maka jika salah satu dari tiga syarat tersebut tidak dipenuhi maka atas penyerahan
Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang dilakukan, tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai;
d. Esensi jasa maklon
bahwa jasa maklon tidak lain dari ongkos kerja yang timbul karena Pemohon Banding
melakukan pekerjaan dalam rangka menghasilkan Barang Kena Pajak, berupa pakaian jadi
atas pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang berada
di luar daerah pabean;
e. Tempat dan saat jasa (maklon luar negeri) diserahkan
Jasa maklon melekat pada barang yang dihasilkan. Oleh karena itu saat penyerahan jasa
maklon adalah bersamaan dengan saat penyerahan Barang Kena Pajak yang bersangkutan;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai,
bahwa Jasa maklon tidak termasuk dalam jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, oleh karenanya jasa maklon merupakan Jasa Kena Pajak. Namun untuk
menentukan apakah atas penyerahan jasa maklon tersebut dikenakan/terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau tidak, perlu dipastikan terlebih dahulu tempat dan saat
dilakukannya penyerahan. Jika tempat penyerahan terjadi di luar Daerah Pabean
(Indonesia) maka atas penyerahan jasa maklon dimaksud tidak dikenakan/terutang Pajak
Pertambahan Nilai (di Indonesia);
g. Penjelasan mengenai tarif 0 % berdasarkan Pasal 16 B Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai;
bahwa kegiatan maklon atas order dari Luar Negeri yang dilakukan didalam Kawasan Berikat
kemudian hasilnya dikirim ke Luar Negeri jelas bertujuan untuk mendorong ekspor,
karenanya sesuai jiwa Pasal 14 huruf g Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak
dipungut;
h. bahwa sengketa banding ini adalah sengketa atas ketetapan Pajak Pertambahan Nilai
untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 yang keputusan atas
keberatannya diterbitkan oleh Terbanding pada tahun 2009 yang didasarkan pada
ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2000 yang tidak mengatur
tarif atas ekspor jasa. Terbanding hanya berdasarkan interpretasi karena tidak diatur
maka berlaku tarif umum 10 %. Sedangkan Pemohon Banding berpendapat karena tidak
diatur maka Terbanding tidak ada hak untuk mengenakan tarif 10%. Sengketa ini
diajukan keberatan dan kemudian banding dan belum pernah diputus sampai saat ini;
i. Putusan Pengadilan Pajak dan Ketetapan Pajak atas kasus yang serupa:
bahwa ketetapan Pajak Pertambahan Nilai untuk Pemohon Banding tahun 2008 yang
diterbitkan Terbanding pada tanggal 16 Juli 2010, telah memberlakukan ketentuan Pasal 7
ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yaitu mengakui ekspor jasa dengan
tariff Pajak Pertambahan Nilai 0%;

Kesimpulan:
Bahwa jasa maklon bukanlah jasa yang berdiri sendiri. Jasa ini terkait dengan Barang Kena Pajak
berupa garment/pakaian jadi. Dengan demikian saat jasa maklon tersebut siap dinikmati jatuh
bersamaan dengan saat Barang Kena Pajak tersebut dikerahkan. Menurut ketentuan Pajak
Pertambahan Nilai penyerahan barang bergerak terjadi saat penguasaan atas barang tersebut
secara fisik beralih. Penguasaan secara fisik oleh pemesan terjadi pada saat penguasaan barang
dimaksud secara fisik beralih dari penjual/pihak yang memproduksi kepada pemesanatau pihak
yang ditunjuk. Oleh karena tempat terjadinya penyerahan barang tersebut di atas kapal untuk
tujuan ekspor maka penyerahan tersebut memenuhi syarat ekspor Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Mengingat jasa maklon
melekat pada barang dimaksud maka penyerahan jasa maklon terjadi bersamaan dengan
penyerahan barang tersebut. Oleh karena jasa maklon melekat pada Barang Kena Pajak yang
diekspor yang berdasarkan Pasal 7 ayat (2) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0 %
maka atas jasa tersebut juga dikenakan tarif 0 %,
Bahwa Pasal 16 B dengan tegas menyatakan bahwa atas ekspor Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
Pajak dikenakan tariff 0% dan disamping itu, sesuai dengan Pasal 16 B, Pemohon Banding
berpendapat bahwa apabila terhadap pengembalian hasil produksi/hasil olahan yang dibuat atas
dasar penggunaan jasa maklon oleh PKP dalam kawasan berikat dari PKP DPIL atau PDKB lain tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM maka sesuai dengan jiwa Pasal 16B dimaksud
terhadap pengembalian hasil produksi/hasil olahan oleh PDKB kepada pemesan di luar negeri juga
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM. Bbahwa Putusan Pengadilan Pajak tahun 2006
dan Ketetapan Pajak Tahun 2008 atas kasus yang serupa yang dialami oleh perusahaan yang sama
menurut Pemohon Banding merupakan rujukan dan seyogyanya juga diberlakukan untuk
penyelesaian kasus ini;

Menimbang : bahwa berdasarkan pemeriksaan atas bukti-bukti, fakta-fakta, penjelasan


dan dokumen yang disampaikan Pemohon Banding dan Terbanding di dalam
persidangan serta data yang ada dalam berkas banding, Majelis
berkesimpulan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon
Banding, sehingga Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa
Pajak Mei 2007 dan Pajak Masukan Masa Mei 2007 dihitung kembali menjadi
sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak :


- Ekspor :
Menurut Terbanding.............................. Rp. 0,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp. 11.514.175.257,00
Menurut Majelis.....................................................Rp. 11.514.175.257,00
- Penyerahan yg PPNnya harus dipungut sendiri :
Menurut Terbanding.............................. Rp. 11.514.175.257,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan (Rp.11.514.175.257,00)
Menurut Majelis.....................................................Rp. 0,00
Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis.............Rp.11.514.175.257,00

Memperhatikan : Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan
pembuktian dalam persidangan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan


Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000,

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai


Barang dan Jasa sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
Memutuskan : Mengabulkan Seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap
keputusan Terbanding Nomor : KEP-1281/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 26
Nopember 2009 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Mei sampai dengan Mei 2007
Nomor: 00193/207/07/057/09 tanggal 30 Maret 2009, atas nama: PT. XXX ,
sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Mei 2007 menjadi
sebagai berikut:

NoUraian Jumlah (Rp)


1. Dasar Pengenaan Pajak
a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang
PPN:
a.1. Ekspor 11.514.175.257,00
a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut 0,00
sendiri
a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh 0,00
Pemungut PPN
a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 0,00
a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan 0,00
PPN
a.6. Jumlah 11.514.175.257,00
b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak 0,00
terutang PPN
c. Jumlah seluruh Penyerahan 11.514.175.257,00
d. Atas Impor BKP/Pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud dari Luar Daerah Pabean/Pemanfaatan
JKP dari Luar Daerah Pabean/Pemungutan Pajak
oleh Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun
Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap yang
menurut Tujuan Semula Tidak Untuk
Diperjualbelikan:
d.1. Impor BKP 0,00
d.2. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar 0,00
Daerah Pabean
d.3. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean 0,00
d.4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak 0,00
d.5. Kegiatan Membangun Sendiri 0,00
d.6. Penyerahan atas Aktiva Tetap yang menurut 0,00
Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan
d.7. Jumlah 0,00
2. Penghitungan PPN Kurang Bayar:
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar 0,00
sendiri
b. Dikurangi:
b.1. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak 0,00
yang sama
b.2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 6.106.197.586,00
b.3. STP (Pokok) 0,00
b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri 0,00
b.5. Lain-lain 0,00
b.6 Jumlah 6.106.197.586,00
c. Diperhitungkan: SKPLB 0,00
d. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan 6.106.197.586,00
e. Jumlah penghitungan PPN Kurang/(Lebih) (6.106.197.586,00)
dibayar
3. Kelebihan Pajak yang sudah:
a. Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 6.135.088.017,00
b. Dikompensasikan ke masa pajak lain (karena 0,00
Pembetulan)
c. Jumlah 6.135.088.017,00
4. PPN yang kurang/(lebih) dibayar 28.890.431,00
5. Sanksi Administrasi: Bunga Pasal 13 (3) KUP 28.890.431,00
6. Jumlah PPN yang masih harus dibayar 57.780.862,00

II. MANAJEMEN PAJAK


Jasa maklon adalah jasa yang telah diatur dalam perpajakan untuk dikenakan tarif 2% dari
bruto atas imbalan jasa yang diberikan, dipotong PPh 23 selain juga PPN. Pemohon banding
yang melakukan jasa maklon harus memungut PPN dari klien dalam negri dan klien akan
memotong PPh 23 saat melunasi dengan DPP berupa imbalan jasa maklon. Berdasarkan kasus
diatas bahwa jasa dari pemohon banding dikenakan tarif ekspor 0 % adalah benar dengan
rincian sebagai beikut :

1. Pemesan atau penerima JKP berada di Luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib Pajak
Luar Negeri (WPLN) serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

2. Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau Penerima JKP.

3. Bahan adalah bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu
yang akan diproses menjadi BKP yang dihasilkan.

4. Kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima JKP.

5. Pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan


pemesan atau penerima JKP ke luar daerah Pabean.

Saat terutangnya PPN atas ekspor JKP adalah saat penggantian atas jasa yang diekspor tersebut
dicatat dan diakui sebagai penghasilan. Dokumen pemberitahuan Ekspor JKP yang dilampiri
dengan Invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, berfungsi sebagai Faktur Pajak
(dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak). Atas pengiriman
barang kena pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa Maklon
tidak dilaporkan sebagai ekspor BKP dalam SPT Masa PPN. Terutangnya PPN tidak mensyaratkan
apakah jasa harus dikonsumsi atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean atau tidak.

SARAN BAGI WAJIB PAJAK

Seorang WP harus mengerti bagaimana menjadi eksportir. Bagaimana persyaratan dan prosedur
pengurusan kepabeanan di bea dan cukai serta hal lainnya. Pengertian ekspor menurut Undang-
undang Kepabeanan adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Daerah Pabean
adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara
diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku undang undang kepabeanan. Pihak yang melakukan ekspor disebut sebagai
eksportir. Maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut telah
dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean. Yang dimaksud sarana
pengangkut yaitu setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan
untuk mengangkut barang atau orang. Pemahaman yang benar terhadap barang akan terkait
dengan : Kewajiban eksportir untuk memberitahukan barang yang akan diekspor dalam
pemberitahukan pabean : Sesuai dengan Pasal 11A Undang-undang Kepabeanan, eksportir wajib
memberitahukan barang yang akan diekspor ke Kantor Pabean dengan menggunakan
pemberitahuan pabean ekspor. Pemberitahuan pabean untuk ekspor adalah PEB, yang harus
diajukan ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC). Dari sisi Bea dan Cukai,
pemberitahuan pabean dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap
barang yang akan dikeluarkan dari daerah pabean. Eksportir harus bisa mendeskripsikan jenis
barangnya serta jumlah/volume barangnya dengan benar, sesuai dengan data yang dikehendaki
dalam PEB. Hal ini bisa dipenuhi dengan benar jika eksportir paham akan barangnya. Penyampaian
PEB ke KPPBC disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir (secara manual) atau data
elektronik. Data elektronik dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu Pertukaran Data Elektronik (PDE)
dan media penyimpan data elektronik (misalnya : CD, flash disk dan sebagainya). Hal selanjutnya
terkait dengan pemahaman barang adalah pengenaan bea keluar. Dokumen pembuktian transaksi
ekspor disebut PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang). Hal ini khususnya berlaku jika yang diekspor
merupakan barang berwujud. Dalam hal yang diekspor merupakan JKP, dokumen pembuktiannya
disebut Pemberitahuan Ekspor JKP. Keberadaan dokumentasi ekspor ini harus benar-benar menjadi
perhatian pengusaha, tentunya pengusaha yang melakukan kegiatan ekspor. Tanpa keberadaan
dokumentasi ekspor, aparat pajak akan cukup sulit untuk menerima transaksi tersebut sebagai
transaksi ekspor, sehingga pada akhirnya aparat pajak dapat menetapkan transaksi yang terjadi
sebagai penyerahan lokal (dalam negeri) yang harus dipungut PPN sebesar 10%. Hal ini khususnya
berlaku jika pengusaha yang bersangkutan telah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).
Selain pajak, setiap eksportir harus membayar PNBP (Pungutan Negara Bukan Pajak) yang
besarannya tergantung dari jenis dokumen ekspor. Dan khusus untuk ekspor barang-barang
tertentu, terdapat pungutan lainnya yang juga perlu diperhitungkan yaitu Bea Keluar, pungutan
yang dikenakan dalam rangka menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi
kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi
ekspor tertentu di pasaran internasional, atau menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam
negeri.

Anda mungkin juga menyukai