Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

DI RSJD Dr. AMINO GONDHOHUTOMO SEMARANG

Oleh:

Rohmana Kusnul Adzani, S.Kep

20901700072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2018/2019
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadan dimana sseorang pernah atau
mengalami riwayat melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri/
orang lain/ lingkungan baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal. Perilaku
kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang
lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan
seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran
diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang,
menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.

2. Penyebab
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep, 2010).
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
1) Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan
dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang diekpresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut
Freud ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau obyek yang menyebabkan frustasi.
2) Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) ini memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajari.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu
untuk mengekpresikan marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan
persyarafan ada juga yang berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik
berperan penting dalam meningkatkan dan menurunkan agresifitas.
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu;
serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA
(gamma aminobutiric acid). GABA dapat menurunkan agresifitas,
norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin dapat menurunkan
agresifitas dan orang yang epilepsi.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang.
Ketika seseorang marasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
sekali apa yang menjadi sumber kemarahanya. Ancaman dapat berupa
internal ataupun eksternal. Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi
kerja, kehilangan orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis.
Contoh stressor ekternal adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik
orang lain. Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang menumpuk di
hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi. Marah juga bisa timbul pada
orang yang dirawat inap.

3. Manifestasi Klinik
Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai
berikut :
a. Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah,
serta postur tubuh kaku.
b. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada
keras dan kasar, sikap ketus.
c. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
d. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin
berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan,
suka mengejek, dan mengkritik.
g. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang
lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.

4. Karakteristik
a. Ada ide melukai diri sendiri atau orang lain
b. Merencanakan tindakan kekerasan pada diri sendiri/orang lain/ lingkungan
c. Mengancam
d. Penyalahgunaan obat
e. Depresi berat
f. Marah/ sikap bermusuhan
g. Bicara ketus
h. Mengungkapkan kata-kata kotor
i. Mempunyai riwayat perilaku kekerasan
5. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan. Tanda dan
gejala:
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
a. Psikofarmako
1) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien
dengan perilaku kekerasan yaitu:
a) Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari
penemuan neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem
saraf pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya memengaruhi
perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi.
Menurut Stuart (2009), beberapa kategori obat yang digunakan
untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
b) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.
Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa
memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting
effect dari Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan perilaku
agresif. Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam mengendalikan
perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini
ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien
dengan cedera kepala, demensia dan developmental disability.
c) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan
dengan cedera kepala dan gangguan mental organik. (Keliat, 2011).
b. Psikoterapi
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
1) Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses
keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
a) Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan
terkini dalam perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti
pada semua area kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu
keshatan terkait. Bagian ini secara singkat menjelaskan modalitas
terapi yang saat ini digunakan baik pada lingkungan, rawat inap,
maupun rawat jalan
b) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk
mempertimbangkan lingkungan bagi semua klien ketika mencoba
mengurangi atau menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok
yang direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan
mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal memberikan
klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu ketika
klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses
terapeutik dan meminimalkan kebosanan
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien
menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap klien dan
kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan
klien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa
aman klien.
c) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi
bersama kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan
sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk
membantu yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain.
Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua
anggota kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien
dapat, mempelajari cara baru memandang masalah atau cara
koping atau menyelesaikan masalah dan juga membantunya
mempelajari keterampilan interpersonal yang penting
d) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga
yang maladaptif, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga.
e) Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan
personal antara ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu
yaitu, memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat
hubungan personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau
berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-klien:
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang
ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga
asuransi lain mendorong upaya mempercepat klien ke fase kerja
sehingga memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari
terapi.

7. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : HDR

8. Asuhan Keperawatan
a. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perilaku kekerasan / amuk
c) Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2) Data yang perlu dikaji
a) Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
a) Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
b) Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b) Perilaku kekerasan / amuk
c) Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
d) Data Obyektif
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
e) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
f) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
b. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
c. Fokus intervensi keperawatan
Diagnosa Strategi pelaksanaan
Perilaku SP I P
kekerasan 1. Mendiskusikan penyebab PK
2. Mendiskusikan tanda dan gejala PK
3. Mendiskusikan PK yang dilakukan
4. Mendiskusikan akibat PK
5. Mendiskusikan cara menontrol PK
6. Melatih cara mengontrol PK dengan cara fisik 1: nafas dalam
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

SP II P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dgn cara fisik 1
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II (pukul
bantal/kasur)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP III P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik
I dan II
2. Melatih pasien mengotrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP IV P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik
I,II dan verbal
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP V P
1. Mengevaluasi kemampuanmengontrol PK dengan cara fisik I,II,
verbal dan spiritual
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan patuh minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Daftar pustaka
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. jakarta : EGC
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga
Universitas Press.
Nurjannah, I. 2008. Penangan Klien Dengan Masalah Psikiatri Kekerasan.
Yogyakarta: MocoMedika.
Stuart, G.W. and Laraia. 2009. Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St.
Louis: Mosby Year B
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai