Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ANSIETAS

DI RSJD Dr. AMINO GONDHOHUTOMO SEMARANG

Oleh:

Rohmana Kusnul Adzani,S.Kep

20901700072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2018/2019
A. Pengertian
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang disertai dengan gejala fisiologis (Tomb, 2004).
Ansietas adalah gangguan alam perasaan (afektif) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (RTA), kepribadian masih tetap utuh
(tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat
terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2002).
Ansietas adalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan-akan
terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Ansietas berbeda dengan rasa
takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya,
sementara ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian tersebut.
B. Tanda dan Gejala Ansietas
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas
dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
1. Fase 1
Keaadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh
mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya).
Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan
sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala
adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di
otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang,
menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan
nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari
kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang
dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini
kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang
mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah
informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
2. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan
otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa
mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas
emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat
kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres
mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak
keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie,
1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang
yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa
lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie,
1988).
3. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor
tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga.
Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang
mudah diidentifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga
umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah
terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti.
intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi
terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi
terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie,
1988).
C. Klasifikasi Ansietas
Klasifikasi ansietas adalah :
1. Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
2. Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas berat
Ansietas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan perhatian pada hal kecil saja dan mengabaikan
hal lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan/ tuntutan.
4. Panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Lahan persepsi sudah
terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak
dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/ tuntutan.
D. Faktor Predisposisi :
1. Biologis
a. Latar belakang genetik :
 Riwayat ansietas dalam keluarga, ada komponen genetik yang
sedang dan dihubungkan dengan fobia sosial dan depresi mayor
 Sensitivitas laktat
 Kembar monozigot 5 x > dizigot
 Sindrom kromosom 13 terkait dengan gangguan panik, sakit kepala
berat, hipotiroid
b. Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal
(overweight).
c. Kondisi kesehatan secara umum : memiliki riwayat penyakit fisik
 Riwayat penyakit kanker
 Riwayat gangguan pada paru-paru : (penyakit paru obstruksif
kronik, oedema paru, sumbatan jalan nafas, asma, embolus).
 Riwayat gangguan jantung (Penyakit jantung bawaan atau demam
rhematik, riwayat serangan jantung, dan hipertensi, kondisi
arteriosclerosis).
 Riwayat penyakit endokrin (Hipertiroid, hipoglikemi, hipotiroid,
premenstrual sindrom, menopause).
 Riwayat penyakit neurologis (Epilepsi, Huntington’s disease,
Multiple Sclerosis, Organic Brain Syndrome).
 Riwayat penyakit gastrointestinal : Gastritis, Ulkus Peptik, CH
 Riwayat penyakit integumen : Herpes, Varisela, Eskoriasis
 Riwayat penyakit muskuloskletal : Fraktur dengan Amputasi,
 Riwayat penyakit reproduksi : Impoten, Frigid, Infertil,
 Riwayat penyakit kelamin : Gonorhoe, Sipilis
 Riwayat penyakit imunologi : HIV/AIDS, Sindrom Steven Johnson
 Riwayat penggunaan zat Intoksikasi : obat antikolinergik, aspirin,
kafein, kokain, halusinogen termasuk phenchiclidine, steroid dan
simpatomimetik.
 Riwayat putus zat : alkohol, narkotik, sedatif - hipnotik
Sensitivitas biologi :
 Secara anatomi : gangguan pada sistem limbik, talamus, korteks
frontal.
 Sistem neurokimia : GABA (Gama Amino Butiric Acid) defisiensi
relatif atau ketidakseimbangan GABA.
 Norepinephrin : terlalu aktif atau kurang aktif di bagian otak yang
berkaitan dengan ansietas. Serotonin : kekurangan atau
ketidakseimbangan.
d. Paparan terhadap racun
2. Psikologis
a. Intelegensia
 Retardasi mental ringan IQ 50-70
 Retardasi mental sedang IQ 35-50
 Kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan
 Kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi
b. Kemampuan verbal
 Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran : buta dan
tuli.
 Adanya kerusakan area motorik bicara : pelo dan gagap
 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman :
perbedaan budaya dan lokasi tempat tinggal.
 Proses pengobatan yang menyebabkan gangguan bicara : ICU,
NGT, ETT, trakeostomi.
c. Kepribadian : ambang, histrionik, narsisistik, menghindar, dependen,
obsesif kompulsif/ kepribadian pencemas.
d. Pengalaman masa lalu Pengalaman yang tidak menyenangkan :
 Keluarga : masa kecil yang kacau, berpisah dengan orang tua
pada usia awal/dini, proses imitasi dan identifikasi diri terhadap
kedua orang tua.
 Tempat kerja : mutasi, PHK, pensiun, turun jabatan, konflik di
tempat kerja.
 Sekolah : tinggal kelas, tidak lulus, sering pindah sekolah.
 Masyarakat : riwayat pasca trauma yang buruk (pengalaman
berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius, deprivasi atau
penyiksaan yang buruk).
e. Konsep diri
 Gambaran diri
 Tidak menyukai tubuhnya
 Merasa tidak sempurna
 Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, fungsi, penampilan
dan potensi yang dimiliki
 Identitas diri
 Kerancuan identitas
 Peran
 Konflik peran
 Peran ganda
 Ketidakmampuan menjalankan peran
 Tuntutan peran tidak sesuai usia
 Ideal diri
 Ideal diri tidak realistis
 Ideal diri terlalu rendah
 Ambisius
 Harga diri : harga diri rendah situasional
 Motivasi : motivasi rendah
 Pertahanan psikologis
 Self kontrol (kadang tidak mampu menahan diri terhadap
dorongan yang kurang positif).
 Menurut pandangan Psikoanalitik, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id
dan super ego.
3. Sosial Budaya
a. Usia : remaja, dewasa awal
b. Gender : wanita : pria = 2 : 1
c. Pendidikan : kurang/ rendah
d. Pendapatan : kurang/ rendah
e. Pekerjaan : tidak tetap, tidak punya pekerjan, tidak mandiri dalam
ekonomi, beban kerja yang terlalu tinggi
f. Status sosial : belum bisa memisahkan diri dari autokritas keluarga
g. Latar belakang budaya : budaya yang individualis, nilai budaya yang
bertentangan dengan nilai kesehatan dan nilai dirinya
h. Agama dan keyakinan : semua agama, kurang mengamalkan ajaran agama
dan keyakinannya/mempunyai religi dan nilai agama yang buruk
i. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power syndrome
j. Pengalaman sosial : adanya perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan orang yang dicintai, lingkungan sosial yang rawan
bencana, kriminalitas, kadang tidak mampu berhubungan secara intim
dengan lawan jenis.
k. Peran sosial : gagal melaksanakan peran sosial
l. Keluarga : proses imitasi dan identifikasi diri terhadap kedua orang tua
E. Faktor Presipitasi
1. Nature
Faktor - faktor biologis
a. Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal
(overweight).
b. Kondisi kesehatan secara umum : memiliki sakit fisik (kehilangan salah
satu bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh).
c. Sensitivitas biologi :
 Secara anatomi : gangguan pada sistem limbik, talamus, korteks
frontal.
 Sistem neurokimia : GABA (Gama Amino Butiric Acid),
norepinephrin, serotonin.
d. Paparan terhadap racun
Faktor - faktor psikologis
a. Intelegensia
 Retardasi mental ringan IQ 50-70
 Retardasi mental sedang IQ 35-50
 Kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan
 Kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi
b. Kemampuan verbal
 Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran : buta dan
tuli.
 Adanya kerusakan area motorik bicara : pelo dan gagap.
 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman :
perbedaan budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi
 Proses pengobatan : ICU, NGT, ETT, Trakeostomi
c. Moral
 Konflik dengan norma atau peraturan di masyarakat, tempat kerja
 Pelanggaran norma dan nilai di masyarakat Terlibat masalah
hukum
d. Kepribadian : ambang, histrionik, narsisistik, menghindar, dependen,
obsesif kompulsif/ kepribadian pencemas.
e. Pengalaman yang tidak menyenangkan : (korban perkosaan, kehilangan
pekerjaan/ pensiun, kehilangan sesuatu/ orang yang dicintai, saksi
kejadian traumatis, ketegangan peran, kekerasan, penculikan,
perampokan, kehamilan di luar nikah, perselingkuhan).
f. Konsep diri
 Gambaran diri
 Tidak menyukai tubuhnya
 Merasa tidak sempurna ketidakpuasan terhadap ukuran
tubuh, fungsi, penampilan dan potensi yang dimiliki.
 Identitas diri
 Kerancuan identitas peran
 Konflik peran
 Peran ganda : ketidak mampuan menjalankan peran
tuntutan peran tidak sesuai usia
 Ideal diri
 Ideal diri tidak realistis
 Ideal diri terlalu rendah
 Ambisius
 Harga diri : harga diri rendah situasional
 Motivasi : motivasi rendah
g. Pertahanan psikologis : self kontrol
Faktor sosial budaya
a. Usia : remaja, dewasa awal
b. Gender : wanita : pria = 2 : 1
c. Pendidikan : kurang/ rendah
d. Pendapatan : kurang/ rendah
e. Pekerjaan : tidak tetap, tidak punya pekerjan, beban kerja yang terlalu
tinggi
f. Status sosial : menengah ke bawah
g. Latar belakang budaya : budaya yang individualis
h. Agama dan keyakinan : semua agama, kurang mengamalkan ajaran agama
dan keyakinannya
i. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power
syndrome
j. Pengalaman sosial : berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
orang yang dicintai, lingkungan sosial yang rawan kriminalitas, bencana
alam, peperangan/ konflik, kecelakaan).
k. Peran sosial : gagal melaksanakan peran sosial, gagal membentuk
keluarga baru, belum menikah.
2. Origin
Internal : Persepsi Individu yang buruk tentang dirinya dan orang lain
Eksternal
a. Kurang dukungan kelompok/ peer group
b. Kurang dukungan keluarga
c. Kurang dukungan masyarakat
3. Timing
a. Stres terjadi dalam waktu dekat
b. Stres terjadi dalam waktu yang cukup lama
c. Stres terjadi secara berulang - ulang/terus menerus
4. Number
a. Sumber stres lebih dari satu (semua stressor yang ada selama usia
tumbang)
b. Stres dirasakan sebagai masalah yang sangat berat
F. Penilaian Stressor
a. Kognitif
 Kerusakan perhatian
 Kurang konsentrasi
 Pelupa
 Kesalahan dalam menilai
 Preokupasi
 Bloking
 Penurunan lapangan pandang
 Berkurangnya kreativitas
 Produktivitas menurun
 Bingung
 Sangat waspadai
 Berkurangnya objektivitas
 Takut kehilangan kontrol
 Takut bayangan visual
 Takut akan terluka atau kematian
 Kesadaran diri meningkat
 Mimpi buruk
b. Afektif
 Mudah terganggu
 Tidak sabar
 Gelisah
 Tegang
 Nervous
 Takut
 Alarm
 Frustasi
 Teror
 Gugup
 Gelisah
 Merasa bersalah
 Pemalu
 Frustasi
c. Fisiologik
Cardiovaskuler
 Palpitasi
 Jantung berdebar
 TD meningkat
 Rasa mau pingsan
 Pingsan
 TD menurun
 Denyut nadi menurun
Pernafasan
 Nafas cepat
 Nafas pendek
 Tekanan pada dada
 Nafas dangkal
 Pembengkakan pada tenggorok
 Sensasi tercekik
 Terengah-engah
Neuromuskular
 Refleks meningkat
 Reaksi kejutan
 Mata berkedip-kedip
 Insomnia
 Tremor
 Rigiditas
 Gelisah
 Wajah tegang
Gastrointestinal
 Kehilangan nafsu makan
 Menolak makanan
 Rasa tidak nyaman pada abdomen
 Mual
 Rasa terbakar di perut
 Diare
 Perut melilit
Traktus Urinarius
 Tidak dapat menahan kencing
 Sering berkemih
Reproduksi
 Tidak datang bulan (amenore)
 Darah haid berlebihan
 Darah haid amat sedikit
 Masa haid berkepanjangan
 Masa haid amat pendek
 Haid beberapa kali dalam sebulan
 Menjadi dingin
 Ejakulasi dini
Integumen
 Wajah kemerahan
 Berkeringat setempat (telapak tangan)
 Gatal
 Rasa panas dan dingin pada kulit
 Wajah pucat
 Berkeringat seluruh tubuh
d. Behavioral
 Gelisah
 Ketegangan fisik
 Tremor
 Gugup
 Bicara cepat
 Kurang koordinasi
 Cenderung mendapat cedera
 Menarik diri dari hubungan interpersonal
 Menghalangi
 Melarikan diri dari masalah
 Menghindar
 Hiperventilasi
e. Respon Sosial
 Kadang - kadang menghindari kontak sosial/ aktivitas sosial menurun
 Kadang - kadang menunjukkan sikap bermusuhan
G. Sumber Koping
Personal ability
1. Kurang komunikatif
a. Hubungan interpersonal yang kurang baik
b. Kurang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu
c. Mengalami gangguan fisik
d. Perawatan diri yang kurang baik
e. Tidak kreatif
2. Sosial Support
a. Hubungan yang kurang baik antar : indiv, keluarga , kelp dan
masyarakat
b. Kurang terlibat dalam organisasi sosial/ kelompok sebaya
c. Ada konflik nilai budaya
3. Material Assets
a. Kurang memilki penghasilan secara individu
b. Sulit mendapat pelayanan kesehatan
c. Tidak memiliki pekerjaan/ vokasi/ posisi
4. Positive beliefs
a. Tidak mempunyai keyakinan dan nilai yang positif
b. Kurang memiliki motivasi
c. Kurang berorientasi kesehatan pada
d. Pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan )
H. Mekanisme koping
1. Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu menerimanya
sebagai suatu pilihan untuk pemecahan masalah. Seperti : negosiasi/
kompromi, meminta saran, perbandingan yang positif, penggantian rewards.
2. Destruktif
Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau konflik tersebut.
Seperti denial, supresi atau proyeksi, menyerang, menarik diri
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
ANSIETAS
I. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ny. N (30 tahun), bekerja, dirawat di Rumah Sakit B untuk pertama kalinya
dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah. Ny. N merasa gelisah,
cemas, tidak bisa tidur karena baru pertama kalinya dirawat di Rumah Sakit
2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas
3. Tujuan :
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengenal ansietas
c. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
d. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus
dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah :
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Bantu pasien mengenal ansietas
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya
 Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
 Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
 Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
 Pengalihan situasi
 Latihan relaksasi
 Tarik nafas dalam
 Mengerutkan dan mengendurkan otot - otot
 Teknik 5 jari
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul
J. Proses pelaksanaan tindakan
Orientasi :
”Assalamualaikum mbak, perkenalkan nama saya susilowati, panggil saja saya
susi Ibu , saya perawat yang akan merawat mbak selama di rumah sakit ini, saya
akan datang setiap hari dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore, Apa betul ini mbak LS
? Mbak lebih suka dipanggil siapa?”
”Tujuan saya merawat mbak untuk membantu mengatasi masalah yang mbak
rasakan”
”Bagaimana perasaan Mbak L pagi ini?”
”O, jadi Mbak L semalam tidak bisa tidur?”
”Baiklah, mbak, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang
perasaan yang Mbak rasakan?”
’Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit?”
”Kita berbincang-bincang disini saja ya mbak, di ruangan mbak?”
Kerja
”Coba mbak ceritakan apa yang mbak rasakan?”
”Oh, jadi mbak merasa gelisah, cemas karena harus dirawat di RS?”
”Apakah sebelumnya mbak pernah mengalami sakit sehingga perlu dirawat di
RS?”
”Jadi mbak baru pertama kali dirawat di RS ?”
“Selama ini, bila mbak punya masalah yang mengganggu, apa yang mbak
lakukan?”
”Jadi kalau mbak punya masalah, mbak akan memikirkan terus masalah itu
sehingga mbak merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
“Apakah sebelumnya mbak pernah mengalami masalah yang mbak anggap
cukup berat?”
“Apakah mbak mampu menyelesaikan masalah tersebut?”
“Wah, baik sekali, berarti dulu mbak pernah mampu menyelesaikan masalah
yang cukup berat, saya yakin sekali mbak sekarang juga akan mampu
menyelesaikan kecemasan yang mbak rasakan”
“Baiklah mbak, bagaimana kalau sekarang kita coba latihan relaksasi dengan
cara tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara yang cukup mampu untuk
mengurangi kecemasanyang mbak rasakan. Bagaimana kalau kita latihan
sekarang, Saya akan lakukan, mbak perhatikan saya, lalu mbak bisa mengikuti
cara yang sudah saya ajarkan. Kita mulai ya mbak.”
“Mbak silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, mbak tarik nafas
dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga setelah itu
bapak hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan.
Nah, sekarang coba mbak praktikkan. Wah bagus sekali, mbak sudah mampu
melakukannya. Mbak bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai
mbak merasa relaks atau santai”
Terminasi
”Bagaimana perasaan mbak setelah kita ngobrol tentang masalah yang mbak
rasakan dan latihan relaksasi?”
”Bagus sekali, jam berapa mbak akan berlatih lagi melakukan cara ini? Mari, kita
masukkan dalam jadual harian mbak. Jadi, setiap mbak merasa cemas, mbak bisa
langsung praktikkan cara ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai jadwal yang
telah kita buat. Latihan relaksasi ini hanya salah satu cara yang bisa digunakan
untuk mengatasi kecemasan atau ketegangan, masih ada cara lain dengan latihan
mengerutkan dan mengendurkan otot, bagaimana kalau kita latihan cara yang
kedua ini besok pagi, seperti biasa jam 10 pagi di ruangan ini? Assalamualaikum,
mbak”
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Balai Penerbit FKUI :
Jakarta.

Ibrahim, Ayub Sani. 2007. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Dua As-As :
Jakarta.

Kaplan, Harold I, dkk. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Penerbit Aesculapius
: Jakarta.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,


Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Penerbit
MocoMedia : Yogyakarta.

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC :
Jakarta.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC : Jakarta.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai