Anda di halaman 1dari 87

ISSN: 2085-546X ISSN: 2085-546X

CAKRADONYA DENTAL JOURNAL CAKRADONYA DENTAL JOURNAL

Alamat Redaksi: Alamat Redaksi:


Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah
Darussalam Banda Aceh 23111. Tel. 0651-7555183 Darussalam Banda Aceh 23111. Tel. 0651-7555183
Website: www.cakradonyadental.org Website: www.cakradonyadental.org
email: cakradonya@gmail.com email: cakradonya@gmail.com

Pelindung: Pelindung:
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung Jawab: Penanggung Jawab:


Wakil Dekan I FKG Unsyiah Wakil Dekan I FKG Unsyiah

Ketua Penyunting: Ketua Penyunting:


Sunnati, drg, Sp. Perio Sunnati, drg, Sp. Perio

Wakil Ketua Penyunting: Wakil Ketua Penyunting:


Rafinus Arifin, drg. Sp.Ort Rafinus Arifin, drg. Sp.Ort

Penyunting Ahli: Penyunting Ahli:


Prof. drg. Bambang Irawan, PhD (FKG UI) Prof. drg. Bambang Irawan, PhD (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp.KG (FKG UI) Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp.KG (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim Auekari, M. Biomed (FKG UI) Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim Auekari, M. Biomed (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho (FKG UNPAD) Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho (FKG UNPAD)
Prof. drg. Ismet Danial Nasution, Sp. Prostho, Ph.D (FKG USU) Prof. drg. Ismet Danial Nasution, Sp. Prostho, Ph.D (FKG USU)
Prof. Dr. drg. Tet Supardi, Sp.BM (K) (UNPAD) Prof. Dr. drg. Tet Supardi, Sp.BM (K) (UNPAD)
Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio (FKG UI) Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio (FKG UI)
drg. Gus Permana Subita, PhD, Sp.PM (FGK UI) drg. Gus Permana Subita, PhD, Sp.PM (FGK UI)
Prof. Dr. drg. Hanna B. Iskandar, Sp.RKG (FKG UI) Prof. Dr. drg. Hanna B. Iskandar, Sp.RKG (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Retno Hayati, Sp.KGA (K) (FKG UI) Prof. Dr. drg. Retno Hayati, Sp.KGA (K) (FKG UI)
Dr. drg. Rasmi Rikmasari, Sp.Pros Dr. Syahrul, Sp.S (FK Unsyiah)
Dr. Syahrul, Sp.S (FK Unsyiah) drg. Zaki Mubarak, MS (FK Unsyiah)
Dr. drg. Zaki Mubarak, MS (FKG Unsyiah)
Penyunting Pelaksana:
Liana Rahmayani, drg, Sp.Pros
Penyunting Pelaksana: Abdillah Imron Nasution, drh, M.Si
Liana Rahmayani, drg, Sp.Pros Viona Diansari, S.Si, M.Si
Abdillah Imron Nasution, drh, M.Si Diana Setya Ningsih, drg. M.Si
Viona Diansari, S.Si, M.Si
Diana Setya Ningsih, drg. M.Si
Pelaksana Tata Usaha:
Nurmalawati, ST
Pelaksana Tata Usaha: Muhammad Aulia Azmi
Nurmalawati, ST
Muhammad Aulia Azmi
ISSN: 2085-546X ISSN: 2085-546X

EDITORIAL EDITORIAL

Cakradonya Dental Journal (CDJ) yang diterbitkan oleh Fakultas Kedoktaran Gigi Cakradonya Dental Journal (CDJ) yang diterbitkan oleh Fakultas Kedoktaran Gigi
Universitas Syiah Kuala merupakan media komunikasi ilmiah antar intelektual yang akan Universitas Syiah Kuala merupakan media komunikasi ilmiah antar intelektual yang akan
menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi Kedokteran Gigi. Sebagaimana volume menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi Kedokteran Gigi. Sebagaimana volume
sebelumnya, volume ini masih mengangkat isu seputar teknologi pengembangan ilmu sebelumnya, volume ini masih mengangkat isu seputar teknologi pengembangan ilmu
kedokteran gigi, aplikasi, dan korelasi ilmu kesehatan terintegrasi. Pada volume 8 nomor 1 kedokteran gigi, aplikasi, dan korelasi ilmu kesehatan terintegrasi. Pada volume 8 nomor 1
ini mencakup tinjauan pustaka, penelitian, dan laporan kasus yang didalamnya mencukup ini mencakup tinjauan pustaka, penelitian, dan laporan kasus yang didalamnya mencukup
bidang Biologi Oral, Periodonsia, Konservasi, Ortodonsia, Prostodonsia, Penyakit Mulut, bidang Biologi Oral, Periodonsia, Konservasi, Ortodonsia, Prostodonsia, Penyakit Mulut,
Kedokteran Gigi Anak dan Dental Material. Kedokteran Gigi Anak dan Dental Material.
Tulisan yang tersaji dari berbagai artikel tersebut secara keilmiahan telah Tulisan yang tersaji dari berbagai artikel tersebut secara keilmiahan telah
dilakukan pengeditan oleh tim ahli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, namun jika dilakukan pengeditan oleh tim ahli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, namun jika
pada artikel tersebut masih terjadi kesalahan, maka akan dijadikan referensi kami untuk pada artikel tersebut masih terjadi kesalahan, maka akan dijadikan referensi kami untuk
perbaikan edisi selanjutnya. Secara keseluruhan informasi yang tersampaikan dalam jurnal perbaikan edisi selanjutnya. Secara keseluruhan informasi yang tersampaikan dalam jurnal
CDJ volume 8 nomor 1 telah mewakili pengembangan ilmu kedokteran gigi. CDJ volume 8 nomor 1 telah mewakili pengembangan ilmu kedokteran gigi.
Ucapan terima kasih kepada penulis atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadah Ucapan terima kasih kepada penulis atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadah
publikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalu publikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalu
memperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal CDJ menjadi memperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal CDJ menjadi
lebih baik. Semoga lebih baik. Semoga

Banda Aceh, Juni 2016 Banda Aceh, Juni 2016


Ketua Penyunting Ketua Penyunting

Sunnati, drg, Sp.Perio Sunnati, drg, Sp.Perio


ISSN: 2085-546X ISSN: 2085-546X
Petunjuk Bagi Penulis Petunjuk Bagi Penulis

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang  Pendahuluan (tanpa subjudul) Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang  Pendahuluan (tanpa subjudul)
terbit dua kali setahun, Juni dan Desember. Artikel yang  Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan terbit dua kali setahun, Juni dan Desember. Artikel yang  Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan
diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan  Penutup (kesimpulan dan saran) diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan  Penutup (kesimpulan dan saran)
yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-  Daftar pustaka yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-  Daftar pustaka
review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi 3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi 3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang
kesempatan untuk memperbaikinya. cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangan kesempatan untuk memperbaikinya. cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangan
sejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan, sejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,
CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka. CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.
yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan 4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan 4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan
kedokteran. CDJ juga menerima tinjauan pustaka, dan laporan bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi. kedokteran. CDJ juga menerima tinjauan pustaka, dan laporan bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.
kasus. 5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara kasus. 5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara
rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim, rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,
Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut. Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.
dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul
artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk
bersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari bersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari
penulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel. halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point. penulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel. halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.
7. Nama dan alamat penulis. Nama penulis tanpa gelar dan 7. Nama dan alamat penulis. Nama penulis tanpa gelar dan
1. Artikel Penelitian alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis lengkap dan 1. Artikel Penelitian alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis lengkap dan
Tatacara penulisan: jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon, nomor Tatacara penulisan: jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon, nomor
 Judul dalam bahasa Indonesia facsimile, dan alamat e-mail.  Judul dalam bahasa Indonesia facsimile, dan alamat e-mail.
 Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris, 8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk  Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris, 8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk
dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah para profesional yang membantu penyusunan naskah, dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah para profesional yang membantu penyusunan naskah,
maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel, termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel, termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan
ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca umum dari suatu institusi. ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca umum dari suatu institusi.
memahami tentang aspek baru atau penting tanpa 9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan memahami tentang aspek baru atau penting tanpa 9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan
harus membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan aturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuai harus membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan aturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuai
spasi tunggal satu kolom. dengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secara spasi tunggal satu kolom. dengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secara
 Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama super script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.  Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama super script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.
dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat Bila pengarang lebih dari 6 orang, maka disebutkan 6 dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat Bila pengarang lebih dari 6 orang, maka disebutkan 6
membantu penyusunan indek. nama pengarang kemudian baru at al/dkk. Bila kurang membantu penyusunan indek. nama pengarang kemudian baru at al/dkk. Bila kurang
 Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New dari 6 orang maka disebutkan semua nama pengarangnya.  Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New dari 6 orang maka disebutkan semua nama pengarangnya.
Roman ukuran 11 point, spasi satu dan dibuat dalam - Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical Roman ukuran 11 point, spasi satu dan dibuat dalam - Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical
bentuk dua lajur (page layout) intervation for speech rehabilitation in Parkinson bentuk dua lajur (page layout) intervation for speech rehabilitation in Parkinson
 Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambar disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.  Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambar disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.
harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5 - Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied Oral harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5 - Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied Oral
x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm, Physiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5. x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm, Physiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.
jumlah halaman maksimum 12. Laporan tentang - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical jumlah halaman maksimum 12. Laporan tentang - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical
penelitian pada manusia harus memperoleh Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical penelitian pada manusia harus memperoleh Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical
persetujuan tertulis (signed informed consent). Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold persetujuan tertulis (signed informed consent). Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold
 Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah PR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: Saunders  Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah PR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: Saunders
sebagai berikut: Elsevier, 2006: 1-32. sebagai berikut: Elsevier, 2006: 1-32.
 Judul - Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven  Judul - Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven
 Nama dan alamat penulis serta alamat email different types of Asian chewing sticks. Available in  Nama dan alamat penulis serta alamat email different types of Asian chewing sticks. Available in
 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf  Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf
 Kata kunci Accessed on April, 2004.  Kata kunci Accessed on April, 2004.
 Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam  Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam
belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program
masalah/tujuan penelitian). yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan masalah/tujuan penelitian). yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan
 Bahan dan Metode sebelum bulan penerbitan kepada:  Bahan dan Metode sebelum bulan penerbitan kepada:
 Hasil Ketua Dewan Penyunting  Hasil Ketua Dewan Penyunting
 Pembahasan Cakradonya Dental Journal (CDJ)  Pembahasan Cakradonya Dental Journal (CDJ)
 Kesimpulan dan Saran Fakultas Kedokteran Gigi -Unsyiah  Kesimpulan dan Saran Fakultas Kedokteran Gigi -Unsyiah
 Ucapan terima kasih Darussalam Banda Aceh 23211  Ucapan terima kasih Darussalam Banda Aceh 23211
 Daftar Pustaka. Telp/fax. 0651-7551843  Daftar Pustaka. Telp/fax. 0651-7551843
2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil 11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan 2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil 11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan
penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau diberitahukan melalui email. Penulis yang artikelnya penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau diberitahukan melalui email. Penulis yang artikelnya
buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan dimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak 1 (satu) buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan dimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak 1 (satu)
kesehatan mutakhir memuat: eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan kesehatan mutakhir memuat: eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan
 Judul dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.  Judul dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.
 Nama penulis  Nama penulis
 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris  Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris
ISSN 2085-546X ISSN 2085-546X

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)
Terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis ......................................................................1 Terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis ......................................................................1
Zaki Mubarak, Santi Chismirina, Cut Aisa Qamari Zaki Mubarak, Santi Chismirina, Cut Aisa Qamari

Perbedaan Efektifitas Menyikat Gigi Dengan Metode Roll Dan Horizontal Perbedaan Efektifitas Menyikat Gigi Dengan Metode Roll Dan Horizontal
Pada Anak Usia 8 Dan 10 Tahun Di Medan ...........................................................................11 Pada Anak Usia 8 Dan 10 Tahun Di Medan ...........................................................................11
Ayudia Rifki, T. Hermina Ayudia Rifki, T. Hermina

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Kelahiran Bayi Prematur Hubungan Antara Periodontitis Dengan Kelahiran Bayi Prematur
Berberat Badan Lahir Rendah Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal ......................17 Berberat Badan Lahir Rendah Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal ......................17
Khairiyah Ulfah, Irma Ervina Khairiyah Ulfah, Irma Ervina

Pola Asupan Nutrisi Pada Pasien Yang Kehilangan Gigi Sebagian Pola Asupan Nutrisi Pada Pasien Yang Kehilangan Gigi Sebagian
Di Poli Gigi Dan Mulut RSUDZA Banda Aceh ......................................................................23 Di Poli Gigi Dan Mulut RSUDZA Banda Aceh ......................................................................23
Liana Rahmayani, Pocut Aya Sofya, Nadia Sartika Liana Rahmayani, Pocut Aya Sofya, Nadia Sartika

Ovate Pontic Sebagai Alternatif Perawatan Gigi Tiruan Jembatan .....................................30 Ovate Pontic Sebagai Alternatif Perawatan Gigi Tiruan Jembatan .....................................30
Pocut Aya Sofya Pocut Aya Sofya

Uji Aktivitas Antifungal Ekstrak Kulit Pisang Barangan (Musa paradisiaca L) Uji Aktivitas Antifungal Ekstrak Kulit Pisang Barangan (Musa paradisiaca L)
Terhadap Candida albicans ......................................................................................................36 Terhadap Candida albicans ......................................................................................................36
Ridha Andayani, Afrina Ridha Andayani, Afrina

Hubungan Antara Durasi Hemodialisis Dengan Periodontitis Hubungan Antara Durasi Hemodialisis Dengan Periodontitis
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik ...........................................................................................47 Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik ...........................................................................................47
Sri Rezeki, Sunnati, Dara Mauliza Sri Rezeki, Sunnati, Dara Mauliza

Bentuk Residual Ridge Dan Hubungannya Dengan Retensi Bentuk Residual Ridge Dan Hubungannya Dengan Retensi
Gigi Tiruan Penuh.......................................................................................................... 55 Gigi Tiruan Penuh.......................................................................................................... 55
Silvia Pridana, Ismet Danial Nasution Silvia Pridana, Ismet Danial Nasution

Studi Pelepasan Monomer Sisa Dari Resin Akrilik Heat Cured Studi Pelepasan Monomer Sisa Dari Resin Akrilik Heat Cured
Setelah Perendaman Dalam Akuades .....................................................................................61 Setelah Perendaman Dalam Akuades .....................................................................................61
Viona Diansari, Sri Fitriyani, Fazliyanda Maria Haridhi Viona Diansari, Sri Fitriyani, Fazliyanda Maria Haridhi

Konsentrasi Hambat Dan Bunuh Minimum Ekstrak Daun Jeruk Nipis Konsentrasi Hambat Dan Bunuh Minimum Ekstrak Daun Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Terhadap Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Citrus aurantifolia) Terhadap Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Secara In Vitro ..........................................................................................................................68 Secara In Vitro ..........................................................................................................................68
Afrina, Santi Chismirina, Risa Yulanda Magistra Afrina, Santi Chismirina, Risa Yulanda Magistra
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii)


TERHADAP PERTUMBUHAN Enterococcus faecalis

Zaki Mubarak, Santi Chismirina, Cut Aisa Qamari

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Enterococcus faecalis adalah salah satu flora normal rongga mulut yang sering ditemukan pada kasus
kegagalan perawatan endodontik. Kayu manis (Cinnamomum burmannii) merupakan tanaman herbal
yang sering digunakan sebagai rempah-rempah, namun juga memiliki sifat antibakteri karena
kandungan kimia yang dimilikinya berupa alkaloid, saponin, tanin, polifenol, flavonoid, kuinon dan
triterpenoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak kayu
manis (Cinnamomum burmannii) terhadap pertumbuhan E. faecalis. Enterococcus faecalis yang telah
dikultur pada media CHROMagar VRE Base diinkubasi pada suhu 37°C dalam suasana anaerob.
E. faecalis yang telah dikultur dan diidentifikasi, dipaparkan ekstrak kayu manis (Cinnamomum
burmannii) untuk uji aktivitas antibakteri dengan metode Standart Plate Count menggunakan media
MHA. Dari hasil analisis data menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis didapatkan nilai p=0,003
(p<0,05). Hasil uji menunjukkan bahwa pertumbuhan koloni pada setiap konsentrasi kelompok
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol negatif mengalami penurunan, pertumbuhan koloni
E. faecalis pada konsentrasi 1,5% adalah 299,3 x 104 CFU/ml dan pada konsentrasi 7,5% adalah
6 x 104 CFU/ml. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kayu manis (Cinnamomum
burmannii) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis dengan Kadar
Hambat Minimum (KHM) berada pada konsentrasi ekstrak 1,5%.

Kata kunci: Enterococcus faecalis, perawatan endodontik, Cinnamomum burmannii

ABSTRACT
Enterococcus faecalis is one of the normal flora in oral cavity that often found in cases of endodontic
treatment failure. Cinnamon (Cinnamomum burmannii) is a herb that is often used as a spice, but also
has antibacterial properties due to its chemical constituents such as alkaloid, saponin, tannin,
polyphenol, flavonoid, quinon and triterpenoid. The purpose of this study was to determine the
antibacterial activity of cinnamon (Cinnamomum burmannii) extract on E. faecalis growth.
Enterococcus faecalis that has been cultured on CHROMagar VRE Base media were incubated at
37°C in an anaerobic atmosphere. Enterococcus faecalis that has been cultured and identified,
described by cinnamon (Cinnamomum burmannii) extract for antibacterial activity testing using
Standard Plate Count method in MHA media. The results of Kruskal-Wallis analysis showed the
value of p=0.003 (p<0.05). The results showed that E. faecalis growth in every concentrations of
treatment group compared to negative control group was decreased, E. faecalis growth at 1.5% extract
was 299.3 x 104 CFU/ml and at 7.5% extract was 6 x 104 CFU/ml. Based on this study it can
concluded that cinnamon (Cinnamomum burmannii) extract has antibacterial activity against
E. faecalis growth with Minimum Inhibitory Concentration (MIC) was at 1.5% extract.

Key words: Enterococcus faecalis, endodontic treatment, Cinnamomum burmanni

1
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN gigi dan penyakit periodontal, serta aktivitas


Endodontologi adalah ilmu yang ber- lainnya.17 Senyawa kimia yang diduga ber-
kaitan dengan bentuk, fungsi dan penyakit dari peran sebagai antibakteri pada C. burmannii
pulpa gigi dan jaringan periradikular yang yaitu minyak atsiri sekitar 0,5–2% (seperti
disebabkan oleh suatu infeksi.1,2 Perawatan eugenol, safrol, cinnamaldehyde dan linalool),
endodontik merupakan suatu prosedur untuk polisakarida sekitar 10% (seperti diterpen serta
menjaga kesehatan sebagian atau seluruh coumarin), komponen fenol 4–10% (seperti
jaringan pulpa gigi yang terinfeksi.1 Tujuan tanin) dan flavonoid.17,18,19,20
utama dari perawatan endodontik yaitu untuk Penelitian yang dilakukan oleh Shan
membersihkan mikroorganisme dari sistem dkk (2007) tentang sifat antibakteri dan kom-
saluran akar dan mencegah terjadinya infeksi ponen bioaktif utama C. burmannii terhadap
ulang.3,4,5,6 Kunci dari keberhasilan perawatan bakteri patogen dalam makanan menunjukkan
endodontik dipengaruhi oleh triad endodontic bahwa C. burmannii memiliki efek antibakteri
yaitu preparasi akses (endo access), preparasi terhadap pertumbuhan Bacillus cereus,
saluran akar (cleaning and shaping), serta Listeria monocytogenes, Staphylococcus
pengisian saluran akar (obturation).7 aureus, Escherichia coli dan Salmonella
Penyebab dari infeksi saluran akar anatum.21 Penelitian yang dilakukan oleh
adalah invasi mikroorganisme ke dalam pulpa Rajsekhar dkk (2012) tentang peninjauan
melalui tubulus dentin yang terbuka dan terhadap rempah-rempah sebagai agen
kegagalan perawatan endodontik.2,8 Mikro- mikrobial menunjukkan bahwa KHM ekstrak
organisme yang paling sering ditemukan pada kayu manis terhadap pertumbuhan S. mutans
kasus endodontik yaitu Enterococcus berada pada konsentrasi 3,12%.22 Penelitian
faecalis.9,10 Enterococcus faecalis merupakan yang dilakukan oleh Magetsari (2013) tentang
flora normal rongga mulut berupa bakteri efektivitas pelapisan minyak kayu manis di
anaerob fakultatif Gram-positif yang K-wire sebagai agen antimikroba terhadap
mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup Staphylococcus epidermidis menunjukkan
hingga pH 11.1–11.5 (basa) dengan bahwa C. burmannii memiliki sifat anti-
keterbatasan nutrisi dalam saluran akar.11,12,13,14 mikrobial terhadap S. epidermidis.23
Bahan terapi yang sering digunakan
sebagai antibakteri pada perawatan saluran BAHAN DAN METODE
akar adalah kalsium hidroksida dan Beberapa alat dan bahan yang akan
klorheksidin.15 Kalsium hidroksida memiliki digunakan seperti cawan petri, gelas ukur, labu
kelemahan dimana E. faecalis resisten erlenmeyer, tabung reaksi, batang L, pipet
terhadap efek antibakteri dari kalsium ukur dan kulit batang kayu manis harus dicuci
hidroksida. Ketika bahan ini diletakkan ke bersih terlebih dahulu sebelum digunakan
dalam saluran akar, terjadi penurunan tingkat dalam penelitian. Selanjutnya, alat tersebut
pH diakibatkan oleh efek buffer pada dentin dikeringkan dan disterilkan menggunakan
radikular sehingga pH awal kalsium autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan
hidroksida yang bernilai 12.3 (basa) akan 2 atm selama 15 menit. Setelah itu, disimpan
turun menjadi 10.3 (basa), sedangkan dalam sterilisator agar alat tersebut tetap
E. faecalis masih bisa bertahan hingga steril.24,25
pH 11.1–11.5.12,13 Klorheksidin digunakan Kulit batang kayu manis (C. burmannii)
untuk mengurangi jumlah bakteri dalam dirajang dalam keadaan masih basah dan lunak
saluran akar, namun bahan ini memiliki efek untuk mempercepat proses pengeringan dan
toksik.16 penggilingan. Selanjutnya, rajangan dijemur di
Hal ini mendorong untuk ditemukannya bawah paparan sinar matahari dan ditutup
bahan baku obat alternatif baru yang berasal dengan kain hitam.
dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan
dapat digunakan sebagai antibakteri adalah mengambil serbuk simplisia ditimbang
kayu manis (Cinnamomum burmannii). Dari sebanyak 0,5 gr kemudian ditambahkan 1 ml
hasil penelitian Cinnamomum burmannii HCl 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di
diketahui dapat dimanfaatkan sebagai atas penangas air selama 2 menit, didinginkan
antibakteri, antijamur, antiinflamasi, analge- dan disaring. Filtrat yang diperoleh diambil
tika, antidiabetik, antioksidan, antitumor, 3 tetes, dimasukkan ke tabung reaksi dan
antitrombotik, menghambat pembentukan plak dicampurkan dengan 2 tetes pereaksi Burchad

2
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

(hasil positif jika terbentuk endapan berwarna bagian 1. Setelah itu, digoreskan zig-zag pada
coklat sampai hitam), Dragendorf (hasil bagian 3, tegak lurus dengan bagian 2. Cawan
positif jika terbentuk endapan berwarna merah petri yang telah diinokulasikan bakteri, ditutup
atau jingga), Mayer (hasil positif jika rapat, kemudian diinkubasi selama 24–72 jam
terbentuk gumpalan berwarna putih atau pada suhu 37°C.25
kuning) dan Wagner (hasil positif jika Selanjutnya uji konfirmasi E. faecalis
terbentuk endapan berwarna coklat).20,26 dilakukan dengan pewarnaan Gram. Preparat
Saponin diuji dengan menimbang ulas yang telah difiksasi E. faecalis diteteskan
serbuk simplisia sebanyak 0,5 gr dan kristal violet pada seluruh bagian preparat dan
dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditunggu ± 1 menit, lalu preparat dicuci
ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, dengan akuades mengalir. Teteskan Mordant
kemudian dikocok kuat selama 10 detik. Jika (lugol’s iodine), ditunggu ± 1 menit, lalu
terbentuk busa setinggi 1–10 cm yang stabil preparat dicuci dengan akuades mengalir.
tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang Setelah itu, preparat diteteskan etanol 96%
dengan penambahan 1 tetes HCl 0,1 me- setetes demi setetes hingga etanol yang jatuh
nunjukkan adanya saponin. berwarna jernih, kemudian preparat dicuci
Tanin diuji dengan menambahkan dengan akuades mengalir. Selanjutnya,
gelatin 10%, jika terbentuk endapan putih diteteskan counterstain (safranin), ditunggu
maka sampel positif mengandung tanin. ± 45 detik, kemudian preparat dicuci dengan
Sementara itu, penambahan larutan FeCl3 1% akuades mengalir. Selanjutnya, preparat
menunjukkan warna hijau kehitaman dikeringkan menggunakan tissue pada sisi
membuktikan adanya kandungan polifenol ulasan, lalu preparat dikeringkan dengan cara
pada ekstrak kayu manis.27 diangin-anginkan, kemudian diamati di bawah
Keberadaan flavonoid dibuktikan mikroskop cahaya untuk mengonfirmasi
dengan menambahkan Mg dan 1 ml HCl, bakteri. Bakteri Gram-positif akan tampak
warna coklat yang terbentuk menunjukkan berwarna ungu.25
sampel mengandung flavonoid.28 Kuinon Enterococcus faecalis yang telah
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah dibiakkan di media CHROMagar VRE Base,
akibat penambahan NaOH 1% dan diambil 1 ose lalu disuspensikan dalam tabung
terbentuknya warna merah setelah pe- reaksi yang berisi 5 ml larutan NaCl 0,9%,
nambahan pereaksi Carr Price menunjukkan kemudian dihomogenkan menggunakan
sampel mengandung triterpenoid, sedangkan vortex. Kekeruhan suspensi bakteri disetarakan
warna hijau yang terbentuk setelah pe- dengan larutan Mc. Farland (3 x 108 CFU/ml).
nambahan pereaksi Carr Price menunjukkan Pertama sekali, disiapkan 8 tabung
sampel mengandung steroid.27 reaksi, masing-masing tabung diisi dengan
Hasil ekstrak murni dari C. burmanii 9 ml NaCl, diambil 1 ml suspensi E. faecalis
dilakukan pengenceran dengan akuades agar lalu dicampurkan dengan tabung pengenceran
didapatkan konsentrasi yang diperlukan. 1 (10-1), lalu dihomogenkan. Diambil 1 ml dari
Rumus pengenceran yang digunakan adalah29 tabung 1 dengan pipet eppendorf kemudian
dipindahkan ke tabung pengenceran 2 (10-2),
C1 . V1 = C2 . V2 lalu dihomogenkan. Diambil 1 ml dari tabung
pengenceran 2 dengan pipet eppendorf
Keterangan: kemudian dipindahkan ke tabung pengenceran
C1: Konsentrasi Awal C2: Konsentrasi Akhir 3 (10-3), lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya
V1: Volume Awal V2: Volume Akhir hingga tabung pengenceran terakhir dari seri
pengenceran.25
Enterococcus faecalis dikultur pada Setelah itu, diambil 0,1 ml suspensi
media CHROMagar VRE Base dengan teknik E. faecalis menggunakan pipet eppendorf pada
goresan T (streak T). Cawan petri dibagi tabung pengenceran 2 (10-2) sampai tabung
menjadi 3 bagian dengan menggunakan spidol. pengenceran 7 (10-7), diteteskan ke cawan
Jarum ose dipanaskan kemudian ditunggu petri untuk ditanam pada media MHA dengan
hingga dingin, lalu 1 ose dari biakan murni metode spread plate, lalu diratakan
diinokulasikan pada bagian 1 dengan goresan menggunakan batang L, kemudian diinkubasi
zig-zag. Selanjutnya, dilakukan goresan selama 24–72 jam pada suhu 37ºC.
zig-zag pada bagian 2, tegak lurus dengan Pengamatan dilakukan setelah 24–72 jam

3
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

dengan cara menghitung koloni E. faecalis maserasi. Sebanyak 800 gr bubuk kayu manis
yang tumbuh pada media menggunakan colony dilarutkan dalam 2,5 L etanol 96% selama 3
counter. Tabung pengenceran yang dipilih hari, sehingga didapatkan ekstrak kental
adalah tabung yang berjumlah 30–300 koloni berwarna coklat kehitaman sebanyak 111,3 gr
bakteri.4 (Gambar 1).
Pengujian Kadar Hambat Minimum
(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Kayu Manis
pada penelitian ini terdiri dari 7 kelompok, (Cinnamomum burmannii)
yaitu 5 kelompok perlakuan, 1 kelompok Setelah dilakukan uji fitokimia,
kontrol negatif dan 1 kelompok kontrol positif. diperoleh hasil bahwa ekstrak kayu manis
Setiap tabung diisi 3,5 ml dengan aturan mengandung senyawa kimia berupa alkaloid,
sebagai berikut: pada tabung 1 (kontrol saponin, tanin, polifenol, flavonoid, kuinon
positif/K+) diisi larutan Chlorhexidine 2%, dan triterpenoid. Hal tersebut dibuktikan
tabung 2 (kontrol negatif/K-) diisi dengan dengan terbentuknya endapan putih setelah
akuades steril, tabung 3 (perlakuan 1/P1) diisi penambahan 2 tetes pereaksi Mayer, terbentuk
dengan ekstrak C. burmannii dengan endapan jingga akibat penambahan 2 tetes
konsentrasi 1,5%, tabung 4 (P2) 3%, tabung 5 pereaksi Dragendrof dan terbentuk endapan
(P3) 4,5%, tabung 6 (P4) 6% dan tabung 7 coklat setelah penambahan 2 tetes pereaksi
(P5) 7,5%. Selanjutnya, setiap tabung Burchad untuk uji alkaloid. Terbentuknya
ditambahkan 0,5 ml suspensi E. faecalis dan gelembung setelah penambahan satu tetes
dihomogenkan menggunakan vortex. HCl 0,1 menunjukkan sampel mengandung
Selanjutnya, dari setiap tabung diambil saponin. Terbentuknya endapan putih setelah
0,1 ml suspensi menggunakan pipet eppendorf, penambahan gelatin 10% membuktikan bahwa
ditanam dengan metode spread plate pada sampel mengandung tanin. Warna hijau
media MHA dan diratakan menggunakan kehitaman yang terbentuk setelah penambahan
batang L, lalu diinkubasi selama 24–72 jam larutan FeCl3 1% menunjukkan adanya
dengan suhu 37°C. Setelah 24–72 jam, kandungan polifenol pada ekstrak kayu manis.
dihitung jumlah koloni yang tumbuh Sementara itu, warna coklat yang terbentuk
menggunakan colony counter. Kadar Hambat setelah Mg dan 1 ml HCl ditambahkan,
Minimum dari ekstrak C. burmannii adalah menunjukkan sampel mengandung flavonoid.
konsentrasi terkecil dari ekstrak C. burmannii Kuinon terdeteksi keberadaannya di dalam
yang tumbuh koloni E. faecalis lebih sedikit ekstrak kayu manis karena terbentuknya warna
daripada koloni yang terbentuk pada kontrol merah akibat penambahan NaOH 1%.
negatif pada media MHA dan Kadar Bunuh Terbentuknya warna merah setelah pe-
Minimum dari ekstrak C. burmannii adalah nambahan pereaksi Carr Price menunjukkan
konsentrasi terkecil dari ekstrak C. burmannii sampel mengandung triterpenoid (Gambar 2).
yang tidak terdapat pertumbuhan E. faecalis
pada media MHA.25

HASIL PENELITIAN
Ekstraksi Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) dengan Pelarut Etanol
Pada penelitian ini, proses ekstraksi a b c d e f g h
kayu manis dilakukan dengan metode

Gambar 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Kayu


Manis; (a) Saponin, (b) Kuinon, (c)
Polifenol, (d) Tanin, (e) Flavonoid, (f)
Gambar 1. Ekstrak Etanol Kayu Manis Alkaloid (Dragendorf), (g) Alkaloid
(Cinnamomum burmannii) (Burchad), (h) Alkaloid (Mayer)

4
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

(a) Suspensi Bakteri, (b) Larutan Mc.


Hasil Kultur dan Uji Konfirmasi Farland
Enterococcus faecalis Suspensi E. faecalis dibuat dengan cara
Hasil kultur E. faecalis pada media menyetarakan kekeruhan suspense dengan
CHROMAgar VRE Base yang telah diinkubasi larutan Mc. Farland (3 x 108 CFU/ml)
secara anaerob selama 48 jam pada suhu 37°C (Gambar 5).
menunjukkan warna koloni biru kehijauan Setelah itu, dilakukan pengenceran
(Gambar 3). bertingkat dari suspensi E. faecalis tersebut
dan diperoleh hasil seperti yang tertera pada
Tabel 1.

Tabel 1. Data Jumlah Koloni E. faecalis Hasil


Pengenceran Bertingkat

Jumlah Pertumbuhan
Tingkat
Koloni
Pengenceran
(koloni/cawan)
Koloni 10-2 1040
E. faecalis 10-3 630
10-4 70
Gambar 3. Hasil Kultur Enterococcus faecalis 10-5 7
pada Media CHROMAgar VRE Base
10-6 1
10-7 1
Selanjutnya, hasil pewarnaan Gram
pada penelitian ini menunjukkan bahwa koloni 10-8 1
E. faecalis yang terbentuk berwarna ungu
(Gambar 4). Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
pengenceran 10-4 merupakan tingkat
pengenceran yang memenuhi syarat dari
metode Standart Plate Count (SPC) karena
memiliki pertumbuhan bakteri sebanyak 70
koloni/cawan.

Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri


Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) terhadap Pertumbuhan
Enterococcus faecalis
Gambar 4. Hasil Pewarnaan Gram Enterococcus
Pada penelitian ini, pengujian pengaruh
faecalis
ekstrak kayu manis terhadap pertumbuhan
koloni E. faecalis dilakukan pada media MHA
Hasil Pembuatan Suspensi dan
dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
Pengenceran Bertingkat Enterococcus
kali. Hasil dari pengujian ini, pertumbuhan
faecalis
koloni bakteri E. faecalis setelah dibagi
dengan tingkat pengencerannya (10-4) maka
diperoleh jumlah rata-rata pertumbuhan koloni
terbanyak pada kelompok perlakuan dengan
a konsentrasi 1,5% yaitu 299,3 x 104 CFU/ml
b dan pertumbuhan koloni yang paling sedikit
berada pada konsentrasi 7,5% yaitu 6 x 104
CFU/ml, sedangkan pada kelompok kontrol
positif (CHX 2%) tidak terdapat pertumbuhan
koloni bakteri dan pada kelompok kontrol
negatif (akuades) terdapat pertumbuhan
Gambar 5. Hasil Penyetaraan Kekeruhan Suspensi bakteri sebanyak 5470 x 104 CFU/ml. Hasil
dengan Larutan Mc. Farland; selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

5
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Pada penelitian ini, jumlah kelompok perlakuan adalah tujuh kelompok, namun
Tabel 2. Jumlah Koloni E. faecalis setelah Diuji dengan Ekstrak Kayu Manis
Konsentrasi Jumlah Koloni (CFU/ml) Rata-Rata Jumlah Koloni E.
Bahan Uji P1 P2 P3 faecalis (CFU/ml)
Akuades 5776 x 104 5218 x 104 5416 x 104 5470 x 104
CHX 2% 0 0 0 0
1,5% 302 x 104 294 x 104 302 x 104 299,3 x 104
3% 216 x 104 204 x 104 214 x 104 211,3 x 104
4 4
4,5% 46 x 10 34 x 10 44 x 104 41,3 x 104
4 4
6% 22 x 10 34 x 10 26 x 104 27,3 x 104
4 4
7,5% 6 x 10 8 x 10 4 x 104 6 x 104

Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whitney Pengaruh Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) terhadap
Pertumbuhan E. faecalis
Kelompok
1,5% 3% 4,5% 6% 7,5% Akuades CHX 2%
Perlakuan
1,5% - 0,046* 0,046* 0,046* 0,046* 0,046* 0,034*

3% 0,046* - 0,050 0,050 0,050 0,050 0,037*

4,5% 0,046* 0,050 - 0,077 0,050 0,050 0,037*

6% 0,046* 0,050 0,077 - 0,050 0,050 0,037*

7,5% 0,046* 0,050 0,050 0,050 - 0,050 0,037*

Akuades 0,046* 0,050 0,050 0,050 0,050 - 0,037*

CHX 2% 0,034* 0,037* 0,037* 0,037* 0,037* 0,037* -


Keterangan : * = p<0,05 ; terdapat perbedaan bermakna

distribusi data tidak normal dan varians data konsentrasi 1,5% dan kelompok kontrol positif
tidak homogen, dengan nilai p=0,002 terhadap semua konsentrasi dan kelompok
(p<0,05), sehingga tidak memenuhi syarat kontrol, konsentrasi 3%, 4,5%, 6%, 7,5% dan
untuk dilakukan uji one way ANOVA. Oleh kelompok kontrol negatif terhadap konsentrasi
karena itu, digunakan uji non-parametrik yaitu 1,5% dan kelompok kontrol positif (Tabel 3).
uji Kruskal-Wallis sebagai uji alternatif dari
one way ANOVA dengan post hoc yaitu uji PEMBAHASAN
Mann-Whitney. Penelitian ini dimulai dengan
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan pembuatan ekstrak kayu manis (Cinnamomum
nilai p<0,05 yaitu p=0,003, sehingga dapat burmannii) menggunakan metode maserasi.
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang Teknik maserasi dilakukan dengan cara
bermakna antara kelompok perlakuan terhadap melarutkan simplisia dalam suatu pelarut,
pertumbuhan koloni E. faecalis. Oleh karena kemudian pelarut diuapkan menggunakan
itu, hipotesis dari penelitian ini yaitu ekstrak rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak
kayu manis memiliki aktivitas antibakteri kental. Proses esktraksi menggunakan metode
dalam menghambat pertumbuhan E. faecalis maserasi karena metode ini cukup sederhana,
dapat diterima. Sementara itu, hipotesis untuk selain itu pengerjaannya pada suhu kamar
Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar menyebabkan zat aktif yang terkandung dalam
Bunuh Minimum (KBM) dari penelitian ini ekstrak tidak rusak akibat pemanasan tinggi.20
ditolak. Pelarut yang dipilih untuk proses ekstraksi
Sementara itu, hasil uji Mann-Whitney pada penelitian ini adalah etanol 96% karena
menunjukkan bahwa jumlah koloni E. faecalis etanol bersifat inert sehingga tidak bereaksi
memiliki perbedaan bermakna yaitu pada dengan komponen lainnya. Etanol juga mudah

6
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

dipisahkan dengan minyak dalam proses lapisan lipid larut dalam etanol sehingga
destilasi karena memiliki titik didih yang kompleks kristal violet-iodine akan lepas dari
rendah (78,37°C).30 permukaan sel. Pada bakteri Gram-positif
Ekstrak kental hasil ekstraksi diuji hanya terbentuk pori-pori kecil sehingga
kandungan kimianya terlebih dahulu sebelum kompleks kristal violet-iodine yang berwarna
dilakukan pengujian aktivitas antibakteri ungu dapat dipertahankan, sedangkan bakteri
terhadap E. faecalis untuk memastikan Gram-negatif, memiliki banyak lapisan lipid
senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak yang terlarut sehingga membentuk pori-pori
kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang besar dan sel bakteri menjadi tidak
tersebut. Metode pengujian kandungan kimia berwarna. Pemberian safranin yang berwarna
kayu manis yang digunakan pada penelitian ini merah tidak akan berpengaruh pada bakteri
adalah uji fitokimia. Hasil uji fitokimia Gram-positif dan akan menjadi zat pewarna
menunjukkan bahwa ekstrak kayu manis utama bagi bakteri Gram-negatif.30
mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, Selanjutnya dilakukan pengujian
saponin, tanin, polifenol, flavonoid, kuinon aktivitas antibakteri ekstrak kayu manis
dan triterpenoid. terhadap E. faecalis. Metode yang digunakan
Hasil kultur bakteri setelah diinkubasi untuk menentukan aktivitas antibakteri ekstrak
dalam keadaan anaerob selama 48 jam pada kayu manis (Cinnamomum burmannii)
suhu 37°C menunjukkan bahwa bakteri yang terhadap pertumbuhan E. faecalis pada
tumbuh pada media selektif CHROMAgar penelitian ini adalah metode dilusi. Metode
VRE Base adalah E. faecalis. Hal ini terlihat serial dilution adalah proses pengenceran
dari warna yang terbentuk yaitu biru kehijauan bertingkat yang bertujuan untuk memperkecil
yang disebabkan karena CHROMAgar VRE atau mengurangi jumlah mikroba dalam suatu
Base memiliki komponen chromogenic mix cairan.30 Setelah pengenceran bertingkat
yang mengandung x-glucoside sebagai selesai dan diperoleh tingkat pengenceran
chromogen. Chromogen x-glucoside ini yang sesuai dengan syarat metode Standart
digunakan untuk mengidentifikasi E. faecalis Plate Count (SPC), dimana cawan yang dipilih
dengan cara memecah chromogen x-glucoside adalah cawan yang memiliki pertumbuhan
yang ada pada media oleh enzim bakteri berkisar 30–300 koloni/cawan,
β-glukosidase yang dimiliki E. faecalis, suspensi pada tingkat pengenceran tersebut
sehingga menghasilkan warna biru dicampurkan dengan ekstrak yang telah
kehijauan.31 disiapkan sesuai dengan konsentrasi
Tahap selanjutnya adalah pengenceran yang diharapkan untuk dilihat
pengonfirmasian E. faecalis dengan aktivitas antibakteri dari ekstrak.30
pewarnaan Gram. Hasil pewarnaan Gram Pada penelitian ini, hasil uji aktivitas
E. faecalis yang telah dikultur pada media antibakteri ekstrak kayu manis (Cinnamomum
CHROMAgar VRE Base menunjukkan warna burmannii) terhadap pertumbuhan E. faecalis
ungu dengan bentuk kokus berantai pendek. menunjukkan bahwa ekstrak kayu manis
Warna ungu yang terbentuk menunjukkan mampu menghambat pertumbuhan E. faecalis
bahwa E. faecalis merupakan bakteri Gram- pada setiap konsentrasi. Hal ini dibuktikan
positif, hal ini disebabkan karena bakteri dengan menurunnya jumlah koloni E. faecalis
Gram-positif memiliki struktur dinding sel yang tumbuh di setiap konsentrasi perlakuan
yang tebal, mengandung sedikit lapisan lipid jika dibandingkan dengan kontrol negatif.
dan selapis membran sel, sedangkan Gram- Hasil perhitungan rata-rata jumlah koloni
negatif memiliki struktur dinding sel yang tipis E. faecalis yang tumbuh secara berurutan pada
yang berada di antara dua lapis membran sel konsentrasi 1,5%, 3%, 4,5%, 6%, 7,5%,
dan mengandung banyak lapisan lipid. kontrol negatif dan kontrol positif yaitu 299,3
Pemberian kristal violet menyebabkan seluruh x 104 CFU/ml, 211,3 x 104 CFU/ml, 41,3 x 104
permukaan bakteri terwarnai, baik bakteri CFU/ml, 27,3 x 104 CFU/ml, 6 x 104 CFU/ml,
Gram-positif maupun Gram-negatif. 5470 x 104 CFU/ml dan 0 CFU/ml.
Penambahan lugol’s iodine akan menghasilkan Hasil uji statistik Mann-Whitney pada
ikatan kristal violet dengan iodine yang akan penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah
meningkatkan kemampuan pengikatan zat koloni E. faecalis memiliki perbedaan
warna oleh bakteri. Penetesan etanol 96% bermakna antara kelompok perlakuan dengan
menyebabkan terbentuknya pori-pori karena kontrol positif yaitu konsentrasi 1,5% – CHX

7
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

2% (p=0,034), konsentrasi 3% – CHX 2% sehingga menyebabkan ketidakstabilan fungsi


(p=0,037), konsentrasi 4,5% – CHX 2% pengendalian susunan protein dari sel
(p=0,037), konsentrasi 6% – CHX 2% bakteri.35,36 Flavonoid berfungsi sebagai
(p=0,037) dan konsentrasi 7,5% – CHX 2% antibakteri dengan cara membentuk senyawa
(p=0,037). Dapat disimpulkan bahwa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang
kelompok perlakuan dari semua konsentrasi mengganggu integritas membran sel bakteri.
memiliki perbedaan bermakna terhadap Kuinon mampu membentuk kompleks dengan
CHX 2%. asam amino sehingga protein bakteri
Hasil uji statistik Kruskal-Wallis pada kehilangan fungsi. Triterpenoid akan berikatan
penelitian ini memperoleh nilai p=0,003 dengan lemak dan karbohidrat menyebabkan
(p<0,05), menunjukkan ekstrak kayu manis permeabilitas membran sel bakteri
memiliki perbedaan bermakna terhadap terganggu.37 Akuades digunakan sebagai
pertumbuhan E. faecalis. Hal ini sesuai dengan kontrol negatif tidak memiliki zat antibakteri
salah satu hipotesis penelitian ini bahwa sehingga tidak mempunyai daya hambat yang
ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmannii) menyebabkan E. faecalis dapat tumbuh bebas
memiliki aktivitas antibakteri terhadap dengan jumlah koloni yang tumbuh lebih
pertumbuhan E. faecalis, akan tetapi hipotesis banyak dibandingkan dengan jumlah koloni
untuk Kadar Hambat Minimum (KHM) dan pada kelompok perlakuan. CHX 2%
Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari penelitian digunakan sebagai kontrol positif karena
ini ditolak karena pada penelitian ini KHM diketahui memiliki aktivitas antibakteri
ditemukan pada konsentrasi 1,5% dan tidak spektrum luas terhadap pertumbuhan bakteri
ditemukan adanya KBM. Hal ini diduga aerob dan anaerob, baik Gram-positif maupun
karena interval perbedaan konsentrasi terlalu Gram-negatif serta Candida albicans.30
kecil. Dari penelitian ini, dapat disimpulkanm
Aktivitas antibakteri ditunjukkan bahwa C. burmannii memiliki aktivitas
dengan adanya hasil positif pada uji fitokimia antibakteri berupa kemampuan dalam
terhadap senyawa alkaloid, saponin, tanin, menghambat pertumbuhan E. faecalis.
polifenol, flavonoid, kuinon dan triterpenoid.
Penelitian yang dilakukan oleh Shan dkk KESIMPULAN
(2007) menunjukkan bahwa C. burmannii Ekstrak kayu manis (Cinnamomum
memiliki efek antibakteri terhadap burmannii) memiliki aktivitas antibakteri
pertumbuhan Bacillus cereus, Listeria berupa kemampuan dalam menghambat
monocytogenes, Staphylococcus aureus, pertumbuhan E. faecalis dengan jumlah koloni
Escherichia coli dan Salmonella anatum yang terbanyak ditemukan pada konsentrasi 1,5%
merupakan bakteri Gram-postif dan Gram- yaitu 299,3 x 104 CFU/ml dan jumlah koloni
negatif.21 Penelitian yang dilakukan oleh paling sedikit ditemukan pada konsentrasi
Magetsari (2013) menunjukkan bahwa 7,5% yaitu 6 x 104 CFU/ml. Kadar Hambat
C. burmannii memiliki sifat antimikrobial Minimum (KHM) dari penelitian ini untuk
terhadap S. epidermidis.23 Hasil penelitian ini pertumbuhan E. faecalis berada pada
dan beberapa penelitian sebelumnya juga telah konsentrasi 1,5% dan tidak ditemukan adanya
membuktikan bahwa kayu manis Kadar Bunuh Minimum (KBM).
(Cinnamomum burmannii) memiliki aktivitas
antibakteri karena memiliki senyawa aktif DAFTAR PUSTAKA
berupa alkaloid, saponin, tanin, polifenol, 1. European Society of Endodontology.
flavonoid, kuinon dan triterpenoid. Sifat basa Quality guidelines for endodontic
alkaloid akan mempengaruhi tekanan osmotik treatment: consensus report of the
antara bakteri dengan lingkungan hidupnya.32 European Society of Endodontology. Intl
Saponin memiliki kemampuan dalam Endo J 2006; 39:921-930.
membentuk busa dan menghemolisis darah.33 2. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip &
Tanin berperan sebagai antibakteri dengan Praktik Ilmu Endodonsia, edisi 3. Jakarta:
cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi EGC. 2008: hal 1, 258.
enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi 3. Pizzo G, Giammanco GM, Cumbo E,
materi genetik bakteri.34 Polifenol merupakan Nicolosi G, Gallina G. In vitro
senyawa golongan dari fenol yang berperan antibacterial activity of endodontic
merusak membran sitoplasma bakteri,

8
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

sealers. Journal of Dentistry 2006; 34: endodontic disease. Crit Rev Oral Bio
35-40. Med 2004; 15(5):308-320.
4. Estrela C, Sydney GB, Figueiredo JAP, 15. Mulyawati E. Peran bahan disinfeksi pada
Estrela CRDA. Antibacterial efficacy of perawatan saluran akar. Maj Ked Gi
intracanal medicaments on bacterial 2011; 18(2): 205-209.
biofilm: a critical review. J Appl Oral Sci 16. Oktaviani W. Perbedaan Efektivitas Daya
2009; 17(1):1-7. Antibakteri antara Klorheksidin
5. Dumani A, Yoldas O, Yilmaz S, Akcimen Diglukonat 2% dengan Berbagai
B, Seydaoglu G, Kipalev A, et.al. In vitro Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah
suspectibility of E. faecalis and C. Mahkota Dewa (Phaleriamacrocarpa
albicans isolates from apical periodontitis [Scheff.] Boerl) (tinjauan terhadap E.
to common antimicrobial agents, faecalis). Yogyakarta: Universitas
antibiotics and antifungal medicaments. J Muhammadiyah. 2012.
Clin Exp Dent 2012; 4(1):1-7. 17. Dhubiab BEA. Pharmaceutical
6. Gomes BPFA, Souza SFC, Ferraz CCR, applications and phytochemical profile of
Teixeira FB, Zaia AA, Valdrighi L, Cinnamomum burmannii. Pubmed 2012;
Souza-Filho FJ. Effectiveness of 2% 6(12):125-131.
chlorhexidine gel and calcium hydroxide 18. Inna M, Atmania N, Prismasari S.
against E. faecalis in bovine root dentine Potential use of Cinnamomum burmannii
in vitro. Int Endo J 2003; 36:267-275. essential oil-based chewing gum as oral
7. Daulay HH. Aktivitas Antibakteri Ekstrak antibiofilm agent. Journal of Dentistry
Propolis Alami dari Sarang Lebah Indonesia 2010; 17(3):80-86.
terhadap Pertumbuhan Enterococcus 19. Rachma LN. Daya anti fungal dekok kayu
faecalis. Banda Aceh: Universitas Syiah manis (Cinnamomum burmannii)
Kuala. Skripsi 2013; hal 4. terhadap C. albicans secara in vitro. El-
8. Suchitra U, Kundabala. M. Enterococcus Hayah 2012; 3(1):29-34.
faecalis: an endodontic pathogen. Ind End 20. Apriani R. Uji Penghambatan Aktivitas
Soc 2006; 18(2):11-13. α-Glukosidase dan Identifikasi Golongan
9. Patidar RK, Gupta MK, Singh V. Senyawa dari Fraksi yang Aktif pada
Phenotypic detection of virulence traits Ekstrak Kulit Batang Cinnamomum
and antibiotic susceptibility of endodontic burmannii (Nees & T.Ness) blume.
Enterococcus faecalis isolated. American Depok: Universitas Indonesia. Skripsi
Journal of Microbiological Research 2012.
2013; 1(1):4-9. 21. Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H.
10. Halkai R, Hegde MN, Halkai K. Antibacterial properties and major
Enterococcus faecalis can survive bioactive components of cinnamon stick
extreme challenges – overview. Nitte (Cinnamomum burmannii): activity
University Journal of Health Science against foodborne pathogenic bacteria.
2012; 2(3):49-53. Journal of Agricultural and Food
11. Kim SH, Chang SW, Baek SH, Han SH, Chemistry 2007; 55(14):5484-5490.
Lee Y, et al. Antimicrobial effect of 22. Rajsekhar S, Kuldeep B, Chandaker A,
alexidine and chlorhexidine against Upmanyu N. Spices as antimicrobial
E. faecalis Infection. International agents: a review. International Research
Journal of Oral Science 2013; 5: 26-31. Journal of Pharmacy 2012; 3(2).
12. Chai WL, Hamimah H, Cheng SC, 23. Magetsari R. Effectiveness of cinnamon
Sallam AA, Abdullah M. Susceptibility of oil coating on K-wire as an antimicrobial
E. faecalis biofilm to antibiotics and agent against Staphylococcus epidermidis.
calcium hydroxide. Journal of Oral Malaysian Orthopaedic Journal 2013;
Science 2007; 49(2):161-166. 7(4).
13. Evans M, Davies JK, Sundgvist G, Figdor 24. Tim Mikrobiologi FKH UNSYIAH. Buku
D. Mechanisms involved in the resistance Ajar Mikrobiologi. Banda Aceh:
of E. faecalis to calcium hydroxide. Int Universitas Syiah Kuala. 2012: hal 58.
Endod J 2002; 35(3):221-228. 25. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar.
14. Kayaoglu G, Ørstavik D. Virulence Purwokerto: Laboratorium Mikrobiologi
factors of E. faecalis: relationship to Universitas Jendral Sudirman, 2008.

9
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

26. Tarigan JB, Zuhra CF, Sihotang H.


Skrinning fitokimia tumbuhan yang
digunakan oleh pedagang jamu gendong
untuk merawat kulit wajah di kecamatan
Medan Baru. Jurnal Biologi Sumatera
2008; 3(1):1-6.
27. Mustikasari K, Ariyani D. Skrinning
fitokimia ekstrak methanol biji kalangkala
(Litsea angulata). Sains dan Terapan
Kimia 2010; 4(2):131-136.
28. Tim Asisten Kimia Organik. Penuntun
Praktikum Kimia Bahan Alam Laut.
Laboratorium Pendidikan Kimia FKIP
Unsyiah. 2013: 3-9.
29. Kudom AA, Mensah BA, Botchey MA.
Aqueous neem extract versus neem
powder on Culex quinque fasciatus
implications for control in anthropogenic
habitats. J Insect Sci 2011; 11(142):1-9.
30. Hegde MN, Niaz F. Case reports on the
clinical use of calcium hidroxide points as
intracanal medicament. Endodontology. p.
23-27.
31. Fava LRG, Saunders WP. Calcium
hydroxide pastes : classification and
clinical indications. International
Endodontic Journal 1999; 32: 257-282
32. Radeva E, Indjov B, Vacheva R.
Antibacterial activity of intaracanal
medicaments against bacterial isolates in
cases of acute periapical periodontitis
(nonexudatiive form). Journal of IMAB.
2005; 34-37.
33. Anonymous. Enterococcus faecalis.
Available at: http://microbewiki.kenyon.
edu/index.php/Enterococcus_faecalis,
Accessed on August 21st, 2013.
34. Silva FB, Almeida JM, Sousa SMG.
Natural medicaments in endodontics – a
comparative study of the inflamatory
action. Braz Oral Res. 2004; 18(2):
174-179.
35. Wang Q, Zhang CF, Chu CH, Zhu XF.
Prevalence of E. faecalis in saliva and
filled root canal of teeth associated with
apical periodontitis. Int J Oral Sci 2012;
4:19-23.
36. Mathew S, Boopathy. Enterococcus
faecalis – an endodontic challenge. J Ind
Aca Dent Spec 2010; 1(4):46-48.
37. Bergenholtz G, Horsted-Bindslev P, Relt
C. Textbook of Endodontology. 2nd ed.
United Kingdom: Wiley-Blackwell. 2010:
p. 175, 193, 301.

10
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PERBEDAAN EFEKTIFITAS MENYIKAT GIGI DENGAN


METODE ROLL DAN HORIZONTAL PADA ANAK
USIA 8 DAN 10 TAHUN DI MEDAN

Ayudia Rifki*, T. Hermina**


*
Staf Pengajar Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsyiah
**
Staf Pengajar Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU

ABSTRAK
Penyebab utama terjadinya penyakit karies gigi dan periodontal adalah plak. Plak dapat dibersihkan
dengan cara menyikat gigi. Salah satu yang mempengaruhi keberhasilan penyikatan gigi adalah
metode penyikatan gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perbedaan penurunan indeks
plak pada anak umur 8 dan 10 tahun dengan penyikatan gigi metode roll dan horizontal. Rancangan
penelitian ini adalah eksperimental sederhana, yaitu pre and post test design. Sampel penelitian ini
adalah anak usia 8 dan 10 tahun dari SDN 060880 Medan, anak usia 8 tahun sebanyak 40 orang dan
anak usia 10 tahun sebanyak 40 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang
bermakna antara menyikat gigi dengan metode roll dan horizontal terhadap penurunan indeks plak
pada anak usia 8 tahun begitu juga pada anak usia 10 tahun (p<0,05). Penurunan indeks plak pada
metode horizontal lebih besar daripada metode roll. Kemampuan menyikat gigi pada anak usia 10
tahun lebih baik daripada anak usia 8 tahun. Anak usia 8 dan 10 tahun lebih efektif menyikat gigi
dengan metode horizontal. Pemilihan metode menyikat gigi harus disesuaikan dengan usia dan
motorik anak.

Kata kunci: Karies, plak, metode roll, metode horizontal

ABSTRACT
The main cause of dental caries and periodontal disease is plaque. Plaque can be cleaned by brushing
teeth. One that affects the success of tooth brushing is a method of brushing teeth. The aim of this
study was to analyze the differences decrease plaque index in children aged 8 and 10 years old with
teeth brushing and horizontal roll method. This was an experimental study design is simple, namely
pre and post test design. Samples were children aged 8 and 10 years of SDN 060880 Medan, children
aged 8 years as many as 40 people and children aged 10 years as many as 40 people. The results
showed that significant difference between brushing with horizontal roll and a method to decrease
plaque index in children 8 years of age as well as in children aged 10 years (p<0.05). A decrease in
the plaque index on horizontal methods of outweight the roll method. Ability brushing teeth in
children aged 10 years better than children aged 8 years. Children aged 8 and 10 years are more
effective brushing with horizontal method. Selection method of brushing the teeth should be tailored
to the age and the child's motor.

Key words: Caries, plaque, roll method, horizontal method

11
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN kesehatan gigi dan mulut juga dipengaruhi


Kondisi kesehatan gigi dan mulut di oleh faktor penggunaan alat, metode menyikat
Indonesia masih sangat memprihatinkan gigi, lamanya menyikat gigi serta frekuensi
sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dan waktu penyikatan gigi yang tepat.8
dari tenaga kesehatan. Hal ini terlihat bahwa
penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh BAHAN DAN METODE
90% penduduk Indonesia.1 Berdasarkan Alat yang digunakan adalah sikat gigi,
laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga tiga serangkai, masker, sarung tangan, model
(SKRT) DepKes RI 2001, di antara penyakit gigi dan gelas kumur sedangkan bahan yang
yang dikeluhkan dan yang tidak dikeluhkan, digunakan adalah kapas, dettol/antiseptik,
prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah pasta gigi dan disclosing solution.
tertinggi meliputi 60% penduduk. Karies gigi Cara kerja: Penelitian dilaksanakan pada
dan penyakit periodontal merupakan penyakit dua kali kunjungan untuk umur 8 tahun dan
yang paling banyak dijumpai di rongga mulut dua kali kunjungan untuk umur 10 tahun.
sehingga merupakan masalah utama kesehatan Kunjungan pertama pengajaran metode sikat
gigi dan mulut.2 Karies gigi dan penyakit gigi, pertemuan kedua dilakukan pemeriksaan
periodontal dapat dicegah melalui penerapan plak gigi sebelum dan sesudah penyikatan gigi
kebiasaan memelihara kesehatan gigi dan dengan metode yang telah diajarkan. Orang
mulut pada anak sejak dini dan secara tua anak diberikan surat yang berisikan cara
kontinu.3 Di Indonesia sebanyak 89% anak di menyikat gigi dengan metode roll dan
bawah 12 tahun menderita penyakit gigi dan horizontal dan jadwal sikat gigi anak, untuk
mulut. Penyakit gigi dan mulut, akan sangat mengontrol anak dalam menyikat gigi. Sampel
berpengaruh pada derajat kesehatan, proses yang telah diperoleh dikelompokkan
tumbuh kembang bahkan masa depan anak. berdasarkan umur 8 dan 10 tahun, kemudian
Anak-anak rawan kekurangan gizi. Rasa sakit masing masing kelompok umur dibagi menjadi
pada gigi dan mulut jelas menurunkan selera dua kelompok, kelompok I mendapatkan
makan mereka. Dampak lainnya, kemampuan pengajaran menyikat gigi dengan metode roll
belajar mereka pun turun sehingga jelas akan dan kelompok II mendapatkan pengajaran
berpengaruh pada prestasi belajar hingga menyikat gigi dengan metode horizontal.
hilangnya masa depan anak.4 Karies gigi dan Sebelum dilakukan penelitian, kalibrasi
radang gusi (gingivitis) merupakan penyakit dilakukan pemeriksa untuk penyamaan
gigi dan jaringan pendukung gigi yang banyak persepsi gambaran skor plak yang digunakan.
dijumpai pada anak-anak sekolah dasar di
Indonesia, serta cenderung meningkat setiap TEMPAT PENELITIAN
dasawarsa.5 Penyebab utama terjadinya Lokasi penelitian adalah di SDN 060880
penyakit karies dan periodontal adalah plak. Medan, yang ditentukan berdasarkan data anak
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri usia 8 dan 10 tahun berdasarkan penyikatan
atas kumpulan mikroorganisme yang gigi dengan metode roll dan horizontal.
berkembang biak di atas suatu matriks yang Populasi yang diambil dalam penelitian ini
terbentuk dan melekat erat pada permukaan dilakukan pada anak usia 8 dan 10 tahun di
gigi yang tidak dibersihkan.6 Plak sangat tipis, SDN 060880 Medan.
baru terlihat setelah dilakukan pewarnaan, dan
plak tidak dapat dibersihkan hanya dengan
berkumur-kumur, semprotan air atau udara, HASIL PENELITIAN
tetapi plak dapat dibersihkan secara mekanis Hasil Perhitungan Nilai Mean Indeks Plak
yaitu membersihkan plak dengan menyikat Sebelum Penyikatan Gigi
gigi.7 Menyikat gigi sebagai salah satu Hasil penelitan menunjukkan rata-rata
kebiasaan dalam upaya menjaga kesehatan indeks plak sebelum penyikatan gigi anak usia
gigi dan mulut anak dibutuhkan selama proses 8 tahun antara metode roll dan horizontal
sosialisasi dan sebaiknya dilakukan sejak usia terlihat tidak adanya perbedaan yang
dini. Peran serta orang tua diperlukan dalam bermakna (p>0,005), dan pada anak usia
membimbing, memberikan pengertian, 10 tahun rata-rata indeks plak sebelum
mengingatkan, serta menyediakan fasilitas penyikatan gigi antara metode roll dan
agar anak dapat memelihara kesehatan gigi horizontal juga tidak terlihat ada perbedaan
dan mulutnya.3,8 Keberhasilan pemeliharaan yang bermakna (p>0,005) (Tabel 1).

12
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 1. Rata-rata indeks plak sebelum penyikatan gigi pada kelompok umur 8 dan 10 tahun
Indeks Plak Sebelum
Jumlah Penyikatan Gigi
Umur Metode p
Sampel (N)
X ± SD
Roll 20 3,96 ± 0,73
8 tahun 0,527
Horizontal 20 4,09 ± 0,54
Roll 20 4,15 ± 0,41
10 tahun 0,620
Horizontal 20 4,10 ± 0,28

Tabel 2. Hasil pengukuran indeks plak sebelum dan sesudah penyikatan gigi pada anak umur 8 dan 10 tahun
Indeks Plak
Jumlah Sebelum Sesudah
Umur Metode p
Sampel (N) Menyikat Gigi Menyikat Gigi
X ± SD X ± SD
Roll 20 3,96 ± 0,73 2,53 ± 0,59 0,0001*
8 tahun
Horizontal 20 4,09 ± 0,54 1,48 ± 0,39 0,0001*
Roll 20 4,15 ± 0,41 1,86 ±0,65 0,0001*
10 tahun
Horizontal 20 4,10 ± 0,28 1,16 ±0,38 0,0001*
* Terdapat perbedaan yang bermakna pada p<0,05

Tabel 3. Penurunan rata-rata indeks plak pada anak umur 8 dan 10 tahun dengan metode roll dan horizontal

Jumlah Penurunan Indeks Plak


Umur Metode p
Sampel (N) X ± SD
Roll 20 1,43 ± 0,28
8 tahun 0,0001*
Horizontal 20 2,61 ± 0,46
Roll 20 2,29 ± 0,40
10 tahun 0,0001*
Horizontal 20 2,93 ± 0,44
* Terdapat perbedaan yang bermakna pada p<0,05

Hasil Pengukuran Indeks Plak Sebelum dan perbedaan yang bermakna pada p=0,0001
Sesudah Penyikatan Gigi antara metode roll dan horizontal anak usia
Hasil analisis statistik dengan uji-t 8 dan 10 tahun (Tabel 3) penurunan indeks
berpasangan, indeks plak sebelum dan sesudah plak lebih besar pada metode horizontal dari
penyikatan gigi pada anak 8 tahun pada pada metode roll.
metode roll menunjukkan perbedaan yang
bermakna (p<0,05), demikian juga pada Hasil Perhitungan Penurunan Rata-Rata
metode horizontal, indeks plak sebelum dan Indeks Plak pada Metode Roll dan
sesudah penyikatan gigi menunjukkan Horizontal antara Anak Umur 8 dan 10
perbedaan yang bermakna (p<0,05). Pada anak Tahun
umur 10 tahun dengan metode roll Hasil analisis secara statistik dengan
menunjukkan perbedaan yang bermakna uji-t tidak berpasangan menunjukkan adanya
(p<0,05), demikian juga pada metode perbedaan penurunan indeks plak antara anak
horizontal, indeks plak sebelum dan sesudah usia 8 dan 10 tahun yang menyikat gigi
penyikatan gigi menunjukkan perbedaan yang dengan metode roll dan horizontal dan terlihat
bermakna (p<0,05) (Tabel 2). adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05)
(Tabel 4).
Hasil Pengukuran Penurunan Rata-Rata
Indeks Plak pada Anak Umur 8 dan 10 PEMBAHASAN
Tahun antara Metode Roll dan Horizontal Hasil penelitian pada Tabel 1
Hasil analisis secara statistik dengan memperlihatkan rata-rata indeks plak awal
uji-t tidak berpasangan menunjukkan adanya dilihat dari kelompok umur 8 dan 10 tahun,

13
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hal ini menunjukkan
Tabel 4. Penurunan rata-rata indeks plak pada metode roll dan horizontal antara anak umur 8 dan 10 tahun

Jumlah Penurunan Indeks Plak


Metode Umur p
Sampel (N) X ± SD
8 tahun 20 1,43 ± 0,28
Roll 0,0001*
10 tahun 20 2,29 ± 0,40
8 tahun 20 2,61 ± 0,46
Horizontal 0,028*
10 tahun 20 2,93 ± 0,44
* Terdapat perbedaan yang bermakna pada p<0,05

bahwa populasi yang homogen, mempunyai pada permukaan bukal dan lingual, kemudian
indeks plak awal yang sama. Hasil analisis digerakkan kebelakang dan kedepan dengan
dengan uji-t berpasangan pada Tabel 2 gerakan menggosok. Metode ini sederhana,
menunjukkan adanya perbedaan yang mudah ditiru dan dilatih pada anak. Berbeda
bermakna antara rata-rata indeks plak sebelum dengan metode roll, teknik ini meletakkan
dan sesudah penyikatan gigi baik pada metode sikat gigi pada daerah rahang dengan bulu
roll maupun metode horizontal pada anak sikat yang terletak pada mukosa alveolar,
umur 8 dan 10 tahun (p<0,05). Sehingga dapat menghadap keluar dari permukaan oklusal.
dikatakan kedua metode tersebut dapat Sisi-sisi sikat menekan attach gingival dan
menghilangkan plak dengan efektif, baik pada daerah sulkus, kemudian bulu sikat diputar
anak umur 8 tahun maupun 10 tahun. Hasil melewati gingival kearah oklusal dengan tetap
analisis dengan uji-t tidak berpasangan pada mempertahankan sisi sikat menyapu daerah
Tabel 3, anak umur 8 tahun menunjukkan embrasure, apabila daerah bukal telah disikat,
penurunan indeks plak pada pada metode penyikatan dapat dilanjutkan kedaerah lingual
horizontal sebesar 2,61 dengan standar deviasi dan diulangi untuk seluruh rahang.
0,46 lebih besar daripada penurunan indeks Selanjutnya permukaan oklusal disikat dengan
plak rata-rata pada penyikatan gigi dengan gerakan kedepan dan kebelakang.
metode roll sebesar 1,43 dengan standar Penyikatan gigi dengan metode roll
deviasi 0,28. lebih sulit daripada metode horizontal dalam
Kedua metode ini menunjukkan pelaksanaannya. Karena itu anak umur 8 dan
perbedaan yang bermakna (p<0,05). Demikian 10 tahun lebih dapat membersihkan plak
juga pada anak umur 10 tahun, penurunan dengan metode yang lebih mudah yaitu
indek plak rata-rata pada penyikatan gigi metode horizontal. Hasil penelitian ini berbeda
metode horizontal sebesar 2,93 dengan standar dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
deiasi 0,44 lebih besar daripada penurunan Natalia Ekaputri dan Sri Lestari yang
indeks plak rata-rata pada penyikatan gigi menunjukkan penurunan indeks plak pada
dengan metode roll sebesar 2,29 dengan teknik roll lebih besar dibandingkan teknik
standar deviasi 0,40. Kedua metode ini pada horizontal.15 Perbedaan ini dapat disebabkan
usia 10 tahun juga menunjukkan perbedaan karena perbedaan umur anak yang dijadikan
yang bermakna (p<0,05). Ini sesuai dengan sampel penelitian, pada penelitian sebelumnya
hasil penelitian Anaise dan pendapat Tan HH sampel yang diambil berusia 12–14 tahun.
yang menunjukkan bahwa teknik horizontal Kemampuan motorik dan intelektual anak
dianggap sebagai teknik tebaik untuk umur 12–14 tahun lebih baik daripada anak
menghilangkan plak dan mudah ditiru atau umur 8 dan 10 tahun. Hasil penelitian ini
dipelajari oleh anak.12,13 Dan satu cara menunjukkan metode menyikat gigi dapat
menyikat gigi yang diusulkan pada kegiatan berpengaruh terhadap penyingkiran plak, oleh
UKGS adalah menyikat gigi secara horizontal karena itu pemilihan metode menyikat gigi
dengan gerakan pendek-pendek sepanjang tepi perlu diketahui oleh anak dan orang tua,
gusi, sehingga anak-anak mudah sehingga dengan pemilihan metode yang tepat
melakukannya.14 hasil penyingkiran plak dapat lebih optimal.
Perbedaan penurunan indeks plak pada Hasil analisis dengan uji-t pada Tabel 4
penyikatan gigi metode horizonatal lebih besar menunjukkan pada teknik roll penurunan
daripada metode roll, karena pada metode indeks plak umur 10 tahun sebesar 2,29
horizontal, sikat ditempatkan secara horizontal dengan standar deviasi 0,40 lebih besar

14
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

dibandingkan penurunan indeks plak pada 2. Adanya perbedaan yang bermakna antara
anak umur 8 tahun, sebesar 1,43 dengan menyikat gigi dengan metode roll dan
standar deviasi 0,28, dan menunjukkan horizontal terhadap penurunan indeks plak
perbedaan yang bermakna (p<0,05). Demikian pada anak usia 10 tahun, penurunan rata-
juga pada teknik horizontal, penurunan plak rata indeks plak pada metode horizontal
pada anak usia 10 tahun sebesar 2,93 dengan lebih besar dari dibandingkan pada metode
standar deviasi 0,44 lebih besar dibandingkan roll.
penurunan plak pada anak usia 8 tahun sebesar 3. Adanya perbedaan yang bermakna antara
2,61 dengan standar deviasi 0,46, dan juga anak umur 8 dan 10 tahun terhadap
menunjukkan perbedaan yang bermakna penurunan indeks plak baik pada
(p<0,05) penyikatan gigi dengan metode roll
Penurunan indeks plak anak usia maupun horizontal. Penurunan rata-rata
10 tahun lebih besar dibandingkan pada anak indeks plak pada anak usia 10 tahun lebih
usia 8 tahun pada metode roll maupun besar daripada anak usia 8 tahun.
horizontal kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan kemampuan motorik anak yang SARAN
berbeda. Ini didukung oleh penelitian John H. 1. Hasil penelitian ini didapati metode yang
Unkel dkk menyatakan umur kronologis dapat menurunkan indeks plak paling besar
merupakan prediktor yang beralasan untuk pada anak umur 8 dan 10 tahun adalah
kemampuan menyikat gigi. Pada anak usia metode horizontal, kemungkinan hasil ini
lebih muda dari umur 10 tahun, kurang masih depengaruhi oleh kebiasaan anak
memiliki kemampuan keterampilan fisik untuk yang menyikat gigi dengan metode
menyikat gigi. Keterampilan menyikat gigi horizontal. Disarankan dilakukan penelitian
lebih baik pada anak mendekati dewasa sekitar lebih lanjut dengan waktu penyuluhan yang
umur 10 tahun.16 Pada penelitian ini anak lebih lama dan kontrol yang ketat oleh
umur 10 tahun memiliki keterampilam fisik peneliti pada anak sehingga anak bisa
yang lebih baik dibandingkan anak umur melatih gerakan menyikat gigi dengan
8 tahun. Hasil penelitian ini juga menunjukkan metode roll dengan benar.
selain metode menyikat gigi dapat 2. Kepada peneliti selanjutnya disarankan
berpengaruh terhadap penyingkiran plak, melakukan penyuluhan yang berulang agar
faktor usia juga sangat berpengaruh terhadap dapat mengetahui perbedaan efektifitas
kemempuan anak dan penyikatan gigi, penurunan plak setelah penyuluhan metode
semakin meningkat umur anak semakin baik penyikatan gigi yang berulang.
kemampuan motoriknya dan semakin baik 3. Melakukan penelitian lebih lanjut
pula gerakan dalam penyikatan gigi. Oleh mengenai efektifitas metode penyikatan
karena itu pemilihan metode menyikat gigi gigi dengan metode yang lain, agar dapat
perlu diketahui, sesuai dengan kemampuan melihat metode penyikatan gigi yang
motorik dan umur anak sehingga dengan efektif pada anak pada usia tertentu.
pemilihan metode yang tepat hasil
penyingkiran plak dapat lebih optimal. Dengan DAFTAR PUSTAKA
demikian kebersihan mulut juga lebih baik. 1. Anita S, Liliwati. Pengaruh frekuensi
menyikat gigi terhadap tingkat kebersihan
KESIMPULAN gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar
Berdasarkan hasil penelitian perbedaan negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya
efektifitas menyikat gigi dengan metode roll Samarinda Propinsi Kalimantan Timur.
dan horizontal tehadap pengurangan plak anak Dentika Dent J 2005; 10(1):22.
usia 8 an 10 tahun di Sekolah Dasar Negeri 2. Situmorang N. Dampak karies gigi dan
060880 Medan disimpulkan bahwa: penyakit periodontal terhadap kualitas
1. Adanya perbedaan yang bermakna antara hidup. Pidato pengukuhan jabatan guru
menyikat gigi dengan metode roll dan besar tetap USU 2005; 3-4.
horizontal terhadap penurunan indeks plak 3. Riyanti E. Pengenalan dan perawatan
pada anak usia 8 tahun, penurunan rata-rata kesehatan gigi anak sejak dini. Seminar
indeks plak pada metode horizontal lebih sehari kesehatan psikologi anak 2005.
besar dari dibandingkan pada metode roll. 4. Zatnika I. 89% Anak menderita penyakit
gigi dan mulut. Available at: http://www.

15
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

depkes.go.id/inex.php?option=article&ite 17. Praktiknya AW. Dasar-dasar metodologi


mid=3, Accessed on August 25th, 2009. penelitian kedokteran dan kesehatan.
5. Dwiati L. Pengaruh model pencegahan Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008:
karies gigi dan gingivitis terhadap status 70, 129-132.
kesehatan gigi anak sekolah dan efisiensi
sumber daya program UKGS di Provinsi
DKI Jakarta tahun 2002. Available at:
http://www.pdpersi.co.id/?show=mail,
Accessed on August 25th, 2009.
6. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan
mulut sehat. Medan: USU Press. 2008:
5-6, 28-29, 74-81.
7. Farani W, Sudarso ISR. Pengaruh
perbedaan menyikat gigi dengan metode
horizontal dan vertikal terhadap
pengurangan plak pada anak perempuan
usia 12 tahun. Dentika Dent J 2008;
13(2):108-111.
8. Riyanti E, Chemiawan E, Rizalda RA.
Hubungan pendidikan penyikatan gigi
dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut
siswa-siswi sekolah dasar Islam terpadu
(SDIT) Imam Bukhari. Bandung, 2005:
1-8.
9. Octiara E., Rosnawi Y. Karies gigi, oral
higiene dan kebiasaan membersihkan gigi
pada anak-anak panti Karya Pungai di
Binjai. Dentika Dental J 2001; 6(1):
18-23.
10. Situmorang N. Perilaku pencarian
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan
gigi pengunjung poliklinik gigi
puskesmas di dua kecamatan Kota
Medan. Dentika Dent J 2005; 10 (1):1-7.
11. Forrest JO. Pencegahan penyakit mulut.
Alih bahasa: Yuwono L. Hipokrates.
1993.
12. McDonald RE, Avery DR. Dentistry for
the Child and Adolescent. 8th ed. St Louis:
Mosby. 2004: 239-248
13. Tan HH. Ilmu kedoktern gigi pencegahan.
Alih bahasa: Suryo S. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press. 1993: 275-298.
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
pelaksanaan usaha kesehatan gigi
sekolah. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI. 1996.
15. Ekaputri N, Lestari S. Perbedaan
efektivitas penyikatan gigi antara teknik
roll dan horizontal scubbing terhadap
penyingkiran plak. MI Kedokteran Gigi
2003; 18(53):93-97.
16. Unkel JH, dkk. Toothbrushing ability is
related to age in children. Journal of
dentistry for children 1995; 346.

16
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN KELAHIRAN BAYI PREMATUR


BERBERAT BADAN LAHIR RENDAH DITINJAU DARI ASPEK DESTRUKSI
PERIODONTAL

Khairiyah Ulfah*, Irma Ervina**


*
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
**
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Kelahiran bayi prematur berberat badan lahir rendah merupakan masalah kesehatan masyarakat baik
di negara maju maupun negara berkembang. Kejadian bayi berat badan lahir rendah di Indonesia
tahun 2003 sebesar 90 per 1000 kelahiran. Kelahiran prematur ini meningkatkan risiko angka
kematian dan kesakitan bayi, yang mencakup ketidakmampuan perkembangan saraf, kelemahan
kognitif, masalah pernafasan, anomali kongenital dan gangguan tingkah laku. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara periodontitis dengan kelahiran bayi prematur BBLR khususnya
ditinjau dari aspek destruksi periodontal dan perbedaan tingkat destruksi periodontal antara ibu yang
melahirkan bayi prematur BBLR dengan ibu yang melahirkan bayi normal. Penelitian dilakukan
secara observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil dari
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi, Rumah Sakit Umum Haji,
Klinik Bersalin Tri Putri, dan Klinik Bersalin Yakin Sehat dengan total sampel 45 orang, terdiri dari
ibu yang melahirkan bayi prematur BBLR sebanyak 17 orang dan ibu yang melahirkan bayi normal
sebanyak 28 orang. Pemeriksaan gigi meliputi kedalaman saku dan kehilangan perlekatan klinis
dengan menggunakan prob dan kaca mulut dengan pencahayaan senter. Tidak ada hubungan antara
periodontitis dengan kelahiran bayi prematur BBLR dan terdapat perbedaan tingkat destruksi
periodontal antara ibu yang melahirkan bayi prematur BBLR dan ibu yang melahirkan bayi normal.
Rata-rata kedalaman saku ibu yang melahirkan bayi prematur BBLR lebih tinggi daripada ibu yang
melahirkan bayi normal, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Sedangkan rata-
rata kehilangan perlekatan klinis ibu yang melahirkan bayi prematur BBLR lebih tinggi daripada ibu
yang melahirkan bayi normal dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Periodontitis pada ibu
hamil merupakan salah satu faktor risiko kelahiran bayi prematur BBLR.
Kata kunci: Periodontitis, prematur, berat badan lahir rendah

ABSTRACT
Preterm low birth weight (PLBW) infants is a public health problem both in advanced and developed
countries. The occurence of low birth weight infants in Indonesia in 2003 is 90 per 1000 births.
Preterm birth increases the risk of mortalitiy and morbidity of infants, including neurodevelopmental
disabilities, cognitive weakness, respiratory problems, congenital anomalies and behavioral changes.
This study aims to review the relationship between periodontitis and PLBW particularly considered
by periodontal destruction aspect and periodontal destruction level differences among mothers who
gave birth to a PLBW infants and mothers who gave birth to normal birthweight infants. This study is
using observational cross sectional design. The samples taken from Haji Adam Malik General
Hospital, Pirngadi General Hospital, Haji General Hospital, Tri Putri Maternity Clinic, and Yakin
Sehat Maternity Clinic with 45 samples, consist of 17 mothers of PLBW infants and 28 mothers who
gave birth to normal weight infants. Dental examination included pocket depth and clinical loss
attachment using prob and mouth glass with a flashlight lighting. There is no association between
periodontitis to PLBW infants, but there is differences in periodontal destruction level among them.
Most mothers who gave birth to PLBW infants have higher pocket depths, however this discrepancy
does not give significant statistical meaning. Whereas the loss of clinical attachment is higher mostly
in mothers of PLBW infants compared to those who gave birth to normal birthweight infants and this
difference has statisctical meaning. Periodontitis in pregnant women is one of the risk factors of
preterm birth of low birthweight infants.
Key words: Periodontitis, preterm, low birthweight

17
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN dan prostaglandin.14 Sitokin tertentu seperti


Kelahiran bayi prematur berberat badan interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6),
lahir rendah atau prematur BBLR merupakan tumor necrosis factor alpha (TNF-α)
masalah kesehatan masyarakat utama baik di menstimulasi sintesa PGE2 dari plasenta dan
negara maju maupun negara berkembang.1 chorioamnion.15 Sitokin ini dapat mencapai
Kejadian bayi BBLR di Indonesia tahun 2003 peredaran darah, melewati membran plasenta,
sebesar 90 per 1000 kelahiran.2 Kelahiran masuk ke cairan amnion. Pada kehamilan
prematur ini meningkatkan risiko angka normal, mediator pada intra amnion meningkat
kematian dan angka kesakitan bayi, yang secara fisiologis sampai batas ambang tercapai
mencakup ketidakmampuan perkembangan pada titik kelahiran, menyebabkan dilatasi
saraf, kelemahan kognitif, masalah pernafasan, servikal dan kelahiran. Produksi abnormal dari
anomali kongenital dan gangguan tingkah mediator pada infeksi meningkat pada saat
laku.1,3 Di Indonesia tahun 2001 kematian yang tidak tepat sewaktu kehamilan
neonatal 47% dari angka kematian bayi dan menyebabkan kontraksi uterin dan ruptur
29% dari kematian neonatal disebabkan oleh prematur dari membran memicu terjadinya
bayi berat lahir rendah.4 Angka kematian dan kelahiran bayi prematur BBLR.11
kesakitan ini juga telah meningkat di seluruh Penelitian yang dilakukan oleh Lopez
dunia, mencapai 12% Amerika Serikat dan dkk menunjukkan penyakit periodontal
5–10% di negara-negara Eropa.5 Menurut berhubungan dengan kelahiran prematur
World Health Organization (WHO), kelahiran BBLR.8 Penelitian Dwi Retnoningrum yang
prematur diartikan sebagai kelahiran sebelum dilakukan di RS. DR. Kariadi Semarang
37 minggu usia kehamilan dihitung dari hari diperoleh bahwa ibu dengan periodontitis
pertama siklus menstruasi terakhir. Sedangkan mempunyai risiko 8,75 kali mengalami
bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan kelahiran bayi prematur BBLR daripada ibu
berat lahir kurang dari atau sama dengan 2500 dengan rongga mulut yang sehat.2 Sebaliknya,
gram.6 penelitian Davenport dkk melaporkan tidak
Beberapa faktor risiko yang adanya hubungan antara periodontitis dengan
dihubungkan dengan bayi prematur BBLR kelahiran bayi prematur berberat badan lahir
mencakup usia ibu hamil yang kurang dari rendah.7 Atas dasar tersebut penulis merasa
17 tahun atau lebih dari 34 tahun, campuran perlu untuk meninjau lebih lanjut hubungan
Afrika-Amerika (etnis), status sosial ekonomi penyakit periodontal pada ibu dengan
yang rendah, perawatan prenatal tidak adekuat, kelahiran bayi prematur BBLR, khususnya
pemakai obat-obatan, pemakai alkohol dan ditinjau dari aspek destruksi periodontal.
tembakau, hipertensi, diabetes, kehamilan
anak kembar, status nutrisi, stress dan BAHAN DAN METODE
infeksi.1,7 Selain itu, adanya peningkatan bukti Penelitian dilakukan secara
yang menyatakan bahwa proses infeksi yang observasional dengan pendekatan Cross
terjadi dimanapun dalam tubuh dapat Sectional. Penelitian bertempat di Rumah
menyebabkan kelahiran prematur. Penyakit Sakit Umum Haji Adam Malik, Rumah Sakit
periodontal merupakan salah satu contoh Umum dr.Pirngadi, Rumah Sakit Haji, Klinik
infeksi.3 Bersalin Tri Putri dan Klinik Bersalin Yakin
Kelahiran bayi prematur BBLR terjadi Sehat pada bulan November 2010 sampai
sebagai akibat dari infeksi dan dimediasi dengan Januari 2011. Populasi penelitian
secara tidak langsung, terutama oleh adalah ibu yang melahirkan bayi prematur
perpindahan produk bakteri seperti endotoksin BBLR dan ibu yang melahirkan bayi normal.
(lipopolisakarida atau LPS) dan aktivasi dari Sampel yang diambil adalah ibu yang
mediator inflamasi pada kehamilan.9 Molekul melahirkan bayi prematur BBLR sebanyak
aktif biologis seperti prostaglandin E2 (PGE2) 17 orang dan ibu yang melahirkan bayi normal
dan tumor necrosis factor (TNF) terlibat sebanyak 28 orang yang memenuhi kriteria
dalam proses kelahiran normal. Dengan inklusi: ibu yang melahirkan bayi prematur
adanya proses infeksi, level sitokin dan PGE2 BBLR; ibu yang melahirkan bayi normal; usia
menjadi meningkat yang dapat menstimulasi ibu 17–34 tahun; dan usia bayi kurang dari
terjadinya kelahiran prematur.16 Produk bakteri 1 bulan. Kriteria eksklusi: perokok dan
seperti endotoksin yang dihasilkan bakteri pengguna obat-obatan; penderita penyakit
gram negatif, menstimulasi produksi sitokin sistemik; ibu dengan bayi kembar; jumlah gigi

18
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

geligi yang ada kurang dari gigi Ramfjord; dan permukaan vestibular dan oral dicatat sebagai
penyakit infeksi pada organ lain. Penelitian saku bukal. Kedalaman saku yang diambil
menggunakan alat prob periodontal UNC-15 adalah saku yang paling dalam. Kriteria
(Kohler, German); kaca mulut merk Crown-G kedalaman saku: Ringan 1–3 mm; Sedang 4–5
3; pinset merk Franzy; sonde merk Smic dan mm; dan Berat ≥ 5 mm.
senter. Bahan yang digunakan: handscoon
disposable, masker, kapas, alkohol 70% dan Kehilangan Perlekatan Klinis
povidon iodine. Level perlekatan adalah jarak yang
Bayi prematur berberat badan lahir diukur dari dasar saku ke batas sementum
rendah adalah bayi dengan berat badan lahir enamel. Cara pengukuran level perlekatan
kurang dari 2500 gram dan lahir sebelum 37 adalah tergantung pada level krista gingiva
minggu usia kehamilan. Periodontitis adalah bebas (KGB): apabila KGB setentang dengan
keadaan dimana terdapat saku periodontal dan batas sementum enamel (BSE), maka level
adanya kehilangan level perlekatan klinis. perlekatan adalah sama dengan kedalaman
saku; apabila BSE tersingkap karena KGB
Kedalaman Saku migrasi ke apikal, maka perlekatan didapat
Untuk mengukur kedalaman saku dengan mengukur jarak dari dasar saku ke
digunakan prob periodontal. Cara probing BSE; apabila KGB berada koronal dari BSE,
untuk pemeriksaan saku adalah: selipkan prob maka pertama-tama diukur adalah kedalaman
ke dalam saku sedapat mungkin sejajar dengan saku. Besarnya level perlekatan adalah
poros panjang gigi dengan tetap menjaga prob kedalaman saku dikurang dengan jarak dari
berkontak dengan permukaan gigi sampai KGB ke BSE. Kriteria kehilangan perlekatan
dirasakan ada tahanan. Bila terasa ada tahanan, klinis: ringan 1–2 mm; sedang 3–4 mm; dan
kedalaman saku yang terukur dibaca pada parah ≥ 5 mm.
kalibrasi prob seberapa milimeter yang masuk
ke dalam saku. Probing dilakukan pada enam HASIL PENELITIAN
gigi Ramfjord yaitu gigi 21, 24, 36, 41, 44, Sampel penelitian berjumlah 45 orang
dan 16. Probing dilakukan mulai dari dan dengan rentang usia 15–34 tahun. Sampel
interproksimal distal dan mesial gigi pada terbanyak pada ibu yang melahirkan bayi
permukaan vestibular dicatat sebagai saku prematur BBLR maupun normal adalah pada
mesial, kemudian dilanjutkan pada sebelah rentang usia 30–34 tahun yaitu masing-masing
interproksimal distal dan mesial permukaan sebanyak 7 orang (41%) dan 15 orang (53%).
oral dicatat sebagai saku distal, setelah itu Rerata usia ibu yang melahirkan bayi normal
dilakukan pada bagian tengah gigi pada lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang

Tabel 1. Data Demografis Sampel Penelitian


Kelahiran (N) Rentang Usia Jumlah (%) Rerata Standar Deviasi
15–19 1 (6)
Prematur 20–24 4 (24)
26.94 4.38
BBLR (17) 25–29 5(29)
30–34 7 (41)
15–19 0 (0)
20–24 5 (18)
Normal (28) 28.79 4.23
25–29 8 (29)
30–34 15 (53)

Tabel 2. Data Demografis Berat Badan Lahir Bayi Prematur BBLR dan Bayi Normal
Kelahiran (N) Berat Lahir Bayi (gr) Jumlah (%) Rerata Standar Deviasi
<1000 2 (12)
Prematur 1000–1500 1 (6)
1758.82 421.395
BBLR (17) 1500–2000 9 (53)
2000–2500 5 (29)
2500–3000 13 (47)
Normal (28) 3000–3500 11 (39) 3110.71 406.739
3500–4000 4 (14)

19
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

melahirkan bayi prematur BBLR, namun Tabel 5. Distribusi Kehilangan Perlekatan Klinis
perbedaan tersebut tidak bermakna secara Ibu yang Melahirkan Bayi Prematur
statistik (p>0,05) seperti yang tertera pada BBLR dan Ibu yang Melahirkan Bayi
Tabel 1 di atas. Normal
Ibu yang melahirkan bayi prematur Kelahiran
Kehilangan
BBLR paling banyak sampel melahirkan bayi Perlekatan
Prematur Normal p
dengan berat lahir 1500–2000 gram yaitu BBLR (%) (%)
sebanyak 9 orang (53%). Pada ibu yang Tidak Ada 1 (6) 3 (11)
melahirkan bayi normal paling banyak sampel Ringan 8 (47) 23 (82)
0.006
melahirkan bayi dengan berat lahir 2500–3000 Sedang 8 (47) 2 (7)
Parah 0 (0) 0 (0)
gram yaitu sebanyak 13 orang (47%)
(Tabel 2).
Ibu yang melahirkan bayi prematur Rerata kehilangan perlekatan klinis ibu
BBLR maupun normal menderita periodontitis yang melahirkan bayi prematur BBLR lebih
yaitu 16 orang (94%) dan 25 orang (89%). tinggi dibandingkan dengan ibu yang
Perbedaan tersebut tidak bermakna secara melahirkan bayi normal. Perbedaan tersebut
statistik (p>0,05) (Tabel 3). bermakna secara statistik (p<0,05) (Tabel 6).

Tabel 3. Kondisi Periodonsium Ibu yang Me- Tabel 6. Rerata Kehilangan Perlekatan Klinis Ibu
lahirkan Bayi Prematur BBLR dan Ibu yang Melahirkan Bayi Prematur BBLR
yang Melahirkan Bayi Normal dan Ibu yang Melahirkan Bayi Normal

Kelahiran Kehilangan Perlekatan


Kondisi Kelahiran
Prematur Normal p Standar p
Periodonsium (N) Rerata
BBLR (%) (%) Deviasi
Tidak Prematur
1 (6) 3 (11) 2.5918 1.01955
Periodontitis 0.511 BBLR (17) 0.000
Periodontitis 16 (94) 25 (89) Normal (28) 1.4686 0.74385

Rerata kedalaman saku ibu yang PEMBAHASAN


melahirkan bayi prematur BBLR lebih tinggi Hasil dari penelitian ini menunjukkan
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bahwa mayoritas sampel pada ibu yang
bayi normal, namun perbedaan tersebut tidak melahirkan bayi prematur BBLR maupun ibu
bermakna secara statistik (p>0,05) (Tabel 4). yang melahirkan bayi normal menderita
periodontitis. Hasil penelitian ini tidak
Tabel 4. Rerata Kedalaman Saku pada Ibu yang bermakna secara statistik. Rata-rata kedalaman
Melahirkan Bayi Prematur BBLR dan Ibu saku ibu yang melahirkan bayi prematur
yang Melahirkan Bayi Normal BBLR lebih tinggi daripada ibu yang
melahirkan bayi normal namun perbedaan
Kedalaman Saku
Kelahiran
Standar p
tersebut tidak bermakna secara statistik.
(N) Rerata Sedangkan rata-rata kehilangan perlekatan
Deviasi
Prematur klinis ibu yang melahirkan bayi prematur
2.4494 0.49870 BBLR lebih tinggi daripada ibu yang
BBLR (17) 0.072
Normal (28) 2.1836 0.39756 melahirkan bayi normal dan perbedaan
tersebut bermakna secara statistik.
Distribusi kehilangan perlekatan klinis Tidak adanya hubungan yang bermakna
ibu yang melahirkan bayi prematur BBLR antara periodontitis dengan kelahiran bayi
sampel terbanyak memiliki kehilangan prematur BBLR ini kemungkinan disebabkan
perlekatan klinis ringan dan sedang yaitu oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit serta
sebanyak 8 orang (47%). Pada ibu yang jumlah sampel antara ibu yang melahirkan
melahirkan bayi normal sampel terbanyak bayi prematur BBLR dan ibu yang melahirkan
memiliki kehilangan perlekatan klinis ringan bayi normal yang tidak seimbang. Hasil ini
yaitu sebanyak 23 orang (82%). Perbedaan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
kehilangan perlekatan ibu yang melahirkan Davenport dkk yang menemukan tidak ada
bayi prematur BBLR dan normal tersebut hubungan antara penyakit periodontal dengan
bermakna secara statistik (p<0,05) (Tabel 5). kelahiran bayi prematur BBLR.7 Penelitian

20
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Lohsoonthorn dkk juga menemukan tidak klinis ibu yang melahirkan bayi prematur
adanya hubungan antara penyakit periodontal BBLR lebih tinggi daripada ibu yang
dengan kelahiran bayi prematur BBLR.3 Selain melahirkan bayi normal dan perbedaan
itu, penelitian Nabet dkk juga menemukan tersebut bermakna secara statistik.
tidak adanya hubungan antara periodontitis Untuk menjaga dan meningkatkan
dengan kelahiran bayi prematur, sebaliknya tingkat kebersihan rongga mulut pada ibu
penelitian Nabet dkk ini menemukan bahwa hamil dapat dilakukan melalui program
periodontitis meningkatkan risiko kelahiran kebersihan rongga mulut selama kehamilan.
prematur bersama-sama dengan pre- Program kebersihan rongga mulut pada ibu
eklampsia.5 Tidak adanya hubungan yang hamil dapat membantu menjaga kesehatan
bermakna pada kedalaman saku kemungkinan rongga mulut selama kehamilan dan mencegah
menunjukkan bahwa kedalaman saku hanya timbul serta berkembangnya penyakit
dilihat sebagai indikator dari banyaknya periodontal sehingga menurunkan risiko
inflamasi.18 Hasil ini sesuai dengan penelitian terjadinya kelahiran bayi prematur BBLR.
yang dilakukan oleh Lunardelli dan Peres yang Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti
menemukan bahwa saku periodontal tidak selanjutnya, sebaiknya sebelum melakukan
berhubungan dengan kelahiran bayi prematur penelitian, terlebih dahulu dilakukan
BBLR.19 penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut
Hasil penelitian ini menunjukkan dan hubungannya dengan bayi yang
adanya perbedaan bermakna antara kehilangan dilahirkan. Dokter gigi juga dapat melakukan
perlekatan klinis ibu yang melahirkan bayi kerjasama dengan dokter ahli kandungan,
prematur BBLR dan ibu yang melahirkan bayi sehingga dokter ahli kandungan dapat
normal. Kehilangan perlekatan klinis memberikan nasehat serta motivasi kepada ibu
merupakan jarak yang diukur dari batas hamil untuk menjaga kesehatan rongga
semento enamel ke dasar saku. Jarak tersebut mulutnya. Dengan ini, ibu hamil lebih
menunjukkan seberapa banyak jaringan termotivasi untuk menjaga kesehatan gigi dan
pendukung yang hilang dan merupakan mulutnya sehingga bayi yang akan dilahirkan
penentu penting untuk melihat terjadi tidaknya dapat terhindar dari risiko kelahiran bayi
suatu penyakit periodontal.20 Kelahiran bayi prematur BBLR.
prematur BBLR terjadi sebagai akibat dari
infeksi dan dimediasi secara tidak langsung,
terutama oleh perpindahan produk bakteri DAFTAR PUSTAKA
seperti endotoksin (lipopolisakarida atau LPS) 1. Marakoglu I, Gursoy UK, Marakoglu K,
dan aktivasi dari mediator inflamasi pada Cakmak H, Ataoglu T. Periodontitis as a
kehamilan. Molekul aktif biologis seperti risk factor for preterm low birth weight.
prostaglandin E2 (PGE2) dan tumor necrosis Yonsen Med J 2008; 49(2):200-203.
factor (TNF) terlibat dalam proses kelahiran 2. Retnoningrum D. Gingivitis pada ibu
normal. Dengan adanya proses infeksi, level hamil sebagai faktor risiko terjadinya
sitokin dan PGE2 menjadi meningkat yang bayi berat badan lahir rendah kurang
dapat menstimulasi terjadinya kelahiran bayi bulan di RS dr. Kariadi Semarang.
prematur BBLR.16 Available at: http://eprints.undip.ac.id/
20545/1/Dwiretno.pdf. Accessed on
rd
KESIMPULAN DAN SARAN October 23 , 2010.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan 3. Lohsoonthorn V, Kungsadalpipob K,
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Chanchareonsuk P, Limpongsanurak S,
antara periodontitis dengan kelahiran bayi Vanichjakvong O, Sutdhibhisai S, et al. Is
prematur BBLR dan terdapat perbedaan maternal periodontal disease a risk factor
tingkat destruksi periodontal antara ibu yang for preterm delivery?. Am J Epidemiol
melahirkan bayi prematur BBLR dan ibu yang 2009; 169(6):731-739.
melahirkan bayi normal. Rata-rata kedalaman 4. Paska HD. Kelainan periodontal
saku ibu yang melahirkan bayi prematur maternal sebagai faktor risiko terjadinya
BBLR lebih tinggi daripada ibu yang bayi berat lahir rendah kurang bulan.
melahirkan bayi normal, namun perbedaan Available at: http://eprints.undip.ac.id/
tersebut tidak bermakna secara statistik. 20556/1/PAska.pdf. Accessed on October
Sedangkan rata-rata kehilangan perlekatan 23rd, 2010.

21
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

5. Nabet C, Lelong N, Colombier ML, disease and conditions. Ann Periodontol


Sixou M, Musset AM, Goffinet F, 1999; 4(1):1-6.
Kaminski. Maternal periodontitis and 18. Watts TLP. Periodontics in practice.
causes of preterm birth: the case–control United Kingdom: Martin Dunitz Ltd.
epipap study. J Clin Periodontol 2010; 2000: 106-107.
37:37-45. 19. Lundardelli AN, Peres MA. Is there an
6. Green TP, Franklin WH, Tanz RR, eds. association between periodontal disease,
Pediatrics just the facts. Singapore: Mc prematurity and low birth weight?: a
Graw Hill. 2005: 93-94. population based study. J Clin
7. Davenport ES, Williams CECS, Sterne Periodontol 2005; 32(9):938-946.
JAC, Murad S, Sivapaathasundram V, 20. Scheid RC. Woelfel’s dental anatomy: it’s
Curtis MA. Maternal periodontal disease relevant to dentistry. 7th edition. USA:
and preterm lowbirth weight: case-control Lippincott Williams & Wilkins. 2002:
study. J Dent Res 2002; 81(5):313-318. 291.
8. Lopez NJ, Smith PC, Gutierrezz J. Higher
risk of preterm birth and low bitrh weight
in women with periodontal disease. J Den
Res 2002; 81(1):58-63.
9. Jeffcoat MK, Geurs NC, Reddy MS,
Cliver SP, Goldenberg RL, Hauth JC.
Periodontal infection and preterm birth.
American Dental Association 2001;
132:875-880.
10. McGaw T. Periodontal disease and
preterm delivery of low birth weight
infants. J Can Dent Assoc 2002;
68(3);165-169.
11. Lee HTT. Maternal periodontal disease
and preterm birth. Thailand: Mahidol
University. Thesis 2007: 16-35.
12. Johansson S. Very preterm birth -
etiological aspects and short and long
term outcomes. Stockholm: Karolinska
Institutet. Thesis 2008: 9-12.
13. Zubardiah L, Dewi MD. Kelahiran
prematur dan berat bayi lahir rendah pada
perempuan hamil dengan penyakit
periodontal. J Dentika 2003; 8:113-118.
14. Mokeem SA, Molla GN, Al-Jewair TS.
The prevalence and relationship between
periodontal disease and preterm low birth
weight infants at king khalid university
hospital in riyadh, saudi arabia. JCDP
2004; 5(2):1-12.
15. Yeo BK, Lim LP, Paquette DW, Williams
RC. Periodontal disease-the emergence of
a risk for systemic conditions: pre-term
low birth weight. Ann Acad Med
Singapore 2005; 34:111-116.
16. Rose LF, Genco RJ, Cohen DW, Mealey
BL. Periodontal medicine. London: B.C
Decker Inc. 2000: 156-157.
17. Armitage GC. Development of a
classification system for periodontal

22
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

POLA ASUPAN NUTRISI PADA PASIEN YANG KEHILANGAN GIGI SEBAGIAN


DI POLI GIGI DAN MULUT RSUDZA BANDA ACEH

Liana Rahmayani, Pocut Aya Sofya, Nadia Sartika

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya memiliki dampak, yaitu dampak emosional, sistemik,
dan fungsional. Terganggunya proses pengunyahan akibat kehilangan gigi dapat mempengaruhi
pemilihan makanan sehingga terjadi perubahan pada asupan nutrisi. Perubahan pada gambaran asupan
nutrisi memiliki dampak bagi tubuh, seperti terjadinya penyakit kronis, penurunan kemampuan
fungsional, dan peningkatan kejadian infeksi sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran asupan nutrisi akibat kehilangan gigi
sebagian berdasarkan jumlah gigi yang hilang pada pasien di Poli Gigi dan Mulut Rumah Sakit
Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh yang berkunjung pada bulan Juni–Juli 2010.
Penelitian ini adalah penelitian Non Eksperimental dan bersifat deskriptif analitik melalui wawancara
secara langsung menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Teknik sampling yang digunakan
adalah teknik penarikan sampel nonpropabiliti secara purposive, dengan jumlah sampel 120 orang
yang terdiri dari 53 orang laki-laki (44,17%) dan 67 orang perempuan (55,83%). Sampel yang
digunakan adalah pasien dengan kriteria berusia lebih dari 20 tahun, yang kehilangan gigi sebagian
dan belum pernah menggunakan gigi tiruan. Pengolahan data dilakukan secara statistik dengan
Program SPSS menggunakan uji Chi-Square dan Kruskal-Wallis. Hasil penelitian menunjukkan pola
asupan nutrisi akibat kehilangan gigi sebagian pada pasien dirasakan berubah lebih dari setengah
jumlah pasien dengan persentase tertinggi pada perasaan kesulitan memakan makanan yang
mengandung protein dan lemak, sedangkan persentase terendah pada perasaan kesulitan memakan
makanan yang mengandung vitamin C. Pola asupan nutrisi akibat kehilangan gigi sebagian pada
pasien berdasarkan jumlah gigi yang hilang secara keseluruhan dirasakan berubah paling tinggi
tingkat kesulitannya pada kelompok jumlah gigi yang hilang 22–28 gigi (76,2%) dan terendah yang
merasa kesulitan pada kelompok jumlah gigi yang hilang 1–7 gigi (46,8%).
Kata kunci: Asupan nutrisi, pasien, kehilangan gigi sebagian, tingkat kesulitan.

ABSTRACT
Lose of partial tooth or completely have the effects that are emotional impact, systemic and
functional. The disturbing of mastication process caused of tooth lose can influence the food selection
so that happened of nutrient intake. Change illustration of nutrient intake has impact for body such as
happening of chronic disease, degradation of functional ability and increasing of infection occurrence
so that can influence the quality life the patient. This research objective is to know the illustration of
nutrient intake impact of partial tooth lose based on missing tooth amount at patient in dental and oral
part of Zainal Abidin Hospital Area Banda Aceh visited at June–July 2010. This research is Non-
Experimental Research and has the analytic descriptive character through direct interview used
questioner with the Likert scale. Sampling technique used is non-probability sampling purposive
method with the amount of samples were 120 patients, who consisted of 53 men (44,17%) and
67 women (55,83 %). Sample used is patient with the criterion have age more than 20 years old, who
partial tooth lose and never used denture. Data processing conducted statistically with the Program
SPSS use the test of Chi-Square and Kruskal-Wallis. Result of the research show the illustration of
nutrient intake impact of partial tooth lose at patient felt to change more than half patients amount
with the highest percentage at difficulty level eat contain food of protein and fat, while lowest
percentage at difficult level eat contain food of vitamin C. The Illustration of Nutrient Intake Impact
of Partial Tooth Lose at Patient based on missing tooth amount as a whole felt to change highest
difficulty level at group sum up the tooth lost 22–28 tooth (76,2 %) and lowest difficulty level at
group sum up the tooth lost 1–7 tooth (46,8%).
Key words: Nutrient intake, patient, partial tooth lose, difficulty level

23
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN makanan yang selanjutnya akan


Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi gambaran asupan nutrisi.
kedokteran gigi memungkinkan gigi geligi Berubah atau tidaknya gambaran asupan
dipertahankan selama mungkin di dalam nutrisi sehubungan dengan keadaan gigi-geligi
mulut. Walaupun demikian ternyata kasus bergantung pada beberapa faktor, diantaranya
kehilangan gigi masih cukup tinggi. jumlah gigi yang hilang, daerah gigi yang
Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh hilang, dan ada atau tidaknya oklusi.10
berbagai hal. Pada beberapa kasus, kehilangan Seseorang yang kehilangan gigi pada bagian
gigi dapat disebabkan oleh trauma, baik pada posterior dan memiliki jumlah gigi yang
gigi yang bersangkutan maupun pada jaringan sedikit, cenderung memilih makanan yang
sekitarnya.1,2 Kehilangan gigi juga sering lebih mudah dikunyah.7,10-13 Pada penelitian
dihubungkan dengan usia, gaya hidup, dan yang dilakukan Hung dkk. ditemukan proporsi
kondisi emosional. Hasil penelitian Casanova- yang lebih kecil dalam konsumsi makanan
Rosado dkk. menunjukan adanya hubungan yang sulit dikunyah seperti apel, pir, dan
antara kehilangan gigi dan gaya hidup serta wortel pada subjek yang memiliki jumlah gigi
tingkat stres yang tinggi. Hubungan usia dan sedikit dibandingkan dengan subjek yang
kehilangan gigi terkait pada buruknya kondisi memiliki seluruh gigi.7
kesehatan rongga mulut.3 Makanan bernutrisi adalah makanan
Karies dan penyakit periodontal adalah yang cukup kualitas dan kuantitasnya serta
penyebab terbanyak kasus kehilangan gigi mengandung unsur gizi yang dibutuhkan tubuh
akibat buruknya kondisi rongga mulut. Hal ini dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.15
dapat terjadi pada satu atau beberapa gigi dan Zat gizi terdiri dari karbohidrat, protein,
dapat pula menyebar ke seluruh gigi apabila lemak, vitamin, dan mineral. Kekurangan
tidak dirawat. Kondisi yang buruk ini dapat maupun ketidakseimbangan konsumsi
berakhir pada hilangnya gigi, baik sebagian makanan dari masing-masing zat gizi, baik
maupun seluruhnya pada kedua rahang.1-4 dari segi jumlah maupun kualitasnya, akan
Kehilangan gigi sebagian maupun mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh
seluruhnya memiliki dampak, yaitu dampak manusia.15,16 Ketidakseimbangan pemenuhan
emosional, sistemik, dan fungsional.5-9 kebutuhan nutrisi menyebabkan dampak bagi
Dampak emosional dapat berupa kehilangan tubuh, seperti terjadinya penyakit kronis,
kepercayaan diri, keterbatasan aktivitas seperti penurunan kemampuan fungsional dan
mengunyah dan bicara, serta perubahan pada peningkatan kejadian infeksi sehingga dapat
penampilan.5 Dampak sistemik dapat berupa mempengaruhi kualitas hidup pasien.7,12-17
penyakit kardiovaskular, osteoporosis, dan Kasus kehilangan gigi berhubungan
keganasan pada gastrointestinal terkait dengan dengan penambahan usia.3 Oleh sebab itu,
status kesehatan rongga mulut yang buruk.6-9 banyak peneliti melakukan penelitian
Secara fungsional, kehilangan gigi dapat mengenai kasus kehilangan gigi pada
berdampak pada proses bicara dan komunitas usia lanjut. Beberapa peneliti yang
mengunyah.4-7 Pada proses bicara, kehilangan menggunakan sampel berusia lanjut dalam
gigi akan mengganggu pengucapan beberapa penelitiannya adalah Sheiham dkk dan
huruf sehingga proses komunikasi akan Marshall dkk.11,13 Kedua peneliti ini
terganggu.4 Terganggunya pengunyahan dapat menghubungkan kondisi kesehatan mulut,
terjadi karena kemampuan mengunyah dan termasuk kehilangan gigi dengan asupan
kekuatan gigit secara fisik yang berkurang nutrisi pada usia lanjut. Sehubungan
sehubungan dengan berkurangnya jumlah gigi banyaknya dijumpai kasus kehilangan gigi dan
di dalam rongga mulut.5-7 belum adanya data mengenai kasus kehilangan
Keterbatasan dalam pengunyahan gigi pada usia dewasa muda, khususnya
mempunyai pengaruh langsung terhadap kehilangan gigi sebagian maka peneliti ingin
pemilihan makanan yang biasa dikonsumsi. mengadakan penelitian sesuai dengan karakter
Adanya kesulitan dalam mengkonsumsi usia pasien, yaitu dari usia dewasa muda
makanan setelah kehilangan gigi sampai usia dewasa tua, khususnya di daerah
menyebabkan terjadi perubahan dalam Banda Aceh.
pemilihan makanan. Perubahan kebiasaan Terganggunya asupan nutrisi bagi tubuh
dalam pemilihan makanan ini dapat dikatakan akibat kehilangan gigi akan mempengaruhi
sebagai suatu perubahan pada pola konsumsi kesehatan tubuh secara umum dan kesehatan

24
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

rongga mulut secara khusus. Kesehatan rongga lembar kuesioner. Penelitian diawali dengan
mulut yang buruk akan menimbulkan masalah terlebih dahulu memberikan lembar
dalam perawatan gigi termasuk dalam persetujuan menjadi subjek, kemudian
pembuatan gigi tiruan. Pentingnya peranan dilanjutkan dengan pengisian kuesioner,
nutrisi tersebut menyebabkan perlu diadakan wawancara dan pemeriksaan. Kuesioner
penelitian mengenai Pola Asupan Nutrisi diberikan untuk pertanyaan yang diajukan dan
Akibat Kehilangan Gigi Sebagian pada Pasien jawaban diberikan secara tertulis yang
di Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA Banda dijadikan sebagai data nantinya. Wawancara
Aceh pada bulan Juni–Juli 2010 berdasarkan bertujuan untuk menggali informasi lebih
jumlah gigi yang hilang. dalam dari pasien serta memberikan
penjelasan terhadap pertanyaan yang dirasa
BAHAN DAN METODE kurang dimengerti oleh pasien. Selanjutnya
Penelitian ini menggunakan desain dilakukan pemeriksaan mulut pasien untuk
penelitian Non Eksperimental dan bersifat melihat jumlah gigi yang hilang.
Deskriptif Analitik melalui wawancara secara Pengolahan data dilakukan dengan
langsung menggunakan kuesioner. Penelitian coding card. Data disajikan dengan
dilakukan di Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA menghitung frekuensi distribusi. Karena
Banda Aceh pada Bulan Juni–Juli 2010. distribusi jawaban tidak merata untuk setiap
Populasi penelitian adalah pasien di Bagian tingkatan pada skala likert, maka jawaban
Gigi dan Mulut RSUDZA Banda Aceh yang pasien mengenai gambaran asupan nutrisi
berkunjung pada Bulan Juni–Juli 2010. Teknik dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
penarikan sampel adalah Non Probability tidak merasa kesulitan dan merasa kesulitan
secara Purposive, yaitu dengan mengadakan (1–3 tidak merasa kesulitan, 4–5 Merasa
studi pendahuluan untuk mengidentifikasi kesulitan). Kemudian dilakukan uji statistik
karakteristik populasi dan kemudian Chi-Square melalui Program SPSS (Statistical
menetapkan sampel berdasarkan pertimbangan Product and Service Solution).
pribadi.18 Sampel adalah pasien di Bagian Gigi
dan Mulut RSUDZA Banda Aceh Bulan Juni– HASIL PENELITIAN
Juli 2010 dengan kriteria inklusi antara lain: Pasien yang kehilangan gigi sebagian
pasien berusia 20 tahun ke atas yang datang ke dikelompokkan menjadi tiga karakteristik,
Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA, telah yaitu umur, jenis kelamin dan keadaan gigi
mengalami kehilangan gigi namun tidak geligi.
seluruhnya. Selain itu, pasien belum pernah
memakai gigi tiruan, bersedia untuk diperiksa Tabel 1. Persentase Distribusi Karakteristik Pasien
giginya yang telah hilang dan pasien bersedia di Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA
untuk mengisi kuesioner dan diwawancara. Banda Aceh
Sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien Jumlah
berusia di bawah 20 tahun, belum mengalami Karakteristik Pasien Sampel Persentase
kehilangan gigi, dan sudah memakai gigi (Orang)
tiruan. Pasien tidak bersedia untuk mengisi 1. Usia
kuesioner, diwawancara dan diperiksa giginya. - 20–39 Tahun 52 43,33%
Sesuai angka minimum yang ditetapkan - 40–59 Tahun 51 42,50%
Bailey dan Gay untuk penelitian analisis - 60 Tahun ke atas 17 14,17%
statistik, ukuran sampel minimal 30 orang.19 Jumlah 120 100%
Adapun jumlah populasi pasien yang berusia 2. Jenis Kelamin
lebih dari 20 tahun yang kehilangan gigi - Laki-laki 53 44,17%
sebagian per bulan di Bagian Gigi dan Mulut - Perempuan 67 55,83%
RSUDZA rata-ratanya adalah 170 orang, maka Jumlah 120 100%
dengan menggunakan rumus slovin jumlah 3. Jumlah Gigi yang
sampel diperoleh dengan tingkat kepercayaan Hilang
91 75,83%
95% atau tingkat kesalahan 5% adalah sebesar - 1–7 gigi
20 16,67%
120 sampel. - 8–14 gigi
6 5,00%
Alat dan bahan penelitian antara lain, - 15–21 gigi
3 2,50%
alat pemeriksaan rongga mulut yaitu kaca - 22–28 gigi
mulut, sarung tangan, masker, alat tulis dan Jumlah 120 100%

25
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 2. Persentase Gambaran Asupan Nutrisi Akibat Kehilangan Gigi Pasien di Bagian Gigi dan Mulut
RSUDZA Banda Aceh Berdasarkan Tingkat Kesulitan
n = 120 Orang
Gambaran Asupan Nutrisi Tidak Merasa Merasa
Akibat Kehilangan Gigi Kesulitan Kesulitan
N % N %

1. Kesulitan Konsumsi Makanan 42 35,0 78 65,0


2. Kesulitan Mengunyah 42 35,0 78 65,0
3. Keterbatasan Pemilihan Makanan 32 26,7 88 73,3
4. Kesulitan Memakan Makanan Tertentu 26 21,6 94 78,4
5. Kesulitan Memakan Makanan Berkarbohidrat 96 80,0 24 20,0
6. Kesulitan Memakan Makanan Berprotein 15 12,5 105 87,5*
7. Kesulitan Memakan Makanan Berlemak 25 20,9 95 79,1
8. Kesulitan Memakan Makanan Bermineral 39 32,5 81 67,5
9. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin A 46 38,3 74 61,7
10. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin B 110 91,7 10 8,3
11. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin C 116 96,7 4 3,3**
12. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin D 113 94,2 7 5,8
13. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin E 36 30,0 84 70,0
14. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin K 81 67,5 39 32,5

*= nilai tertinggi; **= nilai terendah

Berdasarkan umur, dijumpai tiga makanan yang mengandung protein dengan


kelompok umur, yaitu pasien yang berumur persentase sebesar 91%. Persentase rata-rata
20–39 tahun sebanyak 52 orang (43,33%), tingkat kesulitan untuk konsumsi makanan
yang berumur 40–59 tahun sebanyak 51 orang yang mengandung vitamin yang merasa
(42,50%), dan 60 tahun ke atas sebanyak kesulitan tertinggi adalah konsumsi vitamin E
17 orang (14,17%). Berdasarkan jenis yaitu sebesar 83,3%, sedangkan yang merasa
kelamin, pasien yang berjenis kelamin laki- kesulitan terendah adalah konsumsi vitamin C
laki ada 53 orang (44,17%), dan jenis kelamin (11,1%).
perempuan ada 67 orang (55,83%) (Tabel 1). Dari hasil uji statistik untuk penelitian
Tabel 2 menunjukkan persentase ini uji Chi-Square menunjukkan hubungan
distribusi gambaran asupan nutrisi akibat yang signifikan (p<0,05) antara jumlah gigi
kehilangan gigi sebagian berdasarkan tingkat yang hilang dengan perubahan gambaran
kesulitan mengkonsumsi makanan akibat asupan nutrisi secara kesuluruhan. Sedangkan
kehilangan gigi dibedakan atas dua kelompok hubungan antara jumlah gigi yang hilang
yaitu tidak merasa kesulitan dan merasa dengan kesulitan memakan makanan yang
kesulitan. mengandung karbohidrat, mineral, vitamin B,
vitamin D dan vitamin E tidak dapat hanya
Gambaran Asupan Nutrisi Akibat dilakukan uji Chi-Square. Hal ini dikarenakan
Kehilangan Gigi Sebagian pada Pasien di nilai Chi-Square tabel lebih besar dari nilai
Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA Banda Chi-Square hitung dan nilai probabilitas
Aceh Berdasarkan Jumlah Gigi yang >0,05, oleh sebab itu dilanjutkan dengan uji
Hilang Kruskal-Wallis yang terlihat pada Tabel 3.
Tingkat keterbatasan pemilihan
makanan dan jumlah pasien yang merasakan PEMBAHASAN
kesulitan memakan makanan tertentu setelah Penelitian ini merupakan studi deskriptif
giginya hilang, persentase rata-rata paling untuk mengumpulkan data-data tentang pola
tinggi adalah pada kelompok yang merasa asupan nutrisi akibat kehilangan gigi sebagian
kesulitan yaitu 84,4% dan 87%. Sedangkan di bagian gigi dan mulut RSUDZA Banda
persentase tingkat kesulitan untuk kelompok Aceh. Selanjutnya dilakukan studi analitik
makanan yang mengandung karbohidrat, untuk mengamati hubungan antara
protein, lemak dan mineral rata-rata paling karakteristik pasien berdasarkan keadaan gigi
tinggi yang merasa kesulitan yaitu pada geligi yaitu jumlah gigi yang hilang dengan

26
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 3. Uji Chi-Square dan Kruskal-Wallis antara Jumlah Gigi yang Hilang dengan Gambaran Asupan Nutrisi
Akibat Kehilangan Sebagian Gigi pada Pasien di Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA Banda Aceh
Gambaran Asupan Nutrisi Probabilitas (p)

1. Kesulitan Konsumsi Makanan 0,012*


2. Kesulitan Mengunyah 0,012*
3. Keterbatasan Pemilihan Makanan 0,024*
4. Kesulitan Memakan Makanan Tertentu 0,005*
5. Kesulitan Memakan Makanan Berkarbohidrat 0,210a
6. Kesulitan Memakan Makanan Berprotein 0,001*
7. Kesulitan Memakan Makanan Berlemak 0,000*
8. Kesulitan Memakan Makanan Bermineral 0,094**
9. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin A 0,030*
10. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin B 0,200a
11. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin C 0,020*
12. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin D 0,215**
13. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin E 0,156**
14. Kesulitan Memakan Makanan Bervitamin K 0,011*

a = uji Kruskal Wallis


* = menunjukkan hubungan yang signifikan (uji Chi-Square)
** = menunjukkan hubungan yang signifikan (uji Kruskal Wallis)

asupan nutrisi, yakni perubahan asupan nutrisi terhadap masalah kesehatan gigi adalah
secara keseluruhan, kesulitan saat mengunyah, dikarenakan adanya perubahan hormonal yang
terbatasnya pemilihan makanan, kesulitan mereka alami. Ada lima fase dalam hidup
memakan makanan tertentu, kesulitan seorang perempuan di mana terjadi perubahan
memakan makanan yang mengandung hormonal yang dapat mengakibatkan dirinya
karbohidrat, kesulitan memakan makanan menjadi lebih rentan terhadap masalah
yang mengandung protein, kesulitan memakan kesehatan gigi. Lima fase tersebut adalah
makanan yang mengandung lemak, kesulitan 1) meningkatnya produksi hormon estrogen
memakan makanan yang mengandung dan progesteron selama pubertas, 2) perubahan
mineral, kesulitan memakan makanan yang hormonal (terutama meningkatnya proges-
mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C, terone) yang terjadi pada siklus menstruasi,
vitamin D, vitamin E, dan vitamin K. 3) konsumsi pil kontrasepsi yang mengandung
Pasien yang kehilangan gigi sebagian di progesteron, 4) obat-obatan yang dikonsumsi
bagian gigi dan mulut RSUDZA Banda Aceh untuk melawan penyakit dan perubahan
memiliki karakteristik terbanyak berumur hormonal akibat menopause serta
20–39 tahun, berjenis kelamin perempuan 5) menurunnya jumlah hormon estrogen yang
sebanyak 67 orang, dan kehilangan gigi 1–7 terjadi pada masa menopause menyebabkan
gigi sebanyak 91 orang. Hal ini sesuai dengan perempuan memiliki resiko lebih tinggi untuk
penelitian Casanova-Rosado dkk (2005) yang menderita penyakit periodontal dan lama-
menunjukkan adanya hubungan antara kelamaan dapat mengakibatkan pasien
kehilangan gigi dengan gaya hidup pada usia kehilangan gigi-geliginya.20 Hasil penelitian
dewasa muda. Hasil penelitian juga ini menunjukkan bahwa persentase pasien
menunjukkan bahwa sampel berjenis kelamin antara merasa kesulitan dan tidak merasakan
perempuan memiliki persentase tertinggi. kesulitan yang paling berbeda antara lain
Hasil penelitian ini sama halnya dengan dalam memakan makanan yang mengandung
pernyataan Hugo dkk (2007) pada vitamin C yaitu tidak merasakan kesulitan
penelitiannya di Brazil bahwa jenis kelamin 88,9%, vitamin B yang tidak merasakan
perempuan merupakan salah satu predisposisi kesulitan 86,3%, vitamin D yang tidak
kehilangan gigi sebagian sehingga pada merasakan kesulitan 84,2% dan memakan
penelitiannya ditemukan sampel lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat yang
berjenis kelamin perempuan.6 tidak merasakan kesulitan 64,6%. Kesulitan
Predisposisi yang menyebabkan lebih banyak dirasakan pada saat memakan
perempuan pada umumnya lebih rentan makanan yang mengandung protein 91,0% dan

27
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

lemak 88,3%, sedangkan untuk makanan yang tertentu, kesulitan dalam memakan makanan
mengandung vitamin B, vitamin C, vitamin D, berprotein, berlemak, bermineral, bervitamin
dan makanan yang mengandung karbohidrat A, dan bervitamin E yaitu mencapai 100%.
kesulitan lebih banyak tidak dirasakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Jones dkk
Kesulitan dirasakan dalam memakan makanan (2003) di Boston bahwa semakin banyak gigi
yang mengandung protein dan lemak (25 gigi) yang ada dalam mulut maka
kemungkinan disebabkan konsistensi makanan kesehatan mulut lebih baik dibandingkan
yang mengandung protein dan lemak seperti dengan yang tidak mempunyai gigi, memakai
daging sapi, daging ayam, tetelan, dan kacang- gigi tiruan dan yang mempunyai 1–24 gigi.21
kacangan cukup sulit untuk dikunyah oleh Pasien dengan jumlah gigi yang hilang
pasien, terutama untuk pasien yang telah 1–7 gigi diketahui dari hasil wawancara
kehilangan gigi posterior, sedangkan untuk cenderung merasa kesulitan dalam
jenis makanan dengan kandungan zat gizi mengkonsumsi protein seperti daging
lainnya kesulitan tidak dirasakan karena ayam/sapi karena sering menekan daerah gigi
konsistensinya yang masih dapat dikunyah yang hilang sehingga kelompok ini lebih
dengan mudah menggunakan gigi anterior. memilih menghindari makanan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah Pasien dengan jumlah gigi yang hilang 8–14
dilakukan, diketahui bahwa pasien cenderung gigi merasakan kesulitan tertinggi dalam
lebih memilih makanan yang lebih mudah mengkonsumsi protein dan lemak. Pasien yang
dikunyah. Hal ini sesuai dengan pernyataan kehilangan 15–21 gigi merasakan kesulitan
Sheiham dkk (2001) pada penelitiannya tertinggi dalam konsumsi makanan dan
tentang hubungan kesehatan gigi, asupan mengunyah. Pasien dengan jumlah gigi yang
nutrisi dan status nutrisi pada orang tua di hilang 22–28 gigi merasakan kesulitan
Brazil bahwa status kesehatan gigi tertinggi dalam konsumsi protein, lemak,
11
berhubungan dengan asupan nutrisi. mineral, vitamin A dan vitamin E yang dapat
Perubahan pada gambaran asupan disebabkan oleh karena terganggunya oklusi
nutrisi secara keseluruhan pada pasien yang gigi-geligi akibat kehilangan gigi sehingga
kehilangan gigi sebagian berdasarkan jumlah sulit untuk mengunyah makanan dengan
gigi yang hilang lebih tinggi ditunjukkan oleh konsistensi keras.
kelompok jumlah gigi yang hilang 22–28 gigi
yaitu 76,2% dengan jumlah pasien pada KESIMPULAN
kelompok ini 2,5% dari jumlah sampel. Data Berdasarkan hasil penelitian yang telah
secara umum memperlihatkan bahwa semakin dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
banyak jumlah gigi yang hilang, semakin besar Karakteristik pasien yang kehilangan gigi
tingkat kesulitan pasien terhadap perubahan sebagian di Bagian Gigi dan Mulut RSUDZA
pada gambaran asupan nutrisinya, yaitu pada Banda Aceh pada Bulan Juni–Juli 2010 yang
kelompok jumlah gigi yang hilang 1–7 gigi terbanyak berumur 20–39 tahun. Pasien
sebanyak 46,8%, 8–14 gigi sebanyak 64,6%, berjenis kelamin perempuan lebih banyak
15–21 gigi sebanyak 61,9% dan 22–28 gigi dibandingkan dengan laki-laki dan kehilangan
sebanyak 76,2% yang merasakan perubahan gigi-geligi yang terbanyak adalah pasien
pada gambaran asupan nutrisinya. dengan jumlah gigi yang hilang 1–7 gigi.
Kehilangan 1–7 gigi tingkat kesulitan Gambaran asupan nutrisi akibat kehilangan
tertinggi dirasakan pada saat memakan gigi sebagian pada pasien dirasakan berubah
makanan berprotein sebanyak 85,7%, pada lebih dari setengah jumlah pasien yang diteliti.
kehilangan 8–14 gigi tingkat kesulitan Persentase tertinggi dirasakan pada kesulitan
tertinggi dirasakan sebanyak 95% pada saat memakan makanan yang mengandung protein
mengkonsumsi makanan, mengunyah, dan lemak, sedangkan persentase terendah
memakan makanan berprotein, dan memakan pada kesulitan memakan makanan yang
makanan berlemak. Untuk kehilangan 15–21 mengandung vitamin C. Gambaran asupan
gigi tingkat kesulitan tertinggi dirasakan pada nutrisi akibat kehilangan gigi sebagian pada
saat mengkonsumsi makanan dan pada saat pasien berdasarkan jumlah gigi yang hilang
mengunyah yaitu sebanyak 100%. Untuk secara keseluruhan dirasakan berubah.
kehilangan 22–28 gigi tingkat kesulitan Persentase tertinggi pada kelompok jumlah
tertinggi dirasakan pada saat pemilihan gigi yang hilang 22–28 gigi (76,2%) dan
makanan, kesulitan memakan makanan terendah dirasakan berubah pada kelompok

28
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

jumlah gigi yang hilang 1–7 gigi (46,8%). Hal 11. Iacopino AM. Relation Between Nutrition
ini menunjukkan semakin banyak jumlah gigi and Oral Health. CDA Journal 2008;
yang hilang, semakin besar tingkat kesulitan 74(9).
pasien terhadap asupan nutrisinya. 12. Mojon P, Budtz-Jorgensen E, Rapin CH.
Relationship Between Oral Health and
DAFTAR PUSTAKA Nutrition in very Old People. British
1. Anonymous. Missing Teeth. Available at: Geriatrics Society 1999; 28:463-468.
http://www.docshop.com/education/dental 13. Marshall TA, Warren JJ, Hand JS, Xie
/problems-solution/missing-teeth/. XJ, Stumbo PJ. Oral Health, Nutrient
Accessed on 2008. Intake an Dietary Quality in The Very
2. Briones D. Most Common Causes of Old. J Am Dent Assoc 2002; 133(10):
Adult Tooth Loss. Available at: 1369-1379.
http://www.docshop.com/most-common- 14. Paath, Erna Francin, dkk. Gizi Dalam
causes-of-adult-tooth-loss/. Accessed on Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
October, 2008. 2004: 4-24.
3. Casanova-Rosado JF, Solis CEM, 15. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Sanchez AAV, Rosado AJC, Maupome Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004:
G, Burgos LA. Lifestyle and Psychosocial 3, 9, 28-29, 42-44, 60-61, 77, 96-100,
Factors Associated with Tooth Loss in 152, 162-163, 172, 183-184, 189, 193-
Mexican Adolescents and Young Adult. 194, 197, 200-207, 211-217, 228-234,
J Contemporary Dent Practice 2005; 245-247.
6(3):70-77. 16. Siswono. Nutrisi Terbaik Bagi Paruh
4. Wikipedia. Edentulism. Available at: Baya. Available at: http://www.gizi.net/
http://en.wikipedia.org/wiki/Edentulism. cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid105601
Accessed on November, 2009. 2996,91990. Accessed on June, 2003.
5. Davis DM, Fiske J, Scott B, Radford DR. 17. Zarb GA, Bolender CL, Hickey JC,
The Emotional Effects of Tooth Loss: Carlsson GE. Buku Ajar Prostodonti
A Preliminary Study. Br Dent J 2000; untuk Pasien Tak Bergigi Menurut
188(9):503-506 (ISSN: 0007-0610). Boucher. Ahli bahasa: Mardjono D,
6. Hugo FN, Hilgert JB, de Sousa Mda L, da Koesmaningati H, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Silva DD, Pucca GA Jr. Correlates of 2002: 83-91.
Partial Tooth Loss and Edentulism in 18. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian
Brazilian Elderly. Community Dent Oral Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2002:
Epidemiol 2007; 35(3):224-232. 89.
7. Hung HC, Willett W, Ascherio A, Rosner 19. Hasan MI. Pokok-Pokok Materi
BA, Joshipura KJ. Tooth Loss and Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Dietary Intake. J Am Dent assoc 2003; Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002: 60,68.
134(9):1185-1192. 20. The Smile Center, Wanita dan Kesehatan
8. Stolzenberg-Solomon RZ, Dodd KW, Gigi. Available at: http://www.wanita-
Blaser MJ, Virtamo J, Taylor PR, Albanes kesehatangigi.com/smile-center.htm.
D. Tooth Loss, Pancreatic Cancer and Accessed on March, 2009.
Helicobacter Pylory. American Journal of 21. Jones JA, Orner MB, Spiro A, Kressin
Clinical Nutrition 2003; 78(1):176-181. NR. Tooth Loss and Denture: Patients
9. Abnet CC, Qiao YL, Dawsey SM, Dong Perspectives. Int Dent J 2003; 53:327-
ZW, Taylor PR, Mark SD. Tooth Loss is 334.
Associated with Increased Risk of Total
Death and Death Upper Gastrointestinal
Cancer Heart Disease and Stroke in a
Chinese Population Based Cohort. Int J
Epidemiol 2005; 34(2):467-474.
10. Goiato MC, Ribeiro PDP, Garcia AR,
Dos Santos DM. Complete Denture
Masticatory Efficiency: A Literature
Review. CDA Journal 2008; 36(9).

29
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

OVATE PONTIC SEBAGAI ALTERNATIF PERAWATAN


GIGI TIRUAN JEMBATAN

Pocut Aya Sofya

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Kehilangan gigi anterior merupakan hal yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri pasien. Oleh
karena itu, pasien sangat membutuhkan rehabilitasi kehilangan gigi tersebut dengan estetik yang
optimal. Restorasi untuk kehilangan gigi anterior dengan menggunakan gigi tiruan jembatan
merupakan alternative perawatan yang dapat digunakan karena memenuhi estetik, kenyamanan dan
hasil jangka panjang. Gigi tiruan jembatan yang menggunakan ovate pontic merupakan pilihan yang
estetik karena desain ovate pontic berbentuk mahkota klinis anatomis dengan dasar pontik yang lebih
luas berkontak dengan jaringan di bawahnya sehingga menghasilkan restorasi akhir dan gingival yang
estetik menyerupai gigi asli. Pasien akan merasa puas dan percaya diri ketika berbicara dan
tersenyum. Perawatan dengan ovate pontic dapat menjadi pilihan yang paling efektif pada pasien
yang membutuhkan nilai estetik tinggi dan tampilan yang alami dari restorasi.

Kata kunci: Ovate pontic, gigi tiruan jembatan, estetik

ABSTRACT
The loss of an anterior teeth will greatly affect the confidence of patient. Thus, the patient is in dire
need of a rehabilitation that will provide an optimal aesthetic. Restoration for anterior tooth loss using
a rigid fixed bridge is an alternative treatment that can be used to fulfill the aesthetic, comfort, and
long-term durability requirements. Rigid fixed bridge that uses an ovate pontic is an aesthetic choice
for its anatomically shaped clinical crown along with the pontic’s broader base in contact with the
underlying tissue. It produces the final restoration and gingival aesthetic resembling natural tooth. The
patient will feel satisfied and confident while speaking and smiling. Treatment with an ovate pontic
can be the most effective option in patients who require a high aesthetic value and natural appearance
of the restoration.

Key words: Ovate pontic, bridge, aesthetic

30
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN pontik yang dapat digunakan dalam perawatan


Kehilangan gigi permanen pada rongga gigi tiruan jembatan antara lain:2
mulut dapat menyebabkan perubahan estetik,
dan fonetik sehingga dapat menurunkan Pontik Sanitary (Hygienic)
kepercayaan diri pasien. Hal ini menjadi Pontik sanitary atau hygienic tidak
tantangan tersendiri bagi dokter gigi untuk berkontak dengan ridge edentulous dan
membuat restorasi dengan fungsional dan menciptakan ruang yang lebar untuk
estetik yang optimal.1 Kebutuhan terhadap mempertahankan kebersihan mulut.1
restorasi yang menyerupai gigi asli saat ini Bagaimanapun, walaupun pontik ini
semakin meningkat sehingga dokter gigi harus memfasilitasi pembersihan yang efektif antara
mampu menghadapi tantangan terhadap protesa dan jaringan, banyak pasien
permintaan gigi tiruan yang estetik. mengeluhkan makanan terjebak di antara
Alternative perawatan dapat dilakukan antara ruang tersebut dan pontik terasa melawan
lain gigi tiruan lepas, gigi tiruan implant dan lidah. Pontik ini jarang digunakan sekarang
gigi tiruan jembatan dengan berbagai desain dan tidak estetik.
pontik sesuai kasus.2
Restorasi dengan gigi tiruan jembatan Pontik Ridge Lap
pada kasus kehilangan gigi merupakan pilihan Desain ridge lap memberikan estetik
yang sering dilakukan karena kenyamanan dan yang baik; namun jika ridge mengalami
hasil yang jangka panjang.2 Untuk resorbsi di bagian fasial, dapat terlihat
memperoleh estetik yang baik, ada beberapa artifisial.2 Permukaan pontik yang menghadap
faktor yang harus diperhatikan agar jaringan yang cekung dan luas, membuat
mendapatkan tampilan pontik yang alami pembersihan plak agak sulit.3,4 Inflamasi dan
diantaranya adalah ukuran, bentuk, warna, dan ulserasi jaringan lunak sering dihubungkan
posisi pontik.3 Gigi tiruan jembatan dengan dengan pontik tipe ini.
ovate pontic merupakan pilihan yang tepat
karena ovate pontic memiliki anatomi seperti Pontik Modified Ridge Lap
mahkota klinis dengan dasar pontik berkontak Desain modified ridge lap merupakan
lebih luas, selain itu ovate pontic menduplikasi tipe pontik yang paling polpuler. Pontik ini
emergence profile gigi asli sehingga akan biasanya menyebabkan sedikit inflamasi di
diperoleh kesan estetik optimal menyerupai area ridge dibandingkan dengan pontik ridge
gigi asli yang seolah-olah keluar dari gingival. lap karena permukaan yang cekungnya lebih
Ovate pontic dapat digunakan pada regio kecil dan mudah dibersihkan.2,5,6 Namun, tetap
anterior maupun regio posterior dengan terdapat permukaan cekung di tengah
tingkat kesuksesan yang sama.4 permukaan jaringan yang sulit dilewati benang
Ovate pontic ditemukan oleh Abrams gigi dan/atau sikat gigi.7 Jika ridge edentulous
pada tahun 1980 dan mulai diperkenalkan oleh tidak resopsi parah, biasanya estetik cukup
Dewey dan Zugsmith pada tahun 1993,2 baik.
namun baru akhir-akhir ini ovate pontic di
pertimbangkan secara klinis sebagai pontik Ovate Pontic
yang dapat mengatasi kelemahan pontik- Pontik ovate ditemukan oleh Abrams
pontik jenis lain serta memiliki estetik yang pada tahun 1980.8 Walaupun permukaan
optimal. Dahulu penggunaan pontik ini masih jaringan berbentuk cekung, pontik ovate
dibatasi karena dapat menyebabkan inflamasi dibuat berbentuk cembung untuk mengatasi
kronis, namun dengan perkembangan estetik kelemahan ridge lap atau modified ridge lap.
membuktikan bahwa ovate pontic tidak Hasilnya, pontik ini lebih mudah dibersihkan.
mengganggu kesehatan gingiva.1 Namun, karena tinggi kontur permukaan
Hal yang paling penting untuk cembung didesain dekat dengan dasar,
keberhasilan perawatan estetik dengan ovate terkadang benang gigi tidak dapat
pontic adalah rencana perawatan yang diteliti melewatinya, khususnya pada periodonsium
dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang tipis, dimana jarak papila tertinggi
antara lain dimensi jaringan lunak, dengan margin gingiva tidak jauh.2,9,11
pembedahan atraumatik, restorasi sementara Kecembungan ovate pontic dibuat untuk
yang fungsional dan estetik yang merupakan untuk menciptakan profil kemunculan yang
prinsip dasar ovate pontic. Ada beberapa tipe benar. Pontik ini berkontak dengan jaringan

31
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 1. Karakteristik dari Lima Tipe Pontik

Total Ridge Modified Ridge


Karakteristik Sanitary Ovate Modified Ovate
Lap Lap
Gigi anterior dan Gigi anterior dan
Gigi anterior Gigi anterior dan
Indikasi Gigi posterior posterior; garis posterior; garis
dan posterior posterior
senyum tinggi senyum tinggi
Ridge tipis dan
Kontraindikasi Gigi anterior - - -
knife-edge
Estetik sangat Estetik sangat
Tidak
Pertimbangan Estetik cukup Estetik cukup baik dan tercipta baik dan tercipta
digunakan di
estetik baik baik profil profil
zona estetik
kemunculan kemunculan
Permukaan Cekung;
Cembung;
pontik yang sisanya
tidak Cekung Cembung Cembung
menghadap berada di atas
berkontak
mukosa jaringan
Lebih mudah
dibanding
Lebih mudah modified ridge
Pembersihan/
Efektif Sulit dibanding total lap; terkadang Lebih mudah
higiene
ridge lap floss tidak dapat
melewati titik
tengah pontik
Seal udara lebih Seal udara lebih
Tidak cukup
Kemampuan efektif dibanding efektif dibanding
- - seal udara untuk
berbicara modified ridge modified ridge
berbicara
lap lap
Mungkin
Terjebaknya Terjebaknya Terjebaknya meninggalkan
makanan; makanan; makanan di area Ridge bayangan di area
terasa aneh tidak dapat yang terbuka di augmentasi apikal gigi-
Kerugian saat terkena dibersihkan; segitiga lingual; secara bedah margin gingiva
lidah (jarang menyebabkan saliva terdorong dibutuhkan jika pada defek ridge
digunakan penyakit keluar saat ridge lemah Kelas I dan
sekarang) periodontal berbicara tingginya garis
senyum pasien
Menciptakan
ilusi dari margin
gingiva bebas
Menciptakan
dan papila;
ilusi dari margin
meminimalkan
gingiva bebas
Keuntungan - - - "segitiga hitam";
dan papila;
membutuhkan
Meminimalkan
ridge augmentasi
“segitiga hitam”
yang lebih
sedikit daripada
pontik ovate
Penemu,
- - Stein, 19665 Abrams, 19808 Liu, 2003
peneliti

lunak di bawahnya dan memberikan sangat ketebalan apikoronal yang cukup pada ridge
sedikit tekanan.2,12 edentulous. Ridge knife-edge yang tipis
Keuntungan ovate pontic adalah estetik merupakan kontraindikasi untuk pontik ovate.
maksimum dan mudah dibersihkan dibanding Jika dimensi fasiolingual dan apikoinsisal
tipe ridge lap. Kerugian utamanya adalah tidak adekuat, diindikasikan prosedur
pontik ini membutuhkan lebar fasiolingual dan augmentasi dengan pembedahan. Berbagai

32
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

teknik tersedia untuk tujuan ini, tergantung menggunakan pontik yang masuk 1–2 mm ke
tipe dan perluasan defek pada ridge.2 dalam soket sisa pencabutan gigi. Penelitian
ini membuktikan bahwa epithelium melapisi
Modified Ovate Pontic permukaan luka dan soket kosong yang di isi
Desain modified ovate pontic dibuat oleh pontik porselen. Oleh karena itu mereka
untuk mengatasi masalah pada ovate pontic. menyatakan bahwa tidak terdapat alasan untuk
Modifikasi pontik ovate yaitu pergeseran menolak penggunaan ovate pontic karena
kontur tertinggi pada permukaan pontik yang pontik tersebut terbukti dapat mencegah
menghadap jaringan dari posisi tengah dasar terjadinya resesi gingival dan resorpsi tulang,
ke posisi lebih ke labial. Pontik modified ovate bahkan terbukti memiliki keunggulan estetik
tidak membutuhkan banyak ketebalan dan hygiene.4,11,12
fasiolingual untuk menciptakan profil Ovate pontic yang dipoles dengan baik
kemunculan. Pontik ini lebih mudah dapat berfungsi sebagai indeks untuk
dibershkan dibanding dengan ovate pontic pembentukan epitel berlapis skuamosa.
karena memiliki desain yang kurang cembung. penyembuhan servikal dapat diatur oleh
Keuntungan utama tipe ovate adalah sedikit bagian apical pontik sesuai dengan panjang
atau tidak memerlukan augmentasi dengan pontik. Emergence profile, embrasure-
pembedahan.2 embrasure dan estetik serta akses untuk
Ketinggian dari kontur ke permukaan kebersihan harus diperhatikan oleh dokter gigi
jaringan adalah 1 atau 1,5 mm apikal dan karena detail yang jelas harus dicatat dan
palatal ke margin gingiva labial. Benang gigi dikirim ke laborarorium dental.2,4
dapat melewati gingiva labial dan Banyak artikel yang menyarankan
membersihkan permukaan jaringan dengan penggunaan kontak pasif ridge untuk pontik,
mudah, hal ini kontras dengan tipe pontik namun ternyata data dan penelitian terkini
lainnya. Permukaan pontik modified ovate membuktikan bahwa kontak aktif lebih baik.
yang menghadap jaringan kurang cembung Tripodakis dan Constantinides mengevaluasi
dibanding pontik ovate. respons jaringan terhadap pontik konveks
yang menekan jaringan dapat mempengaruhi
OVATE PONTIC kebersihan mulut. Tekanan yang diberikan
Di awal abad dua puluh, desain pontik adalah tekanan maksimal yang dimungkinkan
untuk gigi tiruan jembatan dibuat dengan oleh tahanan jaringan sehingga fit abutment
kontak yang luas dan dasar pontik yang tidak terganggu. Penelitian klinis dan
meluas masuk ke dalam soket. Anjuran histologis menunjukkan bahwa tekanan pontik
berikutnya penggunaan pontik harus memberi metal keramik yang halus, dipoles dan di-
jarak sedikit dengan soket, sehingga mukosa glazed, apabila didukung kontrol plak yang
dapat sembuh dan berepitelisasi di bawah baik tidak akan menyebabkan peradangan
pontik. Namun hal ini dapat memberi efek pada jaringan di sekitar. Tapi apabila flossing
yang buruk pada kondisi mulut, seperti terjadi tidak dilakukan pada daerah pontik, maka akan
inflamasi, pembengkakan mukosa dan infeksi. terjadi peradangan. Stimulasi kontak aktif dan
Dengan perkembangan jaman gigi tiruan gaya oklusal dapat meningkatkan tonus dan
jembatan tidak hanya menuntut kesehatan kesehatan jaringan, dan kontur aksial pontik
rongga mulut saja, estetik yang maksimal harus mencegah impaksi makanan pada ridge,
merupakan hal yang penting diperhatikan.4,5 dan memungkinkan aksi pemijatan pada
Pada pertengahan 1960-an, penelitian gingiva.14,15,16
klinis oleh Stein menunjukkan bahwa pontik Apabila pencabutan gigi akan
harus terhindar dari kontak dan tekanan pada dilakukan, kontak proksimal protesa
mukosa, sehingga pontik modified ridge lap temporary (baik gigi tiruan cekat maupun
menjadi desain pilihan. Namun apabila lepas) harus segera dipertahankan untuk
ditinjau dari kesehatan mukosa dan mempertahankan bentuk gingival dan
penumpukan plak sehingga perlu me- menghambat timbulnya daerah segitiga hitam
modifikasi desain pontik dan berkembanglah pada interdental (black triangles). Apabila
desain pontik yang higienis dan estetik yaitu jarak dari bagian atas papilla interproksimal ke
ovate pontic.4,14 crest tulang crestal yang berada di bawahnya
Ovate pontic telah diperkenalkan oleh lebih dari 5 mm, akan terlihat kolaps jaringan
Dewey dan Zugsmith melalui penelitian yang lunak. Gingival yang tebal dan rata lebih tahan

33
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

terhadap resesi dibandingkan jaringan yang laboratorium dental dan sangat dipengaruhi
tipis dan scallop. Apabila pasien telah oleh ridge pasien, kebutuhan estetik, fonetik
menderita periodontitis dan telah terjadi dan fungsi. Proses desain bervariasi tergantung
kehilangan tulang pada gigi yang akan keadaan apakah desain ini dibuat pada
diekstraksi dan pada gigi-gigi abutment, ekstraksi imediat atau pada endentulous ridge
keberhasilan perawatan akan menurun.8,9,10,15 yang telah sembuh, tapi prinsip dasarnya
Teknik ekstraksi yang atraumatik juga masih tetap sama. Bagian apikal dari ovate
diperlukan untuk memperoleh hasil yang ideal. pontic dapat dibayangkan seperti akar yang
Laserasi atau luka pada margin gingival pada ada dipotong 1–2 mm di bawah crest gingiva
daerah ekstraksi dapat menganggu dengan pemolesan yang baik (highly-
penyembuhan dan menyebabkan terbentuknya polished), konveks dan "egg" shaped finish.
kontur jaringan yang kurang baik selama Perluasan ke apikal ditentukan oleh bentuk
penyembuhan jaringan. Kehilangan tulang jaringan yang telah ada dan jarak crest tulang.
alveolar secara traumatik pada saat pencabutan Jarak ke crest tulang harus lebih dari 1–1,5
gigi juga dapat menyebabkan kegagalan mm dan hal ini ditentukan oleh probe.6
estetik, karena bentuk jaringan lunak sangat Desain pontik harus direncanakan
dipengaruhi oleh tulang crestal yang berada di dengan baik dengan pengukiran wax pada
bawahnya. Menurut DiTolla, setelah ekstrasi model kerja yang ditanam pada artikulator.
gigi dilakukan, pasien tidak boleh menggigit Hal ini akan membantu penentuan tinggi,
kasa karena tekanan kasa dapat menyebabkan lebar, emergence profile, ukuran dan bentuk
kolaps pada gingival. Karena pencabutan embrasure, kontur apikal, kontur lingual, dan
menyebabkan papilla interdental tidak oklusi gigi-gigi artifisial. Pontik temporary ini
mempunyai dukungan. Oleh karena itu, bridge kemudian dicoba ke dalam mulut pasien dan
temporary harus segera dipasang supaya diperiksa estetik, fonetik, kemudahan pem-
papilla interdental kembali memiliki dukungan bersihan dan kenyamanan pontik tersebut.3
dan sebaiknya pencabutan dilakukan dengan
menggunakan periotome.4,11,16 KESIMPULAN
Ovate pontic merupakan pilihan terbaik
Indikasi dan Kontraindikasi Ovate Pontic bagi dokter gigi dan pasien dengan tuntutan
Ovate pontic digunakan terutama pada estetik dan fungsi serta preservasi jaringan
regio anterior atas, walaupun pada dasarnya yang optimal. Ovate pontic dapat
pontik tipe ini dapat digunakan pada regio mempertahankan kesehatan rongga mulut
manapun di dalam mulut selama pasien dapat apabila pontik ini didesain dan dipelihara
menjaga kebersihan mulutnya dengan baik. dengan baik. Prosedur pembersihan rutin akan
Ovate pontic diletakkan pada edentulous ridge menyebabkan kesehatan jaringan yang optimal
yang ideal, tapi juga dapat digunakan pada dapat tercapai.
ridge yang hipertrofi dengan bantuan
penambahan graft.6 DAFTAR PUSTAKA
Indikasi ovate pontic adalah gigi yang
fraktur pada crest jaringan karena trauma, 1. Sopamitsatian Thiraphorn, Leevalloj C.
karies gigi atau defek struktur, dengan tulang Restoration of maxillary anterior bridge
bukal yang utuh dan gigi abutment yang sehat. with ovate pontic design. Mahidol Dental
Selain itu indikasi ovate pontic adalah pasien Journal 2012; 71-80.
yang tidak menginginkan terapi implant atau 2. Liu CS. Use of modified ovate pontic in
pada daerah pontik yang membutuhkan areas of ridge defect: A report of two
emergence profile yang baik. Sedangkan cases. J Esthet Restor Dent 2004; 16:
kontraindikasi ovate pontic adalah tinggi ridge 273-283.
bagian fasial/lingual atau koronal/apikal yang 3. Nixon PJ, Robinson S, Chan MF. The
tidak cukup untuk menyerupai kompleks ovate pontic for fixed bridgework. Dent
dentogingiva dan telah terjadi resorbsi yang Update 2012; 39:407-415.
besar.3 4. Dylina TJ. Contour determination of
Ovate Pontics. J Prosthet Dent 1999;
Desain Ovate Pontic 82(2):136-142.
Desain ovate pontic memerlukan 5. Edeihoff D, Spiekermann H, Yildirim M.
kerjasama yang baik antara dokter gigi dan A review of esthetic pontic design

34
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

options. Quintessence Int 2002; 33:


736-746.
6. Ruiz JL. Esthetic Fixed Partial Dentures:
Rationale and Technique for Ovate
Pontics. Oral Health Journal April 2005.
7. Modi K, Kohli S, Bhatia S. Anterior
esthetic restoration of a patient using
modified ovate pontic design. Annals of
Dental Speciality 2014; 2:158-160.
8. McArdle BF. Creating natural gingival
profil using the ovate pontic technique.
J Am Dent Assoc; 133:742-743.
9. Dykema RW, Goodacre CJ, Phillips RW.
Johnston’s Modern Practice in Fixed
Prosthodontics. 4th Ed. Philadelphia: WB
Saunders Co.1986.
10. Ewing JE. Fixed Partial Prostheses. 2nd
Ed. Philapdelphia: Lea & Febiger. 1959.
11. Robert DH. Fixed Bridge Prostheses.
Bristol: John Wright & Sons Ltd. 1973.
12. Malone WFP, Koth DL. Tylman’s Theory
and Practice od Fixed Prosthodontics. 8th
Ed. St Louis: Ishiyaku EuroAmerica Inc.
1989.
13. Douglas RD. Pontic Design. Capitol
Carte Corpuri de Punte.pdf. 2008: 513-
543.
14. Rosential SF, Land MF, Fujimoto J.
Contemporary Fixed Prosthodontics. 4th
Ed. St Loius: Mosby Elsevier. 2006: 616-
631.
15. Becker CM, Kaldhal WB. Current
theories of crown contour, margin
placement and pontic design. J Prosthet
Dent 2005; 93:107-115.
16. Zuckerman GR. A hygienic multiple-
pontic design. Quintessence Int
1997;28:259-262.

35
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

UJI AKTIVITAS ANTIFUNGAL EKSTRAK KULIT PISANG BARANGAN


(Musa paradisiaca L) TERHADAP Candida albicans

Ridha Andayani, Afrina

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Candida albicans (C. albicans) adalah jamur oportunistik yang pada keadaan tertentu dapat menjadi
patogen di rongga mulut dan menyebabkan kandidiasis oral. Penanganan kandidiasis oral umumnya
menggunakan obat-obatan antifungal sintetik yang dapat menimbulkan efek samping. Kulit pisang
barangan (Musa paradisiaca L.) adalah bagian yang sering dianggap tidak bermanfaat namun
mengandung banyak komponen antifungal seperti alkaloid, saponin, steroid, triterpenoid, kuinon,
polifenol dan flavonoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antifungal ekstrak
kulit Musa paradisiaca L. terhadap pertumbuhan C. albicans. Pada penelitian ini, kulit Musa
paradisiaca L. diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak kulit
Musa paradisiaca L. yang telah diuji fitokimia, diuji aktivitas antifungalnya menggunakan metode
dilusi dengan Standard Plate Count (SPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit Musa
paradisiaca L. berpengaruh terhadap pertumbuhan C. albicans dengan konsentrasi hambat minimum
(KHM) sebesar 12,5% dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) sebesar 100%.

Kata kunci: Candida albicans, kandidiasis oral, antifungal, kulit pisang barangan
(Musa paradisiaca L.)

ABSTRACT
Candida albicans (C. albicans) is an opportunistic fungi that in certain circumstances may be
pathogens in the oral cavity and causes oral candidiasis. Treatment of oral candidiasis commonly
used synthetic antifungal drugs that can cause side effects. Musa paradisiaca L. peels are often
considered as useless part but contains many antifungal components such as alkaloids, saponins,
steroids, triterpenoids, quinons, poliphenols and flavonoids. This study was aimed to determine the
antifungal activity of Musa paradisiaca L. peels extract against C. albicans. In this study, Musa
paradisiaca L. peels was extracted by maceration method using 96% ethanol as solvent. Musa
paradisiaca L. peels extract that has been tested phytochemical, was tested its antifungal activity
using dilution method with Standard Plate Count (SPC). Results showed that Musa paradisiaca L.
peels extract have effects on the growth of C. albicans with 12,5% as Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) and has no growth in 100% concentration.

Key words: Candida albicans, oral candidiasis, antifungal, Musa paradisiaca L. peels

36
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN baik untuk kesehatan tubuh, termasuk kulitnya


Jamur merupakan mikroba yang dapat yang selama ini terkesan tidak bermanfaat dan
tumbuh dan berkembang dengan sangat cepat hanya menjadi limbah ternyata mengandung
termasuk di rongga mulut. Salah satu jamur lebih banyak komponen antibiotik dan
yang paling banyak terdapat di rongga mulut antifungal seperti alkaloid, tanin, flavonoid,
sebagai flora normal adalah Candida albicans saponin dan steroid dibandingkan dengan
(C. albicans).1 Di sisi lain, apabila terjadi bagian tanaman pisang yang lain.11-13
ketidakseimbangan antara Candida dengan Penelitian Someya (2002) menyatakan bahwa
mikroba lainnya di rongga mulut jamur ini kandungan zat polifenol pada kulit pisang
dapat menimbulkan suatu keadaan patogen adalah sebesar 158 mg/ 100 gr (0,158%)
yang disebut kandidiasis oral.2 Beberapa faktor sedangkan pada buah pisang hanya sebesar
predisposisi kandidiasis oral antara lain akibat 29,6 mg/ 100 gr (0,0296%).14
pemakaian gigi tiruan, merokok, penggunaan Berdasarkan penelitian Ighodaro (2012),
antibiotik dan kortikosteroid serta sistem imun ekstrak kulit Musa paradisiaca L. dengan
tubuh yang menurun akibat radiasi atau konsentrasi 100 mg/ml (10%) dan 50 mg/ml
kemoterapi, kondisi sistemik seperti leukemia (5%) telah dibuktikan dapat menghambat
kekurangan nutrisi dan pada penderita Human pertumbuhan mikroba baik dari jenis bakteri
Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune seperti Staphylococcus aureus maupun dari
Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).3,4 jenis jamur seperti Aspergillus niger.15 Karadi
Pada rongga mulut orang dewasa sehat (2011) dalam penelitiannya menunjukkan
terdapat sekitar 30–40% spesies C. albicans, bahwa ekstrak kulit Musa paradisiaca L. pada
50–65% pada pasien yang menggunakan gigi konsentrasi 100 µg/ml (0,01%) menunjukkan
tiruan lepasan, 65–88% pada orang yang zona hambat yang kuat sebesar 24 ± 0,3 mm
mengkonsumsi antibiotik berspektrum luas terhadap pertumbuhan jamur C. albicans, lebih
dalam jangka panjang, dan 95% pada besar dibandingkan dengan obat antifungal
penderita HIV/AIDS.5 Menurut penelitian yang biasa digunakan, yaitu flukonazol yang
Murwaningsih (2012), C. albicans ditemukan menunjukkan zona hambat sebesar 23 mm.12
pada 40% isolat rongga mulut penderita HIV Di sisi lain, menurut penelitian Chabuck
yang terinfeksi kandidiasis.6 Data yang (2013) ekstrak kulit Musa paradisiaca L.
didapatkan dari RSUP dr. Kariadi Semarang justru sama sekali tidak memiliki daya hambat
juga menunjukkan bahwa 45% pasien terhadap pertumbuhan C. albicans.11
HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring Berdasarkan uraian di atas, maka
terinfeksi jamur C. albicans.7 penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek
Penanganan kandidiasis oral umumnya antifungal ekstrak kulit pisang barangan (Musa
menggunakan obat antifungal sintetik antara paradisiaca L.) terhadap C. albicans.
lain nistatin, klotrimazol, mikonazol,
ketokonazol dan flukonazol.8 BAHAN DAN METODE
Obat-obatan sintetik yang digunakan Penelitian bersifat eksperimental
tentunya dapat menyebabkan resistensi dan laboratoris dengan desain postest only control
efek samping.9 Pemanfaatan bahan-bahan design. Proses ekstraksi dilakukan di
alami untuk mengatasi jamur ini sudah Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan
seharusnya dikembangkan sebagai salah satu Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unsyiah,
solusi untuk mengurangi efek samping yang Laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu
ditimbulkan antijamur sintetik tersebut. Pendidikan (FKIP) Unsyiah untuk uji
Tanaman pisang (Musa spp.) adalah fitokimia serta di Laboratorium Mikrobiologi
salah satu tanaman yang cukup banyak Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unsyiah
ditemukan di daerah beriklim tropis seperti untuk proses pengujian Konsentrasi Hambat
Indonesia. Pada tahun 2006, Indonesia Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
memproduksi pisang sebanyak 5.037.472 Minimum (KBM) dari ekstrak kulit pisang
ton.10 Salah satu jenis pisang yang sering barangan (Musa paradisiaca L.) terhadap
ditemui dan dikonsumsi di kalangan pertumbuhan C. albicans. Sampel yang
masyarakat adalah pisang barangan (Musa digunakan untuk penelitian ini adalah
paradisiaca L.). Penelitian Karadi et al (2011) C. albicans strain ATCC 10231 yang
dan Chabuck (2013) menunjukkan bahwa diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
setiap bagian dari pisang memiliki efek yang Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unsyiah

37
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

dan bahan uji yang digunakan adalah kulit f) Uji kuinon dilakukan dengan
pisang barangan (Musa paradisiaca L.) dari penambahan NaOH ke dalam ekstrak kulit
perkebunan pisang di Kecamatan Seulimum, Musa paradisiaca L. Terbentuknya warna
Kabupaten Aceh Besar. kuning kemerahan menunjukkan adanya
Semua alat dan bahan yang digunakan senyawa kuinon.52
harus dalam keadaan steril. Media agar yang g) Uji polifenol dilakukan dengan
digunakan untuk pertumbuhan C. albicans menambahkan FeCl3 ke dalam ekstrak kulit
dibuat dengan cara mencampurkan bubuk Musa paradisiaca L. Ekstrak mengandung
SDA dengan akuades dan didihkan sampai polifenol apabila membentuk senyawa
seluruh campuran homogen. Selanjutnya berwarna biru kehitaman.38
ditambahkan ciprofloxacin dan masukkan ke Ekstrak kental kulit Musa paradisiaca
dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 L. diencerkan dengan menggunakan akuades
menit.49 steril hingga diperoleh konsentrasi yang
Kulit Musa paradisiaca L. yang belum diperlukan dan dihomogenkan dengan
matang sebanyak 3 kilogram dikeringkan dan menggunakan vortex.
dipotong kecil-kecil. Kemudian kulit tersebut Candida albicans diambil dengan
dieksktraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan jarum ose dan dikultur dengan
cara direndam menggunakan pelarut etanol menggunakan media Sabouroud Dextrose
96% dalam labu erlenmeyer dan diaduk Agar (SDA) dan diinkubasi dalam inkubator
sesekali setiap hari. Setelah itu dilakukan pada suhu 37°C selama 24 jam.53 Spesies
penyaringan dengan kertas Whatman No. 1 C. albicans akan menghasilkan koloni halus
sampai didapatkan filtrat. Filtrat tersebut berwarna krem keputihan dan mengeluarkan
selanjutnya diuapkan dengan rotary bau khas seperti ragi.
evaporator sampai didapatkan ekstrak kental.15 Konfirmasi dilakukan dengan pe-
Uji fitokimia adalah uji kalibrasi untuk warnaan Gram dengan cara mengambil
melihat adanya kandungan alkaloid, tanin, C. albicans yang dioleskan ke kaca preparat
flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid, dan difiksasi dengan cara dilewatkan di atas
kuinon dan polifenol dalam ekstrak kulit Musa api spiritus. Kemudian sediaan ditetesi zat
paradisiaca L.15,32,33 kristal violet selama 1 menit selanjutnya
a) Uji alkaloid dilakukan dengan dibilas dengan air. Lalu sediaan diteteskan
menambahkan beberapa tetes pereaksi larutan lugol selama 1 menit kemudian ditetesi
Dragendorf dan Burchad ke dalam ekstrak dengan alkohol 96% selama 5 detik sampai zat
kulit Musa paradisiaca L. Dikatakan warna hilang, setelah itu dicuci dengan air
mengandung alkaloid jika terbentuk endapan.38 mengalir. Selanjutnya sediaan ditetesi dengan
b) Uji tanin dapat dilakukan dengan larutan safranin selama 30 detik lalu dibilas
menggunakan 10% gelatin yang ditambahkan dengan air mengalir kemudian dibiarkan
ke dalam ekstrak kulit Musa paradisiaca L. hingga kering. Setelah itu dilakukan
Senyawa tanin ditandai dengan terbentuknya pengamatan dibawah mikroskop dengan
endapan putih.38 pembesaran 1000x. Candida albicans akan
c) Uji flavonoid dilakukan dengan terlihat berwarna ungu dan berbentuk budding
menambahkan serbuk magnesium (Mg), HCl (tunas) (Gambar 1).45
dan amil alkohol ke dalam ekstrak kulit Musa
paradisiaca L. Jika mengandung flavonoid
maka akan terlihat warna ungu kemerahan.50
d) Uji saponin dilakukan dengan
menggunakan HCl yang dituangkan pada
ekstrak kulit Musa paradisiaca L. kemudian
dikocok selama 15 detik. Timbulnya buih yang
menetap menunjukkan adanya kandungan
saponin dalam ekstrak.31,38
e) Uji steroid dan triterpenoid dilakukan
dengan menambahkan asam asetat dan H2SO4
ke dalam ekstrak kulit Musa paradisiaca L.
Jika mengandung steroid maka akan terbentuk
warna biru atau ungu.51 Gambar 1. Candida albicans - Budding Cells

38
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Kemudian dilakukan uji fermentasi 1 ml ekstrak kulit Musa paradisiaca L. dengan


terhadap bahan pembenihan karbohidrat konsentrasi 12,5% kemudian ditambahkan
(glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa) yang suspensi C. albicans sebanyak 0,1 ml.
sudah ditambahkan bromkresol blue sebagai Kelompok perlakuan 2 (P2) terdiri atas 1 ml
indikator. Terbentuknya asam saat fermentasi ekstrak kulit Musa paradisiaca L. dengan
ditandai dengan adanya perubahan warna pada konsentrasi 25% kemudian ditambahkan
indikator. Untuk mengetahui terbentuknya gas suspensi C. albicans sebanyak 0,1 ml.
digunakan tabung Durham yang diletakkan Kelompok perlakuan 3 (P3) terdiri atas 1 ml
terbalik di dalam tabung reaksi. Ruang kosong ekstrak kulit Musa paradisiaca L. dengan
pada tabung Durham menunjukkan adanya gas konsentrasi 50% kemudian ditambahkan
yang terbentuk. Konfirmasi C. albicans suspensi C. albicans sebanyak 0,1 ml.
didapatkan dari hasil uji fermentasi Kelompok perlakuan 4 (P4) terdiri atas 1 ml
karbohidrat dan pembentukan gas dalam ekstrak kulit Musa paradisiaca L. dengan
tabung Durham. Spesies C. albicans konsentrasi 100% kemudian ditambahkan
menunjukkan terbentuknya asam dan gas pada suspensi C. albicans sebanyak 0,1 ml.15
glukosa dan maltosa sedangkan pada sukrosa Kelompok kontrol negatif (K-) terdiri atas
hanya menunjukkan adanya asam dan laktosa 1 ml akuades dan ditambahkan dengan
tidak menghasilkan asam maupun gas.55 suspensi C. albicans sebanyak 0,1 ml.
Candida albicans yang sudah dikultur Kelompok kontrol positif (K+) terdiri atas 1
pada media SDA diambil dengan jarum ose ml nistatin dan ditambahkan dengan suspensi
selanjutnya diinokulasi ke dalam pepton C. albicans sebanyak 0,1 ml.
water. Tingkat kekeruhannya disesuaikan Kemudian masing-masing tabung
dengan larutan Mc. Farland 1 yang setara diambil 0,1 ml suspensi dengan menggunakan
dengan jumlah mikroorganisme 3 x 108 pipet Eppendorf dan ditanam dengan metode
CFU/ml. Selanjutnya dilakukan pengenceran spread plate pada media SDA, kemudian
bertingkat sampai didapatkan 30–300 koloni ratakan dengan batang sebar untuk selanjutnya
saat penanaman pada SDA. diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C.
Pengenceran bertingkat dilakukan Setelah 24 jam, koloni akan terbentuk dan
dengan cara mengambil 1 ml suspensi pertumbuhannya dihitung dengan colony
C. albicans yang telah setara dengan larutan counter. Konsentrasi Hambat Minimum
Mc. Farland 1 kemudian dicampurkan dengan (KHM) dari ekstrak kulit Musa paradisiaca L.
9 ml NaCl pada tabung 1, selanjutnya pada adalah yang menunjukkan jumlah koloni
tabung 2 ambil 1 ml larutan pada tabung 1 dan C. albicans paling sedikit pada SDA dan
dicampurkan dengan 9 ml NaCl, ambil 1 ml Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) adalah
larutan pada tabung 2 dan dicampurkan pada SDA yang sama sekali tidak terdapat
dengan 9 ml NaCl pada tabung 3, begitu pertumbuhan C. albicans.
seterusnya sampai tabung 7. Kemudian setelah Penelitian ini menggunakan metode
dihomogenkan dengan vortex dari masing- analisis data dengan one way ANOVA
masing tabung diambil 0,1 ml suspensi lalu dilanjutkan dengan uji beda rata-rata LSD
disebarkan dan diratakan pada cawan petri (Least Significant Different) untuk melihat
yang berisi media SDA dengan menggunakan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan
batang sebar. Selanjutnya diinkubasi selama konsentrasi bunuh minimum (KBM) dengan
24 jam pada suhu 37°C kemudian amati dan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistical
hitung jumlah koloninya. Cawan petri yang Package for The Social Sciences).
dipilih adalah yang memiliki jumlah koloni
30–300 koloni.47 HASIL PENELITIAN
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Sampel yang digunakan dalam
dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) penelitian ini adalah kulit pisang barangan
pada penelitian ini didapatkan dengan yang diekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan kelompok yang terdiri dari menggunakan pelarut etanol 96%. Hasil
empat kelompok perlakuan, satu kelompok ekstraksi diperoleh ekstrak kental sebanyak
kontrol positif (nistatin) dan satu kelompok 14,81 gram.
kontrol negatif (akuades). Pengulangan dalam Uji fitokimia menunjukkan hasil bahwa
uji ini dilakukan sebanyak tiga kali. ekstrak kulit Musa paradisiaca L.
Kelompok perlakuan 1 (P1) terdiri atas mengandung senyawa alkaloid, saponin,

39
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

polifenol, flavonoid, kuinon, steroid, ungu yang diamati menggunakan mikroskop


triterpenoid dan tidak mengandung tanin cahaya dengan pembesaran 1000x (Gambar 3).
(Tabel 1). Hasil uji fermentasi karbohidrat dengan
media gula-gula yang ditambahkan brom-
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Kulit Pisang kresol blue sebagai indikator menunjukkan
Barangan (Musa paradisiaca L.) adanya perubahan warna dari biru menjadi
Uji Fitokimia Keterangan kuning pada glukosa, maltosa dan sukrosa,
sedangkan pada laktosa tidak terjadi
Alkaloid +
perubahan warna. Gelembung udara terbentuk
Saponin +
pada glukosa dan maltosa, sedangkan pada
Tanin - sukrosa dan laktosa tidak menunjukkan adanya
Polifenol + gelembung udara (Gambar 4).
Flavonoid +
Kuinon +
Steroid +
Triterpenoid +

Hasil kultur C. albicans pada media


SDA yang telah diinkubasi dalam inkubator
selama 24 jam menunjukkan koloni berwarna
krem keputihan (Gambar 2).

Koloni
C. albicans a b c d
Gambar 4. Hasil Uji Fermentasi Candida albicans
(a) Laktosa, (b) Glukosa, (c) Maltosa,
(d) Sukrosa

Gambar 2. Hasil Kultur Candida albicans pada


Media SDA a b
Hasil pewarnaan Gram menunjukkan
koloni berbentuk budding (tunas) berwarna

Budding
(Tunas) Sel

Gambar 5. Hasil Penyetaraan Kekeruhan Suspensi


(a) Larutan Mc Farland 1, (b) Suspensi
Candida albicans

Suspensi C. albicans dibuat dengan cara


Gambar 3. Hasil Uji Pewarnaan Gram Candida mengambil 1 ose koloni C. albicans
albicans dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi

40
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

pepton water, diinkubasi selama 24 jam tumbuh pada kelompok kontrol negatif
kemudian dihomogenkan dengan cara di- (akuades) yaitu sebanyak 225 x 104 CFU/ml.
vortex. Tingkat kekeruhan suspensi tersebut Jumlah koloni ini terus menurun seiring
disetarakan dengan Mc. Farland 1 yang setara dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak.
dengan 3 x 108 CFU/ml (Gambar 5). Pada konsentrasi tertinggi, yaitu 100%, tidak
Hasil pengenceran bertingkat yang ada koloni C. albicans yang tumbuh sama
dilakukan sebanyak 6 kali menghasilkan seperti yang dihasilkan oleh kelompok kontrol
jumlah koloni seperti yang terlihat pada positif (nistatin). Jumlah rata-rata koloni yang
Tabel 2. Berdasarkan hasil tersebut maka dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.
pengenceran 10-3 yang layak digunakan untuk Uji statistik penelitian ini menggunakan
uji karena memiliki jumlah koloni 30–300 one way ANOVA dengan syarat terdiri atas
koloni/cawan. lebih dari dua kelompok, sebaran data normal,
dan varians data harus sama. Kelompok
Tabel 2. Jumlah Koloni Candida albicans Setelah penelitian ini terdiri dari 4 kelompok
Pengenceran Bertingkat perlakuan, 1 kelompok kontrol negatif
Tingkat Pertumbuhan Koloni (akuades) dan 1 kelompok kontrol positif
Pengenceran (koloni/cawan) (nistatin). Uji normalitas menggunakan
10-1 2255 Shapiro-Wilk menghasilkan sebaran data pada
10-2 532 konsentrasi 12,5%, 25% dan akuades adalah
normal dengan nilai p>0,05, sedangkan pada
10-3 112
konsentrasi 50%, 100% dan nistatin sebaran
10-4 16
datanya diabaikan hasilnya karena jumlah data
10-5 1 dari setiap perlakuannya konstan. Uji
10-6 1 homogenitas menunjukkan data tidak
homogen (p<0,05) oleh sebab itu dilakukan
Pengujian aktivitas antifungal ekstrak transformasi data. Hasil uji menunjukkan
kulit pisang barangan (Musa paradisiaca L.) bahwa data tidak dapat ditransformasi, maka
terhadap pertumbuhan C. albicans dilakukan dilakukan uji alternatif menggunakan uji
pada media SDA dan setiap perlakuan diulang Kruskal-Wallis dengan post hoc uji Mann-
sebanyak 3 kali. Pada konsentrasi 12,5%, rata- Whitney.
rata jumlah koloni yang tumbuh sebanyak Uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai
39 x 104 CFU/ml, lebih sedikit daripada yang p=0,005, artinya bahwa hipotesis diterima

Tabel 3. Jumlah Rata-Rata Koloni Candida albicans Setelah Dilakukan Uji Menggunakan Ekstrak Kulit Pisang
Barangan (Musa paradisiaca L.)

Konsentrasi Jumlah Koloni (CFU/ml) Jumlah Rata-Rata


Bahan Uji P1 P2 P3 Koloni (CFU/ml)
4 4
12,5% 40 x 10 35 x 10 42 x 104 39 x 104
4 4
25% 21 x 10 32 x 10 24 x 104 26 x 104
50% 1 x 104 1 x 104 1 x 104 1 x 104
100% 0 0 0 0
4 4
Akuades 234 x 10 212 x 10 230 x 104 225 x 104
Nistatin 0 0 0 0

Tabel 4. Hasil Uji Mann-Whitney Ekstrak Kulit Musa paradisiaca L. Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
Kelompok Perlakuan 12,5% 25% 50% 100% Akuades Nistatin
12,5% - 0,050* 0,037* 0,037* 0,050* 0,037*
25% 0,050* - 0,037* 0,037* 0,050* 0,037*
50% 0,037* 0,037* - 0,025* 0,037* 0,025*
100% 0.037* 0,037* 0,025* - 0,037* 1,000
Akuades 0,050* 0,050* 0,037* 0,037* - 0,037*
Nistatin 0,037* 0,037* 0,025* 1,000 0,037* -
Keterangan : * = p≤0,05 ; terdapat perbedaan bermakna

41
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

dengan nilai Konsentrasi Hambat Minimum nitrogen, vitamin, mineral dan asam amino
(KHM) pada 12,5% dan Konsentrasi Bunuh yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Minimum (KBM) pada 100%. Pada Penambahan antibiotik seperti ciprofloxacin
konsentrasi 12,5% pertumbuhan C. albicans dilakukan agar media lebih selektif sehingga
menunjukkan perbedaan yang bermakna sangat baik digunakan untuk isolasi jamur.57
dibandingkan dengan akuades dengan nilai Konfirmasi dengan pewarnaan Gram
p=0,05 sedangkan untuk konsentrasi 100% dan uji fermentasi dilakukan untuk
dibandingkan dengan nistatin memiliki nilai memastikan bahwa hasil kultur C. albicans
p=1,00 yang berarti tidak ada perbedaan yang tidak mengalami kontaminasi. Pewarnaan
bermakna. Gram pada C. albicans dilakukan karena
C. albicans memiliki struktur dinding sel yang
PEMBAHASAN mirip dengan bakteri Gram-Positif yang
Kulit Musa paradisiaca L. kering memiliki peptidoglikan dan kitin yang mampu
diekstrak dengan metode maserasi menahan zat warna kristal violet. Kayser
menggunakan etanol 96%. Tujuan dari (2005) mengatakan bahwa spesies C. albicans
ekstraksi ini adalah untuk menarik seluruh menunjukkan gambaran berwarna ungu dan
bahan aktif yang terdapat dalam simplisia. berbentuk tunas (budding) saat diamati
Metode maserasi dipilih dalam penelitian ini dibawah mikroskop.58
karena metode ini adalah metode yang paling Uji fermentasi terhadap C. albicans
sederhana, murah, dan mudah. Prinsip menggunakan glukosa, maltosa, sukrosa dan
ekstraksi dengan metode ini adalah dilakukan laktosa menunjukkan hasil yang sama seperti
di wadah tertutup dengan cara merendam dan pada penelitian Bhavan (2010) yaitu positif
mengaduk simplisia dalam pelarut.56 pada glukosa, maltosa dan sukrosa, sedangkan
Pelarut akan masuk melewati dinding pada laktosa menunjukkan hasil yang
sel dan menyebabkan isi sel akan larut, hal ini negatif.55
dapat terjadi karena perbedaan konsentrasi Uji fermentasi ini dilakukan untuk
antara larutan di dalam dan di luar sel.40 memastikan spesies C. albicans yang di-
Pemilihan pelarut juga mempengaruhi jumlah ketahui dari kemampuan spesies tersebut
senyawa aktif yang tersari. Pelarut yang dalam memfermentasi karbohidrat tertentu
digunakan dalam penelitian ini adalah etanol sehingga menurunkan pH indikator. Hal ini
96%. Pemilihan etanol sebagai pelarut karena terlihat dari berubahnya warna bromkresol
etanol merupakan pelarut yang bersifat polar, blue sebagai indikator dan terbentuknya gas
tidak toksik, absorbsinya baik, dan lebih pada tabung Durham.59
selektif sehingga mikroorganisme sulit untuk Uji aktivitas antifungal ekstrak kulit
tumbuh dalam etanol 20% ke atas.56 Musa paradisiaca L. dilakukan dengan metode
Uji fitokimia ekstrak kulit Musa dilusi standard plate count (SPC) dengan cara
paradisiaca L. menunjukkan adanya kan- melakukan pengenceran bertingkat C. albicans
dungan alkaloid, saponin, polifenol, flavonoid, dan nantinya suspensi yang digunakan adalah
kuinon, steroid, triterpenoid dan tidak yang memiliki jumlah 30–300 koloni. Tujuan
mengandung tanin. Hal ini tidak sesuai dengan penggunaan metode ini adalah untuk
penelitian Ighodaro (2012) yang menyatakan memudahkan penghitungan nilai konsentrasi
bahwa terdapat tanin dalam ekstrak Musa hambat dan bunuh minimum ekstrak terhadap
paradisiaca L.15 Tidak adanya tanin dalam C. albicans. Nilai tersebut diperoleh dengan
ekstrak diduga karena kandungan senyawa menghitung jumlah koloni yang tumbuh
tanin pada ekstrak terlalu sedikit, hal ini setelah diberikan ekstrak dengan colony
disebabkan perbedaan lingkungan pertum- counter.47
buhan tanaman sehingga saat pengujian Hasil uji ekstrak kulit Musa paradi-
menunjukkan hasil negatif.38 siaca L. menunjukkan bahwa ekstrak tersebut
Kultur C. albicans dilakukan di media mampu menghambat dan membunuh
SDA yang merupakan media selektif untuk C. albicans. Kemampuan ini disebabkan oleh
pertumbuhan jamur karena konsentrasi kandungan zat-zat aktif dalam ekstrak yang
dekstrosa yang tinggi dan pH nya yang bersifat berperan sebagai antifungal. Zat-zat tersebut
asam. Kandungan lain dalam SDA seperti antara lain adalah alkaloid, steroid, tri-
cernaan enzimatik kasein dan cernaan terpenoid, saponin, kuinon, polifenol dan
enzimatik hewan berfungsi sebagai penyedia flavonoid.

42
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Pelczar dan Chan (2006) menyebutkan menyebabkan kematian jamur C. albicans.62


bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu zat Kelompok kontrol pada penelitian ini
antimikroba maka semakin besar pula menggunakan nistatin sebagai kontrol positif
kemampuannya untuk menghambat per- dan akuades sebagai kontrol negatif. Akuades
tumbuhan mikroba.60 Hal ini sesuai dengan digunakan sebagai kontrol negatif karena tidak
hasil penelitian yang menunjukkan jumlah mengandung zat antifungal sehingga tidak
koloni C. albicans terus menurun seiring memiliki daya hambat terhadap C. albicans.
dengan meningkatnya nilai konsentrasi Nistatin digunakan sebagai kontrol positif
ekstrak. Konsentrasi Hambat Minimum karena merupakan obat antifungal sintetis
(KHM) dalam penelitian ini adalah konsentrasi yang bersifat fungisidal dan sering digunakan
terendah dengan jumlah koloni C. albicans dalam pengobatan kandidiasis oral.63
yang paling sedikit jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif (akuades) yaitu KESIMPULAN
12,5%, sedangkan Konsentrasi Bunuh Ekstrak kulit pisang barangan (Musa
Minimum (KBM) dalam penelitian ini adalah paradisiaca L.) dapat menghambat per-
100% karena pada konsentrasi tersebut tidak tumbuhan Candida albicans dengan KBM
terdapat pertumbuhan koloni C. albicans. sebesar 100% dengan rata-rata jumlah koloni
Hasil ini adalah akibat interaksi maksimal 0 CFU/ml, KHM sebesar 12,5% dengan rata-
antar zat antifungal yang dimiliki ekstrak rata jumlah koloni 39 x 104 CFU/ml.
tersebut karena menggunakan ekstrak kulit
Musa paradisiaca L. murni tanpa DAFTAR PUSTAKA
pengenceran. 1. Greenberg MS. Burket’s Oral Medicine
Alkaloid bekerja sebagai antifungal Diagnosis and Treatment. 10th ed.
dengan cara menghambat biosintesis asam Ontario: BC Decker Inc. 2003: 94.
nukleat pada jamur.34 Senyawa alkaloid ini 2. Gravina HG, Moran EGD, Zambrano O.
juga bersifat basa karena memiliki pH>7 yang Oral Candidiasis in Children and
diduga dapat menekan pertumbuhan Adolescents with Cancer Identification of
C. albicans karena biasanya C. albicans Candida spp. Med Oral Patol Oral Cir
tumbuh pada keadaan pH asam.61 Steroid dan Bucal 2007; 12(6).
triterpenoid mengganggu membran sel dan 3. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral
menghambat sintesis protein jamur sehingga Pathology Clinical Pathologic
pertumbuhannya terhambat.37 Saponin Correlations. 4th ed. USA: Elsevier
memiliki tingkat toksisitas yang tinggi Science. 2003: 100-102.
terhadap jamur. Saponin akan mengganggu 4. Neville WB, Doughlas DD, Carl MA,
permeabilitas membran sterol dinding sel Jerry EB. Oral and Maxilofacial
C. albicans sehingga pemasukan zat-zat yang Pathology. 2nd ed. Philadelphia: W.B
diperlukan untuk perkembangan terganggu, Saunders Company. 2002: 189-194.
akhirnya sel membengkak dan pecah.36 5. Akpan A, Morgan R. Oral Candidiasis.
Polifenol mampu mendenaturasi protein Postgrad Med J 2002; 78:455-459.
dinding sel jamur sehingga menjadi rapuh dan 6. Murwaningsih A. Resistensi Candida
mudah ditembus oleh zat aktif lainnya yang albicans dan Candida non-albicans
juga bersifat antifungal.37 Proses denaturasi Terhadap Flukonazol Studi Pada Isolat
protein dapat mengakibatkan kerusakan sel Rongga Mulut Penderita Infeksi Human
secara permanen sehingga tidak dapat Immunodeficiency Virus di RSUP Dr.
diperbaiki lagi.60 Kuinon bekerja dengan cara Sardjito. Yogyakarta: Universitas Gadjah
mengikat adhesin pada jamur.38 Mada. 2012.
Flavonoid, meskipun lebih banyak 7. Sofro MUA, Anggita I, Isbandrio B.
dikenal sebagai antioksidan, juga mampu Karakteristik Pasien HIV/AIDS dengan
bekerja sebagai antifungal. Cara kerjanya Kandidiasis Orofaringeal di RSUP Dr.
adalah dengan mengikat fosfolipid dan Kariadi Semarang. Med Hosp 2013;
mengganggu permeabilitas membran sel 164-168.
jamur.35 Permeabilitas akan meningkat karena 8. Kurniawan A, Wahyuningsih R, Susanto
terganggunya fungsi membran sel akibat L. Infeksi Parasit dan Jamur Pada Pasien
perubahan komposisi protein, akibatnya terjadi terinfeksi HIV. Majalah Kedokteran FK
kerusakan sel dan lama kelamaan UKI 2008; 35.

43
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

9. Kusumaningtyas, Lusi S, Astie A. Candida albicans Diisolasi Dari Denture


Penentuan Golongan Bercak Senyawa Stomatitis Penelitian In Vitro. Sumatera
Aktif Ekstrak n-heksan Alpina galanga Utara: Fakultas Kedokteran Gigi. 2010:
terhadap Candida albicans dengan 10.
Bioautografi dan Kromatografi Lapis 22. Gani BA. Keragaman Virulensi Faktor
Tipis. Jakarta: Universitas Pancasila. Candida albicans Sebagai Penentu
2008: 1-2. Infeksi. Cakradonya Dent J 2011;
10. Mulyanti N, Suprapto, Hendra J. 3(1):252-331.
Teknologi Budidaya Pisang. Bandar 23. Gandolfo S, CBE CS, Carrozzo M. Oral
Lampung: Badan Penelitian dan Medicine. Toronto: Elsevier. 2006: 50-70.
Pengembangan Pertanian. 2008: 1. 24. Tarcin BG. Oral Candidosis: Aetiology,
11. Chabuck ZAG, Al-Charrakh AH, Hindi Clinical Manifestations, Diagnosis and
NKK, Hindi SKK. Antimicrobial Effect Management. Journal of Marmara
of Aqueous Banana Peel Extract. Iraq University Institute of Health Science
Pharmaceutical Sciences 2013; 1:73-75. 2011; 1(2):140-148.
12. Karadi RV, Shah A, Parekh P, Azmi P. 25. Tyasrini E, Winata T, Susantina.
Antimicrobial Activities of Musa Hubungan antara Sifat dan Metabolit
paradisiaca and Cocos nucifera. Candida spp. dengan Patogenesis
International Journal Research Kandidiasis. Jurnal Kedokteran
Pharmaceutical and Biomedical Sciences Maranatha 2006; 6:52-67.
2011; 2(1):264-266. 26. McCullough MJ, Savage NW. Oral
13. Kumar KPS, Bhowmik D, Duraivel S, Candidosis and The Therapeutic Use Of
Umadevi M. Traditional and Medicinal Antifungal Agents in Dentistry. Aust Dent
Uses of Banana. Journal Pharmacognosy Journal 2005; 50(2):36-39.
and Phytochemistry 2012; 1(3):51-53. 27. Muzyka BC. Oral Fungal Infections. Dent
14. Someya S, Yoshiki Y, Okubo K. Clin N Am 2005; 49:49-65.
Antioxidant Compounds From Bananas 28. Prasanna KR. Oral Candidiasis - a review.
(Musa cavendish). Food Chemistry 2002; Scholarly Journal of Medicine 2012;
79(3):351-354. 2(2):26-30.
15. Ighodaro O. Evaluation Study on 29. Natalina F. Analisis Komparasi Usaha
Nigerian Species of Musa paradisiaca Tani Pisang Barangan Antara Sistem
Peels: Phytochemical Screening, Konvensional Dengan Sistem Double
Proximate Analysis, Mineral Raw. Studi Kasus: Kecamatan STM Hilir
Composition and Antimicrobial dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten
Activities. Nigeria: Lead City University. Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
2012: 17-20. Medan: Universitas Sumatera Utara.
16. Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell 2009: 9.
M. Introductory Mycology. 6th ed. New 30. Rukmana R. Usaha Tani Pisang.
York: John Wiley & Son. 1996. Yogyakarta: Kanisius. 2006.
17. Tjampakasari CR. Karakteristik Candida 31. Anhwange BA, Ugye TJ, Nyiaatagher
albicans. Jakarta: Bagian Mikrobiologi TD. Chemical Composition of Musa
Fakultas Kedokteran Universitas sapientum (Banana) Peels. Electronic
Indonesia. 2006. Journal of Environmental, Agricultural
18. Simatupang MM. Candida albicans. and Food Chemistry 2009; 8(6):438-442.
Medan: Departemen Mikrobiologi 32. Okorondu SI, Akujobi CO, Nwachukwu
Fakultas Kedokteran. 2009: 4. IN. Antifungal properties of Musa
19. Anonymous. Availabe at: http://netsains. paradisiaca (Plantain) peel and stalk
net/2011/02/mekanisme-resistensi- extracts. International Journal of
terhadap-agen-antifungal/. Accessed on Biological and Chemical Sciences 2012;
August 22nd, 2014. 6(4):1529-1530.
20. Cotter G, Kavanagh K. Adherence 33. Fitrianingsih SP, Purwanti L. Uji Efek
Mechanisms of Candida albicans. Br J Hipogilkemik Ekstrak Air Kulit Buah
Biomed Science 2000; 57(3):24-29. Pisang Ambon Putih [Musa (AAA
21. Atni MHBM. Daya Hambat Infusum Group)] Terhadap Mencit Model
Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Hiperglikemik Galus Swiss Webster.

44
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Paper presented at: Seminar Nasional Microbiology. 8th ed. New York: The Mc
Penelitian dan PKM Sains, Teknologi, Graw-Hill Companies. 2001: 93, 96.
dan Kesehatan. Bandung. 2012 46. Harley JP, Presscott LM. Laboratory
34. Zafar IM, Saleha A, Hoque MME, Sohel Exercises in Microbiology. 5th ed. New
RM. Antimicrobial and Cytotoxic York: The Mc Graw-Hill Companies.
Properties of Different Extracts of Musa 2002: 79, 369, 374.
sapientum L. Subsp. sylvesteris. 47. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar.
International Research Journal of Purwokerto: Universitas Jenderal
Pharmacy 2011; 2(8):62-65. Soedirman. 2008.
35. Watson RR, Preedy VR. Botanical 48. Buku Ajar Mikrobiologi. Banda Aceh:
Medicine in Clinical Practice. Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Cambridge: Cromwell Press. 2007. Hewan. 2012: 58.
36. Luning HU, Waiyaki BG, Schlosser E. 49. Chandra R, Winata T, Evacuasiany E.
Role of Saponins in Antifungal The Antifungal Activity of Celery Herb
Resistance. Journal of Phytopathology Extracts (Apium graveolens L.) Against
2008; 92:338-345. Candida albicans Invitro. Jurnal Medika
37. Septiadi T, Pringgenies D, Radjasa OK. Planta 2011; 1(3):1.
Uji Fitokimia dan Aktivitas Antijamur 50. Mulyani S. Analisis Flavonoid. Majalah
Ekstrak Teripang Keling (Holoturia atra) Obat Tradisional 2013; 110.
Dari Pantai Bandengan Jepara Terhadap 51. Ismaini L. Aktifitas Antifungi Ekstrak
Jamur Candida albicans. Journal of Centella asiatica L. Urban terhadap Fungi
Marine Research 2013; 2:76-84. Patogen pada Daun Anggrek
38. Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur H. (Bulbophyllum flavidiflorum Carr).
Phytochemical Screening and Extraction. Jurnal Penelitian Sains 2011; 14(1).
Int Pharm Sci 2011; 1(1):98-106. 52. Anonymous. Penapisan dan Analisis
39. Emilan T, Kurnia A, Utami B, Diyani Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder.
LN, Maulana A. Konsep Herbal Available at: https://www.academia.edu/
Indonesia: Pemastian Mutu Produk 7213211/penapisan_dan_analisis_kualitat
Herbal. Depok: Fakultas Matematika dan if_senyawa_metabolit_sekunder_f.
Ilmu Pengetahuan Alam Depatemen Accessed on October 11th, 2014.
Farmasi. 2011: 10. 53. Rahmawati A, Al-anwary N,
40. Anonymous. Metode Ekstraksi. Available Sasongkowati R. Pengaruh Pemberian
at: http://farmasi.unand.ac.id/RPKPS/ Infusa Jintan Hitam (Nigella sativa)
Metoda_ekstraksi.pdf. Accessed on June Terhadap Pertumbuhan Candida albicans.
12th, 2014. Analis Kesehatan Sains 2012; 1(1):17.
41. Purba N. Skrining Fitokimia, Uji 54. Anonymous. Available at: http://live-
Aktivitas Antimikroba dan Antifungi well.net.au/do-you-feel-tired-bloated-is-
Ekstrak Metanol Dari Daun Tuba Saba your-immune-low-youve-checked-
(Polygonum caespitosum Blume) everything-else-could-it-be-candida/.
Terhadap Mikroba Penyebab Penyakit Accessed on August 22nd, 2014.
Kulit. Medan: Program Ekstensi Sarjana 55. Bhavan PS, Rajkumar R, Radhakrishnan
Farmasi Fakultas Farmasi. Skripsi 2008. S, Seenivasan C, Kannan S. Culture and
42. Chismirina S, Andayani R, Susanti SM. Identification of Candida albicans from
Efek Antifungal Ekstrak Etanol 60% Vaginal Ulcer and Separation of Enolase
Kayu Siwak (Salvadora persica) on SDS-PAGE. International Journal of
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Biology 2010; 2(1):84-93.
Cakradonya Dent J 2011; 3(1):252-331. 56. Voigt R. Buku Pelajaran Teknologi
43. Dzen SM, Roekistiningsih, Santoso S, Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada
et al. Bakteriologi Medik. Malang: University Press. 1994.
Bayumedia Publishing. 2003: 24-25, 132. 57. Conda. Sabouraud Dextrose Agar
44. Goldman E, Green LH. Practical (European Pharmacopoeia). Pronadisa
Handbook of Microbiology. New York: Micro and Molecular Biology p. 1-2.
CRC Press. 2009: 16-18. 58. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J,
45. Benson. Microbiological Applications Zinkernagel RM. Medical Microbiology.
Laboratory Manual in General New York: Thieme. 2005: 362-364.

45
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

59. Wahyuningsih R, Eljannah SM, Mulyati.


Identifikasi Candida spp. dengan Medium
Kromogenik. J Indon Med Assoc 2012;
62:83-89.
60. Pelczar MJ, Chan ECS. Dasar Dasar
Mikrobiologi. Jakarta: UI Press. 2006:
456-458.
61. Rahayu T. Uji Antijamur Kombucha
Coffee Terhadap Candida albicans dan
Tricophyton mentagrophytes. Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi 2009;
10:10-17.
62. Wahyuningtyas E. Pengaruh Ekstrak
Graptophyllum pictum Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Pada Plat
Gigi Tiruan Akrilik. Indonesian Journal
of Denstistry 2008; 15(3):187-191.
63. Kee J, Hayes E. Farmakologi. In:
Pendekatan Proses Keperawatan (Asih
Y, eds). Jakarta: EGC. 1996: 358.

46
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

HUBUNGAN ANTARA DURASI HEMODIALISIS DENGAN PERIODONTITIS


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

Sri Rezeki*, Sunnati*, Dara Mauliza**


*
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
**
Dokter Gigi di Banda Aceh

ABSTRAK
Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan dunia, dengan jumlah penderita yang bertambah
setiap tahun. Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara perlahan yang berkaitan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pasien gagal ginjal kronik biasanya diberikan terapi
hemodialisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mengeluarkan produk
sisa metabolisme. Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis sering terjadi
periodontitis akibat kondisi kebersihan mulut yang buruk, dan menjadi semakin parah seiring
bertambahnya durasi hemodialisis yang dijalani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara durasi hemodialisis dengan periodontitis. Penelitian analitik cross sectional ini dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Subjek penelitian sebanyak 99 orang
dengan usia 20–59 tahun. Dilakukan pemeriksaan kedalaman poket periodontal dan pemeriksaan
OHI-S terhadap subjek penelitian. Berdasarkan hasil uji chi-square terdapat hubungan yang bermakna
antara durasi hemodialisis dengan periodontitis (p<0,05). Pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis.

Kata kunci: Durasi hemodialisis, periodontitis, gagal ginjal kronik

ABSTRACT
Chronic renal failure is a world’s health problem, with a number of patients growing rapidly each
year. Chronic renal failure is a progressive decline in the renal function associated with a reduced
glomerular filtration rate. Patients with chronic renal failure are usually treated by hemodialysis to
maintain fluid and electrolyte balance and eliminate metabolic waste products. In chronic renal failure
patients who are undergoing hemodialysis teraphy, they often experiencing periodontitis as a result of
poor oral hygiene, and periodontitis can be more serious along with the increasing of undergoing
hemodialysis duration. This study was aimed to analyze the relationship between hemodialysis
duration and periodontitis. This cross sectional study was done in Regional General Hospital dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. The subjects of this study was 99, aged between 20–59 years old.
Subject was clinically examined in periodontal pocket depth and oral hygiene. Based on chi-square
test, it found that there was significant relationship between hemodialysis duration and periodontitis
(p<0,05). It can be concluded that in this study, there was significant relationship between
hemodialysis duration and periodontitis.

Key words: Hemodialysis duration, periodontitis, chronic renal failure

47
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN tiga tahun dibandingkan dengan pasien yang


Gagal ginjal kronik merupakan telah menjalani terapi lebih dari tiga tahun.9
penurunan fungsi ginjal secara progresif dan Poket periodontal merupakan suatu tipe
ireversibel yang berkaitan dengan penurunan poket yang terjadi karena kondisi patologis
laju filtrasi glomerulus. Hipertensi kronik, atau adanya destruksi jaringan pendukung.10
diabetes melitus dan glomerulonefritis Poket periodontal merupakan tanda klinis dari
merupakan penyebab paling sering dari gagal periodontitis. Metode yang dapat dilakukan
ginjal kronik.1 Hemodialisis menjadi salah satu untuk mengetahui keberadaan poket peri-
terapi yang sangat dibutuhkan oleh penderita odontal serta seberapa besar kedalamannya
gagal ginjal kronik untuk mengeluarkan sisa- adalah dengan melakukan probing.11
sisa metabolisme dalam darah.2
Gagal ginjal kronik telah menjadi METODE PENELITIAN
masalah kesehatan di seluruh dunia.1 Penderita Penelitian ini adalah penelitian analitik
gagal ginjal kronik setiap tahun di Amerika cross sectional, yang dilaksanakan di Instalasi
terus meningkat, hingga pada tahun 2010, Dialisis Rumah Sakit Umum Daerah dr.
terdapat sekitar 383.992 pasien yang menjalani Zainoel Abidin Banda Aceh. Subjek dalam
terapi hemodialisis.3 Menurut Yayasan Ginjal penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik
Diatrans Indonesia (YGDI) tahun 2012, angka yang menjalani terapi hemodialisis di Instalasi
penderita gagal ginjal di Indonesia mencapai Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah dr.
70 ribu lebih, dengan prevalensi 200–250 per Zainoel Abidin Banda Aceh. Kriteria inklusi
1 juta penduduk.4 Berdasarkan data Rumah adalah bersedia menjadi subjek penelitian, usia
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda 20 sampai dengan 59 tahun, memiliki salah
Aceh, hingga Juli 2012, terdapat 200 pasien satu gigi insisivus sentralis di setiap rahang,
gagal ginjal kronik yang menjalani perawatan salah satu gigi insisivus lateralis di regio dua
hemodialisis di rumah sakit tersebut. dan empat, salah satu gigi premolar di regio
Gagal ginjal kronik serta hemodialisis dua dan empat, dan gigi molar satu atau molar
dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut. dua di setiap regio. Kriteria eksklusi adalah
Diperkirakan 90% pasien gagal ginjal kronik sedang menjalani perawatan periodontal,
mengalami perubahan pada jaringan lunak sedang mengkonsumsi antibiotik, pasien
mulut serta tulang rahang.5 Manifestasi oral dengan kondisi yang sangat lemah, sehingga
yang dapat timbul salah satunya adalah tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan,
periodontitis. Periodontitis dapat disebabkan pasien yang memakai alat ortodonti cekat, dan
oleh produksi vitamin D yang tidak adekuat pasien yang memiliki tambalan overhanging.
pada ginjal sehingga terjadi resorbsi tulang,
keadaan serostomia, dan buruknya kebersihan CARA KERJA
mulut yang biasanya ditemukan pada penderita Pemeriksaan poket periodontal dilaku-
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi kan pada bagian mesial gigi. Gigi yang akan
hemodialisis akibat kurangnya menjaga diperiksa yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44.6
kebersihan gigi dan mulut.6 Pasien Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan
hemodialisis cenderung lebih fokus terhadap prob periodontal ke dalam sulkus gingiva gigi
penyakitnya dan terapi hemodialisis yang yang akan diperiksa.11 Kemudian diukur
sangat menyita waktu menjadi alasan kedalaman poket periodontal, yaitu jarak dari
kurangnya menjaga kesehatan mulut.7 margin gingiva sampai ke dasar sulkus gingiva
Marakoglu dkk (2003) melakukan atau poket periodontal.12 Hasilnya dicatat pada
penelitian untuk melihat kondisi gigi dan formulir pemeriksaan.
jaringan periodontal pasien hemodialisis dan Pemeriksaan oral hygiene diperiksa
ditemukan perbedaan kedalaman poket dengan menggunakan Oral Hygiene Index-
periodontal yang tidak signifikan antara pasien Simplified dari Green dan Vermilion (1964).13
yang telah menjalani terapi hemodialisis Pengukuran dilakukan dengan cara men-
kurang dari 1 tahun, 1–3 tahun, dan lebih dari jumlahkan Indeks Debris dan Indeks Kalkulus.
3 tahun.8 Hasil penelitian tersebut berbeda Pengukuran dilakukan pada gigi 16, 11, 26,
dengan penelitian Bayraktar dkk (2007) yang 36, 31, dan 46.6
menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman
poket periodontal signifikan pada pasien yang HASIL PENELITIAN
telah menjalani terapi hemodialisis kurang dari Subjek yang memenuhi kriteria inklusi

48
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian


Variabel Jumlah (N) Persentase (%)
Durasi Hemodialisis (tahun)
<1 33 33,3
1–3 33 33,3
>3 33 33,3
Usia (tahun)
20 – 29 7 7,1
30 – 39 13 13,1
40 – 49 28 28,3
50 – 59 51 51,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 65 65,7
Perempuan 34 34,3
Merokok
Merokok 0 0
Tidak merokok 99 100
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus 22 22,2
Tidak Diabetes Melitus 77 77,8
OHI-S
Baik 0 0
Sedang 33 33,3
Buruk 66 66,7
Periodontitis
Tidak periodontitis 18 18,2
Periodontitis moderat 39 39,4
Periodontitis parah 42 42,4

dalam penelitian ini berjumlah 99 orang. dengan yang mengalami periodontitis moderat,
Status subjek penelitian dapat dilihat pada yaitu 42 subjek (42,4%).
Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui Tabulasi Silang Durasi Hemodialisis
bahwa jumlah subjek untuk ketiga kelompok dengan Periodontitis
durasi hemodialisis adalah sama, yaitu
sebanyak 33 subjek (33,3%) pada setiap 25
kelompok. Kelompok usia subjek terbanyak
adalah usia 50–59 tahun, yaitu sebanyak 51 20
Jumlah Subjek

subjek (51,5%). Subjek penelitian yang Tidak


15
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak periodontitis
dibandingkan dengan perempuan, yaitu 65 10 Periodontitis
subjek (65,7%). moderat
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa 5
Periodontitis
seluruh subjek penelitian, yaitu 99 subjek parah
0
(100%) tidak merokok. Jumlah subjek yang
<1 1-3 > 3
tidak menderita diabetes melitus lebih banyak
Durasi Hemodialisis (tahun)
dibandingkan dengan yang menderita diabetes
melitus, yaitu 77 subjek (77,8%). Tidak ada
subjek yang memiliki OHI-S yang baik, dan Gambar 1. Diagram Batang Tabulasi Silang
lebih banyak subjek yang memiliki OHI-S Durasi Hemodialisis dengan Peri-
buruk dibandingkan dengan yang memiliki odontitis.
OHI-S sedang, yaitu 66 subjek (66,7%). Keterangan:
Berdasarkan tabel di atas juga dapat dilihat • Tidak ada periodontitis = poket < 4 mm
bahwa jumlah subjek yang mengalami • Periodontitis moderat = poket 4–6 mm
periodontitis parah lebih banyak dibandingkan • Periodontitis parah = poket > 6 mm

49
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Pada Gambar 1 terdapat hasil tabulasi Pada Gambar 2 terdapat hasil tabulasi
silang antara durasi hemodialisis dengan silang antara durasi hemodialisis dengan
periodontitis yang menunjukkan bahwa OHI-S yang menunjukkan bahwa OHI-S
periodontitis parah paling banyak dialami oleh buruk paling banyak dialami oleh kelompok
kelompok dengan durasi hemodialisis > 3 dengan durasi hemodialisis > 3 tahun.
tahun.
Tabulasi Silang Periodontitis dengan OHI-S
Tabulasi Silang Durasi Hemodialisis Pada Tabel 2 terdapat hasil tabulasi
dengan OHI-S silang antara periodontitis dengan OHI-S yang
menunjukkan bahwa periodontitis lebih
30 banyak terjadi pada kelompok subjek dengan
OHI-S buruk dibandingkan kelompok subjek
25 dengan OHI-S sedang.
Jumlah Subjek

20
15 OHI-S baik Tabulasi Silang Periodontitis dengan
Diabetes Melitus
10 OHI-S sedang Pada Tabel 3 terdapat hasil tabulasi
5 OHI-S buruk silang antara periodontitis dengan diabetes
melitus yang menunjukkan bahwa tidak ada
0
subjek yang tidak menderita periodontitis pada
< 1 1-3 > 3
kelompok pasien yang memiliki riwayat
Durasi Hemodialisis (tahun)
diabetes melitus.

Gambar 2. Diagram Batang Tabulasi Silang Du- Tabulasi Silang Periodontitis dengan Usia
rasi Hemodialisis dengan OHI-S. Pada Tabel 4 terdapat hasil tabulasi
Keterangan: silang antara periodontitis dengan usia yang
• OHI-S baik = skor 0,0–1,2 menunjukkan bahwa periodontitis paling
• OHI-S sedang = skor 1,3–3,0 banyak dialami oleh kelompok subjek yang
• OHI-S buruk = skor 3,1–6,0 berusia 50–59 tahun.

Tabel 2. Tabulasi Silang Periodontitis dengan OHI-S


Tidak Periodontitis Periodontitis Moderat Periodontitis Parah Total
OHI-S Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(N) (%) (N) (%) (N) (%) (N) (%)
Sedang 11 33,3 13 39,4 9 27,3 33 100
Buruk 7 10,6 26 39,4 33 50,0 66 100

Tabel 3. Tabulasi Silang Periodontitis dengan Diabetes Melitus (DM)


Tidak Periodontitis Periodontitis Moderat Periodontitis Parah Total
DM Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(N) (%) (N) (%) (N) (%) (N) (%)
Ya 0 0 16 72,7 6 27,3 22 100
Tidak 18 23,4 23 29,9 36 46,8 77 100

Tabel 4. Tabulasi Silang Periodontitis dengan Usia


Tidak Periodontitis Periodontitis Moderat Periodontitis Parah Total
Usia
(tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(N) (%) (N) (%) (N) (%) (N) (%)
20–29 6 85,7 1 14,3 0 0 7 100
30–39 7 53,8 5 38,5 1 7,7 13 100
40–49 5 17,9 16 57,1 7 25,0 28 100
50–59 0 0 17 33,3 34 66,7 51 100

50
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 5. Tabulasi Silang Periodontitis dengan Jenis Kelamin


Tidak periodontitis Periodontitis Total
Jenis
Kelamin Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(N) (%) (N) (%) (N) (%)
Laki-laki 14 21,5 51 78,5 65 100
Perempuan 4 11,8 30 88,2 34 100

Tabel 6. Tabulasi Silang OHI-S dengan Jenis Kelamin


OHI-S Sedang OHI-S Buruk Total
Jenis
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Kelamin
(N) (%) (N) (%) (N) (%)
Laki-laki 23 35,4 42 64,6 65 100
Perempuan 10 29,4 24 70,6 34 100

Tabulasi Silang Periodontitis dengan Jenis Berdasarkan hasil uji chi-square pada
Kelamin Tabel 7 dan Tabel 8 antara durasi hemodialisis
Pada Tabel 5 terdapat hasil tabulasi dengan periodontitis menunjukkan hubungan
silang antara periodontitis dengan jenis yang bermakna (p<0,05).
kelamin yang menunjukkan bahwa
periodontitis lebih banyak terjadi pada PEMBAHASAN
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian ini, subjek
yang mengalami periodontitis pada setiap
Tabulasi Silang OHI-S dengan Jenis kelompok durasi hemodialisis adalah 72,8%
Kelamin untuk durasi < 1 tahun, 81,8% untuk durasi 1–
Pada Tabel 6 terdapat hasil tabulasi 3 tahun, dan 90,9% untuk durasi > 3 tahun.
silang antara OHI-S dengan jenis kelamin Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
yang menunjukkan bahwa OHI-S buruk lebih dilakukan oleh Sekiguchi dkk (2012) dan
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan Cengiz dkk (2009) yang menunjukkan bahwa
dengan perempuan. prevalensi periodontitis lebih banyak terjadi
pada kelompok dengan durasi hemodialisis > 3
Tabel 7. Analisis Hubungan Durasi Hemodialisis tahun, karena perjalanan penyakit yang
dengan Periodontitis (1) semakin kronik dan oral hygiene yang
Variabel Nilai p semakin buruk seiiring bertambahnya durasi
Durasi Hemodialisis - hemodialisis.14,15 Pada penelitian ini,
0,012* periodontitis parah terbanyak terjadi pada
Periodontitis
Keterangan: * = Uji chi-square, signifikansi: p<0,05 kelompok dengan durasi hemodialisis > 3
tahun, yaitu 52,4%, periodontitis moderat
Diabetes melitus merupakan faktor terbanyak terjadi pada kelompok dengan
risiko yang sangat mempengaruhi terjadinya durasi hemodialisis 1–3 tahun, yaitu 41,0%,
periodontitis, di pihak lain diabetes melitus sementara subjek yang tidak mengalami
merupakan salah satu etiologi tersering dari periodontitis paling banyak terjadi pada
penyakit gagal ginjal kronik. Pada penelitian kelompok dengan durasi hemodialisis < 1
ini diabetes melitus tidak diekslusikan. Oleh tahun, yaitu sebesar 50,0%.
karena itu dilakukan uji analisis hubungan Periodontitis dapat terjadi pada pasien
durasi hemodialisis dengan periodontitis tanpa hemodialisis akibat kombinasi beberapa
memasukkan subjek yang memiliki riwayat faktor, yaitu produksi vitamin D yang tidak
diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 8. adekuat akibat kerusakan ginjal yang dialami,
kondisi serostomia, serta kondisi oral hygiene
Tabel 8. Analisis Hubungan Durasi Hemodialisis yang buruk.6,16 Pada penderita gagal ginjal
dengan Periodontitis (2) kronik, terjadi penurunan produksi vitamin D,
Variabel Nilai p sehingga kelenjar paratiroid terstimulasi untuk
Durasi Hemodialisis - mensekresi hormon paratiroid. Akan tetapi,
0,024*
Periodontitis kadar vitamin D tidak dapat bertambah karena
Keterangan: * = Uji chi-square, signifikansi: p<0,05 kerusakan nefron yang dialami, akibatnya

51
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

hormon paratiroid, TNF dan IL-I kemudian subjek terdapat 22 subjek dengan riwayat
mengaktivasi terjadinya remodeling tulang.17 diabetes melitus dan seluruhnya mengalami
Pada lain pihak, kondisi serostomia periodontitis. Hal ini serupa dengan penelitian
berkontribusi terhadap terjadinya periodontitis yang dilakukan oleh Mittal dkk (2011) bahwa
akibat penurunan kadar Imunoglobulin A pada seluruh pasien yang memiliki riwayat diabetes
saliva yang berfungsi sebagai pertahanan menderita periodontitis.21
terhadap mikroorganisme yang berperan Subjek dalam penelitian ini berusia
penting dalam terjadinya periodontitis.18 antara 20–59 tahun dan dibagi menjadi empat
Oral hygiene merupakan faktor penting kelompok usia. Periodontitis moderat dan
dalam terjadinya periodontitis. Pasien periodontitis parah paling banyak terjadi pada
hemodialisis memiliki prioritas yang rendah kelompok usia 50–59 tahun, yaitu sebesar
terhadap kesehatan dan kebersihan rongga 43,6% untuk periodontitis moderat dan 81,0%
mulut, baik dikarenakan oleh stres psikologis untuk periodontitis parah. Sementara
yang dialami pasien maupun karena terapi periodontitis moderat dan periodontitis parah
hemodialisis yang dijalani sangat menyita paling sedikit terjadi pada kelompok usia
waktu.14 Sebagaimana hasil penelitian ini yang 20–29 tahun, yaitu sebesar 2,6% untuk
menunjukkan bahwa tidak ada subjek yang periodontitis moderat dan tidak ada subjek
memiliki OHI-S baik. Jumlah subjek yang mengalami periodontitis parah.
terbanyak adalah yang memiliki OHI-S buruk, Penelitian yang dilakukan oleh Ragghianti dkk
yaitu 66,7%. Kelompok yang memiliki OHI-S (2004) di Brazil dan Chen dkk (2006) di
buruk terbanyak adalah kelompok dengan Taiwan menunjukkan bahwa kedalaman poket
durasi hemodialisis > 3 tahun, yaitu 37,9%. periodontal bertambah dengan bertambahnya
Hal ini sesuai dengan penelitian yang usia dan periodontitis paling banyak dialami
dilakukan oleh Bhatsange dkk (2012), oleh kelompok usia lebih dari 50 tahun.22,23
Sekiguchi dkk (2012) dan Cengiz dkk (2009) Pada penelitian ini, periodontitis juga paling
bahwa OHI-S buruk paling banyak terjadi banyak terjadi pada kelompok usia 50–59
pada pada kelompok dengan durasi tahun, yaitu seluruh subjek (100%) mengalami
hemodialisis > 3 tahun.6,14,15 periodontitis.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Pada penelitian ini ditemukan bahwa
periodontitis terdapat pada 66,7% subjek oral hygiene buruk lebih banyak pada jenis
dengan kelompok OHI-S sedang, dan 89,4% kelamin laki-laki, yaitu sebesar 63,6%, namun
terdapat pada kelompok OHI-S buruk. Hal ini persentase perempuan yang mengalami
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh periodontitis lebih banyak dibandingkan
Bhatsange dkk (2012) bahwa periodontitis dengan laki-laki. Laki-laki yang mengalami
ditemukan lebih banyak pada kelompok periodontitis sebesar 78,5%, sedangkan
OHI-S buruk dibandingkan dengan OHI-S perempuan sebesar 88,2%. Hal ini
sedang.6 Pada penelitian ini, periodontitis bertentangan dengan penelitian Ragghianti
moderat dan periodontitis parah lebih banyak dkk (2004) yang menunjukkan bahwa
terjadi pada OHI-S buruk, yaitu sebesar 59,0% persentase periodontitis lebih banyak pada
untuk periodontitis moderat dan 85,7% untuk laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
periodontitis parah. Pada penelitian tersebut periodontitis lebih
Diabetes melitus merupakan faktor banyak dialami oleh laki-laki karena laki-laki
risiko periodontitis, di sisi lain diabetes memiliki oral hygiene yang lebih buruk
melitus merupakan salah satu etiologi dari daripada perempuan dan jarang berkunjung ke
gagal ginjal kronik.19,20 Pada penelitian ini dokter gigi.
diabetes melitus tidak dieksklusikan untuk Dalam penelitian ini jumlah subjek laki-
menghindari kurangnya subjek penelitian laki dan perempuan tidak seimbang. Subjek
akibat diabetes melitus merupakan penyebab laki-laki sebanyak 65,7% sedangkan
paling sering dari gagal ginjal kronik, oleh perempuan sebanyak 34,3%. Jumlah yang
karena itu diabetes melitus menjadi faktor tidak seimbang ini dikarenakan pasien gagal
pengganggu dalam penelitian ini. Riwayat ginjal kronik yang menjalani terapi
diabetes melitus ditentukan dari diagnosis hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah
dokter bagian penyakit dalam di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin lebih banyak berjenis
Umum dr. Zainoel Abidin sebagaimana yang kelamin laki-laki dibandingkan dengan yang
tertera pada rekam medik pasien. Dari 99 berjenis kelamin perempuan.

52
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Merokok juga merupakan salah satu DAFTAR PUSTAKA


faktor risiko dari periodontitis. Akan tetapi 1. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D,
pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada Porter S. Oral and Dental Aspect of
subjek yang memiliki kebiasaan merokok. Hal Chronic Renal Failure. Journal of Dental
ini diakui pasien bahwa mereka berhenti Research 2005; 84(3):199-208.
merokok semenjak didiagnosis menderita 2. Cerveró AJ, Bagán JV, Soriano YJ, Roda
gagal ginjal kronik oleh dokter bagian RP. Dental Management in Renal Failure:
penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Patient on Dialysis. Med Oral Patol Oral
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Cir Bucal 2008; 13(7):E419-426.
Berdasarkan hasil uji chi-square, pada 3. United States Renal Data System. USRD
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat Annual Data Report 2012. Minneapolis.
hubungan yang bermakna antara durasi 2012.
hemodialisis dengan periodontitis pada pasien 4. Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia.
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi Dialife. Jakarta. 2012.
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah 5. DeRossi SS, Cohen DL. Renal Disease.
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (p<0,05). In: Burket’s Oral Medicine (Greenberg
Pengujian dilakukan kembali dengan MS, Glick M, Ship JA, eds). 11th ed.
mengekslusikan subjek yang memiliki riwayat Hamilton: BC Decker. 2008: 363-365.
penyakit diabetes melitus, kemudian 6. Bhatsange A, Patil SR. Assessment of
didapatkan hasil yang serupa. Hasil penelitian Periodontal Health Status in Patients
ini sesuai dengan penelitian Bayraktar dkk Undergoing Renal Dialysis: A
(2007), Bhatsange dkk (2012), dan Sekiguchi Descriptive, Cross-sectional Study.
(2012) yang menunjukkan bahwa durasi Journal of Indian Society of
hemodialisis berhubungan dengan peri- Periodontology 2012; 16(1):41.
odontitis. Durasi hemodialisis dikaitkan 7. Gavalda C, Bgan JV, Scully C, Silvestre
dengan oral hygiene yang buruk sebagai salah FJ, Milian MA, Jimenez Y. Renal
satu faktor penyebab terjadinya periodontitis. Hemodialysis Patients: Oral, Salivary,
Oral hygiene ditemukan semakin buruk seiring Dental and Periodontal Findings in 105
dengan bertambahnya durasi hemodialisis adult cases. Oral Disease 1999; 5:
akibat perilaku yang mengabaikan kebersihan 300-301.
gigi dan mulut pada pasien hemodialisis.6,9,14 8. Marakoglu I, Gursoy UK, Demirer S,
Hasil penelitian yang serupa juga dilaporkan Sezer H. Periodontal Status of Chronic
oleh Cengiz dkk (2009) bahwa durasi Renal Failure Patients Receiving
hemodialisis berhubungan dengan kedalaman Hemodialysis. Yonsei Medical Journal
poket periodontal.15 Penelitian yang dilakukan 2003; 44(4):648-652.
oleh Duran dkk (2004) juga melaporkan 9. Bayraktar G, Kurtulus I, Duraduryan A,
bahwa terdapat hubungan yang signifikan Cintan S, Kazancioglu R, Yildiz A, et al.
antara durasi hemodialisis dengan peri- Dental and Periodontal Findings in
odontitis.24 Hasil penelitian ini bertentangan Hemodialysis Patients. Oral Disease
dengan penelitian yang dilakukan oleh Naugle 2007; 13:395.
dkk (1998), Marakoglu dkk (2003), dan Parkar 10. Carranza FA, Camargo PM. The
dkk (2012) yang menyatakan tidak terdapat Periodontal Pocket. In: Carranza’s
hubungan yang signifikan antara durasi Clinical Periodontology (Newman MG,
hemodialisis dengan periodontitis.8,25,26 Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA,
eds). 10th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier. 2006: 434-435.
KESIMPULAN 11. Eickholz P. Clinical Periodontal
Berdasarkan penelitian yang telah Diagnosis: Probing Pocket Depth,
dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat Vertical Attachment Level and Bleeding
hubungan antara durasi hemodialisis dengan on Probing. Perio 2004; (1):75-80.
periodontitis pada pasien gagal ginjal kronik di 12. Wilkins EM. Clinical Practice of the
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Dental Hygienist. 10th ed. Lippincot:
Abidin Banda Aceh. Williams and Walkins. 2009: 292-305,
305-307.

53
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

13. Dalimunthe SH. Periodonsia: American Journal of Kidney Disease


Epidemiologi Penyakit Gingiva dan 2006; 47(5):818-821.
Periodontal. Medan: USU Press. 2008: 24. Duran I, Erdemir EO. Periodontal
45-77, 138. Treatment Needs of Patients with Renal
14. Sekiguchi RT, Pannuti CM, Silva HT, Disease Receiving Haemodialysis.
Pestana JO, Rumito GA. Decrease in Oral International Dental Journal 2004; 54:
Health may be Associated with Length of 275-277.
Time Since Beginning Dialyisis. Spec 25. Naugle K, Darby ML, Bauman DB,
Care Dentist 2012; 32(1): 7-9. Lineberger LT, Powers R. The Oral
15. Cengiz MI, Sumer P, Cengiz S, Yavuz U. Health Status of Individuals on Renal
The Effect of the Duration of the Dialysis Dialysis. Ann Periodontol 1998; 3(1):
Patients on Dental and Periodontal 203.
Findings. Oral Disease 2009; 15:339-340. 26. Parkar SM, Ajithkrishnan CG.
16. Akar H, Akar GC, Carrero JJ, Stenvinkel Periodontal Status in Patients Undergoing
P, Lindholm B. Systemic Consequences Hemodialysis. Indian J Nephrol 2012;
of Poor Oral Health in Chronic Kidney 22(4): 24, 248-249.
Disease Patients. Clin J Am Soc Nephrol
2011; 6: 218-226.
17. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus
NL. Dental Management of Medically
Compromised Patient. 6th ed. Missouri:
Mosby. 2002: 149.
18. Marcotte H, Lavole MC. Oral Microbial
Ecology and the Role of Salivary
Immunoglobulin A. Microbiology and
Molecular Biology Review. 1998; 71.
19. Yogiantoro M, Pranawa, Irwanadi C,
Santoso D, Mardiana N, Thaha M, dkk.
Pengantar Kuliah Nefrologi. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah
Sakit Pendidikan dr. Soetomo Surabaya.
Surabaya: Airlangga University Press.
2007: 193-196.
20. Novak KF, Novak MJ. Risk Assessment.
In: Carranza’s Clinical Periodontology
(Newman MG, Takei HH, Klokkevold
PR, Carranza FA, eds). 10th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2006:
602-604.
21. Mittal M, Teeluckdharry. Prevalence of
Periodontal Disease in Diabetic and Non-
diabetic Patients - A Clinical Study.
Journal of Epidemiology 2011; 10(1).
22. Ragghianti MS, Greghi SL, Lauris JR,
Santana AC, Passanezi E. Influence of
Age, Sex, Plaque, and Smoking on
Periodontal Conditions in a Population
from Bauru, Brazil. J Appl Oral Sci 2004;
12(4):274-277.
23. Chen LP, Chiang CK, Chan CP, Hung
KY, Huang CS. Does Periodontitis
Reflect Inflammation and Malnutrition
Status in Hemodialysis Patients?.

54
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

BENTUK RESIDUAL RIDGE DAN HUBUNGANNYA DENGAN RETENSI


GIGI TIRUAN PENUH

SilviaPridana*, Ismet Danial Nasution**

*Program Studi Prostodonsia, PPDGS Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
**Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Resorpsi tulang alveolar dipengaruhi berbagai faktor yang menyebabkan perubahan bentuk tulang
alveolus. Pada pembuatan gigi tiruan penuh, dukungan tulang alveolus diperlukan karena
mempengaruhi retensi dan stabilisasi. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui hubungan bentuk
tulang alveolus dengan retensi gigi tiruan penuh. Klasifikasi bentuk tulang alveolus terus mengalami
penyempurnaan. Faktor-faktor retensi pada gigi tiruan penuh adalah adhesi, kohesi, tekanan atmosfer,
muskular, tegangan permukaan, gravitasi, daerah gerong, rotasi arah pasang, dan kesejajaran dinding.
Bentuk tulang alveolus yang membulat, rata, dan lereng yang sejajar memberikan retensi yang baik
karena kemampuannya menahan gaya vertikal dan lateral yang terjadi serta menambah luas
permukaan antara gigi tiruan dan mukosa sehingga dapat menambah faktor fisika retensi gigi tiruan.
Terdapat hubungan antara bentuk tulang alveolus dengan retensi gigi tiruan penuh.

Kata kunci: Tulang alveolus, Retensi, Gigi Tiruan Penuh

ABSTRACT
Residual ridge resorption influenced by various factors resulting residual ridge shape alteration.
Residual ridge is important in complete denture fabrication related to support, which will influence
retention and stability.The purpose of this literature review was to analyze the relationship between
residual ridge shapes with complete denture retention.Residual ridge shape classification was
continuously reviewed and completed. Interfacial force, adhesion, cohesion, muscular, atmospheric
pressure, gravity, undercuts, rotational insertion,and parallel walls are complete denture retention
factors. Rounded, flat crest andparallel slopes residual ridge shape provided significant retention with
strong resistance to vertical and lateral forces.There are also present additional surface area between
denture and mucosa that will increase physical retention factor. There are relationships between
residual ridge shape with complete denture retention.

Key words: Residual ridge, retention, complete denture

55
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN seperti osteoporosis, defisiensi vitamin D,dan


Pasca pencabutan gigi geligi, tulang kelainan metabolisme fosfat/ kalsium1.
alveolar mengalami resorpsi yang Jagadeesh dkk menyebutkan bahwa
menyebabkan perubahan bentuk dan wanita memiliki resiko yang lebih besar
berkurangnya ukuran tulang alveolus secara dibanding pria, dan lebih signifikan pada
terus-menerus.1Perubahan bentuk tulang wanita yang sudah mengalami menopause.6
alveolus tidak hanya terjadi pada permukaan Selain itu pada umur empat puluh tahun
tulang alveolus dalam arah vertikal saja tetapi kepadatan tulang mulai menurun ditambah
juga dalam arahlabio-lingual/palatal dari posisi dengan berkurangnya aktivitas fisik,
awal yang menyebabkan tulang alveolus kurangnya aliran estrogen, asupan makanan,
menjadi rendah, membulat, atau datar.2 ras dan keadaan herediter yang
Fenomena perubahan yang terjadi keseluruhannya merupakan hal-hal yang
pada tulang alveolar ini sering disebut dengan mempengaruhi terjadinya resopsi tulang
residual ridge resorption (RRR)1-3. Resorpsi alveolus yang berhubungan dengan umur.2
residual ridge menyebabkan beberapa bentuk Perubahan bentuk ini berlangsung
tulang alveolus yang dipengaruhi oleh faktor- paling besar pada enam bulan pasca
faktor etiologi yang berbeda pada setiap pencabutan sampai satu tahun penggunaan gigi
individu1-3. Klasifikasi bentuk tulang alveolus tiruan dan terus akan berlangsung dalam porsi
dinyatakan oleh beberapa peneliti diantaranya yang lebih sedikit.5 Pada Gambar 1 dapat
Atwood, Cawood dan Howel yang dilihat proses resorpsi tulang alveolus1: (a)
mengklasifikasikan atas 6 kelas ,Zarb dkk. Tinggi tulang alveolus pasca pencabutan; (b)
mengklasifikasikan atas 4 kelas.1,4-5 Bentuk Tinggi tulang alveolus beberapa tahun
tulang alveolus dapat memberikan dukungan kemudian.
terhadap gigi tiruan disebabkan
kemampuannya menahan gaya vertikal dan
lateral yang terjadi pada gigi tiruan.1 Resorpsi
tulang alveolar juga dapat menyebabkan
berkurangnya ukuran tulang alveolus sehingga
luas daerah dukungan gigi tiruan penuh
menjadi lebih kecil. Luas permukaan
dukungan gigi tiruan penuh berkorelasi positif
dengan faktor-faktor retensi yang terjadi pada
gigi tiruan. Berkurangnya luas jaringan
pendukung gigi tiruan dapat mempengaruhi Gambar 1. Proses resorbsi alveolar 1
faktor-faktor retensi gigi tiruan penuh yaitu
adhesi, kohesi, tegangan permukaan, tekanan Proses resorpsi menyebabkan
atmosfer, terjadi pada permukaan basis gigi permukaan tulang tidak rata, dan pada tulang
tiruan penuh.1,3,5 Tujuan penulisan ini untuk knife edge ditandai dengan jaringan lunak
menjelaskan tentang hubungan bentuk tulang yang berlebih.1-3 Oleh karena itu, diperlukan
alveolus terhadap retensi gigi tiruan penuh. palpasi pada saat pemeriksaan intra oral untuk
memastikan bentuk tulang alveolus.
Etiologi resorpsi tulang alveolus Radiografi sefalometri memberikan data yang
Proses resorpsi tulang alveolus akurat untuk menentukan besarnya kehilangan
dipengaruhi beberapa faktor etiologi, Zarb dkk tulang.2 Selain itu, terdapat beberapa cara
(2012) membaginya atas tiga kategori untuk menganalisa besarnya resorpsi pada
yaitu1:Faktor anatomis yang terdiri dari tulang, yaitu menggunakan kaliper untuk
resorpsi pada mandibula empat kali lebih besar melihat tinggi tulang, dento-counthograph,
daripada pada maksila, wajah yang pendek dan perbandingan dengan model, metode
persegi, yang disebabkan besarnya beban photogrammetric, dan skala visualanalog.2,6
pengunyahan dan alveoloplasti; Faktor
prostodontik yaitu penggunaan gigitiruan Klasifikasi bentuk tulang
secara intensif, keadaan oklusi yang tidak Sephalogram arah lateral
stabil dan penggunaan gigi tiruan imediat; menunjukkan perubahan yang signifikan pada
Faktor sistemik yaitu Penyakit yang bagian labial, puncak dan lingual dari tulang
mempengaruhi proses pembentukan tulang pasca pencabutan gigi-geligi. Terdapat

56
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

beberapa klasifikasi bentuk tulang alveolus, v terbalik dengan tinggi optimal , bentuk
Atwood (1963) membaginya atas enam tulang dengan undercut.
kelas,yaitu7; tulang sebelum pencabutan,
tulang pasca pencabutan, high, well-rounded,
knife edge, low well-rounded, depressed
(Gambar 2).

(A) (B)

Gambar 4. Bentuk tulang pada rahang bawah


menurut nalaswamy.8
Gambar 2 . Klasifikasi tulang menurut Atwood 4

Cawood dan Howel melakukan


penyempurnaan terhadap klasifikasi tulang
Atwood yaitu : Klas I : Bergigi, Klas II : (A) (B) (C) (D)
Segera pasca pencabutan, Klas III : Bentuk
tulang well rounded, adekuat tinggi dan
lebarnya, Klas IV : Bentuk tulang knife edge, Gambar 5: Bentuk tulang alveolus klas III pada
adekuat tinggi tetapi tidak adekuat secara lebar rahang bawah menurut Nalaswamy. 8
nya, Klas V : Bentuk tulang flat , danKlas VI
: Bentuk tulang depressed, dengan kehilangan Zarb dkk (2012) mengklasifikasikan
daerah basal.6 bentuk tulang alveolus atas 4 kelas yaitu : Klas
Nallaswamy (2005) membagi tiga I yaitu tinggi tulang alveolus rahang bawah
kategori tulang menurut bentuknya yaitu 21mm atau lebih dengan hubungan rahang
tulang dengan tinggi yang cukup, puncak yang klas 1, keadaan ini memiliki prognosa yang
rata dan kedua dinding yang parallel, tulang baik keberhasilan perawatan gigi tiruan; Klas
yang rata, tulang knife edge (Gambar 3).8 II yaitu tinggi tulang alveolus rahang bawah
16-20 mm dengan hubungan rahang klas I.
Bentuk tulang alveolus ini dapat menahan
gaya vertikal dan horizontal pada gigi tiruan
penuh; Klas III, tinggi tulang alveolus rahang
bawah 11-15mm. Pasien hubungan rahang
(A) (B) (C)
klas I, II ataupun III dengan posisi perlekatan
jaringan lunak dapat mempengaruhi retensi
Gambar 3. Kategori tulang menurut nalaswamy.8 dan stabilitas gigi tiruan penuh, pada keadaan
ini dibutuhkan intervensi perawatan bedah
Nallaswamy (2005) juga membagi berupa tindakan pembedahan preprostetik atau
klasifikasi yang memisahkan klasifikasi insersi implan untuk mencapai keberhasilan
bentuk tulang alveolus pada rahang atas dan fungsi gigi tiruan; Klas IV yaitu tinggi tulang
rahang bawah. Pada rahang atas8 : Klas I, alveolus rahang bawah yang tidak adekuat dan
bentuk tulang alveolus persegi atau atau bulat; pasien memiliki hubungan rahang klas I, II
Klas II yaitu bentuk tulang alveolus V terbalik; dan III dengan posisi perlekatan jaringan lunak
Klas III, bentuk tulang alveolus rata / flat. sangat mempengaruhi retensi dan stabilitas
Pada rahang bawah : Klas I yaitu bentuk gigi tiruan. Tulang tidak memiliki kemampuan
tulang alveolus U terbalik, dengan dinding dalam menahan gaya horizontal dan vertikal.
yang sejajar dan tinggi maksimal maupun Tindakan bedah merupakan indikasi tapi
medium; Klas II yaitu bentuk tulang alveolus seringkali tidak dapat dilakukan dikarenakan
U terbalik dengan tinggi tulang alveolus kesehatan, kemauan, riwayat kesehatan rongga
minimal (Gambar 4); Klas III, bentuk tulang mulut, dan keadaaan keuangan pasien.1
alveolus yang kurang diinginkan pada
pembuatan gigi tiruan, yaitu (Gambar 5) : Faktor-faktor retensi pada gigitiruan penuh
Bentuk huruf w terbalik, bentuk huruf v Retensi adalah kemampuan gigi tiruan
terbalik dengan tinggi minimal, Bentuk huruf menahan gaya yang melepasakan dari arah

57
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

vertikal atau dari arah yang berlawanan dari


arah pasang.Sedangkan stabilisasi adalah daya
tahan terhadap gerakan horizontal dan
tekanan.yang menyebabkan perubahan
hubungan antara basis gigi dengan tiruan dan
daerah pendukung dalam arah horizontal atau
rotasi1,3,10.
Pada gigi tiruan penuh, retensi yang Gambar 5. Tegangan permukaan yang terjadi pada
terjadi merupakan hasil serangkaian gigitiruan penuh.11
mekanisme yang terdiri atas faktor-faktor
retensi.Yang termasuk dalam faktor retensi Undercut, rotasi arah pasang dan
gigitiruan penuh adalah3,10-12: Adhesi, yaitu kesejajaran dinding merupakan faktor retensi
merupakan mekanisme ketertarikan fisik karena kelenturan mukosa dan submukosa
antara molekul yang berbeda. pada permukaan daerah pendukung gigi tiruan
Adhesi yang terjadi antara saliva memungkinkan adanya sedikit undercut yang
dengan mukosa dan basis gigi tiruan terjadi dapat menambah retensi gigitiruan.Pada
akibat tekanan ion antara c glikoprotein saliva undercut yang diduduk terlebih dahulu pada
dan permukaan epitel atau resin akrilik; saat arah pasang, biasanya pada arah
Kohesi, yaitu mekanisme ketertarikan fisik berlawanan dari arah vertikal dibutuhkan
antara molekul yang sama. rotasi pada saat pemasangan maka gigi tiruan
Kekuatan retensi ini dihasilkan dari akan memiliki ketahanan terhadap gaya
lapisan cairan saliva yang terdapat diantara vertikal yang melepaskan.3
basis gigi tiruan dan mukosa yang bekerja Darvel dan Lark, 2010 menyatakan
mempertahankan integritas permukaan cairanl; dalam tulisannya bahwa adhesi, kohesi,
Tekanan atmosfer, yaitu ketika suatu gaya gravitasi dan muskular bukanlah bagian dari
tegak lurus terjadi searah dari daerah faktor retensi dan yang merupakan faktor
dukungan gigi tiruan, maka tekanan antara gigi retensi adalah viskositas, waktu, adaptasi
tiruan dan mukosa menurun dibandingkan basis, batas tepi dan seating force.12
dengan keadaan sekitarnya, hal inilah yang
menahan gaya yang dapat melepaskan DISKUSI
gigitiruan. Resorpsi tulang alveolar terjadi lebih
Otot-otot oral dan wajah merupakan besar pada arah horizontal (29-63%; 3,79mm)
kekuatan retensi tambahan yang didapatkan dibandingkan dalam arah vertikal (11-22%;
jika (1) posisi anasir yang tepat pada neutral 1,24mm pada bukal, 0,84mm pada mesial, dan
zone antara otot pipi dan lidah (2) permukaan 0,80 pada distal) pada enam bulan pasca
gigi tiruan yang halus dengan bentuk yang pencabutan. Ashman menyatakan tinggi tulang
tepat. Apabila kedua hal diatas tercapai maka alveolus berkurang 40-60% pada 2-3 tahun
otot-otot secara otomatis dapat menahan pasca pencabutan.13
gigitiruan. Pada rahang bawah resorpsi terjadi
Tegangan permukaan antar fasial empat kali lebih besar dibanding pada rahang
adalah daya tahan dua permukaan yang atas.Atwood dan Co menyatakan rata-rata
merekat dengan perantaraan selapis tipis mengalami resorpsi sebesar 0,4 mm pada
cairan terhadap gaya yang memisahkannya. rahang bawah dan 0,1 mm pada rahang
Semua bahan basis mempunyai tegangan atas.Daerah posterior rahang bawah juga
permukaan yang lebih besar jika dibandingkan memiliki resiko resorbsi terbesar yang
dengan mukosa rongga mulut, tetapi setelah disebabkan oleh konsentrasi besarnya tekanan
dilapisi oleh pelikel saliva maka tegangan oklusal.2 Zarb dkk menyatakan Luas daerah
permukaan semakin menurun yang dapat pendukung pada tulang alveolus berkisar pada
memaksimalkan luas permukaan antara saliva 22,96 cm2 dan 12,25 cm2. Besarnya
dan basis gigitiruan (Gambar 5); Gravitasi kehilangan tulang alveolus memerlukan
yang terjadi pada saat pasien berada dalam perhatian khusus karena luas dukungan
posisi berdiri gaya gravitasi berfungsi sebagai jaringan yang minimal.3,14
kekuatan retensi pada gigi tiruan penuh Pada penelitiannya Koshino
mandibula dan kekuatan yang melepaskan menemukan bahwa pada wanita tinggi tulang
pada gigi tiruan penuh maksila alveolus lebih rendah dibandingkan pria

58
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

pernyataanini sesuai dengan hernyataan Ruby dkk dan Yanikoglu dkk


sebelumnya yang mengatakan bahwa resorpsi menyatakan bentuk tulang alveolus pasti
tulang alveolus lebih besar terjadi pada mempengaruhi retensi dan stabilisasi. Bentuk
wanita.15 tulang yang baik adalah berbentuk U karena
Berkurangnya ukuran dari tulang memiliki tinggi yang mampu menahan gaya
dapat mempengaruhi daerah dukungan lateral dan kesejajaran dinding yang dapat
gigitiruan penuh dan mempengaruhi ukuran menahan seal dengan jarak yang tepat untuk
basis gigi tiruan penuh. Faktor-faktor retensi menahan gaya yang melepaskan dari arah
pada gigi tiruan penuh seperti tegangan vertikal. Sedangkan pada tulang dengan
permukaan adhesi, kohesi, tegangan bentuk V hanya memiliki sedikit kemampuan
permukaan, tekanan atmosfer berhubungan terhadap gaya vertikal yang melepaskan
langsung dengan luas daerah dukungan gigi karena terbukanya seal pada seluruh sisi secara
tiruan.5 terus menerus.5,16
Saliva merupakan faktor yang sangat Maller dkk menyatakan bentuk tulang
perperan pada mekanisme kerja faktor retensi. alveolus yang baik pada gigitiruan adalah
Adanya lapisan saliva diantara basis gigi tulang dengan puncak yang rata dan sejajar
tiruan dan mukosa bekerja pada proses adhesi pada kedua sisi dinding labial/bukal dan
dan kohesi dan tekanan kapiler. Tegangan lingual/palatal.17 Zarb dkk menyatakan bentuk
permukaan atau kemampuan cairan tulang alveolus yang ideal untuk memberi
membasahi permukaan, dapat dijelaskan oleh dukungan pada gigi tiruan penuh adalah tulang
hukum law, yaitu tegangan permukaan melalui yang memiliki tulang yang berbentuk
gaya ion antara cairan disekitar permukaan membulat dan sedikit persegi pada region
(adhesi) dan gaya yang menahan masing labial, bukal, lingual serta ditutupi oleh
masing molekul (kohesi). Tekanan atmosfer perlekatan mukosa yang baik. Bentuk tulang
dapat menahan kekuatan yang dapat alveolus dengan dinding bukal dan
melepaskan jika terdapat seal yang efektif lingual/palatal yang sejajar dapat menambah
pada basis gigi tiruan. Hal ini dapat dijelaskan retensi karena memperbesar daerah permukaan
bahwa mekanisme kerja tekanan pada basis antara gigi tiruan dan mukosa oleh karena
lebih rendah dibandingkan tekanan udara kemampuanya meningkatkan tegangan
diluar. Border moulding serta teknik permukaan dan tekanan atmosfer. Tinggi
pencetakan selectif presure merupakan faktor tulang alveolus yang cukup juga dapat
penting untuk mendapatkan efek dari menahan gerakan gigitiruan dengan cara
mekanisme ini.3 membatasi ruang gaya yang melepaskan dan
Palpasi pada daerah pendukung gigi dinding lateral tulang alveolus yang tertutupi
serta pemeriksaan radiografi sefalometri dan oleh basis gigi tiruan dapat menahan gerakan
panoramic memberi informasi keadaan tulang lateral serta membentuk peripheral seal.1,3
alveolus. Kedua hal ini penting diketahui
untuk menentukan rencana perawatan pasien KESIMPULAN
edentulous yang akan dilakukan.2.Tulang Bentuk tulang alveolus membulat
alveolus yang sangat datar dapat menahan dengan permukaan yang rata serta lereng yang
gigitiruan terhadap kekuatan permukaan yang sejajar merupakan bentuk tulang alveolus yang
tegak lurus dengan kedudukan basis gigitiruan dapat memberi retensi terbaik pada gigitiruan
dikarenakan tegangan permukaan dan tekanan penuh. Retensi pada gigitiruan penuh
atmosfer. Tetapi terhadap gaya yang sejajar disebabkan kemampuan menahan gaya
dengan kedudukan basis gigi tiruan tulang vertikal dan lateral yang terjadi pada gigitiruan
datar akan sangat rentan.1-3 serta menambah luas permukaan antara
Ribeiro dkk dalam penelitiannya gigitiruan dan mukosa. Luas permukaan yang
menyatakan bahwa bentuk tulang alveolus lebih besar dapat menambah faktor fisika
rahang bawah tidak mempengaruhi kekuatan retensi gigitiruan penuh.
retensi tetapi kelenturan mukosa tulang
alveolus yang mempengaruhi retensi. Bentuk DAFTAR PUSTAKA
tulang alveolus rahang bawah lebih 1. Zarb, Hobkirk, Eckert, Jacob, Fenton,
berpengaruh terhadap stabilitas gigi tiruan dan Finner, Chang, Koka . Prosthodontic
kelenturan mukosa tulang alveolus tidak treatment for edentulous patients;
mempengaruhi stabilisasi gigi tiruan.7 Complete denture and implant supported

59
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

prostheses. 13th ed. St. Louis: MO: ridge preservation: Biological basis and
Mosby; 2012: 4-10,161-163 treatments. Int J Dent 2012.
2. Kumar TA, Naeem A, Verma AK, 14. Jedrzejewski K, Ledzion S, Zmylowska
Mariyam A, Krisna D, Kumar PK. E. “Factors affecting mandibular residual
Residual ridge resorption : the ridge resorption inedentulous patient: a
unstoppable” J app Res 2016: 2(2) :169- preliminary report” Via Medica 2007 : 66
17 (3) : 346-352.
3. Zarb, Bolender, Eckert, Jacob, Fenton, 15. Koshino H, Hirai T, Yokohama Y,Tanaka
Meriskhe S. Prosthodontic treatment for M, Toyoshita M, Iwasaki K, et al.
edentulous patients. Complete denture Mandibular ridge shape and the
and implant supported prostheses. 12th ed. masticatory ability in complete denture
St. Louis: MO: Mosby; 2005: 437-441 weares” J Jpn prosthodont 2008
4. Gupta A, Tiwari B, Goel H, Shekawat H. (52):488-493
Residual ridge resorption : a review “ 16. Ruby, Kumar M, Chaudary H, Sigh AK,
Indian j dent sci 2010 : 3 (2): 7-11 Yadaf SK, Yadaf AB. Evaluation of stress
5. Yanikoglu N, Ceylan G, Aladag I. A distribution in U shaped and V shaped
comparison of the basal seat areas of the maxillary edentulous residual alveolar
maxillary and mandibular according to ridge by using finite element analysis. Int
arch shapes” Attaturk oniv des hek. 2005 j enhanc res med dent care. 2015
: 29-33 2(12):15-21.
6. Jagadeesh MS, Patil RA, Kattimani PT. “ 17. Maller SV, Karthik KS, Maller US. A
Clinical evaluation of mandibular height review on diagnosis and treatment
in relation to aging and legth of planning for completely edentulous
edentulism” IOSR-JDMS 2013:3(4):44- patients. JIADS 2010 1(2):15-20
47
7. Ribeiro JA, Resende CM, Lopes AL,
Neto AF, Carreiro AD. The influence of
mandibular ridge anatomy on treatment
outcome with conventional complete
denture. Acta odontol latinoam
2014:27(2) :53-5
8. Nalaswamy D. Textbook of
prosthodontic” Jaypee brothers medical
publishers. 2003 1 :23-24.
9. Sachdeva S, Noor R, Mallick R, Perwez
E. Role of saliva in complete denture: an
overview. Ann dent spec 2014 2(2):51-
54.
10. Basker RM, Davenport V. “Prosthetic
treatment of the edentulous patient” 4th
Ed, Blackwell Munksgaard
11. Lakhyani R, Wagdargi SS. Saliva and its
importance in complete denture
prosthesis. Natl J integr med
2012:3(1):139-146
12. Darvell DW, Clark RK. The physical
mechanism of complete denture
retention.BDJ 2000 189(5):248-252
13. Pagni G, Pallegrini G, Gianobile WV,
Rasperini G. Post extraction alveolar

60
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

STUDI PELEPASAN MONOMER SISA DARI RESIN AKRILIK HEAT CURED


SETELAH PERENDAMAN DALAM AKUADES

Viona Diansari, Sri Fitriyani, Fazliyanda Maria Haridhi

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Resin akrilik heat cured merupakan campuran monomer metil metakrilat dan polimer polimetil
metakrilat yang dipolimerisasi dengan cara pemanasan. Proses polimerisasi tidak sempurna dan
menghasilkan monomer sisa. Kandungan monomer sisa yang tinggi dapat menyebabkan iritasi atau
alergi terhadap jaringan rongga mulut. Pengurangan jumlah monomer sisa dapat dilakukan dengan
perendaman resin akrilik heat cured dalam akuades. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh durasi perendaman resin akrilik heat cured dalam akuades terhadap pelepasan monomer
sisa. Penelitian ini menggunakan resin akrilik QC-20 berbentuk disk (ukuran d = 50 mm, t = 3 mm)
sebanyak 10 spesimen direndam dalam akuades dengan durasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 hari pada suhu
37°C. Perendaman setiap 24 jam dilakukan pergantian akuades (tiap perlakuan menggunakan
spesimen yang sama). Pengukuran jumlah monomer sisa dilakukan setiap 24 jam menggunakan alat
Spektrofotometer UV-VIS. Perhitungan jumlah monomer sisa dalam bentuk konsentrasi
menggunakan persamaan garis lurus y = 9.2543x - 0.0027. Persamaan garis lurus didapat dari kurva
absorban dan konsentrasi larutan standar metil metakrilat 0.1%, 0.075%, 0.050%, 0.025%, dan
0.010%. Analisis statistik data hasil penelitian dilakukan dengan uji Friedman dan uji lanjut Wilcoxon
(p<0.05). Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna (p=0.000) antara
durasi perendaman terhadap jumlah monomer sisa. Hasil uji lanjut Wilcoxon menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna pada perendaman resin akrilik selama 24 jam (hari ke-1) dibandingkan
dengan hari berikutnya (perendaman hari ke-1 melepaskan monomer sisa dengan jumlah tertinggi).
Perendaman antara hari ke-6, 7, dan 8 terdapat perbedaan yang tidak bermakna (uji Wilcoxon p>0.05).
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh durasi perendaman resin akrilik heat cured dalam
akuades terhadap pelepasan jumlah monomer sisa.
Kata kunci: Resin akrilik heat cured, monomer sisa, spektrofotometer UV-VIS

ABSTRACT
Heat cured acrylic resin which a mixture of methyl methacrylate monomer and polymer polymethyl
methacrylate were polymerized by heating. Polymerization process imperfect and has residual
monomer. High content of residual monomer may cause irritation or allergic to the oral tissues.
Reducing the amount of residual monomer can be done by immersion heat cured acrylic resin in
aquadest. Objective of this study is to analyze the effect of immersion duration of heat cured acrylic
resin in aquadest to residual monomers releasing. This study uses QC-20 acrylic resin in a disc (size
d = 50 mm, t = 3 mm) for 10 specimens was immersed in aquadest during 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, and 8
days at 37°C. Aquadest for immersion was replaced everyday (each treatment was used same
specimens). The amount of residual monomer was measured in each 24 hours using a UV-VIS
spectrophotometer. The amount of residual monomer in concentrations was calculated using the linear
equation y = 9.2543x - 0.0027. This equation was obtained from the absorbance and concentration of
methyl methacrylate standard solution in 0.1%, 0075%, 0050%, 0025% and 0010%. The result was
analyzed by Friedman and Wilcoxon test (p<0.05). Friedman test's result indicate that there was a
significant difference (p=0.000) between the immersion duration to the amount of residual monomer.
Wilcoxon test's results shown that there was significant differences of the amount of residual
monomer for 24 hours (day-1) was compared to the next day (in the first day of immersion was
released the highest number of residual monomer). While the immersion duration between 6th, 7th, and
8th days there was no significant differences (Wilcoxon p>0.05). It can be concluded that there was an
effect of immersion duration heat cured acrylic resin in aquadest to residual monomer releasing.
Key words: Heat cured acrylic resin, residual monomers, UV-VIS spectrophotometer

61
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN akrilik heat cured dalam air dengan durasi


Sejak pertengahan tahun 1940-an, basis perendaman selama 1, 3, dan 7 hari pada suhu
gigi tiruan dibuat menggunakan resin polimetil 37°C menunjukkan bahwa jumlah total
metakrilat (PMMA) yang merupakan polimer monomer sisa yang terlepas relatif rendah
yang sangat popular di bidang kedokteran gigi yaitu 492.1 ppm. Pelepasan monomer sisa
dan menjadi pilihan utama.1,2 Sembilan puluh yang tertinggi dari resin akrilik heat cured
lima persen basis gigi tiruan yang digunakan adalah setelah perendaman dalam air selama
berasal dari resin akrilik heat cured karena 24 jam (1 hari) yaitu sebesar 275 ppm. Pada
bernilai estetis, relatif ekonomis, dan memiliki perendaman selama 3 dan 7 hari menghasilkan
kestabilan warna.3 Resin akrilik heat cured jumlah monomer sisa yang terus menurun
merupakan campuran antara monomer metil yaitu sebesar 250 ppm dan 97 ppm.10 Selain
metakrilat dan polimer polimetil metakrilat itu, penelitian Vojdani et al yang melakukan
yang dipolimerisasi dengan cara pemanasan.3 perendaman resin akrilik heat cured dalam air
Proses polimerisasi tidak pernah terjadi selama interval waktu 1 jam, 24 jam, 72 jam,
dengan sempurna dan selalu menghasilkan dan 1 minggu menunjukkan bahwa resin
monomer sisa. Monomer sisa adalah sejumlah akrilik tersebut menghasilkan jumlah
monomer yang tidak habis bereaksi setelah monomer sisa semakin rendah seiring
polimerisasi selesai. Kandungan monomer sisa meningkatnya durasi perendaman.11 Perbedaan
yang tinggi dapat menyebabkan iritasi atau durasi perendaman resin akrilik heat cured
alergi terhadap jaringan rongga mulut.4,5 dalam air menghasilkan pelepasan monomer
Monomer sisa meningkat jika perbandingan sisa dengan jumlah yang berbeda pula.
antara cairan dan bubuk tidak sesuai.4,6 Berdasarkan latar belakang di atas
Monomer sisa dalam jumlah besar dapat masih terdapat perdebatan mengenai durasi
mempengaruhi sifat fisik polimer yang perendaman dalam air (akuades) dan jumlah
dihasilkan karena dapat bertindak sebagai pelepasan monomer sisa pada resin akrilik
plasticizer sehingga menyebabkan plat resin heat cured. Selain itu juga masih terbatas
akrilik menjadi lunak dan fleksibel.4 informasi mengenai jumlah pelepasan
Pengurangan jumlah monomer sisa monomer sisa pada resin akrilik heat cured
dapat dilakukan dengan perendaman resin untuk durasi perendaman di atas 7 hari.
akrilik heat cured dalam air karena monomer Penelitian dari Krisna et al menunjukkan
sisa dapat berdifusi ke dalam air.5 Menurut bahwa setelah melakukan perendaman resin
Tsuchiya et al, Vallittu et al, dan Shim dan akrilik cold cured dalam akuades selama 12
Watts (Cit, Golbidi) menunjukkan bahwa hari terjadi penurunan jumlah monomer sisa
terjadi penurunan jumlah monomer sisa jika yang terlepas seiring dengan meningkatnya
setelah polimerisasi resin akrilik direndam durasi perendaman. Pada perendaman hari
dalam air.7 Berdasarkan penelitian Bural et al ke-8 mulai menunjukkan jumlah pelepasan
yaitu perendaman resin akrilik heat cured monomer sisa yang konstan sampai dengan
dalam air selama 1–2 hari dapat menjadi hari ke-12.4 Oleh karena itu dilakukan
rekomendasi untuk mengurangi jumlah penelitian untuk mengetahui pengaruh durasi
monomer sisa.5 Sedangkan hasil studi literatur perendaman plat resin akrilik heat cured
Jorge et al merekomendasi perendaman resin sebagai bahan basis gigi tiruan dalam akuades
akrilik dalam air selama 24 jam untuk selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 hari terhadap
mengurangi jumlah monomer sisa.8 jumlah pelepasan monomer sisa.
Berdasarkan penelitian Tsuchiya et al Penelitian ini bertujuan untuk
(Cit, Golbidi) menunjukkan bahwa kandungan mengetahui pengaruh durasi perendaman resin
monomer sisa dari resin akrilik heat cured akrilik heat cured dalam akuades terhadap
mengalami penurunan seperempat dari nilai pelepasan monomer sisa.
awal jika setelah polimerisasi resin akrilik
direndam dalam air selama 60 menit pada suhu BAHAN DAN METODE
50°C.7 Hal ini didukung oleh penelitian Jorge Penelitian ini bersifat eksperimental
et al yang menunjukkan bahwa perendaman laboratories yang dilakukan di Laboratorium
resin akrilik heat cured dalam air selama Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
60 menit pada suhu 55°C dapat menurunkan Fakultas Kedokteran Gigi dan Laboratorium
jumlah monomer sisa.9 Penelitian dari Mei Instrumen Teknik Kimia Universitas Syiah
Huang et al yang melakukan perendaman resin Kuala. Spesimen yang digunakan adalah plat

62
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

resin akrilik heat cured (QC-20) berbentuk kelebihan monomer. Bila telah mencapai tahap
disk dengan ukuran diameter 50 mm dan tebal dough stage, seluruh adonan diambil dengan
3 mm. Kriteria spesimen adalah tidak porus, menggunakan semen spatula dan dimasukkan
permukaan halus dan rata. Jumlah total ke dalam mold space. Permukaan adonan
spesimen yang dipersiapkan sebanyak 10 buah dilapisi dengan kertas cellophane. Kemudian
untuk dilakukan perendaman dalam akuades kuvet atas dipasang beserta tutupnya dan
pada suhu rongga mulut (37°C) selama 1, 2, 3, dilakukan pengepresan ringan. Kuvet atas
4, 5, 6, 7, dan 8 hari secara berturut-turut. dibuka dan dibuang kelebihan adonan. Hal
Perendaman pada setiap 24 jam dilakukan tersebut dilakukan sampai kuvet metal to
pergantian akuades dan tiap perlakuan metal. Bila tidak ada lagi kelebihan akrilik dan
menggunakan spesimen yang sama. porus, kertas cellophane dilepas, sekrup
Pembuatan plat resin akrilik diawali dipasang dan dilakukan pengepresan akhir
dengan persiapan mold untuk pembuatan dengan menggunakan alat press.
spesimen dengan menyediakan model malam Tahap pemasakan akrilik (curing)
dari potongan base plate wax. Kemudian tahap dengan cara: air direbus dalam panci kurang
penanaman model malam dengan cara: lebih 100°C, kemudian kuvet dimasukkan
permukaan dinding dalam kuvet diolesi (temperatur akan turun). Setelah air mendidih
dengan vaselin (tipis saja) menggunakan kuas kembali kuvet dibiarkan selama 20 menit,
kemudian kuvet diisi dengan adonan gips tipe kuvet diangkat dan dibiarkan selama 10 menit.
II (perbandingan air dan bubuk sebanyak Tahap selanjutnya mengeluarkan model akrilik
15 ml : 50 gr diaduk selama 30 detik) hingga dari kuvet (deflasking) dengan cara: semua
penuh dan digetarkan hingga rata. Model sekrup dibuka dan tutup kuvet dibuka,
malam ditanamkan ke dalam kuvet, masing- kemudian kuvet bawah dilepaskan dengan cara
masing kuvet diisi dengan dua model mengetuk bagian dasar kuvet. Kuvet
spesimen, permukaan model malam rata dibongkar secara hati- hati dengan pisau gips.
dengan adonan gips. Kuvet atas dicobakan Spesimen dihaluskan dengan kertas pasir
sebelum adonan gips mengeras. Setelah waterproof no. 1000, 1500, dan 2000 sampai
adonan gips pada kuvet bawah mengeras permukaannya rata dan tetap dijaga
permukaan gips diolesi vaselin. Kuvet atas ukurannya. Kemudian spesimen dikeringkan
dipasang, kemudian diisi dengan adonan gips menggunakan desikator dan disimpan dalam
tipe II dan digetarkan hingga rata. Tutup kuvet inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam.
dan sekrup dipasang, kemudian menggunakan Perendaman spesimen dalam 20 ml
alat press hingga rapat (metal to metal) dan akuades dilakukan menggunakan gelas yang
sekrup dikencangkan. Didiamkan sampai tertutup pada suhu rongga mulut (37°C).
mengeras (setting) yaitu kurang lebih selama Setelah dilakukan perendaman selama 24 jam
15 menit. pertama (Hari ke-1), spesimen tersebut
Tahap pembuangan model malam dikeluarkan dari gelas dan dimasukkan
dengan cara: air dididihkan kurang lebih kembali dalam gelas yang berisi 20 ml
100°C, kemudian kuvet yang telah diikat akuades baru untuk dilakukan perendaman
dengan tali dimasukkan selama 5 menit. Kuvet hari ke-2, sampai seterusnya pada perendaman
diangkat, kemudian dibuka dan cairan malam hari ke-8. Hasil perendaman tersebut disebut
dibuang. Mold space dibersihkan dengan sebagai larutan uji. Dari setiap larutan uji
menyiramkan air panas yang telah dicampur diambil ± 4 ml kemudian dimasukkan ke
dengan deterjen. Sisa-sisa malam dibersihkan dalam kuvet pada alat spektrofotometer untuk
dari kuvet. Tahap pengolahan akrilik (packing) menentukan jumlah monomer sisa yang
dilakukan dengan cara: permukaan mold space terlepas.
diolesi Cold Mold Seal (CMS) menggunakan Pengukuran jumlah sisa monomer pada
kuas kemudian tunggu hingga kering. Bubuk larutan uji dilakukan dengan beberapa tahap,
polimer dan monomer dengan perbandingan yaitu:
23 mg : 10 ml disiapkan di dalam pot porselen, 1) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
kemudian bubuk polimer dimasukkan sedikit (λmax)
demi sedikit sampai terlihat seperti pasir basah Penentuan panjang gelombang
dan digetarkan mangkok tersebut (kelebihan menggunakan larutan metil metakrilat (MMA)
monomer akan naik ke permukaan). Bubuk murni, sedangkan akuades digunakan sebagai
polimer ditaburi lagi sampai tidak ada blanko. Kalibrasi dilakukan terlebih dahulu

63
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

menggunakan akuades. Kemudian untuk masing-masing berukuran ± 4 ml, kuvet


penentuan nilai panjang gelombang pertama untuk indikator pelarut yang berupa
maksimum (λmax) dilakukan dengan cara akuades dan kuvet kedua untuk larutan yang
MMA murni dimasukkan ke dalam diuji. Terlebih dahulu larutan uji diaduk agar
spektrofotometer pada panjang gelombang didapatkan larutan uji yang homogen.
200, 210, 220, 230, 240, 250, 260, 270, 280, Kemudian kuvet dimasukkan ke dalam
290, dan 300 nm sehingga didapatkan nilai spektrofotometer untuk diukur dengan
absorbansinya. Selanjutnya dibuat kurva menggunakan panjang gelombang maksimum
hubungan antara absorban dan panjang yang telah diperoleh. Hasil pengukuran jumlah
gelombang berdasarkan data yang diperoleh. monomer sisa pada durasi perendaman yang
Panjang gelombang maksimum (λmax) berbeda (tiap 24 jam) dinyatakan dengan nilai
ditentukan dari nilai absorban tertinggi dari absorbansi (y). Melalui persamaan garis
kurva tersebut. y = mx + C dihitung nilai konsentrasi MMA
2) Menentukan Persamaan Garis antara Kurva pada larutan uji (x) dalam satuan persentase.
Absorbansi dan Konsentrasi Hasil pengukuran dikumpulkan dan
Spektrofotometer yang akan digunakan ditabulasi menurut masing-masing durasi
diatur dengan panjang gelombang maksimum perendaman. Hasil penelitian ini merupakan
yang telah diperoleh. MMA murni dilarutkan nilai rerata dari jumlah pelepasan monomer
dengan menggunakan akuades untuk sisa yang didapat dari tiap 24 jam perendaman.
mendapatkan larutan induk 0.1% dengan Data yang diperoleh terdistribusi tidak normal
menggunakan rumus: V1.M1 = V2.M2 dimana: sehingga digunakan uji statistik Friedman
V1 = Volume bahan uji (500 ml); M1 = (p<0.05) dan uji lanjut dengan uji Wilcoxon.
Konsentrasi larutan induk (0.1 %); V2 =
Volume awal bahan uji (0.5 ml); M2 = HASIL PENELITIAN
Konsentrasi awal bahan uji (MMA murni Hasil penelitian yang diperoleh berupa
100%). nilai rerata dan standar deviasi dari jumlah
Konsentrasi 0.075%, 0.050%, 0.025%, monomer sisa resin akrilik heat cured yang
dan 0.010% didapatkan dari larutan induk direndam dalam akuades selama 1, 2, 3, 4, 5,
0.1% yang diencerkan dengan akuades dan 6, 7, dan 8 hari (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1
diaduk dengan menggunakan stirrer agar terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah
didapatkan hasil yang homogen. Konsentrasi monomer sisa seiring dengan meningkatnya
didapatkan dengan menggunakan rumus: durasi perendaman resin akrilik heat cured
M1.V1 = M2.V2 dimana: M1 = Konsentrasi dalam akuades.
bahan uji yang ingin dibuat (%); V1 = Volume
bahan uji (10 ml); M2 = Konsentrasi larutan Tabel 1. Rerata ± Standar Deviasi Jumlah Mono-
induk 0.1%; V2 = Volume larutan induk (ml). mer Sisa Berdasarkan Durasi Perendaman
Untuk mencari volume pengencer dengan Resin Akrilik Heat Cured dalam Akuades
menggunakan rumus: Vpengencer = V2 – V1 Konsentrasi (%)
dengan keterangan: V = Volume pengencer Durasi Perendaman
X ± SD
(ml); V2 = Volume bahan uji yang ingin dibuat Hari ke-1 0.0101 ± 0.0040
(10 ml); V1 = Volume larutan uji (ml). Larutan Hari ke-2 0.0048 ± 0.0009
MMA dengan konsentrasi 0.1%, 0.075%, Hari ke-3 0.0039 ± 0.0008
0.050%, 0.025%, dan 0.010% yang telah Hari ke-4 0.0010 ± 0.0004
disiapkan dimasukkan satu per satu ke dalam Hari ke-5 0.0009 ± 0.0003
spektrofotometer dan dicatat nilai absorb- Hari ke-6 0.0002 ± 0.0004
ansinya. Setelah itu dibuat kurva hubungan Hari ke-7 0.0001 ± 0.0003
Hari ke-8 0.0000 ± 0.0000
antara absorban dengan konsentrasi larutan
MMA beserta persamaan garisnya. Persamaan
garis didapat dengan persamaan: y = mx + C Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dengan keterangan: y = Absorbansi (A); m = nilai rerata konsentrasi monomer sisa dari
Gradien; x = Konsentrasi larutan uji (%); C = resin akrilik heat cured setelah direndam
Konstanta. dalam akuades selama 24 jam (hari ke-1)
3) Penentuan Konsentrasi Metil Metakrilat sangat tinggi dibandingkan dengan peren-
(MMA) pada Larutan Uji daman hari-hari berikutnya. Untuk mengetahui
Spektrofotometer memiliki dua kuvet kemaknaan perbedaan penurunan jumlah

64
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

monomer sisa antara durasi perendaman resin monomer sisa yang diperoleh dari alat
akrilik heat cured dalam akuades maka spektrofotometer UV-VIS. Variabel m meru-
dilakukan analisis menggunakan uji Friedman pakan gradien dengan nilai 9.2543 dan
(p<0.05). Pemilihan uji non parametrik C merupakan konstanta dengan nilai -0.0027.
Friedman sebagai metode statistik dalam Variabel x adalah konsentrasi monomer sisa
analisis data hasil penelitian ini disebabkan yang terlepas. Persamaan garis lurus tersebut
oleh data hasil penelitian yang diperoleh diperoleh dari kurva nilai absorban terhadap
terdistribusi tidak normal (p<0.05 uji Shapiro- konsentrasi larutan standar 0.1%, 0.075%,
Wilk). Hasil analisis uji Friedman untuk 0.050%, 0.025%, dan 0.010%. Berdasarkan
mengetahui pengaruh durasi perendaman resin persamaan garis lurus tersebut didapatkan
akrilik heat cured dalam akuades terhadap konsentrasi monomer sisa resin akrilik heat
jumlah monomer sisa diperoleh nilai p=0.000 cured seperti yang terdapat pada Tabel 1.
(p<0.05). Kemudian dilakukan uji lanjut Berdasarkan hasil analisis statistik non
Wilcoxon untuk mengetahui durasi peren- parametrik uji Friedman menunjukkan bahwa
daman yang memberikan pengaruh signifikan terjadi penurunan jumlah monomer sisa yang
terhadap jumlah monomer sisa. Hasil analisis signifikan seiring dengan meningkatnya durasi
uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel 2. perendaman. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti komposisi resin akrilik
Tabel 2. Hasil Analisis Uji Wilcoxon heat cured dan durasi perendaman resin akrilik
Durasi heat cured dalam akuades. Resin akrilik heat
Nilai p cured bersifat hidrofilik karena mengandung
Perendaman
1 2 0.007* gugus ester. Sifat tersebut menyebabkan resin
3 0.005* akrilik mudah menyerap air (akuades) dan
4 0.005* monomer sisa yang terdapat dalam resin
5 0.005* akrilik dapat berdifusi ke dalam air (akuades).
6 0.005* Kemudian dengan meningkatnya durasi
7 0.005* perendaman menyebabkan semakin banyak
8 0.005* jumlah akuades yang diserap, sedangkan
2 3 0.087
jumlah monomer sisa yang terlepas akan
4 0.004*
5 0.005* semakin menurun bahkan dapat mencapai
6 0.005* jumlah yang sangat minimal (konstan). Hal ini
7 0.004* didukung oleh pendapat Rao yang menyatakan
8 0.004* bahwa terlepasnya monomer sisa menye-
3 4 0.005* babkan banyaknya ruang kosong di dalam
5 0.005* resin akrilik sehingga penyerapan air
6 0.005* (akuades) juga tinggi.12
7 0.004* Jumlah monomer sisa tertinggi
8 0.005* diperoleh pada perendaman hari ke-1 dengan
4 5 0.564
konsentrasi sebesar 0.0101%. Hasil analisis uji
6 0.011*
7 0.007* Wilcoxon menunjukkan jumlah monomer sisa
8 0.004* yang terlepas pada perendaman hari ke-1
5 6 0.008* berbeda signifikan dibandingkan perendaman
7 0.005* hari ke-2 sampai ke-8 (Tabel 2). Hasil ini
8 0.003* didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
6 7 0.317 Mei Huang et al yang melakukan perendaman
8 0.157 resin akrilik heat cured dalam air dengan
7 8 0.317 durasi perendaman selama 1, 3, dan 7 hari
*Perbedaan bermakna (Uji Wilcoxon p<0.05) pada suhu 37°C menunjukkan pelepasan
monomer sisa yang tertinggi pada hari ke-1
PEMBAHASAN dan terus menurun sampai hari ke-7. Mei
Hasil penelitian ini berupa konsentrasi Huang et al juga menyatakan bahwa monomer
monomer sisa dalam satuan persentase yang sisa yang terlepas dari resin akrilik untuk
diperoleh dari hasil perhitungan persamaan bahan basis gigi tiruan baik jenis heat cured
garis lurus y = mx + C. Variabel y adalah nilai maupun cold cured paling tinggi adalah pada
absorban yang merupakan hasil pengukuran perendaman 24 jam pertama sehingga

65
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

direkomendasikan dokter gigi merendam basis bahwa analisis monomer sisa resin akrilik heat
gigi tiruan resin akrilik dalam air selama cured yang dilakukan perendaman dalam air
24 jam sebelum memasangkan basis gigi (akuades) selama interval waktu 24, 48, 72,
tiruan resin akrilik kepada pasien.8,10 96, dan 120 jam pada suhu ruangan
Monomer sisa tertinggi yang terlepas ke menunjukkan jumlah monomer sisa yang
dalam akuades pada perendaman hari ke-1 tertinggi pada perendaman resin akrilik heat
diduga oleh karena monomer sisa yang cured dalam air (akuades) pada waktu 24, 48,
dilepaskan berasal dari bagian permukaan dan 72 jam pertama.12 Berdasarkan penelitian
resin akrilik yang relatif lebih cepat Vojdani et al merekomendasikan dokter gigi
dibandingkan dengan bagian dalam karena untuk merendam basis gigi tiruan resin akrilik
terperangkap oleh rantai polimer yang lebih dalam air selama 72 jam sebelum
panjang. Selain itu juga diduga disebabkan memasangkan basis gigi tiruan kepada
oleh proses polimerisasi resin akrilik masih pasien.11
berlangsung dalam beberapa jam meskipun Hasil analisis uji wilcoxon (Tabel 2)
resin akrilik telah mengeras. Tahap terminasi pada perendaman antara durasi perendaman
dari polimerisasi resin akrilik belum terjadi hari ke-2 dibandingkan dengan hari ke-4, 5, 6,
dalam waktu beberapa jam setelah resin akrilik 7, dan 8 menunjukkan perbedaan yang
setting, dimana tahap propagasi masih bermakna. Perbedaan jumlah monomer sisa
berlangsung sehingga menyebabkan monomer yang bermakna juga terdapat antara
yang belum terpolimerisasi berdifusi ke dalam perendaman hari ke-4 dibandingkan dengan
akuades. hari ke-6, 7, dan 8 serta hari ke-5
Perendaman sampai hari ke-3 dibandingkan dengan hari ke-6, 7, dan 8. Hal
menunjukkan jumlah monomer sisa yang ini disebabkan perendaman pada hari ke-6, 7,
terlepas ke dalam akuades masih cukup tinggi dan 8 menghasilkan pelepasan monomer sisa
meskipun terjadi penurunan dibandingkan hari dalam jumlah yang konstan. Penurunan
sebelumnya. Hasil analisis uji Wilcoxon tersebut diduga disebabkan oleh jumlah
(Tabel 2) menunjukkan terdapat perbedaan monomer sisa yang telah habis di permukaan
tidak bermakna terlihat pada perendaman hari dan hanya sedikit yang tersisa di dalam rantai
ke-2 dibandingkan dengan hari ke-3 dan pola polimer resin akrilik.
yang sama untuk perendaman hari ke-4 Hasil analisis uji Wilcoxon (Tabel 2)
dibandingkan dengan hari ke-5. Hal ini diduga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
disebabkan oleh perendaman resin akrilik heat penurunan jumlah monomer sisa yang
cured hanya berselang 1 hari sehingga jumlah bermakna antara ketiga hari perendaman 6, 7,
pelepasan monomer sisa yang terjadi tidak dan 8. Penurunan jumlah monomer sisa pada
jauh berbeda nilainya dan penurunan jumlah perendaman hari ke-6, 7, dan 8 hari
monomer sisa mulai menunjukkan nilai menunjukkan nilai konstan. Hal ini diduga
konstan yang diduga terjadi akibat monomer disebabkan oleh monomer sisa yang terdapat
sisa yang terlepas berasal dari dalam resin di dalam rantai polimer resin akrilik berjumlah
akrilik heat cured sehingga berdifusi lambat minimal sehingga sangat sedikit monomer sisa
ke dalam akuades. Monomer sisa yang terlepas yang terlepas bahkan tidak ada lagi monomer
hanya menurun sedikit jumlahnya. Hal ini sisa yang dilepaskan pada perendaman hari
diduga karena polimerisasi telah selesai pada ke-8. Selain itu juga diduga faktor penyerapan
perendaman hari ke-2 dan monomer sisa yang akuades oleh resin akrilik yang mulai jenuh
berasal dari permukaan resin akrilik sudah setelah perendaman hari ke-5 menunjukkan
mulai habis. Monomer sisa yang terlepas ke bahwa tidak ada lagi ruang kosong yang
dalam akuades pada perendaman setelah hari tersisa di dalam rantai polimer resin akrilik.
ke-3 dan seterusnya diduga berasal dari bagian Hal ini mengartikan bahwa monomer sisa
dalam rantai polimer resin akrilik sehingga telah habis dilepaskan ke dalam akuades dan
difusi monomer sisa yang dilepaskan ke dalam diduga monomer sisa yang masih terdapat di
akuades menjadi lebih lambat dibandingkan dalam resin akrilik sangat minimal atau dapat
hari sebelumnya. Akibatnya jumlah monomer dikatakan telah habis.
sisa yang terlepas setelah perendaman hari Secara keseluruhan berdasarkan Tabel 1
ke-3 menjadi semakin menurun. Hasil menunjukkan bahwa pelepasan monomer sisa
penelitian ini didukung oleh penelitian yang terus menurun hingga hampir konstan pada
dilakukan oleh Rao PS et al, menunjukkan perendaman resin akrilik heat cured dalam

66
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

akuades setelah hari ke-3. Penurunan jumlah Minimal dari Bahan Denture Base Jenis
monomer sisa setiap harinya diduga terjadi Cold Cured. Material Dental Journal
akibat monomer berdifusi ke dalam akuades 2009; 1(2):15-18.
(air perendaman) dan polimerisasi yang masih 5. Bural C, Aktas E, Deniz G, et al. Effect
berlangsung dari radikal aktif yang terdapat of Leaching Residual Methyl
dalam rantai polimer.12 Beberapa peneliti Methacrylate Concentrations On In Vitro
mengatakan bahwa monomer sisa masih dapat Cytoxicity of Heat Polimerized Denture
terdeteksi pada basis gigi tiruan yang Base Acrylic Resin Processed with
digunakan hingga 17 tahun. Namun sebagian Different Polymerization Cycles. Journal
besar monomer sisa terlepas dalam 5 tahun Applied Oral Science 2010; 306-312.
pertama.13 Hal ini menunjukkan bahwa 6. Young BC. A Comparison of
monomer sisa akan tetap ada dalam jangka Polymeric Denture Base Materials.
waktu yang lama. Tetapi hasil penelitian ini London: University of Glasgow Dental
menunjukkan bahwa jumlah monomer sisa School. Thesis 2010: 9-40.
dapat diminimalkan melalui perendaman basis 7. Golbidi F, Asghari G. The Level of
gigi tiruan resin akrilik di dalam akuades Residual Monomer in Acrylic Denture
selama 8 hari sebelum digunakan oleh pasien. Base Materials. Research Journal of
Sehingga dampak dari tingginya jumlah Biological Sciences 2009; 4(2):244-249.
monomer sisa pada basis gigi tiruan resin 8. Jorge JH, Giampaolo ET, Machado AL.
akrilik seperti iritasi atau alergi pada jaringan Cytoxicity of Denture Base Acrylic
rongga mulut dapat berkurang. Resins: A Literature Review. The Journal
of Prosthetic Dentistry 2003; 90(2):
KESIMPULAN 190-193.
Dapat disimpulkan bahwa adanya 9. Jorge JH, Giampaolo ET, Vergani CE,
pengaruh durasi perendaman resin akrilik heat et al. Effect of Post-Polymerization
cured dalam akuades terhadap pelepasan Heat Treatments On The Cytoxicity of
monomer sisa yaitu semakin meningkat durasi Two Denture Base Acrylic Resins.
perendaman resin akrilik heat cured dalam Journal of Applied Oral Science 2006;
akuades maka semakin menurun jumlah 14(3):203-207.
monomer yang terlepas. Durasi perendaman 10. Mei Huang F, Chin Hu C, Chao Chang
resin akrilik heat cured dalam akuades selama Y, et al. Residual Monomer Releasing
24 jam (hari ke-1) menunjukkan jumlah From Acrylic Denture Base In Water.
monomer sisa tertinggi dibandingkan hari- hari China Dental Journal 2000; 17-21.
berikutnya. Terdapat penurunan jumlah 11. Vojdani M, Sattari M, Khajehoseini
monomer sisa yang tidak bermakna mulai SH, et al. Cytotoxicity of Resin-Based
perendaman hari ke-6 sampai ke-8. Cleansers: An In Vitro Study. Irian
Red Crescent Medical Journal 2010;
DAFTAR PUSTAKA 12(2):158-162.
1. Anusavice KJ. Phillips’ Science of Dental 12. Rao P Srinivas, Mahesh P, Kumar HC, et
Material. 8th ed. St Louis: Elsevier al. Comparison of Residual Monomer and
Science. 2003: 145, 164-166, 722-734. Water Absorption in Acrylic Resin
2. Wardahana DW, Subianto A, Melanie Samples Processed with Microwave and
T. Efek Lama Perendaman Lempeng Conventional Heat Cure Polymerization
Resin Akrilik Heat Cured dalam Larutan Methods – Invitro Study. Annals and
Propolis Obat Kumur terhadap Perubahan Essence of Dentistry 2012; 4(1):25-29.
Warna. Journal of Prosthodontics 2010; 13. Hatrick CD, Eakle WS, William FB.
1(1):9-11. Dental Materials: Clinical Applications
3. Sunarintyas S, Irnawati D. Pengaruh Cara for Dental Assistants and Dental
Pemrosesan Resin Akrilik Terhadap Sifat Hygienists. St Louis: Elsevier. 2003:
Fisik dan Mekanik. Jurnal Lembaga 250-256.
Pengabdian kepada Masyarakat. ISSN
1693-1033. 2005; 19-23.
4. Krisna NKMA, Nirwana I, Yuliati A.
Perendaman dalam Air Selama 8 Hari
Menghasilkan Pelepasan Monomer Sisa

67
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

KONSENTRASI HAMBAT DAN BUNUH MINIMUM EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS


(Citrus aurantifolia) Terhadap Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO

Afrina*, Santi Chismirina*, Risa Yulanda Magistra**


*
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
**
Program Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Periodontitis agresif merupakan kelainan jaringan yang progresif pada orang dewasa muda sehat yang
didominasi oleh bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Perawatan periodontitis agresif
dengan penggunaan antibiotik berkepanjangan dapat menyebabkan bakteri A. actinomycetemcomitans
menjadi resisten, oleh sebab itu alternatif perawatan dapat dilakukan dengan pemberian tanaman yang
mengandung antibakteri, salah satunya daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia). Jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) merupakan obat tradisional yang sering digunakan untuk berbagai macam penyakit dan
diketahui memiliki kandungan aktif yang bersifat antibakteri. Zat aktif yang terkandung tersebut
alkaloid, polifenol, saponin, flavonoid, kuinon dan steroid. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek antibakteri ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap pertumbuhan
A. actinomycetemcomitans secara in vitro. Penelitian eksperimental laboratoris ini menggunakan
sampel A. actinomycetemcomitans isolat klinis yang telah diidentifikasi sebelumnya dan daun jeruk
nipis yang diekstraksi menggunakan metode maserasi. Ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
diuji efek antibakterinya terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans dengan metode Standard
Plate Count (SPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan koloni pada konsentrasi 0,25%
berjumlah 386 x 103 CFU/ml dan paling sedikit ditemukan pada konsentrasi 20% berjumlah 1,5 x 103
CFU/ml. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
ditemukan pada konsentrasi 0,25% dan tidak ditemukan adanya Kosentrasi Bunuh Minimum (KBM).

Kata kunci: Aggregatibacter actinomycetemcomitans, antibakteri, periodontitis, daun jeruk nipis

ABSTRACT
Aggressive periodontitis is a progressive tissue abnormalities in healthy young which is dominated by
Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Long term antibiotic use can cause bacteria
A. actinomycetemcomitans to become resistant, therefore, alternative treatments can be done by
giving the plants that contain antibacterial, for example like lime (Citrus aurantifolia) leaves. Lime
(Citrus aurantifolia) leaves is a traditional medicine that is often used for a variety of illnesses and its
chemical compounds have known for their antibacterial activity. The chemical compound of lime
(Citrus aurantifolia) leaves are alkaloids, saponin, polyphenols, flavonoids kuinon, and steroid. The
purpose of this study was to known antibacterial effect of lime leaves againts in vitro growth of
A. actinomycetemcomitans. Lime (Citrus aurantifolia) leaves that used maseration method for
extraction as the sample. Lime (Citrus aurantifolia) leaves extract was determined their antibacterial
activity using Standard Plate Count Method. The results of this study showed that the colony growth
at concentrations of 0,25% amounting to 386 x 103 CFU/ml and the least was found in concentrations
of 20% which is amounting to 1,5 x 103 CFU/ml. Based on this study could be concluded that the
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) was found at concentrations of 0,25 % and Minimum
Bactericidal Consentration (MBC) was not found.

Key words: Aggregatibacter actinomycetemcomitans, antibacterial, periodontitis, lime leaves

68
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

PENDAHULUAN nafsu makan, mencegah rambut rontok,


Penyakit periodontal merupakan ketombe, flu, demam, kegemukan, amandel,
penyakit infeksi kronis yang paling umum dan peradangan hidung, bronkitis, asma dan
terjadi pada manusia.1 Angka kejadian herpes.12-14 Pada daun jeruk nipis terdapat
periodontitis bervariasi pada berbagai negara kandungan bioaktif seperti alkaloid, polifenol,
di dunia. Prevalensi di Amerika tahun 2009– saponin, tanin, flavonoid dan triterpenoid yang
2010 menunjukkan total periodontitis pada berfungsi sebagai antibakteri.12,13
usia 30 tahun ke atas sebesar 47,2% (mewakili Penelitian sebelumnya yang dilakukan
sekitar 64,7 juta orang dewasa berusia 30 oleh Reddy dkk (2012) menyatakan bahwa
tahun ke atas).2 Menurut hasil survei kesehatan ekstrak daun jeruk nipis pada konsentrasi 20%
gigi dan mulut tahun 2009, di Indonesia efektif sebagai antimikroba dalam membunuh
penyakit periodontal terjadi pada 459 orang bakteri Gram-negatif, diantaranya Salmonella
diantara 1000 penduduk.3 Salah satu bentuk paratyphi, Escherichia coli, Proteus vulgaris,
penyakit periodontal adalah periodontitis Pseudomonas aeruginosa, Serratia marces-
agresif.4 Periodontitis agresif merupakan cens, Klebsiella pneumoniae dan juga dapat
penyakit inflamasi pada jaringan pendukung membunuh bakteri Gram-positif, yaitu
gigi yang perkembangan penyakitnya cepat, Bacillus cereus, Enterobacter faecalis, dan
ditandai dengan hilangnya perlekatan jaringan Staphylococcus aureus. Sedangkan daya
ikat dan kerusakan tulang alveolar secara cepat hambat minimum pada bakteri rata-rata adalah
pada lebih dari satu gigi permanen.5,6 0,25%.12 Penelitian daya hambat minyak atsiri
A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri pada daun jeruk nipis juga telah dilakukan
patogen yang dominan pada penderita oleh Pertiwi (2013) dimana terdapat aktivitas
periodontitis agresif.5 hambatan terhadap bakteri Staphylococcus
Aggregatibacter actinomycetemcomi- aureus, pada konsentrasi 20%, 40%, dan 80%
tans (A. actinomycetemcomitans) adalah (cit. Razak, 2009).14
bakteri Gram-negatif berbentuk kokobasil Berdasarkan uraian di atas maka
dengan ukuran 0,4–0,5 m x 1,0–1,5 m, non- penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
motile dan bersifat anaerob fakultatif.7 Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan
A. actinomycetemcomitans memiliki beberapa Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak
faktor virulensi seperti Leukotoksin, Cyto- daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap
lethal Distending Toxin (CDT), Chemotactic pertumbuhan A. actinomycetemcomitans se-
Inhibitor Factor, Lipopolisakarida dan cara in vitro.
Kolagenase yang berperan pada dalam
merusak jaringan dan resorpsi tulang pada BAHAN DAN METODE
periodontitis agresif.8 Penelitian ini merupakan penelitian
Perawatan periodontitis agresif berupa eksperimental laboratoris dengan desain post-
scaling dan root planning, pemberian anti- test only control grup. Penelitian ini dilakukan
biotik dan tindakan pembedahan.9 Antibiotik di Laboratorium Kimia Fakultas Keguruan dan
yang digunakan untuk perawatan periodontitis Ilmu Pengetahuan (FKIP) Universitas Syiah
agresif ini adalah tertrasiklin, metronidazole Kuala (Unsyiah) untuk proses ekstraksi dan uji
dan amoksisilin.10 Penggunaan antibiotik yang fitokimia daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
berulang-ulang dan tidak tepat adalah dan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
penyebab utama peningkatan jumlah bakteri Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah
yang resisten terhadap obat. Oleh sebab itu Kuala Banda Aceh untuk pengujian hasil
alternatif yang dapat dilakukan adalah ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
memanfaatkan tanaman yang mengandung terhadap A. actinomycetemcomitans.
antibakteri sebagai pengganti obat.11 Salah Sampel pada penelitian ini adalah daun
satu dari tanaman tersebut adalah Daun jeruk jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang berasal
nipis (Citrus aurantifolia). dari daerah Perkebunan Sekolah Pertanian
Tumbuhan jeruk nipis (Citrus Menengah Atas (SPMA) Seulawah Aceh
aurantifolia) dikenal sebagai salah satu jenis Besar dan sampel A. actinomycetemcomitans
tanaman yang digunakan sebagai bumbu diambil dari isolat klinis penderita perio-
masakan maupun obat-obatan, contohnya dontitis agresif yang telah diidentifikasi
dalam mengatasi masalah disentri, sembelit, sebelumnya di Laboratorium Mikrobiologi
jerawat, pusing, batuk, bau badan, menambah

69
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) steril (kontrol negatif), selanjutnya tabung 3


Universitas Gadjah Mada (UGM). diisi ekstrak daun jeruk nipis konsentrasi
Semua alat dan bahan yang digunakan 0,25%, tabung 4 diisi ekstrak daun jeruk nipis
pada penelitian ini disterilisasi terlebih dahulu. konsentrasi 0,5%, tabung 5 diisi ekstrak daun
Kemudian dilakukan pembuatan ekstrak daun jeruk nipis konsentrasi 1%, tabung 6 diisi
jeruk nipis (Citrus aurantifolia). Sebanyak ekstrak daun jeruk nipis konsentrasi 5%,
1 kg daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) tabung 7 diisi ekstrak daun jeruk nipis
berwarna hijau tua, segar dan permukaannya konsentrasi 10% dan tabung 8 diisi ekstrak
mengkilat dicuci, dikeringkan dan dihaluskan daun jeruk nipis konsentrasi 20%. Masing-
hingga menjadi serbuk. Selanjutnya proses masing tabung tersebut diisi sebanyak 1 ml
ektraksi dilakukan dengan metode maserasi, ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia).
serbuk daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) Kemudian semua tabung diisi 1 ml Trypticase
direndam dengan pelarut etanol 96%, Soy Broth (TSB), dan 0,1 ml suspensi
kemudian dilakukan penyaringan sampai A. actinomycetemcomitans dimasukkan ke
didapat filtrate dan ampas. Filtrat dipekatkan dalam masing-masing tabung lalu dihomo-
dengan rotary evaporator pada suhu 50oC genkan.
sehingga diperoleh ekstrak pekat dan tidak Selanjutnya diambil 0,1 ml suspensi dari
mengandung etanol.15 Dilakukan uji fitokimia masing-masing tabung, dikultur dimedia MHA
ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan metode sebar (spread plate) dibuat
untuk mengetahui adanya kandungan alkaloid, dalam suasana anaerob dan diinkubasi dalam
polifenol, saponin, tanin, flavonoid dan inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC.
triterpenoid.16-19 Ekstrak daun jeruk nipis Setelah koloni tumbuh, dilakukan peng-
(Citrus aurantifolia) diencerkan dengan aqua- hitungan koloni dan penentuan KHM dan
dest sampai diperoleh konsentrasi 0,25%, KBM. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
0,5%, 1%, 5%, 10% dan 20%. Akuades tanpa dari ekstrak daun jeruk nipis (Citrus
dicampur ekstrak daun jeruk nipis digunakan aurantifolia) adalah cawan petri yang
sebagai kontrol negatif dan ciprofloxacin 10 memiliki jumlah koloni bakteri yang lebih
µg digunakan sebagai kontrol positif. sedikit dibandingkan cawan petri kelompok
Bakteri A. Actinomycetemcomitans di- kontrol negatif. Konsentrasi Bunuh Minimum
kultur di media AaGM agar dengan suasana (KBM) dari ekstrak daun jeruk nipis (Citrus
anaerob kemudian diinkubasi di dalam aurantifolia) adalah cawan petri yang tidak
inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC.15 terdapat pertumbuhan koloni bakteri.21
Setelah koloni bakteri tumbuh, dilakukan uji Analisis data hasil penelitian dilakukan
konfirmasi dengan pewarnaan Gram.20 Bakteri dengan metode one way ANOVA untuk
yang telah tumbuh di media AaGM diambil mengetahui apakah terdapat pengaruh atau
kemudian dimasukkan kedalam NaCl 0,9% tidak pada tiap kategori perlakuan. Jika
5 ml, dihomogenkan dan disetarakan ke- terdapat pengaruh maka dilanjutkan dengan uji
keruhannya dengan larutan Mc Farland 0,5 lanjut Least Significant Difference (LSD)
(1,5 x 108 CFU/ml).21 Kemudian dilakukan untuk mengetahui kelompok yang memiliki
pengenceran bertingkat (serial dilution). perbedaan yang bermakna.
Setelah itu, diambil sebanyak 0,1 ml dari
semua tabung diteteskan ke media MHA
dengan metode spread plate dengan
menggunakan batang L, dan diinkubasi dalam
inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC
pada suasana anaerob. Pengamatan dilakukan
setelah 24 jam dengan melakukan peng-
hitungan koloni A. actinomycetemcomitans
menggunakan colony counter dengan syarat
jumlah koloni yang tumbuh pada media adalah
30–300 CFU/ml.22
Penentuan KHM dan KBM diawali
dengan menyiapkan 8 tabung reaksi. Tabung 1
diisi dengan 1 ml ciprofloxacin 10 µg/ml Gambar 1. Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus
(kontrol positif), tabung 2 diisi 1 ml akuades aurantifolia)

70
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

HASIL PENELITIAN
Daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
ditimbang sebanyak 1 kg yang diekstrak
dengan metode maserasi menggunakan 2 liter
pelarut etanol 96% selama 3 hari, didapatkan
ekstrak kental sebanyak 10 mg seperti yang
terlihat pada Gambar 1 di atas.
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa
ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
mengandung alkaloid, saponin, polifenol,
flavonoid, kuinon, dan steroid (Tabel 1).
Hasil kultur koloni A. actinomycetem-
comitans yang dilakukan pada media AaGM
agar kemudian diinkubasi selama 48 jam pada
suhu 37oC dalam suasana anaerob, menunjuk- Gambar 3. Hasil Pewarnaan Gram A. Actinomyce-
kan morfologi koloni berbentuk bulat temcomitans
cembung, permukaan kasar, dan berwarna
krem, seperti terlihat pada Gambar 2. Pada penelitian ini pengujian aktivitas
antibakteri ekstrak daun jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) terhadap pertumbuhan A. actino-
mycetemcomitans dilakukan sebanyak 2 kali
pengulangan. Jumlah rata-rata koloni A. acti-
nomycetemcomitans setelah dilakukan peng-
ujian menunjukkan pertumbuhan koloni yang
paling banyak pada akuades (469,5 x 103
CFU/ml) dan paling sedikit adalah pada
Ciprofloxacin (0,5 x 103 CFU/ml). Jumlah
rata-rata koloni bakteri juga telihat menurun
pada setiap kenaikan konsentrasi dapat dilihat
pada Tabel 2.
Uji statistik yang digunakan pada
penelitian ini adalah One Way ANOVA yang
memiliki syarat lebih dari dua kelompok,
Gambar 2. Hasil Kultur Koloni A. actinomycetem- distribusi dan homogenitas varian data sama.
comitans pada Media AaGM Agar Penelitian ini memiliki 8 kelompok yang
terdiri dari 6 kelompok perlakuan (0,25%,
Hasil pewarnaan Gram dengan 0,5%, 1%, 5%, 10%, 20%) dan 2 kelompok
menggunakan mikroskop cahaya dengan kontrol (ciprofloxacin) sebagai kontrol positif
pembesaran 10x100, terlihat morfologi dan (akuades) sebagai kontrol negatif. Hasil
A. actinomycetemcomitans berbentuk koko- uji normalitas menunjukkan distribusi dan
basilus dengan warna merah muda seperti homogenitas varian data penelitian adalah
Gambar 3. Hal ini membuktikkan bahwa normal dengan nilai p>0,05. Hasil uji ANOVA
bakteri tersebut adalah bakteri Gram-negatif. menunjukkan nilai p<0,05, membuktikan

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
No Uji Perubahan Reaksi Hasil
1. Alkaloid Terjadi perubahan warna +
2. Saponin Terbentuk gelembung +
3. Tanin Tidak terbentuk larutan putih keruh -
4. Polifenol Larutan hijau kehitaman +
5. Flavonoid Larutan coklat +
6. Kuinon Larutan putih +
7. Steroid Larutan biru hijau +
8. Triterpenoid Larutan biru hijau -

71
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Tabel 2. Jumlah Rata-Rata Koloni A. actinomycetemcomitans Setelah Diuji dengan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia)
Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans
Setelah Diuji dengan Ekstrak Daun Jeruk Rata-Rata Jumlah
Konsentrasi Bahan Uji Nipis (Per Pengulangan ) Koloni (CFU/ml)
1 2
0,25% 390 x 103 382 x 103 386 x 103
0,5% 93 x 103 80 x 103 86,5 x 103
1% 17 x 103 21 x 103 19 x 103
3
5% 11 x 10 9 x 103 10 x 103
3
10% 3 x 10 5 x 103 4 x 103
20% 1 x 103 2 x 103 1,5 x 103
3
Akuades 475 x 10 464 x 103 469,5 x 103
3
Ciprofloxacin 10 µg/ml 0 x 10 1 x 103 0,5 x 103

Tabel 3. Uji Least Significant Difference (LSD)


Kelompok
P1 P2 P3 P4 P5 P6 Akuades Cipro
Perlakuan
* * * * * *
P1 - 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000*
P2 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
P3 0,000* 0,000* - 0,102 0,015* 0,007* 0,000* 0,005*
P4 0,000* 0,000* 0,102 - 0,253 0,119 0,000* 0,087
P5 0,000* 0,000* 0,015* 0,253 - 0,622 0,000* 0,493
P6 0,000* 0,000* 0,007* 0,119 0,622* - 0,000* 0,843
Akuades 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000*
Cipro 0,000* 0,000* 0,005* 0,087 0,493 0,843 0,000* -
*= p<0,05; terdapat perbedaan bermakna

terdapatnya pengaruh dari kelompok uji memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan
terhadap pertumbuhan A. actinomycetemco- aktif yang bersifat polar, semi polar, ataupun
mitans. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) nonpolar. Selain itu, pelarut etanol diketahui
ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) tidak bersifat toksik. Berbagai peneliti
terhadap pertumbuhan A. actinomycetemco- menyebutkan kelebihan pelarut etanol untuk
mitans ditunjukkan pada konsentrasi 0,25%, mengekstraksi senyawa aktif tumbuhan, baik
dan tidak ditemukan Konsentrasi Bunuh yang bersifat antioksidan maupun yang
Minimum (KBM) pada penelitian ini. Hasil uji bersifat sebagai antibakteri.23,25
lanjut Least Significant Difference (LSD) Setelah proses maserasi, dilakukan uji
0,25%, 0,5%, 1%, 5%, 10% dan 20% dengan fitokimia untuk membuktikan bahwa pada
kontrol negatif menunjukkan nilai p<0,05, ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan terkandung alkaloid, polifenol, saponin, tanin,
yang bermakna dari konsentrasi ekstrak flavonoid dan triterpenoid yang berfungsi
tersebut dengan kontrol negatif (akuades). sebagai antibakteri. Dari hasil uji fitokimia ini
Hasil uji lanjut LSD dapat dilihat pada juga ditemun adanya kuinon dan steroid, hal
Tabel 3. ini diduga karena kuinon termasuk golongan
fenol dan steroid termasuk golongan saponin
PEMBAHASAN Sehingga tidak disebutkan secara terpisah.26
Penelitian ini menggunakan teknik Namun dari hasil uji fitokimia pada penelitian
maserasi untuk proses ekstraksi komponen zat ini tidak ditemukan adanya kandungan tanin
aktif. Metode ini dipilih karena relatif dan triterpenoid, hal ini disebabkan karena
sederhana dan mudah, dan tidak memerlukan bahan uji yaitu daun jeruk nipis (Citrus
proses pemanasan yang dapat merusak aurantifolia) yang digunakan pada penelitian
komponen aktif dari simplisia.23,24 Proses ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
maserasi dilakukan menggunakan pelarut Komposisi senyawa yang terkandung dalam
etanol. Pelarut etanol digunakan karena tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor.

72
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

Baik faktor internal maupun eksternal. Faktor dinding selnya mengandung lipid yang lebih
internal seperti adanya pengaruh pada banyak. Senyawa lipid akan larut setelah
varietas/gen dan yang termasuk faktor ditetesi etanol, sehingga dapat menyebabkan
eksternal yaitu, adanya pengaruh cahaya permukaan dinding sel bakteri akan
matahari, curah hujan, struktur tanah, maupun membentuk pori. Terbentuknya pori tersebut
iklim di daerah tersebut sehingga terdapat mengakibatkan tidak dapat ditahannya
perbedaan terhadap kandungan daun jeruk komplek kristal violet dari permukaan dinding
nipis. sel bakteri setelah ditetesi etanol, sehingga
Pada penelitian ini morfologi koloni bakteri Gram-negatif dapat menyerap warna
A. actinomycetemcomitans terlihat berbentuk safranin, dan tampilan koloni bakteri Gram-
bulat cembung, permukaan kasar, dan negatif akan terlihat berwarna merah muda.29,30
berwarna krem. Media selektif yang Hasil uji aktivitas antibakteri daun jeruk nipis
digunakan pada penelitian ini adalah terhadap A. actinomycetemcomitans menun-
A. actinomycetemcomitans Growth Medium jukkan bahwa ekstrak daun jeruk nipis tersebut
(AaGM) agar. Media AaGM mengandung secara signifikan mampu menghambat
yeast extract yang dapat meningkatkan pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Ke-
pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. mampuan tersebut terjadi karena di dalam
Yeast extract digunakan untuk enumerasi daun jeruk nipis terkandung zat-zat antibakteri
mikroorganisme dalam air bersih yang seperti alkaloid, tanin, polifenol, saponin,
menyediakan sumber nitrogen, asam amino, flavonoid dan triterpenoid. Replikasi DNA
vitamin, dan karbon yang diperlukan untuk dari A. actinomycetemcomitans dihambat oleh
pertumbuhan organisme.6,27 Hal ini didukung alkaloid dan tanin yang terdapat pada daun
dengan penelitian Reddy dkk (2012) yang jeruk nipis. Selain itu, rusaknya permeabilitas
menyatakan bahwa pada media selektif, dinding sel A. actinomycetemcomitans di-
A. actinomycetemcomitans diisolasi dari sebabkan oleh flavonoid dan terganggunya
rongga mulut membentuk koloni sirkuler stabilitas serta proses pembentukan membran
dengan diameter 1–2 mm, memiliki dan dinding sel A. actinomycetemcomitans
peninggian yang cembung, tepi yang irreguler, dibantu oleh saponin dan triterpenoid sehingga
translusen, serta struktur internal berbentuk dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuh-
seperti bintang.27,28 an A. actinomycetemcomitans. Sedangkan
Hasil pewarnaan Gram-negatif yang A. actinomycetemcomitans dapat mengalami
dilakukan pada penelitian ini menunjukkan kematian sel saat fungsi fisiologis bakteri
bentuk koloni bakteri kokobasilus dan terganggu oleh polifenol.31,32
berwarna merah muda sehingga dapat Pada penelitian ini pemilihan
disimpulkan A. actinomycetemcomitans meru- konsentrasi berdasarkan penelitian Reddy
pakan bakteri Gram-negatif yang berbentuk (2012). Hasil uji aktivitas antibakteri daun
kokobasilus. Bakteri Gram-negatif memiki jeruk nipis menunjukkan pengaruh yang
kandungan lipid yang lebih banyak pada signifikan terhadap pertumbuhan A. actino-
dinding selnya, sementara bakteri Gram-positif mycetemcomitans. Secara statistik, pertumbuh-
memiliki dinding sel dengan lapisan pepti- an koloni pada konsentrasi 0,25% terdapat
doglikan yang lebih tebal. Akibat perbedaan perbedaan bermakna dengan kontrol negatif
tersebut, bakteri yang ditetesi kristal violet dan (akuades). Ini menjelaskan bahwa Konsentrasi
iodin memiliki ketahanan yang berbeda. Hambat Minimum (KHM) terdapat pada
Bakteri Gram-positif cenderung dapat mem- konsentrasi 0,25%. Hal ini disebabkan jumlah
pertahankan kompleks kristal violet dan iodin rata-rata koloni yang tumbuh pada konsentrasi
setelah ditetesi etanol 96%, akibat kandungan 0,25% lebih sedikit dibandingkan dengan
peptidoglikan yang lebih tebal pada dinding akuades. Perbedaan jumlah koloni yang
selnya.26 bermakna antara kelompok perlakuan dan
Kompleks kristal violet dan iodin juga kelompok kontrol negatif (akuades) terlihat
dapat meningkatkan aktivitas pengikatan suatu pada semua konsentrasi yaitu 0,25%, 0,5%,
zat warna oleh bakteri, sehingga pada saat 1%, 5%, 10% dan 20%, sedangkan
ditetesi dengan safranin, bakteri Gram-positif Konsentrasi Bunuh Minimum pada penelitian
tetap memperlihatkan tampilan berwarna ini tidak dapat diamati. Hal ini diduga karena
ungu. Bakteri Gram-negatif tidak dapat konsentrasi yang digunakan hanya sampai
mempertahankan kompleks tersebut karena pada konsentrasi 20%. Penelitian ini didukung

73
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

oleh penelitian Reddy (2012) dengan antibakteri yang terdapat pada daun jeruk
menggunakan konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis. Alkaloid dikaitkan dengan kemam-
nipis 0,25%, 0,5%, 1%, 5%, 10% dan 20% puannya dalam menghambatan replikasi
pada bakteri Bacillus cereus, Enterobacter Deoxyribonucleic Acid (DNA) dengan cara
faecalis, Salmonella paratyphi, Escherichia dengan menghambat aktivasi enzim yang
coli, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugi- berperan pada proses pengarahan nukleotida
nosa, Serratia marcescens, Staphylococcus pada pita DNA. Adanya gangguan replikasi
aureus and Klebsiella pneumoniae. Penelitian DNA juga dapat menyebabkan gangguan
tersebut menunjukkan KHM (Konsentrasi pembelahan sel.34 Polifenol mempunyai
Hambat Minimum) rata-rata pada bakteri aktivitas denaturasi protein dengan cara
adalah 0,25%, sedangkan KBM (Konsentrasi berikatan dengan protein melalui ikatan
Bunuh Minimum) pada 20% efektif sebagai hidrogen sehingga struktur protein sel bakteri
antimikroba dalam membunuh bakteri.12 menjadi rusak. Hal tersebut akan mengganggu
Berbeda dengan penelitian Reddy fungsi fisiologis bakteri yang lambat laun akan
(2012), pada penelitian ini KBM tidak menyebabkan kematian sel bakteri, sedangkan
ditemukan disebabkan bakteri masih mampu saponin adalah substansi bersabun yang
bertahan pada konsentrasi 20% dengan rata- memiliki efek pembersihan.34 Flavonoid
rata jumlah koloni 1,5 x 103 CFU/ml, begitu mempunyai mekanisme membentuk kompleks
juga pada Ciprofloxacin, bakteri masih mampu dengan protein ekstraselular dan dinding sel
bertahan dengan rata-rata koloni 0,5 x 103 bakteri, menyebabkan berhentinya aktivitas
CFU/ml. Ini disebabkan oleh bakteri Gram- metabolisme bakteri, dan kematian sel.35
negatif, selnya dikelilingi oleh membran Steroid mempunyai kemampuan berinteraksi
tambahan (outer membrane), sehingga per- dengan membran fosfolipid sel yang bersifat
mukaan bakteri menjadi hidrofilik. Hal ini impermeabel terhadap senyawa-senyawa
dapat berfungsi sebagai permeability barrier lipofilik sehingga menyebabkan integritas
untuk agen eksternal lainnya. Efek ini juga membran menurun, morfologi membran sel
dapat disebabkan oleh adanya molekul berubah, dan akhirnya dapat menyebabkan
lipopolisakarida (LPS) pada outer membrane membran sel rapuh dan lisis. Kuinon
tersebut, sehingga bakteri Gram-negatif akan mempunyai kemampuan sebagai antibiotik
resisten terhadap antibiotik yang bersifat dan penghilang rasa sakit serta merangsang
hidrofobik. Selain itu, juga disebabkan karena pertumbuhan sel baru pada kulit.35
adanya Outer Membrane Vesicle (OMV) yang
terdapat pada bakteri A. actinomycetemco-
mitans memperlihatkan kemampuan untuk KESIMPULAN
membawa berbagai protein, termasuk CDT Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
kedalam sel host. Cytolethal Distension Toxin ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
(CDT) yang dihubungkan dengan OMV juga terhadap pertumbuhan A. actinomycetemco-
terlihat pada isolat A. actinomycetemcomitans mitans adalah pada konsentrasi 0,25%,
serotip b dan c. Peneliti lainnya juga sedangkan Konsentrasi Bunuh Minimum
menyebutkan OMV tidak hanya berperan (KBM) tidak dapat ditentukan.
dalam mengeluarkan CDT, namun juga faktor
virulensi lain dari bakteri.29 Pola resistensi DAFTAR PUSTAKA
bakteri Gram-negatif juga diketahui dapat 1. Kler S, Malik R. An update on the
terjadi akibat penutupan celah/pori (loss of virulence factors of Actinobacillus
porion) pada dinding sel bakteri, sehingga actinomycetemcomitans – a systematic
menurunkan jumlah agen antimikroba yang review. STM Journals 2010; 1(1):1-10.
melintasi membran sel. Bakteri Gram-negatif 2. Eke P, Dye B, Wei L. Prevalence of
juga memperlihatkan peningkatan aktivitas periodontitis in adult in the United State:
pompa keluar (efflux pumps), sehingga agen 2009-2010. J Dent Res 2012; 91(10):
antimikroba tidak dapat berinteraksi dengan 914-920.
tempat target.33 3. Wahyukundari M. Perbedaan kadar
Kemampuan daun jeruk nipis (Citrus matrix etalloproteinase-8 setelah scalling
aurantifolia) dalam menghambat pertumbuhan dan pemberian tetrasiklin pada penderita
bakteri A. actinomycetemcomitans tidak periodontitis kronis. JURN PDGI 2009;
terlepas dari senyawa aktif yang bersifat 58(1): 1-6.

74
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

4. Roshna T, Nandakumar K. Generalized mangostana L) terhadap pertumbuhan


aggressive periodontitis and its treatment A. actinomycetemcomitans sebagai agen
options: case reports and review of the penyebab periodontitis agresif. Banda
literature. Case Report in Medicine 2011; Aceh: Universitas Syiah Kuala. Skripsi
2012:1-17. 2012: 21.
5. Novak KF, Novak MJ. Aggressive 16. Rija’I H, Syafnir L, Uji aktifitas
Periodontitis. In: Carranza’s clinical antioksidan ekstrak bertingkat daun sirih
periodontology (Newman MG, Takei HH, hitam (Piper acre blume) dengan radikal
Klickkevold PR, Carranza FA, eds). 11th bebas dpph (1,1-difenil-2-pikril hidrazil).
ed. Missouri: Saunders Elsevier. 2012: Prosiding Penelitian SPeSIA 2015; 58-64.
169-171. 17. Putra A, Bogoriani W. Ekstraksi zat
6. Noack B, Hoffman T. Aggressive warna alam dari bonggol tanaman pisang
Periodontitis. Clinical and Research (musa paradiasciaca) dengan metode
Reports 2004; 1(4): 335-344. maserasi, refluks, dan sokletasi. JURNAL
7. Henderson B, Ward JM, Ready D. KIMIA 2014; 8(1):113-119.
Aggregatibacter (Actinobacillus) actino- 18. Dent M, Uzelac VD, Penic M, Brncic M.
mycetemcomitans: a triple A* perio- The effect of extraction solvent,
dontophatogen. Periodontology 2010; temperature, and time on the compotition
54:78-105. and mass fraction of polyphenol in
8. Kler S, Malik R. An update on the dalmation wild sage (Salvia officinalis L.)
virulence factors of Actinobacillus extract. Biotechnol 2013; 51(1):84-91
actinomycetemcomitans – a systematic 19. Rakesh DD, Longo G, Khanuja SPS,
review. STM Journals 2010; 1(1):1-10. Handa SS. Ekstraction Technologies for
9. Mi Hwa Jung, Jin Woo Park, Jo Young, medicinal and Aromatic Plants.
Jae Mok Lee. Clinical case report on International Centre For Science And
treatment of generalized aggressive High Technology Trieste 2008; 22-23.
periodontitis. J Periodontal Implant Scl 20. Miranti M, Prasetyorini. Perbandingan
2010: 40:249-253 aktivitas antibakteri ekstrak etanol 30%
10. Ardila CM, Lopez MA, Guzman IC. High dan 96% kelopak bunga rosella (Hibiscus
resistance against clindamycin, metro- sabdariffal) terhadap bakteri staphylo-
nidazole, and amoxicillin in Porphyro- coccus aureus. Ekologia 2013; 13(1):
monas gingivalis and Aggregatibacter 9-18.
actinomycetemcomitans. Med Oral Patol 21. Tsuzukibashi O, Takada K, Saito M,
Oral Cir Bucal 2010; 1(15):947-951. Kimura C, Yoshikawa T, Makimura M,
11. Anonymous. Use antibiotics rationally. Hirasawa M. A novel selective medium
WHO. 2011. for isolation of Aggregatibacter
12. Reddy L, Jalli D, Jose B, Gopu S. (Actinobacillus) actinomycetemcomitans.
Evaluation of antibacterial & antioxidant J Periodont Res 2008; 43:544–548.
activities of the leaf essential oil & leaf 22. European Committee For Antimicrobial
extracts of Citrus aurantifolia. Asian Suspectibolity Testing (EUCAT).
Journal of Biochemical and Pharma- Determination of minimum inhibitory
ceutical Research 2012; 2(2):346-354. concentration (MIC) of antibacterial
13. Khan PR, Gali PR, Pathan P. In vitro agents by agar dilution. Clinical
antimicrobial activity of Citrus microbiology and infection 2000; 6(9):
aurantifolia and its phytochemical 1-8.
screening. Life Sciences Feed 2012; 1(2): 23. Dent M, Uzelac VD, Penic M, Brncic M.
13-16. The effect of extraction solvent,
14. Razak A, Djamal A, Revilla G. Uji daya temperature, and time on the compotition
hambat air perasan buah jeruk nipis and mass fraction of polyphenol in
(Citrus aurantifolia s.) terhadap dalmation wild sage (Salvia officinalis L.)
pertumbuhan bakteri Staphylococcus extract. Biotechnol 2013; 51(1):84-91.
Aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan 24. Rakesh DD, Longo G, Khanuja SPS,
Andalas 2013; 2(1):5-8. Handa SS. Ekstraction Technologies for
15. Ar Rasyid KH. Aktivitas antibakteri medicinal and Aromatic Plants.
ekstrak kulit manggis (Garcinia

75
Cakradonya Dent J 2016; 8(1):1-76

International Centre For Science And


High Technology Trieste 2008: 22-23
25. Pasaribu F, Sitorus P, Bahri S. Uji
Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia
mangostana L) terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah. Journal of Pharmaceutics
and Pharmacology 2012; 1(1):1.
26. Paul G Engelkirk, Janet Duben-Engelkirk.
Laboratory diagnosis of infectious
disease. Baltimore: LWW. 2008: 126-
132.
27. Henderson B, Ward JM, Ready D.
Aggregatibacter (Actinobacillus) actino-
mycetemcomitans: a triple A* perio-
dontophatogen. Periodontology 2010;
54:78-105.
28. Mythireyi D, Krishnababa MG.
Aggregatibacter actinomycetemcomitans,
an aggressive oral bacteria – a review.
International Journal of Health Sciences
and Research 2012; 2:105-117.
29. Robert W. Bauman. Microbiology with
disease by taxonomy. 3rd ed. San
Francisco: Pearson. 2011: 97-105.
30. Isdaryanti, Abdullah A, Nawir NHA.
Isolasi dan Karakterisasi Bakteri
Pendegradasi Lignoselulosa Asal Rumen
Sapi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Hasanuddin.
31. Zahro L, Agustini R. Uji efektivitas
antibakteri ekstrak kasar saponin jamur
tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli. UNESA Jurnal of Chemistry 2013;
2(3):120-122.
32. Liantari D, Effect of wuluh starfruit leaf
extract for Streptococcus mutans growth.
J Majority 2014; 3(7):27-33.
33. Bockstael K, Aerschot AV. Antimicrobial
resistance in bacteria. Review Article
2006; 1-16.
34. Winarsih S, Andini KR, Primivanny K.
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Pandan Wangi (Pandanus Amaryl-
lifolius Roxb.) Terhadap Streptococcus
mutans Strain 2302-UNR Secara In Vitro.
Universitas Brawijaya. 2011: 1-7.
35. Siregar AF, Sabdono A, Pringgenies D.
Potensi antibakteri ekstrak rumput laut
terhadap bakteri penyakit kulit
Pseudomonas aeruginosa, Staphylo-
coccus epidermidis, dan Micrococcus
luteus. Journal of Marine Research 2012;
1(2):152-160.

76

Anda mungkin juga menyukai