Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengertian
pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pelayanan kesehatan (Depkes, 2002).
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih di prioritaskan pada upaya
peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling
rentan kesehatan yaitu ibu hamil, bersalin dan bayi masa perinatal. Salah satu tujuan
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatkan kemandirian
keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak. Ibu dan anak merupakan
kelompok paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan yang seringkali
berakhiran dengan kematian (Depkes RI & JICA, 2001). Ibu hamil diharapkan
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai KIA meliputi masalah seputar
kehamilan, persalinan dan perawatan bayi. Pengetahuan yang rendah mengenai
KIA pada ibu hamil berdampak serius terhadap masalah kesakitan dan kematian ibu
dan bayi, hal ini ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB)
Tingginya tingkat kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan merupakan salah satu masalah besar di Indonesia, karena angka
kematian ini menunjukkan gambaran derajat kesehatan di suatu wilayah, sebagai
gambaran indeks pembangunan manusia Indonesia, sehingga pelayanan kesehatan
ibu dan anak menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Sekitar 25-50% kematian perempuan usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan
dengan kehamilan. WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan
diseluruh dunia. Dari jumlah ini 20 juta perempuan mengalami kesakitan sebagai
akibat kehamilan, sekitar 8 juta mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan
lebih dari 500.000 meninggal pada 1995. Sebanyak 50% terjadi di negara-negara
Asia Selatan dan Tenggara, termasuk Indonesia. (Saifuddin, 2005). Dalam hal ini,
hampir semua negara anggota telah berupaya

1
2

menurunkan kematian ibu dan anak dengan meningkatkan penyediaan pelayanan kelahiran oleh tenaga
kesehatan trampil. 102/100.000 KH pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2010).
Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung
kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas seperti perdarahan, pre eklamsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus.
Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu
hamil seperti empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat
jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak 22,5%, maupun yang mempersulit proses
penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti tiga terlambat (terlambat
mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan
terlambat dalam penanganan kegawat daruratan). Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil
yang menderita penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis, penyakit
tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan jiwa, maupun yang mengalami
kekurangan gizi (Kemenkes RI, 2010)
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan
antenatal adalah cakupan K1- kontak pertama dan K4 – kontak empat
kali dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, sesuai standar. Secara

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan
dari 307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/100.000 KH
pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Namun demikian, masih diperlukan upaya keras
untuk mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada tahun 2014
dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals), yaitu AKI
3

nasional angka cakupan pelayanan antenatal saat ini sudah tinggi, K1 mencapai
94,24% dan K4 84,36% (data Kementrian Kesehatan tahun 2009). Walaupun
demikian, masih terdapat disparitas antar provinsi dan antar kabupaten/kota yang
variasinya cukup besar. Selain adanya kesenjangan, juga ditemukan ibu hamil yang
tidak menerima pelayanan dimana seharusnya diberikan pada saat kontak dengan
tenaga kesehatan (missed opportunity) (Kemenkes RI, 2010)

Di Propinsi Jawa Tengah AKI tahun 2009 adalah 117,02 per 100.000
kelahiran hidup dan AKB 10,37 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian
tertinggi di Propinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Kebumen dan disusul kabupaten lain (Profil dinas kesehatan
Propinsi Jawa Tengah, 2010). AKI tahun 2010 sebesar 114,42 per
100.000 kelahiran hidup dan tahun 2011 AKI Jawa Tengah sebesar 116 per
kelahiran hidup dan AKB sebesar 10,34 per 1000 KH. Kabupaten Kebumen merupakan
salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, terbagi 54 kecamatan dengan jumlah
desa 460 desa, jumlah bidan di desa sebanyak 493 bidan, sarana pelayanan kesehatan
pemerintah meliputi 1 Rumah Sakit Umum Daerah, 35 Puskesmas, 7 Puskesmas rawat inap,
74 Puskesmas Pembantu, dan 32 Polindes atau PKD. Sedangkan dari swasta terdiri 9 RSU, 2
RSIA. Kasus kematian bayi di Kabupaten Kebumen pada tahun 2008 adalah sebesar 142 kasus,
tahun 2009 berjumlah 205 kasus, sedangkan tahun 2010 berjumlah 231 kasus. Untuk kasus
kematian ibu pada tahun 2008 berjumlah 17 kasus, tahun 2009 berjumlah 15 kasus, tahun 2010
berjumlah 14 kasus dan tahun 2011 berjumlah 9 kasus. Dari data tersebut kasus kematian bayi
Kabupaten Kebumen mengalami peningkatan. Untuk cakupan tahun 2008 (K1) 89% dari target
95%, (K4) 82% dari target 90%, Linakes sebesar 84% dari target 85%,
cakupan tahun 2009 (K1) 96,02% dari target 95%, (K4) 92,42% dari target 90%,
Linakes 93,84% dari target 90%, untuk cakupan tahun 2010 cakupan (K1) 99,48% dari target
95%, (K4) 95,02% dari target 95% dan cakupan Linakes sebesar 96,18% dari target 90%.
Tahun 2011 (K1) 94%, (K4) 96,6%, Linakes 98,5% (Profil dinas kesehatan Kabupaten
Kebumen, 2008-2011)
4
Puskesmas Sempor II adalah salah satu Puskesmas yang ada di wilayah
Kabupaten Kebumen mempunyai wilayah kerja 7 desa, pencapaian program KIA
100.00
tahun 2008, kunjungan antenatal (K1) 84,9%, (K4) 55,1% dan Linakes 80,9%.
Tahun 2009 (K1) 101,4%, (K4) 84,1%, Linakes 94,8%. Tahun 2010 (K1) 95,5%,
(K4) 75,8%, Linakes 86,7%. Tahun 2011 (K1) 96,7%, K4 80,3% dan Linakes
90,4%, dari data tersebut menunjukkan bahwa selama empat tahun berturut-turut
pencapaian K4 di Puskesmas Sempor II belum mencapai target. Data kematian ibu
untuk Puskesmas Sempor II dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2008-2011)

tidak ada kematian, kematian bayi pada tahun 2008 terdapat 5 kasus, tahun 2009
terdapat 11 kasus, tahun 2010 terdapat 7 kasus dan tahun 2011 sebanyak 4 kasus
dengan penyebab kematian karena BBLR, Asfiksia dan IUFD (Profil Dinas
kesehatan Kabupaten Kebumen, 2008-2011)
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka pelayanan antenatal
di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik perorangan/kelompok
perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu,dan raba. Sebagian besar
mencakup upaya
pengetahuan promotif,
manusia preventif,
diperoleh melaluisekaligus
mata dankuratif
telingadan rehabilitatif,2007).
(Notoatmodjo, yang
meliputi pelayanan
Pengetahuan atau kognitif
KIA, Gizi,
merupakan
pengendalian
domain penyakit
yang sangat
menular
penting
(imunisasi,
untuk
HIV/AIDS, TB,
terbentuknya malaria,seseorang
tindakan penyakit menular
(Over seksual), penanganan
Behaviour). penyakit
Pengetahuan kronis
seseorang
serta beberapa
dipengaruhi olehprogram
pendidikan,
lokalmass
danmedia/informasi,
spesifik lainnyasosial
sesuai
budaya
dengan
dankebutuhan
ekonomi,
program (Kemenkes
lingkungan, RI, 2010)
pengalaman dan usia (Notoatmodjo, 2007).
Upaya akselerasi penurunan AKI diantaranya adalah dengan peran serta
masyarakat dengan kegiatan KIE berupa penyuluhan tentang kesehatan ibu kepada
berbagai sasaran termasuk ibu hamil, suami dan mertua, memanfaatkan media cetak
dan elektronik untuk kampanye tentang kesehatan ibu (Depkes RI, 1997). Dalam
Salah satu tool (alat) program kesehatan yang diharapkan turut berperan
konvensi hak-hak anak, semua anak sejak dari dalam kandungan mempunyai hak
dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kehamilan, persalinan dan
atas kelangsungan hidup, perkembangan dan mendapat perlindungan. Pemantauan
nifas dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu hamil, keluarga dan
intensif pada ibu hamil untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan persalinan. Hal ini
masyarakat adalah melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku KIA), yang
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien melalui pemberdayaan masyarakat,
merupakan kumpulan materi standar penyuluhan, informasi serta catatan tentang
kemitraan petugas kesehatan dengan masyarakat serta mewujudkan kesadaran,
gizi, kesehatan ibu dan anak. Manfaat buku KIA diantaranya adalah sebagai alat
kemandirian keluarga untuk menjaga kesehatan ibu dan anak (Depkes RI, 2009)
komunikasi dan penyuluhan bagi ibu, keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2009)
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang
Dalam Niaty (2010) menurut hasil survei cepat tahun 2004 tentang
melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
penggunaan buku KIA di NTB dan hasil penelitian yang dilakukan oleh
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
Kusumayati (2008) tentang pengaruh pemanfaatan buku KIA di Padang Pariaman
dan Tanah Datar Sumatera Barat, mengungkapkan bahwa tidak semua ibu mau/bisa
membaca buku KIA, sehingga ibu-ibu hamil sulit memahami/mengerti isi dari buku
KIA, sementara diketahui bersama bahwa pemanfaatan buku KIA memiliki potensi
untuk meningkatkan perilaku perawatan diri ibu dan memanfaatkan pelayanan
5

perorangan atau per kasus yang diberikan pada waktu ibu datang memeriksakan
kandungan atau memeriksakan bayi atau balita. Penyuluhan seperti diatas baik
untuk menangani kasus per kasus, namun masih memiliki beberapa kelemahan
antara lain:
1. Pengetahuan yang diperoleh terbatas pada masalah kesehatan yang alami.

Universitas Indonesia
6

2. Penyuluhan yang diberikan tidak terkoordinir sehingga ilmu kesehatan yang


diberikan kepada ibu hanyalah pengetahuan yang dimiliki oleh petugas saja,
karena tidak ada suatu tim dalam penyuluhan.
3. Tidak ada rencana kerja sehingga tidak ada kunjungan dari lintas sektor dan
lintas program.
4. Pelaksanaan penyuluhan tidak berkala dan tidak berkesinambungan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan diatas dan memudahkan ibu hamil
memahami isi buku KIA dan bagaimana cara menggunakan buku KIA,
direncanakan pendidikan untuk kelas ibu hamil, yang lebih menyeluruh dan
sistematis serta dapat dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan. Kegiatan
yang direncanakan ialah pendidikan dalam bentuk tatap muka dalam kelas yang
diikuti dengan diskusi antara ibu dan petugas, yang dinamakan “KELAS IBU”.
Kelas ibu merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, perencanaan
persalinan dan pencegahan komplikasi, persalinan, perawatan nifas, perawatan
bayi, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran, (Depkes RI, 2007). Keuntungan
kelas ibu antara lain:
1. Penyuluhan/pengetahuan yang diberikan bersifat menyeluruh dan terencana
sesuai dengan skenario yang berisikan perawatan kehamilan dan perawatan
bayi/balita.
2. Penyuluhan menjadi lebih sempurna karena adanya persiapan oleh petugas
sebelum memberikan penyuluhan.
3. Dapat didatangkan tenaga ahli untuk menjelaskan penyuluhan mengenai
bidang tertentu.

4. Ada interaksi antara petugas kesehatan dan ibu pada saat penyuluhan
dilaksanakan.
5. Dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
6. Evaluasi petugas dan ibu dalam menjalankan penyuluhan.
Dengan kegiatan ini diharapkan akan muncul kelompok para ibu yang
benar-benar memahami kesehatan diri dan bayinya, mampu menyiapkan diri

Universitas Indonesia
7

menghadapi gangguan selama kehamilan serta mampu menyiapkan diri dan


keluarganya selama proses persalinan dan juga mampu merawat bayinya dengan
baik.
Kelas Ibu Hamil merupakan program yang dilaksanakan oleh Departemen
Kesehatan bekerjasama dengan JICA, pada tahun 1997 dilakukan uji coba di
Propinsi Sumatera Barat dengan ditentukan Puskesmas model di tiga Puskesmas
Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, kota Padang dan uji coba di
Kabupaten Solok. Selanjutnya daerah yang mengembangkan kegiatan tersebut
adalah Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat yang dilaksanakan sejak
tahun 2009 di Puskesmas Jembatan Kembar. Di propinsi Jawa Tengah uji coba
pelaksanaan kelas ibu hamil dimulai pada tahun 2010.
Pelaksanaan Kelas ibu hamil di Kabupaten Kebumen dimulai pada akhir
tahun 2010 dengan menunjuk empat puskesmas sebagai pilot project yaitu
Puskesmas Ambal 1, Puskesmas Buluspesantren 1, Puskesmas Klirong dan
Puskesmas Karanganyar dengan tenaga fasilitator sebanyak 4 orang bidan. Pada
tahun 2011 Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen mengadakan sosialisasi kepada
bidan koordinator dan kepala puskesmas. Pada bulan Maret 2012 Dinas Kesehatan
Kabupaten Kebumen kembali mengadakan sosialisasi ke bidan koordinator dan 1
orang bidan desa.
Puskesmas Sempor II merupakan salah satu Puskesmas yang memulai
melaksanakan kelas ibu hamil pada bulan Desember 2010 dengan menggunakan
dana BOK, pelaksanaan kelas ibu hamil dilaksanakan di Puskesmas sebagai
percontohan untuk desa-desa di wilayah kerja Puskesmas Sempor II, untuk
selanjutnya semua desa diharapkan ikut melaksanakan kegiatan serupa. Dari
beberapa desa yang melaksanakan kelas ibu hamil, pelaksanaannya belum
berjalan dengan optimal/belum sesuai dengan ketentuan pada petunjuk
pelaksanaan kelas ibu hamil. Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan bahwa
sebagian besar perawatan bayi baru lahir seperti memandikan dan merawat tali
pusat hingga berusia 7 hari atau sampai tali pusatnya lepas diserahkan kepada dukun
bayi. Selain itu banyak dijumpai keluhan ibu bayi mengalami payudara
bengkak/puting susu lecet yang disebabkan oleh perlekatan menyusui yang tidak
benar. Tujuan diselenggarakan kelas ibu hamil adalah dapat dijadikan sarana

Universitas Indonesia
8

belajar untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku positif ibu hamil yang
dibuktikan dengan meningkatnya kunjungan pemeriksaan ke KIA serta
pencapaiaan persalinan oleh tenaga kesehatan. (Depkes RI dan JICA, 2008)
Penelitian ini belum pernah dilakukan di Kabupaten Kebumen khususnya di
wilayah kerja Puskesmas Sempor II. Berdasarkan hal tersebut maka penulis
bermaksud untuk meneliti mengenai “pengaruh kelas ibu hamil terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu hamil mengenai Kesehatan Ibu
dan Anak di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen tahun 2012”.

1.2 Rumusan masalah


Kunjungan ibu hamil (K4) di Puskesmas Sempor II selama 4 (empat) tahun
berturut-turut masih dibawah target, sedang cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan pada tahun 2008 (80,9%) dari target 85%, tahun 2009
(94,8%) dari target 90%, tahun 2010 sebesar 86,7% dari target 90% dan tahun 2011
(90,4 %) dari target 90%. Selain itu pelaksanaan penyuluhan kesehatan pada ibu
hamil dilaksanakan pada saat kegiatan kunjungan antenatal saja, pelaksanaan kelas
ibu hamil belum berjalan secara optimal dan perawatan bayi baru lahir diserahkan
kepada dukun bayi. Berdasar latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah adakah pengaruh kelas ibu hamil terhadap peningkatan
pengetahuan dan keterampilan ibu hamil mengenai Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen Tahun
2012?

1.3 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitiannya
adalah
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan Kelas Ibu Hamil di wilayah
Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen tahun 2012?
2. Bagaimana nilai rata-rata pengetahuan dan keterampilan ibu hamil
mengenai KIA sebelum, sesudah dan satu bulan setelah mengikuti kelas
ibu hamil di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen tahun
2012?

Universitas Indonesia
9

3. Bagaimana perbedaan nilai pengetahuan dan keterampilan ibu hamil


mengenai KIA sebelum, sesudah dan satu bulan setelah mengikuti kelas
ibu hamil di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen tahun
2012?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh kelas ibu hamil terhadap peningkatan pengetahuan
dan keterampilan ibu hamil mengenai KIA sebelum, sesudah dan satu bulan
sesudah mengikuti kelas ibu hamil di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten
Kebumen tahun 2012
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran pelaksanaan Kelas Ibu Hamil di wilayah
Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen tahun 2012.
2. Diketahuinya nilai rata-rata pengetahuan dan keterampilan ibu hamil
mengenai KIA sebelum, sesudah dan satu bulan sesudah mengikuti
kelas ibu hamil di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen
tahun 2012.
3. Diketahuinya perbedaan nilai pengetahuan dan keterampilan ibu hamil
mengenai KIA sebelum, sesudah dan satu bulan sesudah mengikuti
kelas ibu hamil di wilayah Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen
tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Bagi Institusi
1. Memperoleh gambaran, informasi, masukan mengenai apa yang telah
dicapai sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut dan menemukan upaya-
upaya baru yang dapat dilakukan oleh program KIA dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu hamil mengenai
kesehatan ibu dan anak di wilayah Puskesmas Sempor II.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk membantu
meningkatkan kualitas pelatihan dan penyuluhan terhadap masyarakat.

Universitas Indonesia
10

1.5.2 Manfaat Bagi Keilmuan


1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pustaka
bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dalam
pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya
yang berkaitan dengan penyuluhan kesehatan di Puskesmas.
2. Sebagai masukan dalam penelitian lebih lanjut dan dapat memperluas
wawasan berpikir sebagai usaha penggalian terhadap ilmu
pengetahuan.

1.6 Ruang Lingkup


Penelitian ini meneliti tentang pengaruh kelas ibu hamil terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu hamil mengenai KIA di wilayah
Puskesmas Sempor II. Alasan penelitian ini karena peneliti ingin mengetahui
adakah pengaruh pelaksanaan kelas ibu hamil terhadap peningkatan pengetahuan
dan keterampilan ibu hamil mengenai KIA antara sebelum, sesudah dan satu bulan
sesudah pelaksanaan kelas ibu hamil. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja
Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen selama kurun waktu antara bulan
Maret-Mei tahun 2012. Karena kunjungan K4 selama empat tahun berturut- turut
masih dibawah target, pelaksanaan kelas ibu hamil belum berjalan dengan optimal
dan dimasyarakat sebagian besar perawatan bayi baru lahir diserahkan kepada
dukun bayi. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil dengan
umur kehamilan 20-32 minggu pada bulan Maret 2012. Penelitian ini bersifat
eksperimen dengan rancangan eksperimen semu (Quasi Experiment). Penelitian ini
menggunakan data primer dan sekunder berupa kuesioner, daftar
tilik/ceklis dan kohort ibu hamil sebagai cara ukur untuk mendapatkan hasil
penelitian.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelas ibu hamil


Kelas ibu hamil, merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan
bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan,
perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos,
penyakit menular dan akte kelahiran. (Depkes RI, 2009)
Dewasa ini penyuluhan kesehatan ibu dan anak pada umumnya masih
banyak dilakukan melalui konsultasi perorangan atau kasus per kasus yang
diberikan pada waktu ibu memeriksakan kandungan atau pada waktu kegiatan
posyandu. Kegiatan penyuluhan semacam ini bermanfaat untuk menangani kasus
per kasus namun memiliki kelemahan antara lain:
1) Pengetahuan yang diperoleh hanya terbatas pada masalah kesehatan yang
dialami saat konsultasi
2) Penyuluhan yang diberikan tidak terkoordinir sehingga ilmu yang diberikan
kepada ibu hanyalah pengetahuan yang dimiliki oleh petugas saja
3) Tidak ada rencana kerja sehingga tidak ada pemantauan atau pembinaan
secara lintas sektor dan lintas program
4) Pelaksanaan penyuluhan tidak terjadwal dan tidak berkesinambungan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas, direncanakan metode
pembelajaran kelas ibu hamil. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pembahasan
materi buku KIA dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang diikuti diskusi
dan tukar pengalaman antara ibu-ibu hamil dan petugas kesehatan. Kegiatan
kelompok belajar ini diberi nama KELAS IBU HAMIL.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur
kehamilan antara 20 minggu s/d 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10
orang. Di kelas ibu hamil ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) secara menyeluruh dan
sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas

11 Universitas Indonesia
12

ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket


Kelas Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan
Kelas Ibu Hamil, Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil dan Buku senam ibu hamil
(Depkes RI, 2009).
Beberapa keuntungan Kelas Ibu Hamil
1) Materi diberikan secara menyeluruh dan terencana sesuai dengan pedoman
kelas ibu hamil yang memuat mengenai kehamilan, perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit
menular seksual dan akte kelahiran.
2) Penyampaian materi lebih komprehensif karena ada persiapan petugas
sebelum penyampaian materi.
3) Dapat mendatangkan tenaga ahli untuk memberikan penjelasan mengenai
topik tertentu.
4) Waktu pembahasan materi menjadi efektif karena pola penyajian materi
terstruktur dengan baik.
5) Ada interaksi antara petugas kesehatan dengan ibu hamil pada saat
pembahasan materi dilaksanakan.
6) Dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
7) Dilakukan evaluasi terhadap petugas kesehatan dan ibu hamil dalam
memberikan penyajian materi sehingga dapat meningkatkan kualitas sistim
pembelajaran.
Fasilitator kelas ibu hamil adalah bidan atau tenaga kesehatan yang telah
mendapat pelatihan fasilitator Kelas Ibu Hamil.

2.1.1 Tujuan Kelas Ibu Hamil


2.1.1.1 Tujuan Umum Kelas Ibu Hamil
Meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar
memahami tentang kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan,
perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, KB pasca persalinan, perawatan
bayi baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan
akte kelahiran (Depkes RI, 2009).

Universitas Indonesia
13

2.1.1.2 Tujuan khusus Kelas Ibu Hamil


a. Terjadinya interaksi dan berbagai pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan
ibu hamil) dan antar ibu hamil dengan petugas kesehatan/bidan tentang
kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan
kehamilan, persalinan, perawatan nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi
baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte
kelahiran.
b. Meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku ibu hamil tentang:
1) Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan (apakah kehamilan itu?,
perubahan tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan cara
mengatasinya, apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi
termasuk pemberian tablet tambah darah untuk penanggulangan anemia).
2) Perawatan kehamilan (kesiapan psikologis menghadapi kehamilan,
hubungan suami isteri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi oleh ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, dan P4K (Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi).
3) Persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan proses
persalinan).
4) Perawatan Nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui
eksklusif?, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan
penyakit ibu nifas).
5) KB pasca persalinan.
6) Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian K1 injeksi,
tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan
bayi/anak dan pemberian imunisasi pada bayi baru lahir).

7) Mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan


ibu dan anak.
8) Penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS dan pencegahan dan
penanganan malaria pada ibu hamil).
9) Akte kelahiran.

Universitas Indonesia
14

2.1.2 Hasil yang diharapkan:


a. Adanya interaksi dan berbagai pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan ibu
hamil) dan ibu hamil dengan bidan/tenaga kesehatan tentang kehamilan,
perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi, mitos/kepercayaan/adat istiadat
setempat, penyakit menular dan akte kelahiran.
b. Adanya pemahaman, perubahan sikap dan perilaku ibu hamil tentang:
1) Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan (apakah kehamilan itu?,
perubahan tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan cara
mengatasinya, apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi
termasuk pemberian tablet tambah darah untuk penanggulangan anemia).
2) Perawatan kehamilan (kesiapan psikologis menghadapi kehamilan,
hubungan suami isteri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi oleh ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, dan P4K.
3) Persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan proses
persalinan).
4) Perawatan Nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui
eksklusif?, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan
penyakit ibu nifas).
5) KB pasca persalinan.
6) Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian K1 injeksi,
tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan
pemberian imunisasi pada bayi baru lahir).
7) Mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan
ibu dan anak.

8) Penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS dan pencegahan dan


penanganan malaria pada ibu hamil).
9) Akte kelahiran.

Universitas Indonesia
15

2.1.3 Sasaran Kelas Ibu Hamil


Peserta kelas ibu hamil sebaiknya ibu hamil pada umur kehamilan 20 s/d 32
minggu, karena pada umur kehamilan ini kondisi ibu sudah kuat, tidak takut terjadi
keguguran, efektif untuk melakukan senam hamil. Jumlah peserta kelas ibu hamil
maksimal sebanyak 10 orang setiap kelas. Suami/keluarga ikut serta minimal 1 kali
pertemuan sehingga dapat mengikuti berbagai materi yang penting, misalnya materi
tentang persiapan persalinan atau materi yang lainnya (Depkes
RI, 2009)

2.1.4 Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil


Penyelenggaraan kelas ibu hamil dapat dilaksanakan oleh pemerintah,
swasta, LSM dan masyarakat.
a. Fungsi dan peran (provinsi, Kabupaten dan Puskesmas)
Pelaksanaan kelas ibu hamil dikembangkan sesuai dengan fungsi dan peran
pada masing-masing level yaitu Provinsi , Kabupaten dan Puskesmas
b. Fasilitator dan nara sumber
Menurut Dinkes NTB dan JICA (2008), fasilitator kelas ibu hamil adalah bidan
atau tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan fasilitator tentang kelas
ibu hamil. Sedangkan bagi bidan atau tenaga kesehatan yang belum mendapat
pelatihan tidak boleh memfasilitasi kelas ibu hamil.
c. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan kelas ibu hamil
adalah: ruang belajar untuk kapasitas 10 orang peserta dengan ventilasi dan
pencahayaan yang cukup, alat tulis menulis, buku KIA, lembar balik kelas ibu
hamil, buku pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil, buku pegangan fasilitator,
alat peraga (KB kit, food model, boneka, dll), tikar/karpet, bantal, kursi, buku
senam hamil, CD senam hamil.
d. Tahapan Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
- Pelatihan bagi pelatih
- Pelatihan bagi fasilitator
- Sosialisasi kelas ibu hamil pada tokoh agama, tokoh masyarakat dan
stakeholder
Universitas Indonesia
16

- Persiapan pelaksanaan kelas ibu hamil


- Pelaksanaan kelas ibu hamil
- Monitoring, evalusi dan pelaporan.

2.1.5 Kegiatan Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil


Pertemuan kelas ibu hamil dilakukan 3 kali pertemuan selama hamil atau
sesuai dengan hasil kesepakatan fasilitator dengan peserta. Pada setiap pertemuan,
materi kelas ibu hamil yang akan disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi ibu hamil tetapi tetap mengutamakan materi pokok. Pada setiap akhir
pertemuan dilakukan senam ibu hamil. Senam ibu hamil merupakan
kegiatan/materi ekstra di kelas ibu hamil, jika dilaksanakan, setelah sampai di
rumah diharapkan dapat dipraktekkan. Waktu pertemuan disesuaikan dengan
kesiapan ibu-ibu, bisa dilakukan pada pagi atau sore hari dengan lama waktu
pertemuan 120 menit termasuk senam hamil 15 - 20 menit.

2.1.6 Materi pelaksanaan kelas ibu hamil


2.1.6.1 Materi pertemuan pertama
a. Penjelasan umum kelas ibu hamil dan perkenalan peserta
b. Evaluasi awal (pre test) materi pertemuan I
c. Materi kelas ibu hamil (pertemuan I)
1) Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan
- Apa kehamilan itu?
- Perubahan tubuh ibu selama kehamilan
- Keluhan umum saat hamil dan cara mengatasinya (kram kaki,
wasir dan nyeri pinggang)
- Apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil
- Pengaturan gizi termasuk pemberian tablet tambah darah untuk
penanggulangan anemia
2) Perawatan kehamilan
- Kesipan psikologis menghadapi kehamilan
- Hubungan suami istri selama kehamilan
- Obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil
Universitas Indonesia
17

- Tanda-tanda bahaya kehamilan


- Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)
d. Evaluasi harian dan evaluasi akhir (post test) materi pertemuan I
(Peningkatan pengetahuan)
e. Kesimpulan
f. Senam ibu hamil (lembar balik pilihan !)

2.1.6.2 Materi pertemuan kedua


a. Review materi pertemuan I dan hasil evaluasi (pre test I dan post test I)
b. Evaluasi awal (pre test) materi pertemuan II
c. Materi kelas ibu hamil (pertemuan II)
1) Persalinan
- Tanda-tanda pesalinan
- Tanda bahaya pada persalinan
- Proses persalinan
- Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
2) Perawatan nifas
- Apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui eksklusif?
- Bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas?
- Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas
- KB pasca salin
d. Evaluasi harian hari ke II dan evaluasi akhir (pasca tes) materi pertemuan
II (Peningkatan pengetahuan)
e. Kesimpulan
f. Senam ibu hamil (lembar balik pilihan 2-5)

2.1.6.3 Materi pertemuan ketiga


a. Review materi pertemuan II dan hasil evaluasi (pra tes II dan pasca tes II)
b. Evaluasi awal (pra tes) materi pertemuan III
c. Materi kelas ibu hamil (pertemuan III)
1) Perawatan Bayi
- Perawatan Bayi Baru Lahir (BBL)
Universitas Indonesia
18

- Pemberian vitamin K1 injeksi pada BBL


- Tanda bahaya BBL
- Pengamatan perkembangan bayi/anak
- Pemberian imunisasi pada BBL
2) Mitos
- Penggalian dan penelusuran mitos yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak
3) Penyakit menular
- Infeksi Menular Sexual (IMS)
- Informasi dasar HIV/AIDS
- Pencegahan dan penanganan malaria pada ibu hamil
4) Akte kelahiran
- Pentingnya akte kelahiran
d. Evaluasi harian hari ke III dan evaluasi akhir (pasca tes) materi pertemuan
III (Peningkatan pengetahuan)
e. Kesimpulan
f. Senam ibu hamil (lembar balik pilihan 1-5)

2.2 Pengetahuan (knowledge)


2.2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over bahavior), karena pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek
tertentu melalui indera yang dimiliki dan sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010). Karena
dalam pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Menurut Lukman dalam Hendra (2008), pengetahuan dapat
dipengaruhi oleh faktor umur, lingkungan, pengalaman, pendidikan,
informasi/mass media, sosial budaya dan ekonomi, intelegensi. Penelitian Rogers
pada tahun 1974 (dalam Notoatmodjo, 2007a) mengungkapkan bahwa sebelum
Universitas Indonesia
19

orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
a) Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus terlebih dahulu.
b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulasi atau objek tertentu
c) Evaluation yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya
stimulasi tersebut terhadap dirinya
d) Trial (mencoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
apa yang dikehendaki oleh stimulus
e) Adoption (adopsi) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.
Penyaluran pengetahuan dapat diberikan melalui beberapa jalur (Depkes,
1995) antara lain, yaitu:
a) Dalam lingkungan keluarga
b) Dalam lingkungan sekolah
c) Dalam lingkungan masyarakat.

2.2.2 Tingkat pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a) Tahu (know): Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang
itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakan.
b) Memahami (comprehension):
Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, dan meramalkan

Universitas Indonesia
20

c) Aplikasi/penerapan (application):
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
d) Analisis (analysis):
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e) Sintesis (synthesis):
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f) Evaluasi (evaluation):
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya di
dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku dimasyarakat.

2.2.3 Cara memperoleh pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007), cara memperoleh pengetahuan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
2.2.3.1 Cara tradisional atau non alamiah
a) Tial and error
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba
kemungkinan yang lain dan begitu seterusnya sampai masalah tersebut dapat
dipecahkan.

Universitas Indonesia
21

b) Cara kekuasaan atau otoritas


Pada cara ini prinsipnya adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji
dan membuktikan kebenarannya baik berdasarkan empiris atau berdasarkan
penalaran sendiri. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan
otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas atau ahli ilmu
pengetahuan. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima
pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah
benar.
c) Pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikianlan bunyi pepatah. Ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan satu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadinya
dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara-cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dalam memperoleh ilmu dengan kata lain
memperoleh pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya
masing-masing yaitu dengan cara menggunakan penalaran dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan.

2.2.3.2 Cara modern atau cara ilmiah


Dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih sistematis, logis dan
ilmiah, cara ini disebut penelitian ilmiah atau populer disebut metode penelitian
(research methodology). Metode ilmiah adalah suatu cara menerapkan prinsip-
prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.
Pengetahuan seseorang dengan perilaku tidak dapat dipisahkan karena pengetahuan
merupakan bentuk intervensi terhadap perilaku (Notoatmodjo, 2007).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara
lain yaitu karakteristik individu sendiri (umur, pendidikan, pengalaman), sosial

Universitas Indonesia
22

ekonomi (pekerjaan), keterpaparan media informasi/sumber informasi,


kepemilikan media komunikasi, kepemilikan transportasi.
Dari teori diatas menggambarkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku individu dalam pemanfatan pelayanan
kesehatan. Salah satu pengetahuan yang dianggap penting yaitu pengetahuan ibu
tentang kesehatan ibu dan anak meliputi: kehamilan, persalinan, nifas dan
perawatan bayi baru lahir.

2.3 Keterampilan / Praktek


Keterampilan merupakan kemampuan seseorang melakukan perbuatan
tertentu, seperti berbicara, menulis, melompat, menyuntik, memeriksa dan
sebagainya. Kemampuan ini dikenal sebagai kemampuan psikomotor (Pusdiklat
1993). Menurut Notoatmodjo (1993) keterampilan/praktek diklasifikasikan
kedalam empat tingkatan:
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan keterampilan tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided respond)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator keterampilan tingkat kedua.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tingkat
ketiga.
d. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Terbentuknya suatu perilaku baru, umumnya dimulai pada tingkat
pengetahuan, subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi
atau obyek yang diluarnya, sehingga akhirnya menyebabkan timbulnya
pengetahuan baru pada subyek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon
Universitas Indonesia
23

batin dalam bentuk sikap subyek tersebut terhadap obyek yang telah diketahuinya
itu.
Pada akhirnya stimulus yaitu obyek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya tersebut akan menyebabkan timbulnya respon lebih jauh lagi yaitu
berupa tindakan tanpa mengetahui makna dari stimulus yang diterima, dengan kata
lain tindakan / praktek seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan dan sikap
(Notoatmodjo, 1993)
Menurut Guilbert. J.J ada 3 tingkatan keterampilan yaitu: 1) peniruan, 2)
pengawasan, dan 3) otomatisme. Sementara itu Gibson, dkk (1991) mengatakan
bahwa keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang
dimiliki dan digunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat, selain itu
keterampilan juga merupakan variabel individu yang mempengaruhi prestasi kerja.
Pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan sekaligus meningkatkan
keterampilan para pekerja, pelatihan sering dipakai sebagai solusi atas persoalan
kinerja dari para pekerja. Variabel pengetahuan merupakan faktor internal petugas
yang dapat berubah dengan pelatihan (Notoatmodjo, 1992)
Pengetahuan ibu hamil yang telah mengikuti kelas ibu hamil diharapkan
dapat meningkat, dengan meningkatnya pengetahuan maka keterampilannyapun
dapat meningkat, dan pada gilirannya akan dapat merubah perilaku ibu pada saat
merawat bayinya.

2.4 Karakteristik ibu hamil


2.4.1 Umur
Umur seorang ibu hamil, bersalin dan nifas akan mempengaruhi derajat
kesehatannya Wiknjosastro (1997) menyatakan masa yang paling tepat untuk
menjalankan kehamilan dan persalinan adalah usia antara 20-30 tahun, karena pada
saat itu alat reproduksi wanita sudah berfungsi dengan baik. Ibu yang hamil,
bersalin dan nifas pada usia kurang dari 20 tahun akan mengalami risiko kematian
2-5 kali lebih tinggi dari pada usia 20-29 tahun.
Menurut Koblinsky (1997) umur ibu antara 20-35 tahun merupakan usia
reproduksi yang aman bagi wanita untuk hamil dan melahirkan. Hal tersebut
Universitas Indonesia
24

berhubungan dengan fungsi anatomi dan fisiologi alat-alat reproduksi. Merman


dalam Koblinsky (1997) menyatakan, dalam studi pertumbuhan jalan lahir gadis
remaja, dinyatakan bahwa sebelum mencapai usia 18 tahun, tinggi kaum ibu kurang
mencerminkan tulang-tulang jalan lahir dibandingkan setelah usia 18 tahun.
Khususnya pada awal remaja perkembangan tulang jalan lahir lebih lambat dari
pada tinggi badan dan saluran tersebut belum matang samapai kira-kira 2-3 tahun
setelah pertumbuhan tinggi badan berhenti (Harrison dalam Koblinsy,
1997). Terdapat langkah-langkah non medik yang berkaitan dengan status wanita,
yang berpengaruh terhadap kematian ibu. Faktor ini perlu diintegrasikan pula
kedalam inisiatif Safe Motherhood yang komprehensif, contohnya dengan
peningkatan umur minimal perkawinan menurut hukum dan memperjuangkan
hukum tersebut (Fredman dalam Koblinsky, 1997). Faktor umur menentukan status
kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas
serta dalam pengasuhan bayi. Proses reproduksi sebaiknya berlangsung pada usia
20-35 tahun, sebab pada saat itu penyulit kehamilan jarang terjadi (Depkes, 2006)
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun, rahim dan panggul ibu belum
berkembang dengan baik, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami
persalinan yang sulit. Sementara itu, pada ibu yang berumur 35 tahun atau lebih
kesehatan dan keadaan rahim sudah tidak sebaik pada umur 20-35 tahun
sebelumnya, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadi persalinan lama,
perdarahan dan risiko cacat bawaan (Royston dan Amstrong dalam Sumiarsih,
2007).
Ibu yang berumur < 20 tahun secara fisik, psikis dan sosial belum siap untuk
mengalami kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan ibu hamil pada usia
tua (>35 tahun), menghadapi risiko ketika bersalin (Huda, 2005). Usia yang

terlalu muda meningkatkan secara bermakna risiko persalinan di seluruh dunia.


Suatu survey di Matlab, Bangladesh, memperlihatkan bahwa wanita yang berumur
10-14 tahun mempunyai angka kematian ibu yang lima kali lebih dibandingkan
wanita yang berumur 20-24 tahun (Royston dan Amstrong dalam Sumiarsih, 2007).
Menurut Manuaba (1989), ibu yang terlalu muda (kurang dari

Universitas Indonesia
25

20 tahun) dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun) berisiko lebih besar mengalami
perdarahan sebelum lahir.

2.4.2 Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang meningkatkan kualitas sumber daya
manusia menuju kualitas yang mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok
masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Dari batasan ini tersirat bahwa unsur-unsur pendidikan yaitu: 1) Input
adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidikan
(pelaku pendidikan), 2) Proses adalah upaya yang dicanangkan untuk
mempengaruhi orang lain, 3) Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau
perilaku (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pendidikan menurut Notoatmodjo
(2005) adalah merupakan suatu upaya seseorang untuk belajar dengan harapan
dapat diaplikasikannya dalam bentuk tindakan nyata.
Wanita yang berpendidikan akan lebih mudah untuk mendapatkan
pelayanan profesional dibandingkan wanita tidak berpendidikan karena mereka
menyadari secara penuh manfaat dari pelayanan tersebut (Royston dan Amstrong
dalam Koblinsky, 1997). Koblinsky dkk (1997) mengatakan bahwa wanita yang
terdidik akan semakin terbuka dan pantang menyerah dalam meningkatkan
ketepatan dan mutu kesehatan. Lebih jauh lagi Jacobson dalam Koblinsky
mengatakan terdapat banyak alasan mengapa wanita tidak mampu memanfaatkan
pelayanan yang secara teoritis aksesibel bagi mereka, antara lain adalah kurangnya
akses terhadap pendidikan dalam hal pentingnya pemeriksaan kehamilan.
Pendidikan juga akan meningkatkan akses pelayanan, yaitu dengan meningkatkan
kemampuan mereka dalam menyerap konsep-konsep kesehatan
yang baru (Thaddeus & Maine dalam Koblinsky, 1997).
Pendidikan merupakan hal yang mendasar seseorang dalam cara berfikir
dalam memutuskan suatu masalah. Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan
derajat kesehatannya, meningkatnya tingkat pendidikan ibu merupakan peluang
meningkatnya pengetahuan dan kesadaran ibu terhadap kesehatan, (Notoatmodjo,
2007)

Universitas Indonesia
26

Pendidikan berpengaruh pada cara berfikir, dan pengambilan keputusan


seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan, semakin tinggi pendidikan
ibu maka akan semakin baik pengetahuannya tentang kesehatan. Pendidikan yang
rendah menyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan,
sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi walaupun ada sarana
yang baik belum tentu mereka menggunakannya (Martadisoebrata, 2005)
Latar belakang pendidikan masyarakat merupakan masalah mendasar yang
dapat menentukan keberhasilan suatu program. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berperan penting dalam
mempromosikan kesehatan. Penelitian-penelitian juga menemukan bahwa tingkat
pendidikan yang lebih tinggi bermanfaat bagi program kesehatan (Departemen
Kesehatan RI, 2002).
Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Tersiana (2007) menyatakan
bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemilihan penolong
persalinan, proporsi ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang baik dan memilih
penolong persalinan pada tenaga kesehatan lebih besar 1,5 kali (73,9%)
dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan yang kurang (52,5%)
Menurut Depkes RI (2004) tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya
dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam hal kesehatan. Hasil
studi kualitatif di 3 propinsi, Bali, Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan
Selatan (Kalsel) menunjukkan tingkat pendidikan rendah menyebabkan kurangnya
pengertian akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil dan bayinya, terutama
dalam kegawat-daruratan kehamilan, persalinan dan
penyakit pada bayinya. Sebagian besar ibu sudah sadar untuk melakukan
Antenatal Care (ANC) namun perawatan tali pusat, perawatan bayi dilakukan
seperti kebiasaan dan budaya masyarakat setempat yang merugikan kesehatan
(Depkes RI, 2004)

Universitas Indonesia
27

2.4.3 Pekerjaan
Keadaan hamil tidak merubah pola bekerja ibu sehari-hari, kadang ibu
adalah sebagai tumpuan hidup pada keluarga miskin, di Kalimantan Selatan ibu
hamil masih bekerja keras sampai hamil tua dan kembali bekerja setelah masa nifas
(Depkes RI, 2004).
Konsep yang berbeda justru diungkapkan oleh Pusat Penelitian Kesehatan
dalam Adawiyah (2001) bahwa ibu hamil yang bekerja merupakan sebab-sebab
mendasar yang mempengaruhi frekuensi pemeriksaan kehamilan, sehubungan
dengan ada tidaknya waktu luang yang dimiliki untuk memanfaatkan pemeriksaan
kehamilan, maka diharapkan ibu yang tidak bekerja/ibu rumah tangga lebih banyak
yang memeriksakan kehamilannya secara lengkap. Sejalan dengan pernyataan
Romlah (2009) mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan perilaku ibu dalam merencanakan persalinan dan pencegahan komplikasi
yang mempunyai peluang sebesar 9 kali untuk berperilaku positif dibandingkan
dengan ibu yang tidak bekerja. Menurut penelitian yang telah dilakukan Niaty
(2010) menyatakan, dapat dibuktikan adanya hubungan yang bermakna antara
status pekerjaan dengan pemilihan penolong persalinan . dimana ibu yang bekerja
memiliki peluang 1,73 kali untuk memilih penolong persalinan
dengan tenaga kesehatan dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

2.4.4 Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan ibu baik lahir hidup
maupun meninggal. Ibu dengan paritas tinggi (lebih dari 4 kali) mempunyai risiko
lebih besar untuk mengalami perdarahan dan kehamilan yang terlalu sering
menyebabkan risiko sakit dan kematian pada ibu hamil dan juga anaknya (Depkes
RI, 2008)
Jumlah kelahiran yang dialami oleh ibu baik kelahiran hidup maupun
kelahiran mati dengan kehamilan cukup bulan secara spontan melalui jalan lahir
(Sastrawinata, 1993). Riwayat persalinan terdahulu terbagi atas:
1. Primipara, yaitu wanita yang telah melahirkan 1 kali, seorang anak yang cukup
besar untuk hidup di dunia luar

Universitas Indonesia
28

2. Multipara, yaitu wanita yang telah melahirkan 2 kali sampai 4 kali lebih dari
seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar
3. Grande multipara, yaitu wanita yang telah melahirkan 5 kali atau lebih, lebih
dari 5 orang anak cukup besar untuk hidup di dunia luar.
Hasil penelitian Kusumayati (2008) tentang pengaruh pemanfaatan buku KIA di
Sumatera Barat, dimana paritas merupakan salah satu faktor yang akan
mempengaruhi pengetahuan ibu dan perilaku positif dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan.
Dari sejumlah penelitian yang dilakukan telah terbukti bahwa kehamilan
kedua dan ketiga merupakan kehamilan yang paling aman. Sedangkan risiko
komplikasi kehamilan dan persalinan yang serius akan meningkat secara bermakna
setelah kehamilan ketiga dan seterusnya. Terkait potensi resiko yang dihadapi,
maka ibu yang menjalani kehamilan keempat atau lebih harus memeriksakan
kehamilannya secara teratur (Royston dan Amstrong dalam Koblinsky, 1997).
Paritas merupakan faktor resiko penting komplikasi obstetric, dimana ibu hamil
dengan paritas tinggi cenderung mengalami placenta previa, mengakibatkan
pertumbuhan endometrium yang kurang sempurna (Manuaba,
1989).

2.4.5 Umur Kehamilan


Penentuan umur kehamilan sangat penting untuk memperkirakan
persalinan. Menurut Manuaba (1989), untuk menentukan umur kehamilan dapat
ditentukan dengan: mempergunakan rumus Naegle (hari haid pertama ditambah
tujuh dan bulannya ditambah sembilan), gerakan pertama fetus (16 minggu),
perkiraan tingginya fundus uteri (perkiraan ini kurang tepat pada kehamil kedua
dan seterusnya), dengan ultrasonografi.
Menurut Manuaba (2008), lama kehamilan berlangsung sampai persalinan
aterm sekitar 280 sampai 300 hari dengan perhitungan sebagai berikut: kehamilan
sampai 28 minggu dengan berat janin 1000 gr bila berakhir disebut keguguran,
kehamilan 29 sampai 36 minggu bila terjadi persalinan disebut prematuritas,
kehamilan berumur 37 sampai 42 minggu disebut aterm dan kehamilan melebihi 42
minggu disebut kehamilan lewat waktu atau postdatism (serotinus). Kehamilan
Universitas Indonesia
29

dibagi menjadi tiga triwulan, yaitu: triwulan pertama: 1 sampai 12 minggu,


triwulan kedua: 13 sampai 28 minggu, triwulan ketiga: 29 sampai 42 minggu.

2.5 Buku Kesehatan Ibu dan Anak


Buku ini telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1994. Penggunaan buku
kesehatan ibu dan anak (buku KIA) telah menjangkau 33 propinsi, dalam
masyarakat mengenal buku KIA dikenal sebagai buku berwarna pink (merah
muda, ia merupakan salah satu instrumen pelayanan kesehatan ibu dan anak yang
diterima langsung oleh ibu dan keluarga (Depkes, 2003).
Penggunaan buku KIA merupakan salah satu bentuk upaya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan keluarga. Buku KIA merupakan kumpulan materi
standar penyuluhan, informasi serta catatan tentang gizi, kesehatan ibu dan anak.
Yang menjadi milik keluarga untuk disimpan dirumah dan dibawa setiap ibu atau
anak datang ke fasilitas kesehatan. Didalamnya terdapat stiker Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) sebagai alat
pemantauan intensif bagi setiap ibu hamil di seluruh Indonesia, dalam upaya
mempercepat penurunan kematian ibu dan bayi (Depkes, 2009)
Buku KIA bermanfaat untuk melihat data lengkap tentang pelayanan yang
sudah didapat ibu dan anak, keadaan kesehatan, gizi dan tumbuh kembang anak
sejak masih dalam kandungan sampai usia lima tahun. Selain itu, buku KIA
bertindak sebagai pedoman dalam memberikan penyuluhan dan pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Ia digunakan untuk dapat segera mengetahui dan
memantau adanya resiko tinggi pada ibu dan anak sehingga dapat segera ditentukan
alternatif penanganannya. Buku KIA juga berguna sebagai alat komunikasi,
informasi dan edukasi antara tenaga kesehatan dan ibu/keluarga
dalam memberikan pelayanan dan memberikan nasehat pemeliharaan kesehatan
ibu dan anak secara lebih bermutu, sering pula, buku KIA dipakai sebagai informasi
tambahan digunakan pada saat melakukan audit kematian maternal dan neonatal.
Informasi di dalam buku KIA meliputi: identitas keluarga, amanat
persalinan dan stiker P4K, catatan kesehatan ibu hamil, catatan kesehatan ibu
bersalin dan bayi baru lahir, catatan kesehatan ibu nifas, pelayanan KB ibu nifas,
Universitas Indonesia
30

pemeriksaan neonatal, catatan penyakit dan masalah perkembangannya, pemberian


vitamin A, pelayanan stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang oleh
bidan/perawat/dokter, catatan pemberian imunisasi dasar lengkap, dan KMS.

2.6 Pendidikan/Promosi Kesehatan


2.6.1 Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2010), definisi dalam ilmu kesehatan masyarakat
(health promotion) promosi kesehatan mempunyai dua pengertian. Pengertian yang
pertama adalah sebagai bagian dari tingkat pencegahan penyakit, promosi
kesehatan dalam konteks ini adalah peningkatan kesehatan. Pengertian yang kedua
yaitu, promosi kesehatan diartikan sebagai upaya memasarkan, menyebarluaskan,
mengenalkan kesehatan. Pengertian promosi kesehatan yang kedua sama dengan
pendidikan kesehatan, karena pendidikan kesehatan bertujuan agar masyarakat
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan.
Dalam Notoatmodjo (2010), berdasarkan hasil rumusan Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada pada piagam Ottawa (Ottawa
Charter: 1986) dinyatakan bahwa, promosi kesehatan adalah proses untuk
memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumuskan oleh Yayasan Kesehatan Victoria
(Victorian Health Foundation-Australia, 1997), menekankan bahwa promosi
kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh,
bukan hanya perubahan perilaku, tetapi juga diikuti dengan perubahan lingkungan,
karena perubahan perilaku tanpa diikuti oleh perubahan lingkungan tidak akan
efektif dan tidak akan bertahan lama.

2.6.2 Metode Promosi Kesehatan


Beberapa metode promosi menurut Notoatmodjo (2010), akan diuraikan
sebagai berikut:
2.6.2.1 Metode Individu (Perorangan)
Dalam pendidikan kesehatan, metode yang bersifat individual ini
digunakan untuk membina perilaku baru seseorang yang telah mulai tertarik pada
Universitas Indonesia
31

suatu perubahan perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena
setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan
dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara
lain:
a) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut.
b) Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum
menerima perubahan, untuk memengaruhi apakah perilaku yang sudah atau
akan diadopsi itumempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,
apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2.6.2.2 Metode Kelompok


Dalam memilih metode penyuluhan kelompok, harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok
yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu
metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan.
a. Kelompok besar
Yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk
kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
1) Ceramah, metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
rendah.
2) Seminar, metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari
seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik.

Universitas Indonesia
32

b. Kelompok Kecil
Yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok
untuk kelompok ini antara lain:
1) Diskusi kelompok
2) Curah pendapat (Brain Storming)
3) Bola Salju
4) Kelompok-kelompok kecil
5) Role Play (Memainkan Peranan)
6) Permainan simulasi

2.6.2.3 Metode Massa


Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat
yang sifatnya massa atau publik. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti
tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi,
tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan
harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran
masyarakat terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada
perubahan perilaku. Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa
antara lain: ceramah umum, pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan
melalui media elektronik, simulasi, tulisan-tulisan di majalah/koran dan bill board.

2.6.3 Media Promosi Kesehatan


Media pendidikan atau Promosi Kesehatan adalah semua sarana atau
upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
komunikator, baik melalui media cetak, elektronik, maupun media luar ruang
sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang pada akhirnya diharapkan
dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005)

Universitas Indonesia
33

2.6.3.1 Tujuan media promosi kesehatan


Dalam Notoatmodjo (2005) ada beberapa tujuan atau alasan mengapa
media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan promosi kesehatan antara lain:
a) Dapat mempermudah penyampaian informasi
b) Dapat menghindari kesalahan persepsi
c) Dapat memperjelas informasi
d) Dapat mempermudah pengertian
e) Mengurangi komunikasi yang verbalistik
f) Dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap dengan mata
g) Memperlancar komunikasi, dan lain-lain.

2.6.3.2 Penggolongan media promosi kesehatan


Dalam Notoatmodjo (2005), penggolongan media promosi kesehatan dapat
ditinjau dari berbagai aspek, antara lain:
a. Berdasarkan bentuk umum penggunaannya, media promosi dibedakan menjadi:
1) Bahan bacaan: Modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah,
buletin, dan sebagainya.
2) Bahan peragaan: Poster tunggal, poster seri, flipchart (lembar balik),
transparan, slide, film, dan sebagainya.
b. Berdasarkan cara produksi, media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi:
1) Media cetak, yaitu suatu media yang mengutamakan pesan-pesan visual
yang pada umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto
dalam tata warna yang berfungsi untuk memberi informasi dan menghibur.
Adapun macam-macamnya antara lain poster, leaflet, brosur,
majalah, surat kabar, lembar balik, sticker, dan pamflet. Kelebihan dari

media cetak antara lain, tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak
tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat mengungkit
rasa keindahan, mempermudah pemahaman, dan meningkatkan gairah
belajar. Sedangkan kelemahan media cetak antara lain tidak dapat
menstimulir efek suara dan efek gerak, dan mudah terlipat.

Universitas Indonesia
34

2) Media elektronika, yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat
dan didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu
elektronika. Adapun macam-macamnya adalah TV, radio, film, video film,
kaset, CD, VCD, dan sebagainya. Kelebihan dari media elektronika antara
lain sudah dikenal masyarakat, mengikutsertakan semua panca indra, lebih
mudah dipahami, lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak,
bertatap muka, penyajian dapat dikendalikan, jangkauan relatif lebih besar,
sebagai alat diskusi, dan dapat diulang-ulang. Sedangkan kelemahan media
elektronika adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik, perlu alat
canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan, dan perlu
terampil dalam pengoperasian.
3) Media luar gedung, yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruang
secara umum melalui media cetak dan elektronik secara statis, misalnya
papan reklame, spanduk, pameran, banner, dan TV layar lebar. Kelebihan
dari media luar ruang antara lain sebagai informasi umum dan hiburan,
mengikutsertakan panca indra, lebih mudah dipahami, lebih menarik karena
ada suara dan gambar bergerak, bertatap muka, penyajian dapat
dikendalikan, jangkauan relatif lebih besar, dapat menjadi tempat bertanya
lebih detai, dan lain-lain. Sedangkan kelemahan media luar ruang antara lain
biaya lebih tinggi, sedikit rumit, ada yang memerlukan listrik, ada yang
memerlukan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan
matang, dan sebagainya.

2.6.3.3 Memilih media promosi kesehatan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media promosi
kesehatan adalah:
a) Pemilihan media didasarkan pada selera khalayak sasaran, bukan pada selera
pengelola program.
b) Media yang dipilih harus memberikan dampak yang luas
c) Setiap media akan mempunyai peranan yang berbeda.

Universitas Indonesia
35

d) Penggunaan beberapa media secara serempak dan terpadu akan meningkatkan


cakupan, frekuensi, dan efektifitas pesan.

2.7 Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pengiriman pesan dari pengirim kepada
penerima pesan untuk mencapai tujuan tertentu. Komunikasi disini lebih
menekankan pada aspek mempengaruhi orang lain agar maksud dan tujuan
pengiriman pesan dapat terwujud dalam waktu yang relatif singkat (Depkes,
2009)

2.7.1 Proses komunikasi


Proses komunikasi merupakan proses interaksi timbal balik antara pengirim
dengan penerima pesan yang menghasilkan pengertian dan penerimaan yang sama
yaitu menghasilkan suatu tindakan yang sama untuk mencapai tujuan. Tahap paling
awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata sense
yang artinya alat penginderaan yang menghubungkan tubuh dengan lingkungannya.
Bila alat penginderaan mengubah informasi menjadi simpul-simpul syaraf dengan
bahasa yang dimengerti oleh otak manusia maka
terjadilah proses sensasi (Depkes, 2009)

2.7.2 Tahapan komunikasi


Menurut Depkes (2009), tahapan komunikasi meliputi:
a) Tahap ide/gagasan
Tahap pertama dalam suatu penciptaan gagasan atau idealition yaitu proses
penciptaan gagasan atau informasi yang akan disampaikan oleh komunikator.
Pada tahap ini seseorang yang memiliki ide/gagasan diawali terjadinya proses
dalam pikirannya mengumpulkan berbagai data dan informasi, selanjutnya
muncul keinginan atau harapan untuk membulatkan berbagai dan beragam ide
untuk disampaikan kepada orang lain atau sekelompok orang
b) Tahap enconding
Pada tahap ini gagasan atau informasi telah terbentuk menjadi simbol atau sandi
yang dirancang untuk dikirimkan kepada orang lain. Pengiriman pesan
Universitas Indonesia
36

dapat dilakukan dengan lisan, tulisan, gambar, poster, grafik atau berupa
tindakan lainnya.
c) Tahap pengiriman
Pada tahap ini terjadi suatu proses pengiriman atau transmitting gagasan atau
ide dalam bentuk pesan yang disimbolkan melalui saluran dan media
komunikasi yang tersedia. Media komunikasi dapat berbentuk telepon, tatap
muka, papan pengumuman, poster, buku dansebagainya.
d) Tahap penerimaan
Setelah proses pengiriman melalui media komunikasi, maka isi pesan diterima
oleh orang lain melalui proses mendengarkan, melihat atau mengamati. Bila
informasi atau pesan berbentuk komunikasi lisan maka seringkali mengalami
kegagalan, hal ini biasanya disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya,
kesehatan pendenganran, konsentrasi, kegaduhan, serta faktor lain yang
memungkinkan hilangnya atau kaburnya pesan yang diterima oleh orang
lain/komunikan
e) Tahap decoding
Menurut Santrock (2011) memori atau ingatan adalah penyimpanan informasi
di setiap waktu. Memori melewati tiga proses yaitu pengodean/perekaman,
penyimpanan dan pemanggilan kembali. Perekaman merupakan pencatatan
informasi melalui reseptor indera dan simpul syaraf/memasukkan informasi
kedalam memori. Pada tahap ini pengulangan informasi dapat meningkatkan
lamanya informasi tinggal dalam memori. Proses kedua yaitu penyimpanan
informasi yang diterima melibatkan tiga jenis memori dengan kerangka waktu
yang berbeda: memori sensoris (memory sensory), memori jangka pendek
(short-term memory) dan memori jangka panjang (long-term memory).
Sensory memory berlangsung selama hitungan satu detik sampai beberapa
detik. Pada short term memory (STM) informasi disimpan selama 30 detik,
kecuali informasi tersebut diulang atau kalau tidak diproses lebih lanjut, karena
jika diproses informasi bisa disimpan lebih lama. Pada long-term memory
(LTM) adalah jenis memori yang menyimpan banyak sekali informasi untuk
periode waktu yang lama dalam cara yang relatif permanen. Menurut Atkinson
dan Shiffrin dalam Santrock (2011) menegaskan bahwa
Universitas Indonesia
37

semakin lama informasi disimpan dalam memori jangka pendek melalui


pengulangan, semakin besar kesempatannya untuk masuk ke memori jangka
panjang. Pada tahap pemanggilan kembali, ketika kita mendapatkan kembali
suatu dari bank data pikiran, kita menggeledah bilik memori untuk menemukan
informasi yang relevan. Pencarian ini bisa otomatis atau bisa juga
membutuhkan usaha. Lupa adalah kegagalan pemanggilan kembali karena
kurangnya petunjuk pemanggilan kembali yang efektif. Prinsip lupa yang
bergantung pada petunjuk konsisten dengan teori interferensi (interference
theory), yang menyatakan bahwa lupa bukan karena kita benar-benar
kehilangan memori dari penyimpanan, tetapi karena informasi lain menghalangi
apa yang berusaha kita ingat. Menurut teori kehilangan (decay theory) sumber
lupa yang lain yaitu hilangnya memori. Memori menghilang pada kecepatan
yang berbeda. Beberapa memori begitu nyata dan bertahan untuk periode waktu
yang lama, terutama ketika memori tersebut memiliki ikatan emosional.
f) Tahap proses
Pada tahap ini respon komunikasi dapat berbentuk usaha untuk melengkapi
informasi, meminta informasi tambahan atau melakukan tindakan-tindakan
lain. Jika setiap pesan yang dikirimkan komunikator menghasilkan respon atau
tindakan dari komunikan sebagaimana yang diharapkan, maka dikatakan telah
terjadi komunikasi yang efektif.

2.7.3 Faktor yang mempengaruhi berkomunikasi dengan ibu hamil


Di dalam Depkes (2009) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi komunikasi dengan ibu hamil diataranya adalah: perbedaan
persepsi, perbedaan bahasa, kegaduhan dan reaksi emosional.
Persepsi pada dasarnya adalah penilaian atau tafsiran seseorang terhadap
suatu objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi atau penafsiran pesan. Perbedaan pola pandang antara
individu satu dengan lainnya merupakan hal yang wajar dan manusiawi. Perbedaan
itu diawali dari latar belakang etnik, suku, adat istiadat, pendidikan, pengalaman
dan sebagainya. Untuk mengurangi atau menyatukan sudut pandang,
Universitas Indonesia
38

isi pesan harus jelas sehingga dapat dimengerti oleh seseorang yang memiliki sudut
pandang dan pengalaman yang berbeda.
Perbedaan bahasa satu dengan lainnya merupakan sumber utama perbedaan
persepsi. Untuk itu digunakan bahasa yang mudah, sederhana dan mudah
dimengerti, bila perlu konsep diolang beberapa kali terutama hal-hal pokok dan
penting sehingga isi pesan menjadi lebih jelas dan dipahami.
Kegaduhan atau kebisingan merupakan salah satu faktor yang
mengganggu, bahkan membingungkan pemahaman pesan dalam proses
komunikasi lisan. Komunikasi juga dapat dipengaruhi oleh reaksi emosional
seperti: sedang marah, sedih, gembira, malu, gelisah sangat berpengaruh terhadap
isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Seorang ibu hamil yang merasa
obsesi karena takut melahirkan, maka dia akan mengalami kehilangan kemampuan
untuk menafsirkan pesan bidan/tenaga kesehatan sehingga orang yang
bersangkutan memberikan reaksi defensif (bertahan) bahkan mungkin juga
akan agresif atau menyerang.

2.8 Kerangka teori


Berdasarkan teori sebelumnya, kerangka teori yang dipakai mengacu pada
teori PRECEDE (Predisposing, reinforcing, and enabling couse in educational
diagnosis and evaluation) framework Green, et al (1980) dalam Notoatmodjo
(2007). Kerangka teori tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1

Universitas Indonesia
39

Keturunan

Pelayanan Status Lingkungan


kesehatan kesehatan

Perilaku

Predisposing Factors Enabling Factors Reinforcing


(Pengetahuan, sikap, (ketersediaan sumber- Factors
kepercayaan, tradisi, sumber/fasilitas) (sikap dan perilaku
nilai, dsb) petugas, peraturan

Pemberdayaan
Komunikasi masyarakat Training
(Penyuluhan) (Pemberdayaan Sosial)

Pendidikan Kesehatan
(Promosi Kesehatan)

Gambar 2.1 Kerangka Teori PRECEDE framework Green, et al (1980) dalam


Notoatmodjo (2007)

Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Penelitian ini berupaya untuk mengetahui pengaruh intervensi pelatihan
kelas ibu hamil terhadap pengetahuan dan ketrampilan ibu hamil. Maka dibuat
kerangka konsep sebagai berikut:

Pelatihan kelas ibu


hamil
- 3 kali pertemuan

Satu bulan
Sebelum: Sesudah: Sesudah
intervensi:
Pengetahuan dan Pengetahuan dan
keterampilan ibu keterampilan ibu Pengetahuan dan
hamil mengenai hamil mengenai keterampilan ibu
KIA KIA hamil mengenai
KIA

- Umur ibu hamil


- Pendidikan
- Pekerjaan
- Usia kehamilan
- Jumlah kehamilan/
Paritas

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

40
41

3.2 Hipotesis
1 Ada pengaruh intervensi kelas ibu hamil terhadap pengetahuan dan
keterampilan ibu hamil sebelum dan sesudah intervensi pada ibu hamil di
wilayah Puskesmas Sempor II
2 Ada perbedaan pengaruh intervensi kelas ibu hamil terhadap peningkatan
pengetahuan dan keterampilan ibu hamil sebelum dan sesudah intervensi
3 Ada perbedaan pengaruh intervensi kelas ibu hamil terhadap peningkatan
satu

Universitas Indonesia

Pengaruh kelas..., Linarsih, FKM UI, 2012


42

3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

1 2 3 4 5 6 7 8
1. Umur ibu hamil Umur ibu hamil pada saat Wawancara Kuesioner 1 = < 20 tahun Interval Wignjosastro,
pengisian kuesioner, 2 = 20-35 tahun dkk (2002)
berdasar ulang tahunnya 3 = > 35 tahun
yang terakhir
2. Umur Kehamilan Usia kehamilan ibu saat ini Wawancara Kuesioner 1 = 20-24 minggu Interval
yang diukur dalam minggu (Trimester II)
2 = 25-32 minggu
(Trimester III)
3. Tingkat Pendidikan formal yang Wawancara Kuesioner Tingkat pendidikan Ordinal UU No. 2
Pendidikan pernah ditempuh oleh ibu dengan kriteria: Sisdiknas
hamil 1 = Rendah, bila 2003
≤SMP
2 = Tinggi, bila >
SMP
Universitas Indonesia

Pengaruh kelas..., Linarsih, FKM UI, 2012


43

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Sumber
4. Status bekerja ibu Kegiatan yang dilakukan Wawancara Kuesioner Kriteria: Ordinal BPS 2001
ibu untuk menghasilkan 1 = Bekerja
uang 2 = Tidak bekerja
5. Jumlah Kehamilan Jumlah ibu mengalami Wawancara Kuesioner Kriteria: Kontinyu
/Paritas kehamilan sampai saat ini 1 = Hamil ke-1
2 = Hamil >1
6. Pengetahuan ibu Tingkat pengetahuan ibu Wawancara Kuesioner Nilai rata-rata Skor Kontinyu Depkes RI,
hamil mengenai hamil untuk mengenal dan Pengetahuan: 2009
KIA mengetahui hal-hal yang 0 = Skor jawaban
berkaitan dengan salah
Kesehatan Ibu dan Anak. 1= Skor Jawaban
Diukur dari skor jawaban benar
responden terhadap 30
pertanyaan tertutup
dengan poin jawaban
berjumlah 56 poin

Universitas Indonesia

Pengaruh kelas..., Linarsih, FKM UI, 2012


No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil U
7. Keterampilan ibu Suatu kegiatan yang Wawancara dan Ceklis Skor
hamil mengenai diperagakan ibu hamil Praktek keterampilan
KIA berkaitan dengan cara 1. Memuas
perawatan bayi 2. Tidak M
(memandikan, =1
memakaikan popok, 3. Tdk dike
merawat tali pusat), teknik
menyusui dan cara
melakukan senam hamil.
Diukur dengan
menggunakan ceklis (total
poin 104)

Pengaruh kelas..., Linarsih, FKM UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai