Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Otitis Media Akut Stadium Hiperemis Auricula Sinistra,Otitis Eksterna Auricula


Sinistra dan Rhinotonsilofaringitis Kronis

Oscar Wiradi Putera

11.2015.104

Stase THT RSUD Tarakan

Periode : 13 Februari 2017 s/d 18 Maret 2017

Pembimbing : dr.Wiendyati,sp.THT-KL
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinitus merupakan salah satu gejala gangguan pendengaran berupa sensasi suara
tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoaukustik maupun listrik,
keluhan ini dapat berupa bunyi mendenging, menderu,mendesis atau berbagai macam bunyi
yang lain.

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi
pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
melalui tuba eustachius. Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga
tengah yang terjadi secara cepat dan singkat.

Otitis Eksterna adalah radang pada liang telinga baik akut maupun kronik yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar
adalah perubahan pH liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Ketika pH menjadi basa,
proteksi terhadap kuman menurun. Salah satu factor predisposisi dari otitis eksterna ini adalah
trauma ringan ketika mengorek telinga.Terdapat 2 tipe yaitu sirkumskripta dan difus.

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma dan toksin. Virus dan bakteri melakukan invasi ke
faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri Streptococcus hemolyticus
grup A banyak menyerang anak usia sekolah dan orang dewasa. Penularan infeksimelalui
sekret hidung dan ludah.

1.2 Maksud Penulisan


Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai otitis
eksterna,media,faringitis,tonsilitis,maupun rhinitis

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan edukasi kepada pembaca
mengenai penyakit yang terdapat pada kasus ini yaitu otitis media,otitis eksterna,faringitis
maupun rhinitis dan tonsilitis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Telinga
Telinga merupakan salah satu panca indera pada manusia yang mempunyai dua
fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.1

TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari
daun telinga dan liang telinga
sampai membran timpani.
Daun telinga atau aurikula atau
pinna terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit.1 Liang telinga
berbentuk huruf S, dan rangka
tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya Gambar 1. Anatomi Telinga
terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut.2
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan
bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga.1,2
Serumen adalah secret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagian
kartilaginosa liang telinga.1 Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh
jamur yang terjadi di telinga bagian luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan
serumen.1
TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus dengan, batas luar membran timpani, batas
depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis), batas belakang
aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis, batas atas tegmen timpani
(meningen/otak), batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) dan tingkap bundar (round
3
window) dan promontorium.2
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas.
Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling berhubungan. Prosessus
longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus
melekat dengan inkus, dan
inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang
pendengaran merupakan
persendian. Tuba eustachius masuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.1,2

Gambar 2. Membran timpani

TELINGA DALAM
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.2
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli
disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli (Reissner’s
membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
4
membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.1,2

FISIOLOGI PENDENGARAN
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah
proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.2 Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.1,2

OTITIS MEDIA AKUT


Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan
infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke
telinga tengah melalui tuba eustachius. Otitis media akut didefinisikan bila proses
peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu
kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.1,2

Etiologi
- Bakteri

5
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti
oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-
kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes
(group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak
dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae
sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang
dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.
- Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus.
- Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
eustachius saat infeksi saluran nafas atas. 2,5

STADIUM OTITIS MEDIA AKUT


OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi.
Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi
malleus menjadi lebih horizontal, refleks
cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi
pada tuba Eustachius juga
menyebabkannya tersumbat.Selain retraksi,

6
membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya
secret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh
mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi
terjadi di telinga tengah dan membran
timpani menjadi kongesti. Stadium ini
merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan
ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat
tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua
belas jam sampai dengan satu hari.

Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa
telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol
atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien
selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan
pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum
timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran
7
timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek
dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani
dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan
insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju
liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.

Membran Timpani Supurasi

Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun
dan dapat tertidur nyenyak. Jika membran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu
disebut otitis media supuratif kronik.
Stadium Resolusi

8
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya
dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur
normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan
berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh
baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan
berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa
perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus
atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa
otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani.2,3,5
TERAPI
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik.
I. Stadium oklusi
a. Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang.
b. Diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% (anak<12tahun) atau HCL
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun atau dewasa.
c. Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya bakteri.
II. Stadium hiperemis (presupurasi)
a. Diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgesik.
b. Bila membrane timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi.
c. Terapi awal diberikan antibiotika golongan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis
selubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Antibiotika diberikan minimal 7 hari.
d. Bila pasien alergi penisilin, maka diberikan eritromisin.
III. Stadium supurasi
a. Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.

9
b. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih
utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan ruptur (perforasi) dapat
dihindari.
IV. Stadium perforasi
a. Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O2 3% selama 3-5hari serta
antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekretakan hilang dan
perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
V. Stadium resolusi
a. Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan
membran timpani, sekret dan perforasi.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat
efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala
ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir.
Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan
observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai
dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan
pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti
asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line
terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima
hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan
terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi
seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7-valent conjugate
vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media.
Pembedahan
 Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-
inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan
10
OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi
third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik
pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi
second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
 Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan
pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret
untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang
sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
 Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi
tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan
OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi infra temporal dan intra kranial.
Secara epidemiologi terjadi pada 1 dari 300.000 kasus pertahun.Komplikasi
infratemporal meliputi mastoiditis, kelumpuhan saraf fasialis, dan otitis media kronik.
Sementara komplikasi intrakranial yang dapat terjadi adalah meningitis, ensefalitis, abses
otak, abses subaraknoid dan abses subdural4
PENCEGAHAN
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA
pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan
pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan
merokok, dan lain-lain.

11
PROGNOSIS
Pasien dengan otitis media akut mempunyai prognosis yang baik bila dapat
dideteksi secara dini dan diberikan penanganan yang cepat, tepat dan adekuat serta
adanya kepatuhan dalam pengobatan. 5

OTITIS EKSTERNA
DEFINISI
Otitis Eksterna adalah radang pada liang telinga baik akut maupun kronik yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga
luar adalah perubahan pH liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Ketika pH
menjadi basa, proteksi terhadap kuman menurun.2 Salah satu factor predisposisi dari
otitis eksterna ini adalah trauma ringan ketika mengorek telinga.
Otitis eksterna akut dibagi menjadi 2, otitis eksterna sirkumkripta (furunkel =
bisul) dan otitis eksterna difus.

OTITIS EKSTERNA SIRKMUSKRIPTA


Biasanya terbentuk furunkel pada 1/3 luar liang telinga akibat infeksi pada
pilosebaseus. Kuman penyebabnya biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus
albus. Gejala dapat berupa nyeri yang hebat tidak sesuai dengan ukuran bisul. Terapi
tergantung pada keadaan furunkel, bila sudah abses dapat diaspirasi dengan steril,
antibiotic seperti polymixin B atau Bacitrasin, atau asam asetat 2-5% dalam alcohol.2

OTITIS EKSTERNA DIFUS


Biasanya mengenai kulit liang telinga 2/3 bagian dalam liang telinga. Tampak kulit
liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman penyebab tersering
golongan Pseudomonas. Dan kuman lain seperti Staphylococcus albus, E.coli, dll.
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang
telinga sangat sempit, dapat terjadi
pembesaran kelenjar getah bening regional
disertai nyeri tekan, terdapat sekret yang
berbau. Terapinya adalah dengan
membersihkan liang telinga, memasukkan
tampon yang mengandung antibiotika. Dan

12
pengobatan dengan antibiotic sistemik juga diperlukan.

Rhinitis Medikamentosa

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung yang berupa gangguan respons

normal vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal

(obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga

menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Istilah rhinitis mendikamentosa ini pertama

kali dikenalkan oleh Lake pada tahun 1946.6,7

Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia karena

menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal

yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah

antagonis ß-adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi.

Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas

berbeda sehingga istilah rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh

penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral dinamakan

rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug induced rhinitis).6

Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga

dalam penggunaan vasokontriktor topikal harus berhati-hati. Vasokontriktor hidung diisolasi

pertama kali pada tahun 1887 dari ma-huang yaitu tanaman yang mengandung ephedrine dan

digunakan sebagai vasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi,

minyak, semprot dan tetes. Vasokontriktor topikal yang digunakan sebaiknya yang isotonik

dengan sekret yang normal, pH antara 6,3 sampai 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari

satu minggu sehingga rhinitis medikamentosa dapat dicegah.

13
Gejala yang timbul dari penyakit ini adalah hidung tersumbat terus dan berair,edema

dan hipertrofi konka,terdapat sekret yang berlebihan serta apabila diberikan tampon adrenalin

edema konka tidak berkurang.7

Terapinya antara lain adalah hentikan segera vasokonstriktor topikal/oral,berikan

kortikosteroid oral high dose dengan tappering 5 mg/hari,topikal steroid dapat digunakan

minimal 2 minggu,berikan dekongestan oral.8,9,10

Tonsilitis

Adalah peradangan yang terjadi pada amandel atau tonsil. Kondisi yang dinamakan juga
dengan tonsilitis ini sebagian besar dialami oleh anak-anak.

Amandel atau tonsil merupakan dua kelenjar kecil yang terdapat di dalam tenggorokan.
Organ ini berfungsi sebagai pencegah infeksi, terutama pada anak-anak. Seiring dengan
perkembangan umur, sistem kekebalan tubuh mereka makin kuat dan perlahan-lahan tugas
tonsil sebagai penangkal infeksi mulai tergantikan. Ketika peran tonsil sudah tidak
dibutuhkan lagi, kedua kelenjar ini kemudian berangsur-angsur menyusut.

Gejala yang timbul pada penyakit ini adalah sakit kepala,nyeri tenggorokan,nyeri
menelan,sakit telinga dan batuk.Gejala biasanya pulih dalam waktu tiga hingga empat hari
karena penyebab penyakit ini tersering adalah virus,sisanya oleh bakteri.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara menanyakan hal-hal seperti gejala,onset sudah
berapa lama,serta melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan apakah tonsil
membesar/meradang berwarna kemerahan,adakah pembesaran kelenjar getah bening.

Faringitis

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.Virus dan bakteri melakukan invasi ke
faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri group A Streptokokus B
hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini
melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup

14
jantung, glomerulonefritis akut. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang
dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret
hidung dan ludah.1 Faktor risiko dari faringitis yaitu:

 Cuaca dingin dan musim flu


 Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui
udara
 Merokok, atau terpajan oleh asap rokok
 Infeksi sinus yang berulang
 Alergi

Faringitis Akut

a. Faringitis Viral 1
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea,
mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan.Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis.Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat.Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa mauclopapular rash. Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga
menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.Epstein Barr Virus (EBV)
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.Terdapat
pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali.Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri
tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam.Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. Istirahat dan
minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap.
Antivirus metisoprinol diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-
100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5
tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 3

b. Faringitis Bakterial3
Infeksi grup A streptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada
orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala berupa Nyeri kepala yang hebat,

15
muntah kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat
eksudat di permukaannya.Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum
dan faring.Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.
Antibiotik diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A
streptokokus hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal, atau
amoxicillin 50 mb/kgBB dosis dibagi 3x/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x 500 mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x 500 mg/ hari.

16
BAB III

Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta-Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : Kamis / 2 Maret 2017

SMF PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

Nama : Oscar Wiradi Putera Tanda tangan

Nim : 112015104 .....................

Dr pembimbing/penguji : dr.Wiendyati,sp.THT-KL

Dr. Pembimbing/ penguji : dr. Riza Rizaldi, Sp.THT-KL

Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Andri SpKJ, FAPM


IDENTITAS PASIEN
Nama : An.AP Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SD
Alamat : Tomang Tinggi Status menikah : Belum menikah

17
ANAMNESA
Diambil secara : Autoanamnesis
Pada tanggal : 28 Februari 2017 Jam : 11.00 WIB

Keluhan utama
Pendengaran telinga kiri berkurang sejak 1 hari yang lalu

Keluhan tambahan
Telinga berdenging, batuk sejak 1 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Sejak 1 hari yang lalu, pasien merasa pendengaran pada telinga kiri berkurang.
Telinga kiri juga dirasakan agak berdenging sejak kemarin secara tiba-tiba dan menetap
sampai sekarang serta keluhan disertai batuk yang sudah berlangsung sejak 1minggu yang
lalu.Pasien mengatakan sering membersihkan telinganya dengan cottonbud. Riwayat adanya
kelainan bentuk telinga bawaan, jarang membersihkan telinga sehingga banyak kotoran
telinga yang menumpuk, keluar cairan dari telinga, kebiasaan mendengarkan musik dengan
volume tinggi maupun bertelepon lama, nyeri pada telinga dan penarikan daun telinga,
trauma kepala, adanya benjolan pada liang telinga maupun riwayat tumor di keluarga dan
gangguan pendengaran semasa bayi dan anak-anak disangkal oleh pasien.Riwayat sesak
napas, jarang menggosok gigi, mengkonsumsi alkohol dan merokok tidak ada. Pada masa
anak-anak, pasien sering mengalami radang tenggorok berulang dan belum berobat sampai
tuntas. Riwayat alergi pada pasien disangkal. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat
nyeri ulu hati yang kadang disertai sendawa, perut kembung dan mual bila terlambat makan.
Pasien tidak memiliki obat-obatan yang diminum rutin.
Keluhan sumbatan pada hidung,riwayat trauma pada hidung,riwayat alergi kontak
dengan debu/dingin,riwayat pemakaian obat dekongestan dalam waktu lama,keluar cairan
dari hidung berupa air,kental,nanah,darah ataupun ingus bercampur darah,bersin
berulang,riwayat mimisan pada hidung,ataupun masalah penciuman yang timbul tiba-tiba
ataupun bertahap,riwayat sinusitis disangkal oleh pasien.Pada keluarga pasien(ibu)
didapatkan riwayat alergi namun alergi terhadap dingin maupun debu disangkal oleh pasien.
Keluhan batuk disertai pilek,dahak, demam, mual, muntah, nyeri tenggorokkan yang
timbul secara tiba-tiba, nyeri menelan, demam,sulit menelan makanan cair/padat ,penurunan
berat badan serta pembesaran kelenjar di leher belakang dan tempat lainnya, serta bau pada
18
mulut disangkal oleh pasien.Pasien tidak memiliki riwayat gigi berlubang maupun riwayat
operasi amandel sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat alergi debu pada ibu

Pemeriksaan Fisik
Telinga
Dextra Sinistra

Bentuk daun telinga Normotia, simetris kanan-kiri Normotia, simetris kanan-kiri


Kelainan kongenital Mikrotia (-), makrotia (-), Mikrotia (-), makrotia (-),
fistula (-), tragus asesorius (- fistula (-), tragus asesorius (-),
), atresia (-), bat’s ear (-), atresia (-), bat’s ear (-), lop’s
lop’s ear (-), cryptotia (-), ear (-), cryptotia (-), satyr ear (-
satyr ear (-). ).
Radang, tumor Kalor (-), rubor (-), dolor(-), Kalor (-), rubor (-), dolor(-),
fungsiolesa (-), massa(-) fungsiolesa (-), massa(-)
Nyeri tekan tragus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Penarikan daun telinga Nyeri tarik auricula (-) Nyeri tarik auricula (-)
Kelainan pre-, infra, Fistula pre-auricular (-),
retroaurikuler Fistula pre-auricular (-), hematoma (-), abses (-),
hematoma (-), abses (-), massa (-), sikatriks (-),
massa (-), sikatriks (-), edema (-), nyeri (-)
Region mastoid edema (-), nyeri (-) Massa (-), hiperemis (-), oedem
Massa (-), hiperemis (-), (-), nyeri (-)
oedem (-), nyeri (-) Lapang, edema (-), stenosis (-),
Liang telinga Lapang, edema (-), stenosis atresia (-), furunkel (-), jar.
(-), atresia (-), furunkel (-), Granulasi (-), hiperemis (-),
jar. Granulasi (-), hiperemis serumen (-), sekret (-), laserasi

19
(-), serumen (-), sekret (-), (+), massa (-), hifa (-),
laserasi (-), massa (-), hifa (- perdarahan aktif (-), clotting (-)
), perdarahan aktif (-),
clotting (-)

Intak, Reflek cahaya (+) arah Intak, Reflek cahaya (+) arah
jam 5 , hiperemis (-), jam 7 , hiperemis (+), perforasi
Membran timpani perforasi (-), retraksi (-), (-), retraksi (-), buldging (-)
buldging (-)

Tes Penala
Dextra Sinistra
Rinne Positif Positif
Weber Tidak ada
lateralisasi
Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 hz 512 hz
Kesan: Tidak terdapat gangguan pendengaran

HIDUNG
Rhinoskopi Anterior
Dextra Sinistra
Bentuk Normal. Saddle nose (-), hump Normal. Saddle nose (-), hump
nose (-), agenesis (-), hidung nose (-), agenesis (-), hidung
bifida (-), atresia nares anterior bifida (-), atresia nares anterior
(-), tidak ada deformitas. (-), tidak ada deformitas.
Tanda peradangan Kalor (-), rubor (-), dolor(-), Kalor (-), rubor (-), dolor(-),
fungsiolesa (-), massa(-) fungsiolesa (-), massa(-)

Daerah sinus frontalis dan Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-),
maxillaries krepitasi (-) krepitasi (-)

20
Vestibulum Tampak bulu hidung, laserasi Tampak bulu hidung, laserasi
(-), sekret (+), furunkel (-), (-), sekret (+), furunkel (-),
krusta (-), tanda radang (-) krusta (-), tanda radang (-)

Cavum nasi Lapang, , sekret (-), massa (-), Lapang, , sekret (-), massa (-),
krusta (-), benda asing (-) krusta (-), benda asing (-)
Konka inferior Hiperemis (+), edema (-),livid Hiperemis (+), edema (-),livid
(-), hipertrofi (-). (-), hipertrofi (-).
Meatus nasi inferior Terbuka, sekret (-), massa(-), Terbuka, sekret (-), massa(-),
edema (-) edema (-)
Konka medius Edema (-), hipertrofi (-), Edema (-), hipertrofi (-),
hiperemis (+), livid (-), konka hiperemis (+),livid (-), konka
bulosa (-) bulosa (-)
Meatus nasi medius Terbuka, sekret (-), massa(-), Terbuka, sekret (-), massa(-),
edema (-) edema (-)
Septum nasi Deviasi (-), spina (-), Deviasi (-), spina (-),
hematoma (-), abses (-), hematoma (-), abses (-),
perforasi (-) perforasi (-)

Rhinoskopi Posterior
Koana : tidak dilakukan
Septum nasi posterior : tidak dilakukan
Muara tuba eustachius: tidak dilakukan
Torus tubarius : tidak dilakukan
Post nasal drip : tidak dilakukan

Pemeriksaan Transiluminasi
Sinus Frontalis kanan, Kiri : tidak dilakukan
Sinus Maxilla kanan, Kiri : tidak dilakukan

TENGGOROKAN
Faring
Dinding pharynx : Granula (-), ulkus (-), perdarahan aktif (-), clotting

21
(-), post nasal drip (-), massa (-),hiperemis (+)
Arcus : pergerakan simetris, eritema (-), edema (-), ulkus (-),
laserasi (-)
Tonsil : T1-T1, kripta (-), detritus (-), pseudomembran (-),
abses (-),hiperemis (+)
Uvula : Berada di tengah, bifida (-), massa (-), memanjang (-), edema (-)

Laring
Tidak dapat dinilai
Pembesaran KGB: tidak teraba pembesaran KGB.

RESUME

Anamnesis

An.AP berusia 14 tahun mengeluh pendengaran pada telinga kiri berkurang sejak 1 hari
yang lalu. Keluhan disertai dengan berdenging pada telinga kiri sejak 1 hari yang lalu secara
tiba-tiba yang menetap sampai sekarang dan juga terdapat batuk yang sudah berlangsung
sejak 1 minggu yang lalu.Pasien memiliki riwayat pengobatan radang tenggorokan dan pilek
yang tidak teratasi secara tuntas. Pasien juga mengatakan sering membersihkan telinganya
dengan cottonbud.Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal oleh pasien.Riwayat vertigo
disangkal oleh pasien

Hidung dikatakan tidak ada masalah oleh pasien.Pasien mengatakan tidak ada sumbatan
pada hidung,tidak keluar cairan dari hidung,tidak ada bersin maupun mimisan serta masalah
dalam penciuman.

Tenggorokan dikatakan pasien hanya batuk dan tidak disertai pilek,nyeri menelan,
demam,sulit menelan makanan cair/padat ,penurunan berat badan serta pembesaran kelenjar
di leher belakang dan tempat lainnya, serta bau pada mulut.

Pemeriksaan Fisik

Telinga

 Membran timpani pada telinga kanan tampak hiperemis.

22
 Pemeriksaan penala tidak didapatkan gangguan pada pendengaran.

Hidung

 Mukosa konka inferior dan medius tampak hiperemis,sekret + warna bening

Tenggorok

 Laring tidak dapat dinilai


 Mukosa faring dan tonsil hiperemis

KGB

 Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.

Working diagnosa (WD)

Otitis Media Akut Stadium Hiperemis Aurikula Sinistra

Dasar yang mendukung:

Anamnesis

 Adanya keluhan batuk sejak 1 minggu yang lalu


 Riwayat pengobatan pilek dan radang tenggorok yang tidak tuntas
 Telinga kiri berdenging

Pemeriksaan Fisik:

 Membran timpani telinga kiri hiperemis

RhinoTonsiloFaringitis Akut

Dasar yang mendukung:

Anamnesis

 Tenggorokan terasa gatal dan kering sejak 1 minggu yang lalu


Pemeriksaan Fisik:
 Pada pemeriksaan faring didapatkan dinding posterior faring hiperemis.

23
 Pada pemeriksaan hidung didapatkan sekret bening pada dinding cavum nasi

Otitis Eksterna Difus Auricula Sinistra

Dasar yang mendukung

Pemeriksaan Fisik
 Ditemukan laserasi pada mukosa telinga luar telinga kiri

Differential Diagnosis
Rhinitis Alergi
Dasar yang mendukung:
Anamnesis
 Riwayat alergi pada keluarga

Dasar yang tidak mendukung :

Pemeriksaan Fisik

 Mukosa hidung didapatkan hiperemis

Otitis Media Supurativa Kronis

Dasar yang mendukung :

Anamnesis

- Terdapat riwayat batuk pilek berulang

Dasar yang tidak mendukung

Pemeriksaan Fisik

- Membran timpani intak

Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Otitis Media Akut Stadium Hiperemis Aurikula Sinistra
- Antibiotika golongan penisilin

24
Contoh golongan penisilin antara lain ampisilin, amoksisilin, bakampisilin dan
siklasilin.
Anjuran: Amoxicilin dengan dosis 500 mg tiga kali sehari (tiap 8 jam).
Otitis Eksterna
- Antibiotika oral
- Anti inflamasi

Nonmedikamentosa

Otitis Media Akut Stadium Hiperemis Aurikula Dextra & Otitis Eksterna Auricula
Sinistra

 Hindari berenang/telinga kemasukan air

RhinoTonsiloFaringitis Kronis

 Hindari makanan dan minuman merangsang dan memperberat timbulnya faringitis seperti
makanan dingin, faktor alergen (debu).
 Istirahat dan minum air hangat yang banyak
 Antibiotika

Prognosis
1. Otitis media akut stadium hiperemis auricula sinistra
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
2. RhinoTonsiloFaringitis kronis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
3. Otitis Eksterna Difus Auricula Sinistra
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

25
Ad fungtionam : dubia ad bonam

26
BAB IV

Pembahasan

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini,
maka dapat ditegakan diagnosis kerja otitis media akut stadium hiperemis aurikula
sinistra,otitis eksterna auricula sinistra dan rhinotonsilofaringitis kronis.
Penulis mengambil diagnosis otitis media akut stadium hiperemis aurikula sinistra
dikarenakan terdapat batuk yang sudah berlangsung selama 1 minggu dan juga terdapat
rhinitis akut pada pasien yang merupakan penyebab otitis media serta didapatkan tinnitus
yang disebabkan oleh laserasi mukosa pada telinga kiri dan membran timpani yang terlihat
hiperemis yang didapatkan pada pemeriksaan fisik.
Penulis mengambil diagnosis rhinofaringitis yang disebabkan oleh virus karena
terdapat gejala batuk yang berlangsung akut tanpa dahak serta pada pemeriksaan fisik faring
didapatkan dinding posterior faring dan tonsil yang hiperemis.Pada pemeriksaan hidung
didapatkan mukosa hidung yang hiperemis serta didapatkan sekret bening pada kedua hidung.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik dan analgesik. Dianjurkan
pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin.
Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).
Contoh golongan penisilin antara lain ampisilin, amoksisilin, bakampisilin dan siklasilin.
Amoksisilin termasuk penislin spektrum luas. Penisilin spektrum luas efektif melawan
beberapa organisme gram positif seperti Streptococcus pnemonia dan gram negatif seperti
Escherichia coli, Haemophillus influenza dan proteus mirabillis. Amoksisilin sering
diresepkan untuk orang dewasa dan anak anak. Dosis amoksisilin peroral yaitu 250-500 mg
digunakan tiap 8 jam dan diberikan selama 7 hari berturut-turut. Amoksisilin 80% diabsorbsi
per oral. Makanan tidak mencegah absorbsi. Berikatan dengan protein sebanyak 20%. Masa
kerja lebih panjang.Serta berikan edukasi pada pasien untuk menghindari telinga kemasukan
air ataupun berenang.
Untuk rhinotonsilofaringitis kronis dapat diberikan edukasi pada pasien supaya
istirahat dan minum air hangat yang banyak untuk mempercepat proses pemulihan serta
pengunaan masker untuk menghindari penularan dari orang yang sedang sakit ataupun
penularan ke orang yang sehat dan menghindari makanan seperti es atau keadaan yang dapat

27
memperburuk kondisi seperti dingin/berdebu.Serta pemberian antibiotik oral untuk
mengobati infeksi pada pasien.

28
BAB V

Kesimpulan

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi
pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
melalui tuba eustachius.Etiologi penyakit ini disebabkan oleh bakteri,virus maupun infeksi
batuk/pilek yang berulang.Penyakit ini memiliki 5 stadium yaitu stadium oklusi,stadium
hiperemis,stadium supurasi,stadium perforasi dan stadium resolusi.Pada stadium oklusi
didapatkan retraksi tuba,pada stadium hiperemis didapatkan membran timpani yang
hiperemis,pada stadium supurasi didapatkan membran timpani yang bulging dikarenakan
pembentukan dari sekret purulen pada telinga tengah dan pada stadium perforasi didapatkan
membran timpani yang ruptur disertai keluarnya sekret dari telinga.Untuk penanganannya
disesuaikan dengan stadiumnya seperti pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung untuk
membuka oklusi tuba,pemberian antibiotik,dekongestan dan anti inflamasi pada stadium
hiperemis & supurasi serta penggunaan H2O2 3% 3-5 hari + antibiotik untuk stadium
perforasi.Prognosis penyakit ini bergantung kepada kepatuhan pengobatan dan edukasi yang
perlu diberikan kepada pasien adalah menghindari telinga kemasukan air atau berenang.

29
Daftar Pustaka

1. Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J, dkk. Telinga, hidung, teggorok, kepala dan


leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007.h. 118-310.
2. Gurkov R, Nagel P. Dasar-dasar ilmu THT. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2012.h. 34-41.
3. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam: Lalwani
KA,Ed. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery
second edition. New York: Lange McGrawHill Comp, 2007.p. 112-117.
4. Kridel RWH, Kelly PE, MacGregor AR. The nasal septum. In: Cummings, C.W., et
al. Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th Ed. Philadelphia: Mosby; 2005. P.1001.
5. Adams G. Boies: buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC 1997.h. 210-11.
6. Lin CY,Cheng PH,Fang SY.Mucosal Changes in Rhinitis Medicamentosa.Ann Otol
Rhinol Laryngol,2004 Feb;113(2):147-51
7. Rhamakhrisnan VR,Meyers AD.Nonallergic Rhinitis.The Journal of
eMedicine,2006;1-10
8. Ramley JT,Bailen E.Rhinitis Medicamentosa.J Investig Allergol Clin
Immunol,2006;16: (3):148-155.
9. Garfield CF.Rhinitis Medicamentosa.The Journal of eMedicine,2006:1-10.
10. Efiaty A,Nurbaiti I.Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,Hidung,Tenggorok, Kepala
dan Leher Edisi 7;2012.Jakarta : Fakultas Kedokteran Gadjah Mada.

30

Anda mungkin juga menyukai