Anda di halaman 1dari 29

INFERTILITAS

Oleh :
Monica Sandra
112014321

PEMBIMBING :
dr. Intan. R. Silitonga, Sp.OG, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBESTETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
RUMAH SAKIT RAJAWALI BANDUNG
Periode 28 Januari 2016 – 26 Maret 2016
BAB I
PENDAHULUAN

Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.
Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan infertil untuk
memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat dibanding cabang ilmu
kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih langkanya dokter yang berminat pada
ilmu ini.1

Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil
dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya, maka pasangan infertil
haruslah dilihat sebagai satu kesatuan. Penyebab infertilitas pun harus dilihat pada kedua belah
pihak yaitu isteri dan suami. Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat sebagai satu
kesatuan adalah aadanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam fertilitas suatu
pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen/sperma, cairan/lendir
serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma suami. Termasuk juga sebagai
faktor imunologi adanya autoantibodi.1

Pada pasangan yang normal yang berhubungan seksual secara teratur untuk
memperoleh anak, maka persentase untuk dapat hamil dalam satu bulan adalah 20%, 57%
dalam 3 bulan, 75% dalam 6 bulan, 90% dalam 1 tahun.2

Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin kondisi infertil
sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami
karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru
merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua
faktor yang harus dipenuhi adalah: (1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat
sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) ke dalam
organ reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga
mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi oleh
spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio,
hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua faktor yang telah
disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan
mampu memiliki anak.1
Infertilitas merupakan kondisi medis yang mempunyai efek tidak hanya secara medis bagi
penderitanya, tapi juga secara psikologi terutama pada wanita. Wanita seringnya menjadi
menderita karena beban hal ini, apalagi ada budaya-budaya tertentu yang menganggap wanita
merupakan sumber masalah bagi pasangan infertil. Hal ini akan meningkatkan angka kekerasan
yang terjadi pada wanita dan juga angka perceraian. Bagi sang suami yang menganggap wanita
sebagai sumber masalah infertilitas, akan berubah perilaku seksualnya, mereka akan sering
berganti-ganti pasangan seksual walaupun sudah bercerai dengan istrinya yang mana akan
meningkatkan risiko terjangkit HIV/AIDS. Beberapa penelitian dalam 10 tahun terakhir,
walaupun etiologinya belum diketahui, mulai mengetahui bahwa infertilitas mungkin dapat
ikut menjadi faktor yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.3

BAB II
PEMBAHASAN

Sistem Reproduksi Manusia


Setiap bayi perempuan lahir dengan rata-rata 400 ribu sel telur imatur pada
ovariumnya. Ketika perempuan sudah mencapai menarche, maka setiap bulan ketika haid,
wanita akan kehilangan 1 sel telurnya. Setiap siklus menstruasi dimulai dengan pelepasan
Gonadothropin Releasing Hormones (GnRH), Folicle Stimulating Hormones (FSH), dan
Lutenizing Hormones (LH). Hormon–hormon ini akan mempersiapkan ovarium untuk
melepaskan sel telur dan memberi sinyal untuk uterus agar endometrium mempersiapkan diri
untuk sebuah implantasi. Kemudian ketika di pertengahan siklus, adanya peningkatan
hormon akan membuat pelepasan sel telur oleh ovarium, hal ini disebut ovulasi. Sel telur itu
kemudian ditangkap oleh fimbrae dan berjalan melalui tuba fallopi menuju uterus. Apabila
sel telur ini kemudian bertemu dengan sel sperma, maka sel telur dan sel sperma akan
bertemu dan terjadi fertilisasi, hal ini paling sering terjadi di ampulla tuba fallopi. Sel telur
yang telah difertilisasi ini akan menjadi zigot, terus berjalan ke arah uterus, dan akhirnya
akan terjadi implantasi pada endometrium uterus dalam bentuk blastula. Apabila sel telur ini
tidak dibuahi maka akan hormon akan memberi sinyal agar endometrium meluruhkan
lapisan-lapisan yang tadinya dipersiapkan untuk implantasi bayi. Hal inilah yang disebut
dengan menstruasi, dan siklus ini akan berlanjut sampai masa menopause.2
Gambar 1. Reproduksi Wanita

Pada bayi laki-laki, mereka lahir dengan 2 testis. Setiap testis mempunyai
kemampuan untuk membuat dan menyimpan sperma secara berkelanjutan. Hal ini dimulai
ketika masa pubertas, stok sperma yang baru akan dibuat setiap 72 jam, akibat respon
terhadap hormon testosteron, GnRH, LH, dan FSH. Saluran epididimis merupakan tempat
untuk pematangan sperma yang kemudian akan berjalan melalui vas deferens dan duktus
ejakulatorius. Selama dalam perjalanan ini, sperma akan bercampur dengan sekret dari
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan prostat untuk membentuk semen. Ketika
sudah diejakulasikan, sperma harus berenang melalui serviks untuk bertemu dengan sel
telur.2

Gambar 2. Reproduksi Pria


Definisi

Fertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak

hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya.1

Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak

setelah berhubungan seksual secaa teratur selama 1 tahun dan tanpa menggunakan kontrasepsi.

Sedangkan infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk

memperoleh anak lagi setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa

menggunakan kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.1

Etiologi

1. Etiologi Infertilitas Pria

Laki-laki menyebabkan infertilitas sekitar 50% pada pasangan infertil. Apabila hanya
ada faktor tunggal, maka pasangannya yang subur dapat mengimbangi pasangan yang
kurang subur. Namun dalam banyak pasangan, baik laki-laki maupun perempuan
mempunya faktor infertilitas secara bersamaan. Infertilitas biasanya menjadi nyata jika
kedua pasangan subfertile atau atau kurang subur.4
Kurangnya kesuburan pada pria dapat terjadi akibat dari kelainan urogenital bawaan
dan dapatan, infeksi pada saluran sperma, peningkatan suhu skrotum (varikokel), gangguan
endokrin, kelainan genetik dan faktor imunologi. Pada 60-75% kasus, tidak ditemukan
adanya faktor penyebab (infertilitas idiopatik pria). Pria seperti ini biasanya datang tanpa
ada riwayat yang berkaitan dengan masalah kesuburan sebelumnya dan pada pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium endokrin memiliki temuan yang normal. Pada Analisis
semen ditemukan penurunan jumlah spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas
(asthenozoospermia) dan banyak bentuk morfologi yang abnormal (teratozoospermia).
Kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dan dapat dikatakan sebagai sindrom oligoastheno
teratozoospermia atau sindrom OAT.4
Sedangkan Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi lingkungan, dan kelainan
genetik.4
Selain itu infertilitas pada pria juga dapat disebabkan oleh impotensi. Pada impotensi,
penis pria tidak dapat ereksi sehingga tidak mungkin dapat melakukan koitus. Penyebab
impotensi sendiri bermacam-macam, bisa karena penyakit DM, hiperprolaktinemia,
atauriwayat pembedahan sebelumnya, atau mungkin juga faktor psikologis.5
Varikokel pada pria juga salah satu penyebab infertilitas. Varikokel merupakan suatu
keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan menyebabkan
pembuluh darah disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini
maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada infertilitas.
Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik, namun yang paling sering adalah
akibat adanya infeksi atau vasektomi.5

Tabel 1. Persentase Etiologi Infertilitas pada Pria

2. Etiologi Infertilitas Wanita

Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa golongan
penyebab, yaitu:6
1. Kegagalan Ovulasi
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering kenapa wanita
tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita infertil. Penyebab
terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi:6
a. Gangguan Hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan ovulasi.
Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang kompleks dari interaksi
hormon-hormon.
b. Scar pada ovarium
Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Sebagai contoh,
adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang pada kista
ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga folikel tidak
dapat menjadi matur dengan bennar dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga
dapat berakibat seperti ini.
c. Menopause prematur
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ni mempengaruhi
ovulasi.
d. Masalah Folikel
e. Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)
Pada penyakit ini, tubuh memproduksihormon androgen yang terlalu banyak,
sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan resistensi insulin
dan obesitas.
2. Fungsi Tuba Fallopi yang Menurun
Penyakit tuba terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat bervariasi,
mulai dariadesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi. Penyebab utama kelainan
tuba ini antara lain:6
a. Infeksi
Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya
ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan inflamasi pada
tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Sebagai contoh adalah
hydrosalphing, sebuah kondisi dimana tuba fallopi menjadi tertutup pada kedua
ujungnya sehingga cairan terkumpul dituba.
b. Penyakit Abdominal
Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah
apendisitis dan kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi pada cavum
abdominal yang dapat mempengaruhi tuba fallopi yang dapat berakibat timbulnya
skar dan penutupan saluran tuba.
c. Riwayat Operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya
kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb terjadinya
adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel telur tidak dapat melewatinya.
d. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba, sehingga
dapat terjadi kerusakan tuba.
e. Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat dilahirkan
dengan tuba yang abnormal.
3. Endometriosis
Sekitar 10% dari pasangan infertil disebabkan oleh endometriosis. Dan pada
kenyataannya, 30-40% pasien dengan endometriosis didiagnosis infertil. Endometriosis
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan
endometrium pada daerah lain selain cavum uteri, yang paling sering terjadi pada
cavum pelvis, termaduk ovarium.6 Diagnosis pasti dari penyakit ini hanya bisa
ditegakkan dengan laparoskopi untuk melihat uterus, tuba fallopi, ovarium,
danperitoneum pelvis secara langsung. Gejala pada endometriosis antara lain adanya
menstruasi yang lama, banyak dan nyeri, bercak premenstrual, perdarahan rectal, dan
urgensi urin.6
4. Kelainan pada mukus serviks
Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang masuk ke
dalam vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk melindunginya dari
keasaman vaginadan membantunya bergerak masuk kedalam uterus. Oleh karena itu
adanya kelainan pada mukus ini dapat menghambat pergerakan sperma sehingga tidak
bisa sampai ke sel telur.Pada beberapa kasus, mukus serviks juga dapat mengandung
antibodi antisperma, yang juga dapat mengganggu sperma.7
5. Kelainan Uterus
Kelainan uterus seperti adhesi dan polips dapat menyebabkan infertilitas. Selain
itu variasi posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga dapat menyebabkan
infertilitas.7
3. Etiologi Infertilitas dalam Pasangan

 Hubungan Seksual. Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi:

frekuensi, posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.1

 Frekuensi. Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang

dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang

dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi

sperma dalam jumlah cukup dan matang.1

 Posisi. Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan

dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi

adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya

akan bertemu sel telur yang “menunggu” di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila

penis tegang (ereksi). Oleh karena itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat

menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di

atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar

sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita

berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak

menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.1

Pemeriksaan Pasangan Infertil

Setiap pasangan infertil harus diperlakukan secara satu kesatuan. Itu berarti, kalau istri

saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu tidak diperiksa. Adapun

syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut:1

1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk

mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila:

a. Pernah mengalami keguguran berulang


b. Diketahui mengidap kelanan endokrin

c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut

d. Pernah mengalami bedah ginekologik

2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan

itu datang ke dokter.

3. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan

infertilitas kalau belum punya anak dari perkawinan ini.

4. Pemeriksaan infertiitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota

pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri dan anaknya.

Tatalaksana pemeriksaan infertilitas yang terkait dengan faktor istri:

1. Tahap pertama (Fase I).


a. Pemeriksaan riwayat infertilitas (anamnesis)
Anamnesis masih merupakan cara terbaik untuk mencari penyebab
infertilitas pada wanita. Faktor-faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas
yang harus ditanyakan pada pasien adalah mengenai usia, riwayat kehamilan,
panjang siklus haid, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat operasi, frekuensi
koitus, dan waktu koitus. Perlu juga diketahui pola hidup dari pasien mengenai
konsumsi alkohol, merokok, dan stress.8,9,10
b. Pemeriksaan fisik
Disini perlu diperiksa Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan kelenjar
tiroid, hirsutisme, akne, sebagai pertanda hiperandrogenisme. Adanya
galaktorea merupakan pertanda dari hiperprolaktinemia. Selain itu, dilakukan
juga pemeriksaan pelvik untuk mengetahui apakah ada kelainan di vagina,
serviks, dan uterus.8,9,10
c. Penilaian ovulasi
Cara sederhana untuk mengetahui ovulasi adalah dengan mengukur
suhu badan basal (SBB). SBB juga dapat digunakan untuk menentukan
kemungkinan hari ovulasi. Cara lain yang dapat digunakan untuk penilaian
ovulasi adalah dengan pemeriksaan USG transvaginal dan pemeriksaan hormon
progesteron darah. Pada pemeriksaan USG transvaginal dapat dilihat
pertumbuhan folikel. Bila diameter mencapai 18-25 mm, berarti menunjukkan
folikel matur dan akan terjadi ovulasi.8,9,10
d. Uji pasca senggama (UPS)
Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tapi dapat memberi
informasi tentang interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS dilakukan
2-3 hari sebelum perkiraan ovulasi dimana “ spin barkeit” dari getah serviks
mencapai 5 cm atau lebih. Pengambilan getah serviksdari kanalis endo-serviks
dilakukan setelah 2-12 jam senggama. Pemeriksaan dilakukan di bawah
mikroskop. UPS dikatakan (+) bila ditemukan paling sedikit 5 sperma per
lapang pandang besar (LPB). UPS dapat memberikan gambaran tentang kualitas
sperma, fungsi getah serviks,dan keramahan getah serviks terhadap sperma.8,9,10

2. Tahap kedua (Fase II).


Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan HSG untuk mencari patensi tuba.
Uji ini dilakukan pada paruh pertama siklus haid, dimana sebelum tindakan
dilakukan, pasien dianjurkan tidak senggama paling sedikit dua hari
sebelumnya. HSG dilakukan oleh ahli radiologi dengan menyuntikkan larutan
radioopaque melalui kanalis servikalis ke uterus dan tuba fallopi.8,9,10

3. Tahap ketiga (Fase III).


Akhir-akhir ini laparoskopi dianggap cara terbaik untuk menilai fungsi
tuba fallopi. Kedua tuba dapat dilihat secara langsung dan potensinya dapat diuji
dengan menyuntikkan larutan metilen blue atau indigokarmir dan dengan
melihat pelimpahannya ke dalam rongga peritoneum. Dengan laparoskopi dapat
sekaligus melihat kelainan yang mungkin terdapat dalam rongga peritoneal,
seperti endometritis, perlengketan pelviks, dan patologi ovarium.8,9,10

Tatalaksana pemeriksaan infertilitas yang terkait dengan faktor suami adalah:


1. Anamnesis.
Hal yang perlu diperhatikan pada pria adalah:3
a. Merokok. Kondisi merokok seringkali terkait dengan penurunan kemampuan
renang sel spermatozoa.
b. Riwayat infeksi kelenjar parotis. Kondisi ini sering terkait dengan kejadian
orchitis yang dapat menyebabkan infertilitas.
c. Kesulitan ereksi. Kondisi ini terkait dengan stres psikis atau kelainan metabolik
kronik seperti diabetes melitus atau hipertensi.

2. Pemeriksaan fisik
a. Payudara. Payudara pria harus normal, jika terlihat membesar atau
ginekomastia, mungkin ada peningkatan kadar hormon estrogen pada pria.3
b. Penis. Perlu diperhatikan letak uretra yang dapat terkait dengan abnormalitas
seperti hipospadia.3
c. Skrotum. Skrotum harus diraba untuk menilai kemungkinan skrotum terisi
banyak cairan, terdapat hernia skrotalis atau terdapat varikokel. Jumlah testis,
volume testis dan turunnya testis ke dalam skrotum juga perlu diperhatikan.3

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dasar yang wajib dikerjakan pada pasangan suami istri dengan
masalah infertilitas adalah pemeriksaan analisis sperma. Sebelum dilakukan
analisis sperma, dilakukan tahap pra analisis yang dapat mempengaruhi hasil
analisis sperma, yaitu sebagai berikut:11
a. Sediaan diambil setelah abstinensia sedikitnya 48 jam dan tidak lebih dari 7 hari
b. Oleh karena variasi yang besar dalam produksi semen dapat terjadi pada
seseorang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dua sediaan. Waktu antara kedua
pemeriksaan tersebut tidak boleh kurang dari 7 hari atau kurang dari 3 bulan
c. Sebaiknya sediaan dikeluarkan dalam kamar yang tenang dekat laboratorium.
Jika tidak, maka sediaan harus diantar ke laboratorium dalam waktu satu jam
setelah dikeluarkan dan jika motilitas sperma sangat rendah (< 25% bergerak
maju terus), sediaan kedua harus diperiksa secepatnya.
d. Sediaan sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam
botol kaca atau plastik bermulut lebar.
e. Gunakan kondom dengan bahan plastik khusus (Mylex) atau penyimpan cairan
khusus (HDC corporation, Mountian view, calif). Kondom biasa sebaiknya
tidak digunakan untuk menampung semen karena mengandung spermatisid.
f. Coitus interuptus tidak dapat dipakai untuk mendapatkan siapan karena ada
kemungkinan bagian pertama ejakulat yang mengandung sperma paling banyak
akan hilang. Selain itu juga akan terjadi kontaminasi seluler dan bakteri pada
siapan serta dapat terjadi pula pengaruh kurang baik terhadap motilitas sperma
sebagai akibat PH cairan vagina yang asam.
g. Siapan yang tidak lengkap sebaiknya tidak diperiksa, terutama jika bagian
pertama ejakulat hilang.
h. Siapan harus dilindungi terhadap suhu yang ekstrim selama pengangkutan ke
laboratorium (suhu antara 20-400 C)
i. Botol harus diberi label dengan nama penderita, tanggal pengumpulan, dan
lamanya abstinensia

Analisis sperma meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis:11


 Pemeriksaan Makroskopis
1) Warna.
Warna normal adalah putih/agak keruh. Kadang-kadang ditemukan juga
warna kekuningan atau merah. Warna kekuningan mungkin disebabkan
karena radang saluran kencing atau abstinensia terlalu lama. Warna merah
biasanya oleh karena tercemar sel eritrosit ( hemospermi)
2) Volume.
Cairan semen yang ditampung diukur dan diukur dengan gelas ukur, dan
dikatakan normospermi bila volumeya normal, yaitu 2-6 ml, dengan harga
rata-rata 2-3,5 ml. Aspermi bila tidak keluar sperma pada waktu ejakulasi.
Hiperspermi bila volume lebih dari 6 ml. Hipospermi bila volume kurang
dari 1 ml, hal ini dapat disebabkan oleh:
a) Tercecer pada waktu memasukkan semen ke dalam botol
b) Keadaan patologis, antara lain penyumbatan kedua duktus ejakulatorius
dan kelainan kongenital misalnya agenesis vesikula seminalis.
Hiperspermi biasanya diikuti oleh konsentrasi sperma yang rendah dan
hiperseprmi dapat disebabkan oleh abstinensia yang lama dan produksi
kelenjar asesoris yang berlebihan.
3) Bau.
Spermatozoa mempunyai bau khas yang mungkin disebabkan oleh
proses oksidasi dari spermia yang diproduksi oleh prostat. Semen dapat
berbau busuk atau amis bila terjadi infeksi.
4) PH.
Cara untuk mengetahui keasaman semen digunakan kertas PH atau
lakmus, biasanya sifatnya sedikit alkalis. Semen yang terlalu lama akan
berubah PHnya. Pada infeksi akut kelenjar prostat, Phnya berubah menjadi
di atas 8 atau menjadi 7,2 misalnya pada infeksi kronis organ-organ tadi.
WHO memakai kriteria yang normal yang lazim, yaitu7,2-7,8.
5) Viskositas.
Viskositas semen diukur setelah mengalami likuefaksi betul (15-20
menit setelah ejakulasi). Pengukuran dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a) Dengan pipet pastur: Semen diisap ke dalam pipet tersebut, pada waktu
pipet diangkat maka akan tertinggal semen berbentuk benang pada
ujung pipet. Panjang benang diukur, normal panjangnya 3-5 cm.
b) Menggunakan pipet yang sudah mengalami standarisasi (Elliaon). Pipet
dalam posisi tegak, lalu diukur waktu yang diperlukan setetes semen
untuk lepas dari ujung pipet tadi. Angka normal adalah 1-2 detik.
6) Likuefaksi.
Semen normal pada suhu ruangan akan mengalami likuefaksi dalam
waktu 60 menit, walau pada umumnya sudah terjadi dalam 15 menit. Pada
beberapa kasus, likuefaksi lengkap tidak terjadi dalam 60 menit. Hal ini bisa
terjadi bila mengandung granula seperti jelly (badan gelatin yang tidak
mencair), tetapi tidak memiliki makna secara klinis. Bila hal ini ditemukan
akan sangat mengganggu dalam analisis semen, sehingga perlu dibantu
dengan pencampuran enzimatis.

 Pemeriksaan mikroskopis
1) Jumlah spermatozoa per ml
Konsentrasi sperma ialah jumlah spermatozoa per ml sperma. Jumlah
spermatozoa total ialah jumlah seluruh spermatozoa dalam ejakulat. Berikut
ini adalah klasifikasinya:
a. Normal: jumlah spermatozoa di atas 60 juta/ml
b. Subfertil: 20-60 juta /ml
c. Steril: 20 juta atau kurang/ml
Namun, WHO menganggap jumlah sperma 20 juta/ml atau lebih masih
dianggap normal.
2) Jumlah spermatozoa motil per ml/persentase spermatozoa motil.
Motilitas sperma dipengaruhi oleh adanya perubahan PH, infeksi,
morfologi, pematangan, dan gangguan hormonal. Namun, secara garis besar
WHO dan beberapa ahli berpendapat motilitas dianggap normal bila 50%
atau lebih bergerak maju atau 25% atau lebih bergerak maju dengan cepat
dalam waktu 60 menit setelah ditampung.
Motilitas sperma juga dapat dilihat dari gerakan maju spermatozoa
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Grade 0 (none) bila tidak ada spermatozoa yang bergerak
b. Grade 1 (poor) bila terlihat gerakan maju spermatozoa yang lemah
c. Grade 2 (good) bila terlihat gerak maju yang cukup baik dari
spermatozoa, termasuk yang bergerak zig zag dan berputar-putar
d. Grade 3 (excellent) bila ada gerakan maju dari spermatozoa yang seperti
roket.
3) Kecepatan.
Semen yang tidak diencerkan diteteskan ke dalam titik hitung, tentukan
waktu yang dibutuhkan satu spermatozoa untuk menempuh jarak 1/20 mm,
pada keadaan normal dibutuhkan 1-1,4 detik, ini disebut normokinetik.
4) Morfologi.
Morfologi spermatozoa yang normal ditentukan oleh bentuk kepala,
leher, tanpa adanya sitoplasmik “droplets” dan bentuk ekor. Semen yang
normal mengandung setidaknya 48%-50% spermatozoa normal.
5) Komponen seluler lain dari semen (leukosit dan eritrosit).
Leukosit sangat sering dijumpai dalam spesimen semen, sebagian besar
adalah neutrofil. Jumlah leukosit yang tinggi ( lebih dari 106/ml) pria,
menandakan leukospermia. Leukospermia bisa disebabkan oleh infeksi
pada sistem duktus ekskretorius pria, terutama di kelenjar asesorius, yang
harus diselidiki dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan analisis
bakteriologis semen dan cairan prostat setelah tindakan masase prostat dan
USG. Pada cairan prostat yang didapat dengan masase prostat, jumlah
leukosit tak sampai melebihi 15 per LP dengan pembesaran tinggi (LBP).
Jumlah sel 15-40/LBP disebut zona perbatasan dan bila jumlahnya lebih
dari 40 maka kemungkinan besar terdapat inflamasi prostat.
Jenis sel bulat lain yang kadang ditemukan adalah sel-sel imatur dari
segi spermatogenesis dan sel epitel dari uretra dan vesica urinaria,
sedangkan untuk eritrosit dalam keadaan normal tidak ditemukan pada
pemeriksaan semen.11

Kriteria Jumlah
Volume 2 ml atau lebih
PH 7,2-7,8
Jumlah sperma/ml 20 juta sperma/ml atau lebih
Jumlah sperma 40 juta sperma/ejakulat atau lebih
total/ejakulat
Motilitas 50% atau lebih bergerak maju atau 25%
lebih bergerak maju dengan cepat dalam
waktu 60 menit setelah ditampung
Morfologi 50% atau lebih bermorfologi normal
Viabilitas 50% atau lebih hidup, yaitu tidak terwarna
dengan pewarnaan supravital
Sel leukosit Kurang dari 1 juta/ml
Seng (total) 2,4 mikromol atau lebih setiap ejakulat
Asam sitrat (total) 52 mikromol (10 mg) atau lebih setiap
ejakulat
Fruktosa (total) 13 mikromol atau lebih setiap ejakulat
Uji MAR Perlekatan pada kurang dari 10% sperma
Uji butir imun Perlekatan butir imun pada kurang dari 10%
sperma
Tabel 2. Kriteria Sperma normal

Tabel 3. Nomenklatur Variabel Semen


Nomenklatur Jumlah Spermatozoa Morfologi
spermatozoa motil (%) spermatozoa
normal
Normozoospermia =20 juta =50 =50
Oligozoospermia < 20 juta =50 =50
Ekstrim Oligozoospermia < 5 juta = 50 = 50
Astenozoozpermia = 20 juta < 50 = 50
Teratozoospermia = 20 juta = 50 < 50
Oligoastenozoospermia < 20 juta < 50 = 50
Oligoastenoteratozoospermia < 20 juta < 50 = 50
Oligoteratozoospermia = 20 juta = 50 < 50
Astenoteratozoospermia = 20 juta < 50 < 50
Polizoospermia >250 juta = 50 = 50
Azoospermia - - -
Nekrozoospermia Tak viable
Aspermia Tak ada
spermatozoa

3. Klasifikasi analisis semen


Di Indonesia, penggolongan tingkat fertilitas pria menganut kriteria Farris,
berdasarkan jumlah spermatozoa motil per ejakulat adalah sebagai berikut:11
a. Golongan sangat fertil: lebih dari 185x106 spermatozoa per ejakulat
b. Golongan relatif fertil: 80x106-185x106 spermatozoa motil per ejakulat
c. Golongan subfertil: 1-80x106 spermatozoa motil per ejakulat

Metode Penanganan Pasangan Infertil

1. Terapi pada wanita


Induksi ovulasi adalah pemberian berbagai jenis obat untuk mempengaruhi
keadaan hormonal sehingga dapat menyebabkan keadaan hiperstimulasi ovarium
yang terkontrol untuk memacu kesinambungan perkembangan folikel dari
sekumpulan folikel primordial sehingga bisa mencapai ovulasi.12
Macam obat induksi ovulasi adalah:12
a. Obat yang dapat meningkatkan FSH endogen. Macamnya yaitu CC
(Clomiphen citrate) dan Aromatase inhibitor. CC merupakan turunan dari
triphenylethylene golongan nonsteroid dengan efek agonis dan antagonis
estrogen.CC diberikan secara oral dimulai pada hari ke-3 siklus haid selama
5 hari. Dosis dimulai dengan pemberian awal 50 mg per hari selama 5 hari
dan dapat ditingkatkan 50 mg setiap siklus sampai tercapai ovulasi. Dosis
maksimal 150–200 mg, Monitoring setelah pemberian adalah suhu basal
badan dan kadar LH urin. Kadar lonjakan LH biasanya terjadi setelah 5–12
hari setelah pemberian terapi terakhir. Dengan pemeriksaan USG
transvaginal secara serial dapat diukur jumlah dan besar folikel, sehingga
dapat diperkirakan apakah terjadi ovulasi. Aromatase adalah anggota
keluarga besar kompleks enzym yang mengandung hemoprotein cytochrom
P450. Ia mempercepat proses akhir pembentukan estrogen (E), yaitu proses
hidroksilasi androstenedion (A) menjadi estron dan testosteron (T) menjadi
estradiol. Salah satu obat dari aromatase inhibitor yang sering digunakan
adalah letrozole. Dosis pemberian adalah 2,5 mg perhari mulai hari ke-3
siklus haid selama 5 hari.
b. Hormon GnRH yang menyebabkan perangsangan sentral untuk sekresi FSH
dan LH dari pituitari.
c. Hormon FSH dan LH eksogen yang merangsang ovarium secara langsung.
Indikasi lain pemberian obat induksi ovulasi adalah infertilitas yang tak
terjelaskan (unexplained infertility). Hal ini merupakan terapi empirik, dan
bila tidak berhasil dilanjutkan dengan inseminasi atau invitro fertilisation
(IVF).

2. Terapi pada pria


Terapi infertilitas pada pria dapat didasarkan atas 2 tata cara, yaitu hanya
berdasarkan analisis semen rutin dan berdasarkan etiologi kausatif.3,13
a. Terapi berdasarkan hasil analisis semen rutin
 Kelainan volume semen
a) Hipospermia
Volume semen disebut hiposperma jika kurang dari 1,5 ml, yang
disebabkan antara lain karena Stres, Retrograde ejaculation, dan frekuensi
senggama.Untuk stres maka pengobatan diarahkan untuk menghilangkan
stres ; retrograde ejaculation dapat diberi terapi obat atau terapi khusus
berupa pencucian sperma dari urine. Untuk endokrinopati dapat diberikan
testosteron, sedangkan bila koitus terlalu sering, dapat dikurangi
frekuensinya. Jika tidak jelas penyebabnya dapat dilakukan AIH.
b) Hiperspermia
Hiperspermia adalah jika volume semen lebih dari 6 ml. Penyebabnya
dapat berupa abstinensia seksualis yang terlalu lama dan hipersekresi vesika
seminalis. Hiperspermia dengan spermiogram normal tidak memerlukan
pengobatan spesifik, cukup dengan menganjurkan peningkatan frekuensi
senggama, tetapi jika disertai dengan spermiogram abnormal dapat
dilakukan terapi dengan split ejaculate atau withdrawal coitus atau dengan
treated sperm invitro.
 Kelainan jumlah spermatozoa
a) Polizoospermia
Pada polizoospermia, jumlah spermatozoa lebih dari 250 juta/ml. Terapi
dapat dengan anjuran meningkatkan frekuensi koitus atau AIH dengan
treated spermatozoa dengan jalan pengenceran, swim up, sperm washing
atau filtrasi.
b) Oligozoospermia
Sampai saat ini masih disepakati bahwa jumlah spermatozoa kurang dari
20 juta/ml disebut oligozoospermia dan jika kurang dari 5 juta/ml disebut
olgozoospermia berat.
Terapi medikamentosa yaitu :
a) Klomifen sitrat dengan dosis 1 x 50 mg selama 90 hari atau 1 x 50 mg
3 x 25 hari dengan interval antara terapi 5 hari.
b) Tamoxifen, dapat diberikan dengan dosis 2 x 1 tablet selama 60 hari.
c) Kombinasi HMG dan hCG; HMG (Pergonal®) diberikan dengan dosis
150 IU 3 x/minggu dan hCG (Profasi®) dengan dosis 2000 IU 2
x/minggu selama 12-16 minggu.
d) Kombinasi FSH (Metrodin®) dan hCG; dosisFSH 75IU 3 x/minggu dan
dosis hCG 2000 IU 2 x/minggu selama 12-16 minggu. Selain
medikamentosa, terapi dapat dilakukan dengan AIH(IBS) dengan atau
tanpa treated sperm.
 Abnormalitas kualitas spermatozoa
Kualitas spermatozoa abnormal jika motilitas baik dan cukup, tetapi
morfologi normal kurang dari 50%. Terapi gangguan kualitas ini dapat
berupa medikamentosa, yaitu :
a) ATP
b) Androgen dosis rendah
c) Phosph6lipid esensial
d) Antibiotika
e) Vitamin E + Vit B
f) Pentoksifilin
Atau dilakukan AIH (IBS) dengan atau tanpa sperm treated yang dapat
berupa sperm washing dan sperm swim up. Jika masih belum memberikan
hasil yang diharapkan dapat dilanjutkan dengan terapi hormonal berupa
kombinasi FSH dengan dosis 75 IU 3 x/minggu ditambah hCG 2000 IU 2
x/ minggu selama 12-16 minggu. Pengobatan ini dapat diteruskan sampai 4
tahun.

b. Terapi berdasarkan etiologi kausatif


1) Etiologi infertilitas pria yang tak dapat diobati :
 Klinefelter syndrome
 Cryptorchidism bilateral
 Atrofi testis
 Sertoli cell only syndrome
 Agenesis vas deferens
2) Etiologi infertilitas pria yang masih dapat diobati :
a) Varikokel
Varikokel merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas pria.
Varikokel jarang dikeluhkan dan biasanya ditemukan secara kebetulan
tanpa keluhan yang jelas. Pada evaluasi kasus infertilitas, 82% varikokel
kiri, 2% varikokel kanan dan 16% bilateral. Meskipun belum dapat
dipastikan sebagai penyebab infertilitas pada pria, tetapi bila pada
infertilitas pria ditemukan adanya varikokel biasanya akan ditemukan
juga hasil analisis semen yang abnormal. Terapi vasoligasi vena
spermatika interna kiri merupakan salah satu pengobatan yang dapat
memperbaiki kualitas dan kuantitas spermatozoa, atau dengan cara
embolisasi.
b) Infeksi kelenjar asesoris
Infeksi kelenjar asesoris yang dapat mempengaruhi kualitas
semen adalah infeksi prostat, vesika seminalis dan epididimis. Kelainan
dapat berupa gangguan proses pencairan semen, volume yang terlalu
sedikit atau banyak dan morfologi dan motilitas yang abnormal.
Terapi berupa pemberian antibiotika, dalam hal ini yang dapat
diberikan adalah golongan amoksisilin, doksisiklin dan erithromisin
yang dapat ditambah dengan roborantia berupa vitamin E, vitamin C dan
vitamin B kompleks.
c) Immunologi
Infeksi kronis alat urogenital dapat menimbulkan tes
immunologi positif pada pemeriksaan semen; yaitu adanya aglutinasi
spontan spermatozoa pada pemeriksaan analisis semen rutin, MAR test,
dan SCMC test. Terapi dapat berupa pemberian kortikosteroid, yang
jika tidak memuaskan dapat dilakukan AIH/IBS dengan treated
spermatozoa; misalnya dengan filtrasi glass wool, separasi dengan
percoll, sephadex atau selofan, atau washing/swim up.
d) Gangguan hubungan seksual
Gangguan hubungan seksual dapat berupa frekuensi tidak
teratur, impotensia, ejakulasi dini, ejakulasi retardata, ejakulasi
retrograd, Epispadia/hipospadia.
e) Endokrinopati
Ketidakseimbangan pengaturan hormonal pada sistem
reproduksi pria akan menyebabkan terjadinya gangguan proses
spermatogenesis dan/atau spermaogenesis. Pengobatan hormonal yang
tepat dapat mengembalikan proses spermatogenesis/ spermiogenesis
yang normal. Untuk itu, selain pemeriksaan fisis andrologis diperlukan
pemeriksaan kadar hormon (FSH, LH, prolaktin dan testosteron) dalam
darah.
Jika ditemukan kadar FSH dan LH yang tinggi dengan kadar
testosteron darah yang subnormal, biasanya pengobatan hormonal tidak
diperlukan karena keadaan ini menunjukkan adanya gagal testis primer,
misalnya Klinefelter syndrome; terapi hormon hanya berupa substitusi
androgen untuk masalah potensi seksnya.
Jika kadar FSH tinggi, tapi kadar LH dan testosteron darah masih
dalam batas normal, keadaan ini biasanya menunjukkan adanya
kekurang-pekaan sel-sel germinativum (isolated germinal cell failure);
jumlah spermatozoa dapat berkisar dari azoospermia- oligozoospermia.
Terapi hormonal tidak ada artinya, hanya dapat dicoba AIH/IBS atau
IVF.
Jika kadar FSH, LH dan Testosteron ketiga-tiganya rendah
disertai volume testis yang abnormal dan konsistensi yang agak kurang
padat, keadaan seperti ini disebut sebagai hipogonadisme atau gagal
testis sekunder. Jika tidak ada hiperprolaktinemia, terapi gonadotropin
(HCB dan HMG) atau testosteron dapat memberikan harapan baik.13

Teknologi Khusus dalam Penanganan Infertilitas

1. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke vagina wanita. Sperma tersebut
diletakkan di follicle ovarian (intrafollicular insemination), uterus (intrauterine
insemination-IUI), cervix (intracervical insemination-ICI), atau tube fallopian
(intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi
alami.2

Dilihat dari asal sperma yang digunakan, inseminasi buatan dapat dibagi dua, yaitu:2
a. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri (sperma suami) atau AIH (artificial
insemination husband).
b. Inseminasi buatan dengan donor sperma (bukan sperma suami) atau AID
(artificial insemination donor).

Dilihat dari tempat peletakkan sperma, inseminasi buatan yang paling sering
digunakan adalah:2
a. ICI (Intracervical Insemination).
Intracervical insemination (ICI) merupakan jenis inseminasi buatan
yang paling sering digunakan terutama pada AID. Prosedur penggunaan ICI
relatif cepat dan tidak menyakitkan. Sperma yang berasal dari donor langsung
dimasukkan ke dalam serviks sehingga memungkinkan sperma berjalan menuju
uterus dan tuba falopii, dimana akan terjadi pembuahan.
b. IUI (Intrauterine Insemination)
Intrauterine insemination (IUI) merupakan jenis inseminasi buatan yang
paling sering digunakan pada AIH. Sperma suami langsung dimasukan ke
dalam tuba falopii, sehingga bila sperma tersebut bertemu dengan ovum,
kemungkinan akan terjadi fertilisasinya sangat tinggi. Prosedur IUI sangat
efektif digunakan oleh pasangan infertil yang tidak mengenal jelas penyebab
dari masalah infertil tersebut, misalnya pada pria yang mengalami defisiensi
sperma atau pada wanita yang mempunyai masalah pada produksi mukus
serviks.2

2. ART ( Assisted Reproductive Technologies)


ART merupakan teknologi reproduksi yang digunakan untuk mendapatkan
kehamilan di luar cara alamiah yang digunakan dalam infertilitas. Macam-macam
ART adalah sebagai berikut:2
a. FIVET (Fertilisasi in vitro embrio transfer) / IVF (In Vitro Fertilization).
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum dari ovarium
dengan cara laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan ke dalam media
biak. Setelah terjadi pembuahan pada masa embrio stadium 2-4 sel, lalu di
transfer ke dalam rahim. Dalam hal ini peranan tuba tidak diperlukan, indikasi
FIVET adalah untuk pasien yang mengalami kerusakan pada saluran telur.
b. GIFT (Gamet intra fallopian transfer).
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum dari ovarium
dengan cara laparoscopy, kemudian bersama spermayang telah diolah (washed
sperm) dimasukkan kedalam tuba pada saat itu juga. Dalam kondisi ini salah satu tuba
pasien harus dalam keadaan normal. Indikasi GIFT ini adalah untuk pasien yang
mengalami endometriosis dan unexplained infertility.
c. ZIFT (Zygote intra fallopian transfer).
Proses fertilisasi dengan cara mengambil ovum dari ovarium dengan cara
laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan kedalam media biak. Setelah
terjadi fertilisasi pada fase zygote, hasilpembuahan ini dimasukkan kedalam
tuba dengan cara laparoscopy. Proses ini hampir sama dengan FIVET, hanya
perbedaannya jika pada FIVET hasil pembuahannya pada masa embrio lalu di
transferkan ke dalam rahim tetapi pada ZIFT hasil pembuahan sebelum di
transferkannya dalam bentuk zygote dan di transferkan ke dalam tuba. Indikasi
ZIFT ini adalah untuk pasien yang mengalami oligozoospermia

Prognosis Infertilitas

Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya perkawinan).
Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan
sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.1
Fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada setiap golongan
umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari enam bulan meningkat
dengan meningkatnya frekuensi senggama.
Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tanpa
pemakaian kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan di Amerika Serikat dengan kesimpulan
bahwa 25% akan hamil dalam 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9
bulan pertama, 80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan pertama. Dengan
demikian, makin lama pasangan kawin tanpa hasil, makin turun prognosis kehamilannya.1
Pengelolaan mutakhir terhadap pasangan infertil dapat membawa kehamilan kepada
lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10-20% pasangan yang belum diketahui
etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa anak, atau memperoleh anak dengan
jalan lain, misalnya dengan inseminasi buatan donor atau mengangkat anak (adopsi).
Jones and Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 3 tahun kurang dapat mengharapkan angka kehamilan sebesar
50% , yang lebih dari 5 tahun, menurun menjadi 30%.1

Kajian Tentang Bayi Tabung Dalam Berbagai Aspek

Definisi

Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) merupakan
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur
dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran
tuba rahim. Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan
oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan ditanamkan ke dalam rahim wanita
yang mengikuti program bayi tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk
beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung merupakan
pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran
tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur
(ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang
akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung
dan setelah terjadi pembuahan yaitu berupa embrio, maka segera diiplementasikan ke rahim
wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.13

Aspek Medis

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang


menyinggung masalah ini. Dalam Undang-Undang No. 23 /1992 tenang Kesehatan, pada
pasal 16 disebutkan, hasil pembuahan sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami atau
istri yang bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel telur itu berasal.
Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya pendonoran embrio. Jika
mengacu pada UU No.23/1992 tentang Kesehatan, upaya pendonoran jelas tidak mungkin.14

Aspek Legal

Jika salah satu benihnya berasal dari donor. Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka
dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel
telur istri akan dibuahi dengan sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi
pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak
sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si suami
tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps.
250 KUHPer.14

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU
No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.14
Aspek Etik (Moral)

Pada kasus yang sedang dibahas ini tampak sekali ketidaksesuaiannya dengan
budaya dan tradisi ketimuran kita. Sebagian agamawan menolak Fertilisasi in vitro pada
manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk intervensi terhadap
“karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur
dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prerogatif Tuhan. Padahal
semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu
melalui hubungan sexsual antara suami-istri yang sah menurut agama.14

Aspek Human Rights

Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang
setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya
tentang hak reproduksi. Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan
donor sperma dari laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan
suami istri tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata,
hukum pidana ,hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang
berlaku di Indonesia.14

Hukum-Hukum Tentang Bayi Tabung

Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung):14

 Jika benihnya berasal dari suami istri


Jika benihnya berasal dari suami istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer
embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri maka anak tersebut baik secara
biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik)dari
pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya.

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka
secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250
KUHPer. Dalam hal ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut
sebagai anak sahnya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA.

 Jika salah satu benihnya berasal dari donor


Jika suami mandul dan istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro
transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur istri akan dibuahi
dengan sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan
diimplantasikan ke dalam rahim istri.

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka
anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar
hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

 Jika semua benihnya dari donor


Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada
perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan
suami istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam
perkawinan yang sah.

Undang-Undang Bayi Tabung

Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam pasal 16 UU No. 23 Tahun
1992 tentang kesehatan yang berbunyi:14

 Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu uami istri mendapat keturunan

 Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:

1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri darimana ovum itu berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
3. Ada sarana kesehatan tertentu
 Ayat 3
Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan PP.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, Bari A dan Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
2. Speroff, Fritz A.M. Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility. 7th Edition.
Baltimore Maryland: Williams and Wilkins; 2005.p.2013-56.
3. Hestiantoro, Andon. Tatalaksana Pemeriksaan Dalam Infertilitas. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran 170/ vol.36; Juli-Agustus 2009.h.41-7.
4. Sheerwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001.
5. Bates; Bickley, Lynn. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC; 2009.
6. Sutedjo AY. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-5.
Yogyakarta: Penerbit Asmara Books; 2009.
7. Manuaba, Gde IB. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
8. Adiyono, W., Praptohardjo U., Moerjon, S. Laparoskopi dan Histeroskopi. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2005.h.231-234.
9. Bansal K. Practical Approach to Infertility Management. New Delhi: Jaypee Brothers;
2004.p.1-37.
10. Hadibroto, B.R. 2005. Histeroskopi. Medan: Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU
RS HAM-RSPM. Pp.1-16
11. Kuswondo, Gunawan. Analisis Semen pada Pasangan Infertil. Thesis. Semarang:
Bagian/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr.
Kariadi; 2002.
12. Sugono. Perbedaan Pengaruh Pemberian Clomiphene Citrate dan Letrozole terhadap
Perkembangan Folikel serta Profil Hormonal pada Wanita dengan Unexplained Infertility.
Thesis. Semarang: Bagian/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro RSUP Dr. Kariadi; 2008.
13. Arsyad KM. Tatacara Penanganan Infertilitas Pria. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran;
1992.h.74.
14. Wetboek B. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Yogyakarta: Pustaka Yustisia; 2007

Anda mungkin juga menyukai