Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS IMMINENS DI RUANG BAITUNNISA 2


RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun Oleh :

MASYKUR KHAIR

309 014 01918

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
PARTUS PREMATURUS IMMINENS

A. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan
prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang
teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta
turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang
dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid
terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20
minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama
menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010),
partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang
dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa
Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman
pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada
usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II
lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang
perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih
dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi
partus prematurus adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun
atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat,
penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan
pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda,
perdarahan antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi
dan eklampsi, ketuban pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

C. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan
mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya gangguan
yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban
pecah, aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan
nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus,
sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan
pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada
waktunya sehingga terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah
satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan
resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada
kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi
tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk
merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

D. Tanda dan Gejala


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang
sering lolos dari kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan
berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali
dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari
1 cm, perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan
serviks.

E. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI
(Wiknjosastro, 2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis
PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan
kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan
diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor
rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH
darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik,
cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan
uterus

F. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus
iminens yang terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan
prematur yang dapat menyebabkan infeksi endometrium sehingga
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi
neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis
neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya
utama yang mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan
respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan intraventrikel dan
kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat
terjadi pada persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang
tengkorak dan immaturitas jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur
dibanding bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada
bayi prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang
dilahirkan sebelum aterm).
G. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap
8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4
mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara
bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini
jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu
ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri
dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin
merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil
daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam
konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS),
mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus
arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu
diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine
yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian
suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang
dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah
ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain
seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko
necrotising enterocolitis.

H. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan
(HKK), penyakit sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari
10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan
atau infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin
terlihat, Membran mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester
ketiga, Riwayat aborsi, persalinan prematur, riwayat biopsi
konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena hidramnion,
makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin
500 sampai 2500 gram)
Tes nitrazin : menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin
terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG)
untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotik
Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status
janin.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis,
kimia, psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas
otot/seluler, tirah baring, kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional,
ancaman yng dirasakan atau aktual pada diri dan janin.
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan
tindakan dan prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan
untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan a. Pain a. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen Level, secara komprehensif termasuk
injuri (fisik, b. pain lokasi, karakteristik, durasi,
biologis, control, frekuensi, kualitas dan faktor
kimia, c. comfort presipitasi
psikologis), level b. Observasi reaksi nonverbal
kontraksi Setelah dilakukan dari ketidaknyamanan
otot dan efek tinfakan keperawatan c. Bantu pasien dan keluarga
obat-obatan. selama …. Pasien tidak untuk mencari dan
mengalami nyeri, dengan menemukan dukungan
kriteria hasil: d. Kontrol lingkungan yang dapat
a. Mampu mempengaruhi nyeri seperti
mengontrol nyeri suhu ruangan, pencahayaan
(tahu penyebab nyeri, dan kebisingan
mampu menggunakan e. Kurangi faktor presipitasi
tehnik nyeri
nonfarmakologi untuk f. Kaji tipe dan sumber nyeri
mengurangi nyeri, untuk menentukan intervensi
mencari bantuan) g. Ajarkan tentang teknik non
b. Melapor farmakologi: napas dala,
kan bahwa nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berkurang dengan hangat/ dingin
menggunakan h. Berikan analgetik untuk
manajemen nyeri mengurangi nyeri: ……...
c. Mampu i. Tingkatkan istirahat
mengenali nyeri j. Berikan informasi tentang
(skala, intensitas, nyeri seperti penyebab nyeri,
frekuensi dan tanda berapa lama nyeri akan
nyeri) berkurang dan antisipasi
d. Menyata ketidaknyamanan dari
kan rasa nyaman prosedur
setelah nyeri k. Monitor vital sign sebelum dan
berkurang sesudah pemberian analgesik
e. Tanda pertama kali
vital dalam rentang
normal
f. Tidak
mengalami gangguan
tidur

2. Intoleransi aktivitas
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas a. Self a. Observasi adanya pembatasan
berhubungan Care : ADLs klien dalam melakukan aktivitas
dengan b. Tolera b. Kaji adanya faktor yang
hipersensitivita nsi aktivitas menyebabkan kelelahan
s otot/seluler, c. Konser c. Monitor nutrisi dan sumber
tirah baring, vasi eneergi energi yang adekuat
kelemahan Setelah dilakukan d. Monitor pasien akan adanya
tindakan keperawatan kelelahan fisik dan emosi secara
selama …. Pasien berlebihan
bertoleransi terhadap e. Monitor respon kardivaskuler
aktivitas dengan terhadap aktivitas (takikardi,
Kriteria Hasil : disritmia, sesak nafas, diaporesis,
a. Berpar pucat, perubahan hemodinamik)
tisipasi dalam f. Monitor pola tidur dan lamanya
aktivitas fisik tanpa tidur/istirahat pasien
disertai peningkatan g. Kolaborasikan dengan Tenaga
tekanan darah, nadi Rehabilitasi Medik dalam
dan RR merencanakan progran terapi
b. Mamp yang tepat.
u melakukan h. Bantu klien untuk
aktivitas sehari hari mengidentifikasi aktivitas yang
(ADLs) secara mampu dilakukan
mandiri i. Monitor respon fisik, emosi,
c. Kesei sosial dan spiritual
mbangan aktivitas
dan istirahat

3. Ansietas
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Ansietas, NOC : NIC:
ketakutan a. Anxiety control Coping Enhancement
berhubungan b. Fear control a. Jelaskan pada pasien tentang
dengan krisis Setelah dilakukan proses penyakit
situasional, tindakan keperawatan b. Jelaskan semua tes dan
ancaman yng selama......takut klien pengobatan pada pasien dan
dirasakan atau teratasi dengan kriteria keluarga
aktual pada diri hasil : c. Sediakan reninforcement positif
dan janin. a. Memiliki ketika pasien melakukan perilaku
informasi untuk untuk mengurangi takut
mengurangi takut d. Sediakan perawatan yang
b. Menggunakan berkesinambungan
tehnik relaksasi e. Kurangi stimulasi lingkungan
c. Mempertahankan yang dapat menyebabkan
hubungan sosial dan misinterprestasi
fungsi peran f. Dorong mengungkapkan secara
d. Mengontrol verbal perasaan, persepsi dan rasa
respon takut takutnya
g. Perkenalkan dengan orang yang
mengalami penyakit yang sama
h. Dorong klien untuk
mempraktekan tehnik relaksasi

4. Kurang pengetahuan
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Kurang NOC: NIC :
pengetahuan a. Kowlw a. Kaji tingkat pengetahuan
mengenai dge : disease process pasien dan keluarga
persalinan b. Kowle b. Jelaskan patofisiologi dari
preterm, dge : health penyakit dan bagaimana hal ini
kebutuhan Behavior berhubungan dengan anatomi dan
tindakan dan Setelah dilakukan fisiologi, dengan cara yang tepat.
prognosis tindakan keperawatan c. Gambarkan tanda dan gejala
berhubungan selama …. pasien yang biasa muncul pada penyakit,
dengan menunjukkan dengan cara yang tepat
kurangnya pengetahuan tentang d. Gambarkan proses penyakit,
keinginan untuk proses penyakit dengan dengan cara yang tepat
mencari informasi, kriteria hasil: e. Identifikasi kemungkinan
tidak mengetahui a. Pasien penyebab, dengan cara yang tepat
sumber-sumber dan keluarga f. Sediakan informasi pada
informasi. menyatakan pasien tentang kondisi, dengan
pemahaman tentang cara yang tepat
penyakit, kondisi, g. Sediakan bagi keluarga
prognosis dan informasi tentang kemajuan
program pengobatan pasien dengan cara yang tepat
b. Pasien h. Diskusikan pilihan terapi atau
dan keluarga mampu penanganan
melaksanakan i. Dukung pasien untuk
prosedur yang mengeksplorasi atau
dijelaskan secara mendapatkan second opinion
benar dengan cara yang tepat atau
c. Pasien diindikasikan
dan keluarga mampu j. Eksplorasi kemungkinan
menjelaskan sumber atau dukungan, dengan
kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC
NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification,
Philadelphia, USA
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info Media
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi
Kesembilan. Jakarta : EGC.
Pathway Partus Prematurus Imminens

Faktor Ibu Faktor Mayor


Faktor Janin & Plasenta Faktor Minor

Kehamilan <37 minggu

Partus Prematurus Imminens

Tindakan Pembedahan
Rangsangan pada uterus Krisis situasional
(SC)

Kontraksi Uterus ↑
Ansietas
Insisi Abdomen

Prostaglandin ↑
Kerusakan Jaringan

Dilatasi Serviks
Resti Infeksi

Nyeri Akut
Kurang Pengetahuan

Kehilangan energi berlebih


Intoleransi Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai