Disusun oleh:
Kelompok 3
Kelas A.15.1
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
inayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini dan
menyelesaikannya pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan Bapak/Ibu Dosen, sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah kebutuhan
biologs dan fisiologis I dengan judul “Pemeriksaan Fisik Eliminasi Urine”.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahamiilmu keperawatan
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Diponegoro. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di
masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penulis
BAB 1
A. Latar belakang
Elimiasi urin merupakan salah satu proses metabolik tubuh yang
berfungsi mengeluarkan zat sisa yang sebelumnya melalui berbagai proses dalam
sistem perkemihan. Eliminasi urin ini sangat tergantung pada fungsi ginjal, ureter,
kandung kemih, dan urethra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk
membentuk urin. Ureter bertugas mentranspor urin dari ginjal ke kandung kemih.
Kandung kemih berguna untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk
berkemih. Kandung kemih normal dapat menampung urin sampai 600 ml. keinginan
untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung kemih terisi urin dalam jumlah
yang lebih kecil (150 – 200 ml) pada orang dewasa (Smeltzer, 2001).
Berbagai organ tubuh selain organ dalam sistem perkemihan juga
mempunyai fungsi atau keterlibatan khusus dalam proses ekskresi urin. Keadaan
fisiologis organ-organ tersebut akan memengaruhi proses urinasi. Gangguan dalam
proses eliminasi urin dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala pada organ tubuh
manusia. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan dan perubahan
dari fisiologis berbagai organ dalam tubuh manusia.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari eliminasi urin?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ eliminasi urin?
3. Apa saja faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urin?
4. Bagaimana karakteristik dan pola eliminasi urin?
5. Apa gangguan eliminasi urin?
6. Bagaimana pemeriksaan fisik sistem perkemihan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari eliminasi urin.
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi organ eliminasi urin.
3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urin.
4. Untuk mengetahui karakteristik dan pola eliminasi urin.
5. Untuk mengetahui gangguan eliminasi urin.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik sistem perkemihan.
D. Manfaat
1. Memperluas pemahaman tentang proses eliminasi urin dan hal – hal yang
berhubungan dengan hal tersebut.
2. Mengetahui prosedur tindakan pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang
buncis,berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi
kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot
punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis
kedua belas sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan terletak
lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya
(Potter & Perry, 2005).
Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam
darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan
cabang aorta abdominalis. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung
bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron.
Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urin.
Nefron terdiri atas glomerulus, kapsul Bowman, tubulus kontortus
proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal, dan duktus pengumpul
(Potter & Perry, 2005).
Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok
pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang
merupakan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal
pembentukan urin. Tidak semua filtrat glomerulus akan dibuang
sebagai urin. Sekitar 90% filtrat diabsorpsi kembali kedalam plasma,
dan 1% sisanya dieksresikan sebagai urin (Potter & Perry, 2005).
b. Ureter
Urine meninggalkan tubulus dan memasuki duktus
pengumpul yang akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah
ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar
pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang
memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang
dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk
memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada
sambungan ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih
umumnya steril (Potter & Perry, 2005).
Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam
kandung kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran
yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih
dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah
refluks urin dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi
(proses berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan
ureterovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih) (Potter &
Perry, 2005).
c. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yamg dapat
berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah
tempat urine dan merupakan organ ekskresi.Apabila kosong kandung
kemih berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis.
(Potter & Perry, 2005).
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin.
Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang
terisi sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi (Potter
& Perry, 2005).
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan
membentang sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang
mengalami distensi maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu
hamil, janin mendorong kandung kemih sehingga menimbulkan
perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini
dapat terjadi baik pada trimester pertama maupun trimester ketiga
(Potter & Perry, 2005).
d. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari
tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang
mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran
mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam
saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk
plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos
yang tebal mengelilingi uretra (Potter & Perry, 2005).
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Panjang
uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk
mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam
uretra dari daerah perineum. Uretra pada pria yang merupakan saluran
perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi,
memiliki panjang 20 cm (Potter & Perry, 2005).
4. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkeinginan berkemih dan jumlah urine yang dihasilkan.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang
baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol uang air
kecil. Namun dengan bertambahnya usia kemampuan untuk mengontrol
buang air kecil semakin meningkat.
7. Kondisi penyakit
Kodisi penyakit tertentu seperti diabetes melitus, ginjal dan lain-
lain dapat memengaruhi produksi urine.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil di
tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan
sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan
dalam kontaksi pengontrolan pengeluara urine.
k. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine.
Misalnya pemberian diuretik hormon dapat menigkatkan jumlah urine sedangkan
pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi
urine.
e) Keasaman
pH urine yang normal umumnya dalam kisaran 4,6-8, dengan rata-
rata yang khas berada di sekitar 6.0. Banyak variasi terjadi karena diet.
Misalnya, diet protein tinggi menyebabkan urin lebih asam, tapi diet
vegetarian umumnya menghasilkan urin lebih basa (baik dalam kisaran
khas 4,6-8).
f) Kepadatan
Kepadatan juga dikenal sebagai “berat jenis”. Ini adalah rasio berat
volume zat dibandingkan dengan berat volume yang sama dari air
suling. Kepadatan berkisar urine yang normal 0,001-0,035.
Komposisi urine:
1. Air (96%)
2. Larutan (4%)
a. Larutan organik
Urea, amonia, kreatin, dan asam urat
b. Larutan anorganik
c. Natrium (sodium), klorida, kalium (pottasium), sulfat, magnesium,
fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling
banyak.
g) B bProses Berkemih
USU CHAPTER II URIN.PDF
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat di atas nilai ambang batas.
2. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidaktidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih (Guyton
& Hall, 1997).
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika
urinaria dapat menimbulkan rangsangan sarat bila urinaria berisi + 250-450 cc (pada
orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak)
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan
rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut
diteruskan melalui medula spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks
serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/rangsangan melalui medula spinalis ke
neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot
sphincter internal.
Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika
waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan reaksasi sphincter eksternal dan
urine lemungkinan dikeluarkan (berkemih).
Jakarta
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat
(contoh, oleh
batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri
yang hebat.
Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk
mengkonstriksi
arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal.
Efek ini
disebut refleks ureterorenal and bersifat penting untuk mencegah aliran cairan
yang berlebihan
ke dalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
i) Refleks Berkemih
Keinginan berkemih disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai
oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih. Sinyal sensorik dari
reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis
melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung
kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini. Ketika
kandugn kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara
spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi,
dan tekanan turun
kembali. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah
sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
JTPTUNIMUS-SOESILOWAT-6105
Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah
bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam satu hari sekitar 5 kali.
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami
gangguan pada eliminasi urine, disebabkan oleh multiple (obstruksi anatomis),
kerusakan motorik sensorik dan infeksi saluran kemih. Hal itu lah yang
mempengaruhi perubahan pola eliminasi (Hidayat, 2006).
Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome.
Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi
Universitas Sumatera Utara 7
konsentrasinya menjadi pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu
seperti multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi
kemerahan sampai kehitaman. Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang
merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan
memengaruhi bau urine (Tarwoto dan Hartonah, 2006). Menurut Hidayat (2006),
pola eliminasi terdiri dari:
a. Frekuensi
Disuria adalah keadaan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria dan
striktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada
penderita diabetes melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit
ginjal kronik.
e. Urinaria Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara
normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/jam secara terus-
menerus.
b. Inkontinensia urin
1. pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai diWC
2. pasien sering mengompol.
c. Diare
1.BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2.Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3.Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yangmenyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
4.feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol danmenahan
BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1.Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2.BAB encer dan jumlahnya banyak
3.Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, traumaspinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1.Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2.Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dankram.
3.Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1. pembengkakan vena pada dinding rectum
2.perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3.merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4.nyeri
g. Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan USG
2.Pemeriksaan foto rontgen
3.Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruhi output
urine atau defekasi. Seperti protein dan sodiummempengaruhi jumlah urine
yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter
internal dan eksternal.Hilangnya tonus ototkandung kemih terjadi pada
masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.Karena
urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak
pernah merenggangdan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih
berat akanmempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkankarena lebih besar metabolisme tubuh.
a. Inspeksi :
1. Pasien tidur terlentang, pemeriksa disebelah kanan
2. Kaji daerah abdomen pada garis mid klavikula kiri dan kanan atau
daerah costavertebral angel (CVA) atau lower edge of rib cage.
Normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak massa dan tidak
ada pulsasi
3. Perhatikan simetris atau tidak apakah tampak ada masa dan pulsasi
bila tampak ada massa dan pulsasi kemungkinan ada polikistik,
hidroneprosis ataupun nefroma
b. Palpasi :
1. Ginjal setinggi dibawah diaghfragma sehingga tersembunyi
dibawah lengkung iga.
2. Untuk ginjal kiri : posisi pemeriksaan berada pada posisi terlentang,
pemeriksa meletakkan tangan kiri dibawah pinggang didaerah CVA
kiri, tangan kanan berada dibawah lengkungan iga kiri pada garis
midklavikula
3. Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam dan mengeluarkan
dengan lengkap
4. Pada saat pasien mengeluarkan napas, angkat bagian CVA kiri
dengan tangan kiri dan tangan kanan melakuka palpasi dalam pada
keadaan normal ginjal tidak terba, apabila ginjal teraba mandasar
dan kenyal, kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis
bila dilakukan penekanan pasien mengeluh sakit, hal ini tanda
mungkinan adanya peradangan
5. Bila ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran dan adanya nyeri
tekan 6. untuk ginjal kanan : tempatkan tangan kiri dibawah
pinggang didaerah CVA kanan berada didaerah lekung iga kanan 7.
lakukan manuver yangsama seperti pada palpasi ginjal kiri
c. Perkusi :
Pasien dalam posisi telungkup atau duduk perkusi dilakukan dari arah
belakang, karena posisi ginjal berada didaerah belakang, letakkan tangan kiri
diatas CVA dan lakukan perkusi diatas tangan kiri dengan menggunakan
kepalan tangan untuk mengevaluasi nyeri tekan ginjal normal tidak
menghasilkan nyeri tekan, bila nyeri tekan diduga ada inflamasi akut
d. Auskultasi :
1. Dengan menggunakan stetoskop kita mendengarkan apakah ada
bunyi desiran (bruits) pada aorta dan arteri renalis.
2. Gunakan sisi bel stetoskop, pemeriksa mandengarkan bunyi desiran
didaerah epigasrtrik, di area ini kita bisa mendengarkan bunyi aorta
normal tidak terdengar bunyi vasculer aorta maupun arteri renallis.
Bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (renal arteri
stenosis) nephrosclerotic
3. Dengarkan pula pada area kuadran kiri dan kanan atas, karena pada
area ini terdapat arteri renalis kiri dan kanan bila terdengar bunyi
desiran, jangan melakukan palpasi, cedera pada suatu aneurisma
dibawah kulit dapat terjadi sebagai akibatnya.
2. Pemeriksaan Ureter
Ureter tidak bisa dilakukan pemeriksaan dari luar, harus menggunakan pemeriksaan
diagnostik lain seperti BNO, IVP, USG, CT renal, Citoscopy. Tetapi keluhan pasien
dapat dijadikan petunjuk adanya masalah pada ureternya, seperti pasien mengeluh
sakit didaerah abdomen yanga menjalar kearah bawah, hal ini disebut kolik dan
biasanya berhubungan dengan adanya distensi ureter atau spasme ureter yang
disebabkan adanya obstruksi karena batu
3. Pemeriksaan Kandung Kemih
a. Inspeksi :
1. Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ
berongga yang mampu membesar untuk mengumpulkan urine dan
mengeluarkan urine yang dibuat oleh ginjal. Normalnya kandung kemih
terletak dibawah simpisis pubis, tetapi setelah membesar organ ini
dapat terlihat distensi pada area supra pubis
2. Di daerah supra pubis apakah tampak adanya distensi
b. Perkusi :
Pasien dalam posisi terlentang, perkusi dilakukan dari arah depan, lakukan
pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah supra pubis bila kandung
kemih penuh akan terdengar bunyi dullens/redup
c. Palpasi :
Lakukan palpasi kandung kemih pada daerah supra pubis pada kondisi normal,
yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap dari kandung kemih,
kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstruksi dibawah dan produksi urin
normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari kandung kemih sehingga akan
terkumpul dalm kandung kemih. Hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih
yang bisa dipalpasi didaerah supra pubis.
4. Pemeriksaan Urethra dan meatus urethra Urethra tidak bisa diperiksa dari luar perlu
pemeriksaan penunjang seperti BNO, Cystoscopy, yang bisa diidentifikasi adalah
urine yang keluar.
Karakteristik Urine
1. Jumlahnya per hari :
- Oliguri - Anuri : 100 ± 400 cc/hari : urine output sampai 100 cc/hari -
Total anuari : urine output sampai 100 cc/ hari - polyuria : urine output lebih dari
1500 cc/hari
2. Dysuria : sakit pada saat mengeluarkan urine
3. Warnanya (merah, kuning)
4. Baunya
5. Pola buanga air kecil yang mengalami perubahan
6. Kemampuan mengontrol Buang Air Kecil (BAK) - urgency - hesitency -
dribling - incontinentia - retensi urine
7. Nocturia : BAK pada malam hari Pemeriksaan meatus urethra peralatan
yang digunakan : sarung tangan inspeksi oada meatus urethra apakah ada
kelainan sekitar labia, untuk warna dan apakah ada kelainan pada orifisium,
pada laki-laki dan juga lihat cairan yang keluar : tiba ± tiba sangat mendesak
ingi BAK : kesulitan pada saat memulai dan mengakhiri BAK : urine keluar
secara menetes : urine keluar dengan sendirinya (tidak bisa dikontrol)
5. Pemeriksaan prostat melalui anus pemeriksaan prostat untuk mengidentifikasi
pembesaran kelenjar prostat bagi pasien laki-laki yang mempunyai keluhan
mengarah kepada hypertropy prostat. Prostat merupakan kelenjar yang berkapsul
beratnya kira-kira 20 gram yang melingkari urethra pria dibawah leher kandung
kemih. Akibat pembesaran kelenjar prostat, berdampak penyumbatan partial atau
sepenuhnya kepada saluran kemih bagian bawah.
Dapus
Wartonah, Tarwoto, ( 2006 ), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan,
Edisi 3, Jakarta : Salemba Medika