Anda di halaman 1dari 48

10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Paradigma Sehat

1. Pengertian Paradigma Sehat

Paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan

yang jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat

untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri

(Anonymous, 2002).

Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama

terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan

memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar

yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera

sehat.

Untuk mewujudkan paradigm baru pembangunan kesehatan

tersebut, pemerintah telah menetapkan visi pembangunan kesehatan

yakni “Indonesia Sehat 2010”. Untuk mewujudkannya dilaksanakan

melalui empat misi pembangunan kesehatan. Pertama, menggerakan

pembangunan berwawasan kesehatan yakni keberhasilan

pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil

kerja keras sector kesehatan. Melainkan dipengaruhi hasil kerja keras

serta kontribusi sektor positif berbagai sektor lainnya. Kedua,

mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Dalam hal

1
2

ini, harus menyadari kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari

setiap individu, masyarakat , pemerintah dan swasta. Ketiga,

memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,

merata dan terjangkau. Keempat, memelihara dan meningkatkan

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya

(Pangkalan, 2002).

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya

pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran,

kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Soejoeti,

2005).

Istilah pembangunan pada dasarnya mempunyai pemgertian

memperbaiki mutu hidup (kesejahteraan) saat kini menjadi lebih baik

dimasa mendatang. Dengan demikian maka melaksanakan

PEMBANGUNAN KESEHATAN mempunyai makna yang meliputi

kegiatan:

1. Mengkaji derajat kesehatan penduduk saat ini, dengan

mengukur indikator keadaan kesehatan saat ini

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan penduduk (Determinant factors of

population health).
2

3. Mencari alternatif solusi dengan meminimalkan pengaruh

faktor determinan derajat kesehatan yang efektif dan

efisien.

4. Menyusun program kegiatan berdasarkan konsep alternatif

solusi yang terpilih.

5. Menilai kembali (Evaluate) derajat kesehatan penduduk

pada akhir program, dengan mengukur indikator keadaan

kesehatan untuk dibandingkan dengan kondisi sebelum

program dijalankan.

3. Program Indonesia Sehat

Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah

meningkatkanya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat

melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang

didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan

kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan

tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2)

penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan

kesehatan nasional (JKN).

Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi

pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya

promotif dan preventif, serta pemberdayaaan masyarakat.

Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi


2

peningkatkan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi system

rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan

continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.

4. Visi dan Misi Indonesia Sehat 2025

a. Visi pembangunan kesehatan

Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi

yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan

sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Dalam Indonesia Sehat 2025,

lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan

adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan

sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang

bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air

minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai,

perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan

yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan

masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara

nilai-nilai budaya bangsa.

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko

terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan

masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi

aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk


2

menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe

community).

Berdasarkan Indonesia Sehat 2025 diharapkan

masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan

kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan

bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk

pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana,

pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat

serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku

hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan

dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan

masyarakat yang setinggi-tingginya.

b. Misi Pembangunan Kesehatan

Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan

Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2025,

ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:

1) Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan

Kesehatan.
2

2) Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata

ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi

sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi

positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk

optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif tersebut,

harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan

sebagai asas pokok program pembangunan nasional.

Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan

rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan terlepasnya

masyarakat dari segala macam gangguan yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.Untuk dapat

terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi

positif terhadap kesehatan seperti dimaksud di atas, maka

seluruh unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan

Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan

nasional berwawasan kesehatan.

3) Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat.

4) Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu,

keluarga dan masyarakat untuk menjaga kesehatan,

memilih, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu, sangat menentukan keberhasilan pembangunan

kesehatan. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat

meliputi:
2

a) penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah

mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk

terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan,

b) organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran

organisasi masyarakat lokal makin berfungsi dalam

pembangunan kesehatan,

c) advokasi; masyarakat memperjuangkan

kepentingannya di bidang kesehatan,

d) kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting

untuk meningkatkan kemitraan dan partisipasi lintas

sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku

kepentingan,

e) sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai seperti

SDM, sistem informasi dan dana.

5) Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang

Bermutu, Merata, dan Terjangkau.

Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna

menjamin tersedianya upaya kesehatan, baik upaya

kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan

yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat.

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pengutamaan

pada upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan

kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara Indonesia,


2

tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif),

dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat

memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula

upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya

kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan

antara pemerintah, dan masyarakat termasuk swasta. Untuk

masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial

telah berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan

perorangan primer akan diserahkan kepada masyarakat dan

swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga. Di

daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya

kesehatan perorangan oleh Puskesmas.

6) Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya

Kesehatan.

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,

sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan

didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia

kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan

alat kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi pula

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin

penting peranannya. Pembiayaan kesehatan yang

bersumber dari masyarakat, swasta, dan pemerintah harus


2

tersedia dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara

adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-

guna. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara

nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas,

bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh

manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Sediaan farmasi, alat

kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat harus

tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu

serta dengan pengawasan yang baik. Upaya dalam

meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan dengan

upaya peningkatan manajemen, pengembangan serta

penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat

kesehatan dan makanan minuman. bebas dari kerawanan

sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana

sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan

pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang

berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan

masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan

memelihara nilai-nilai budaya bangsa.


2

B. Stunting

Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek

dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median

panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks

antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan

pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan

indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak

memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk

mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan

penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada

kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa

individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari

berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan

mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual

akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh

Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan

dengan gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian.

Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan

dinegara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations

InternationalChildren’s Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak

mengalamistunting. Sekitar 40% anak di daerah pedesaan mengalami

pertumbuhanyang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF mendukung


2

sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif

untuk gizi melalui peluncuranGerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up

Nutrition – SUN) di mana program inimencangkup pencegahan stunting.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek dan

sangatpendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang

atau tinggi badan. Stunting juga sering disebut sebagai

RetardasiPertumbuhan Linier (RPL) yang muncul pada dua sampai tiga

tahun awalkehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh

dari asupan energidan zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit

infeksi, karena dalamkeadaan normal, berat badan seseorang akan

berbanding lurus atau linierdengan tinggi badannya.

Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data

ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan

memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah

anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas

2010, secara 2 nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun

di Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20

% pendek.

Ada 178 juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia

dibandingkan dengan pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak

stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh negara berkembang

sebesar 31,2%. Prevalensianak stuntingdibenua Asia sebesar 30,6% dan di

Asia Tenggara sebesar 29,4%. Permasalahan stunting di Indonesia


2

menurut laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF yaitu diperkirakan

sebanyak 7,8 juta anak mengalami stunting, sehingga UNICEF

memposisikan Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah

anak yang mengalami stunting tinggi. Data Riset Kesehatan Dasarpada

tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting secara nasional

adalah 37,2 %, dimana terdiri dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 %

pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak 1,6 % pada tahun

2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %).

Anak dengan status gizi stunting akan mengalami gangguan

pertumbuhan hingga masa remaja sehingga pertumbuhan anak lebih

rendah dibandingkan remaja normal. Remaja yang stunting berisiko

mendapatkan penyakit kronik salah satunya adalah obesitas. Remaja

stunting berisiko obesitas dua kali lebih tinggi dari pada remaja yang

tinggi badannya normal (Riskesdas 2010).

Menurut Walker pemberian zat gizi yang tidak tepat pada

perkembangan janin, saat lahir dan masa bayi dapat memberikan dampak

jangka panjang buruk terhadap kardiovaskulaer dan tekanan darah pada

saat dewasa. Retardasi pertumbuhan postnatal memilik potensi terhadap

berat badan sekarang dengan tekanan darah. Tekanan darah pada memiliki

hubungan negatif terhadap berat lahir.


2

1. Tanda dan Gejala Stunting

1) Asupan Nutrisi Yang Tidak Adekuat


Kualitas makanan yang tidak bergizi sangat mempengaruhi

dan menjadi penyebab dari stunting, praktik pemberian asupan

makanan yang tidak memadai meliputi pemberian makanan yang

jarang, konsistensi makanan yang terlalu ringan, kuantitas pangan

yang tidak mencukupi. Analisis terbaru menunjukkan bahwa

rumah tangga yang menerapkan program diet yang beragam,

termasuk diet yang diperkaya oleh nutrisi yang lengkap akan

meningkatkan asupan nutrisi atau gizi dan dapat mengurangi

stunting.

2) Problem Dalam Pemberian ASI

Tidak memberikan ASI eksklusif dan pengentian dini

konsumsi ASI menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting,

karena ASI merupakan nutrisi utama pada bayi. Disarankan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai

tumbuh kembang yang optimal, setelah 6 bulan baru lah bayi

mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI

dilanjutkan hingga usia 24 bulan. Menyusui yang berkelanjutan

selama 2 tahun dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap

asupan nutrisi yang penting.

3) Berat badan tidak naik, cenderung menurun

4) Terlambatnya perkembangan tubuh

5) Mudah terkena penyakit infeksi


2

6) Kemampuan kognitifnya lemah

2. Cara Pengukuran Balita Stunting (TB/U)

Stunting merupakan suatu indikator kependekan dengan

menggunakan rumus tinggi badan menurut umur (TB/U) Panjang

Badan Menurut Umur (PB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang

sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama,

misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian

makan yang kurang baik dari sejak dilahirkan yang mengakibatkan

stunting. (Achadi LA. 2012) Keuntungan indeks TB/U yaitu

merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi masa

lampau, alat mudah dibawa kemana-mana, jarang orang tua keberatan

diukur anaknya. Kelemahan indeks TB/U yaitu tinggi badan tidak

cepat naik bahkan tidak mungkin turun, dapat terjadi kesalahan yang

mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran. Sumber

kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan

pada alat dan tingkat kesulitan pengukuran. TB/U dapat digunakan

sebagai indeks status gizi populasi karena merupakan estimasi

keadaan yang telah lalu atau status gizi kronik. Seorang yang

tergolong pendek tak sesuai umurnya (PTSU) kemungkinan keadaan

gizi masa lalu tidak baik, seharusnya dalam keadaan normal tinggi

badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pengaruh

kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam


2

waktu yang cukup lama (Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2011).

3. Dampak Stunting Pada Balita

Laporan UNICEF tahun 2010, beberapa fakta terkait stunting

dan pengaruhnya adalah sebagai berikut :

1. Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia

enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia

dua tahun. Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit

jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga

tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah

dibandingkan anak dengan tinggi badan normal. Anak dengan

stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering

absen dari sekolah dibandingkan anak dengan status gizi baik.

Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan dalam

kehidupannya dimasa yang akan datang. Stunting akan sangat

mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar

yang menyebabkan stunting dapat menganggu pertumbuhan dan

perkembangan intelektual. Penyebab dari stunting adalah bayi

berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan

yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan.

Berdasarkan penelitian sebagian besar anak dengan stunting

mengkonsumsi makanan yang berbeda di bawah ketentuan


2

rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga banyak, bertempat

tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.

2. Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat

menganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang

kurang. stunting pada usia lima tahun cenderung menetap

sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini berlanjut pada

masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang

stunting dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan

produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan

BBLR.

3. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih

cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko

lebih besar meninggal saat melahirkan. Akibat lainnya

kekurangan gizi/stunting terhadap perkembangan sangat

merugikan performance anak. Jika kondisi buruk terjadi pada

masa golden period perkembangan otak (0-2 tahun) maka tidak

dapat berkembang dan kondisi ini sulit untuk dapat pulih

kembali. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak

terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 (dua)

tahun. Apabila gangguan tersebut terus berlangsung maka akan

terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point. Penurunan

perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan

manghambat prestasi belajar serta produktifitas menurun sebesar


2

20-30%, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation,

artinya anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik

dalam bidang pendidikan, ekonomi dan lainnya. Generasi

demikian hanya akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah,

karena terbukti keluarga dan pemerintah harus mengeluarkan

biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya mudah sakit

(Supariasa, 2011).

4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting

Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu:

makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas

makanan seorang tergantung pada kandungan zat gizi makanan

tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya

beli keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan.

Keadaan kesehatan juga berhubungan dengan karakteristik ibu

terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya

penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan

(Pramuditya SW, 2010).

Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di

kalangan balita ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat

kekurangan konsumsi makanan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi.

Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga yang tersedia

pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang digunakan

oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel


2

tubuh. Kekurangan zat gizi pada disebabkan karena mendapat

makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan

atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan

kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Irianton A,

2015).

Asupan makan yang tidak adekuat merupakan penyebab

langsung terjadinya stunting pada balita. Kurangnya asupan energi

dan protein menjadi penyebab gagal tumbuh telah banyak diketahui.

Kurangnya beberapa mikronutrien juga berpengaruh terhadap

terjadinya retardasi pertumbuhan linear. Kekurangan mikronutrien

dapat terjadi karena rendahnya asupan bahan makanan sumber

mikronutrien tersebut dalam konsumsi balita sehari-hari serta

disebabkan karena bioavailabilitas yang rendah (Mikhail,et al., 2013)

Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi yaitu :

a. Daya Beli Keluarga

Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat

pendapatan keluarga. Orang miskin biasanya akan

membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan.

Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan

orang orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang

dibutuhkan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai

penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi

(Irianton A, 2015).
2

Pada umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis

makanan cenderung untuk membaik tetapi mutu makanan tidak

selalu membaik (Aditianti, 2010). Anak yang tumbuh dalam suatu

keluarga miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara

seluruh anggota keluarga dan yang paling kecil biasanya paling

terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga

mempengaruhi keadaan gizi (Welassih BD, The Indonesian

Journal of Public Health. 2012;8. 70).

b. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang

ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan makan

keluarga, serta pengasuhaan dan perawatan anak. Bagi keluarga

dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga

dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam

kehidupan sehari- hari (Depkes RI, 2015).

Tingkat pendidikan yang dimiliki wanita bukan hanya

bermanfaat bagi penambahan pengetahuan dan peningkatan

kesempatan kerja yang dimilikinya, tetapi juga merupakan bekal

atau sumbangan dalam upaya memenuhi kebutuhan dirinya serta

mereka yang tergantung padanya. Wanita dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih baik taraf

kesehatannya (Pramudtya SW, 210). Jika pendidikan ibu dan


2

pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk memilih

hingga menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi syarat

gizi seimbang (UNICEF, 2010).

Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko bahwa

pendidikan ibu sangat penting dalam hubungannya dengan

pengetahuan gizi dan pemenuhan gizi keluarga khususnya anak,

karena ibu dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit

menyerap informasi gizi sehingga dapat berisiko mengalami

resiko stunting (Hizni, et al .2010).

c. Pengetahuan Gizi Ibu

Gizi kurang banyak menimpa balita sehingga golongan ini

disebut golongan rawan. Masa peralihan antara saat disapih dan

mengikuti pola makan orang dewasa atau bukan anak, merupakan

masa rawan karena ibu atau pengasuh mengikuti kebiasaan yang

keliru. Penyuluhan gizi dengan bukti-bukti perbaikan gizi pada

dapat memperbaiki sikap ibu yang kurang menguntungkan

pertumbuhan anak (Rahayu A, 2014).

Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di

samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan

sosial dan frekuensi kontak dengan media masa juga

mempengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu penyebab terjadinya

gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau


2

kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam

kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2007).

Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya

bagi perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan

makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan

gizi individu yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah di

suatu daerah akan menentukan tingginya angka kurang gizi secara

nasional (Mulyati, 2009).

Hasil Penelitian Taufiqurrahman (2013) dan Pormes dkk

(2014) yang menyatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang

pemenuhan gizi berpengaruh dengan kejadian stunting.

C. Konsep Dasar Komunitas dan Keperawatan Komunitas

1. Definisi Keperawatan Komunitas

Berbagai definisi dari keperawatan kesehatan komunitas

telah dikeluarkan oleh organisasi-organisasi profesional.

Berdasarkan pernyataan dari American Nurses Association (2004)

yang mendefinisikan keperawatan kesehatan komunitas sebagai

tindakan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dari

populasi dengan mengintegrasikan ketrampilan dan pengetahuan

yang sesuai dengan keperawatan dan kesehatan masyarakat.

Praktik yang dilakukan komprehensif dan umum serta tidak

terbatas pada kelompok tertentu, berkelanjutan dan tidak terbatas

pada perawatan yang bersifat episodik.


2

Definisi keperawatann kesehatan komunitas menurut

American Public Health Association (2004) yaitu sintesis dari

ilmu kesehatan masyarakat dan teori keperawatan profesional yang

bertujuan meningkatkan derajat kesehatan pada keseluruhan

komunitas.

Keperawatan Kesehatan Masyarakat adalah suatu bidang

dalam keperawatan kesehatan yang merupakan perpaduan antara

keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan

peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan pelayanan

promotif, preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan

pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan

terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh, melalui proses

keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara

optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya (Depkes,

2006).

Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) pada

dasarnya adalah pelayanan keperawatan profesional yang

merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan

konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat

dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi. Dalam upaya

pencapaian derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui

peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit


2

(preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention)

dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan

(Depkes, 2006).

2. Tujuan Keperawatan Kesehatan Komunitas

Tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi

masalah keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal.

Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung kepada seluruh

masyarakat dalam rentang sehat–sakit dengan mempertimbangkan

seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi

individu, keluarga, dan kelompok maupun masyarakat.

3. Sasaran Keperawatan Kesehatan Komunitas

Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah seluruh

masyarakat termasuk individu, keluarga, kelompok beresiko tinggi

termasuk kelompok/ masyarakat penduduk di daerah kumuh,

terisolasi, berkonflik, dan daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah

satu kegiatan pokok Puskesmas yang sudah ada sejak konsep

Puskesmas di perkenalkan. Perawatan Kesehatan Masyarakat

sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada

akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (Community Health


2

Nursing). Perubahan istilah public menjadi community, terjadi di

banyak negara karena istilah “public” sering kali di hubungkan

dengan bantuan dana pemerintah (government subsidy atau public

funding), sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat

dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh

masyarakat atau swasta, khususnya pada sasaran individu (UKP),

contohnya perawatan kesehatan individu di rumah (home health

nursing) (Depkes, 2006).

1) Sasaran individu

Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu

hamil risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (TB

Paru, Kusta, Malaria, Demam Berdarah, Diare,

ISPA/Pneumonia) dan penderita penyakit degeneratif.

2) Sasaran Keluarga

Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan

terhadap masalah kesehatan (vulnerable group) atau risiko

tinggi (high risk group), dengan prioritas :

a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan

kesehatan (Puskesmas dan jaringannya) dan belum

mempunyai kartu sehat

b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan

kesehatan mempunyai masalah kesehatan terkait dengan


2

pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan

reproduksi, penyakit menular.

c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah

kesehatan prioritas serta belum memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan

3) Sasaran Kelompok

Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang

rentan terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat

maupun tidak terikat dalam suatu institusi.

a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu

institusi antara lain Posyandu, Kelompok Balita,

Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok

penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.

b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi,

antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia

lanjut, rumah tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan

(lapas).

4) Sasaran Masyarakat

Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau

mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah

kesehatan, diprioritaskan pada :

a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa)

yang mempunyai : 1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi


2

di bandingkan daerah lain, 2) Jumlah penderita penyakit

tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain, 3) Cakupan

pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.

b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria,

diare, demam berdarah, dll)

c. Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana

atau akibat lainnya

d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara

lain daerah terpencil, daerah perbatasan

e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan

transportasi sulit seperti daerah transmigrasi

4. Proses Pelaksanaan Keperawatan Komunitas

Keperawatan komunitas merupakan suatu bidang khusus

keperawatan yang merupakan gabungan dari ilmu keperawatan,

ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu sosial yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu,

keluarga, kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat

maupun yang sakit (mempunyai masalah kesehatan/keperawatan),

secara komprehensif melalui upaya promotif, preventif, kuratif,

rehabilitatif dan resosialitatif dengan melibatkan peran serta aktif

masyarakat secara terorganisir bersama tim kesehatan lainnya

untuk dapat mengenal masalah kesehatan dan keperawatan yang

dihadapi serta memecahkan masalah-masalah yang mereka miliki


2

dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan sesuai

dengan hidup sehat sehingga dapat meningkatkan fungsi kehidupan

dan derajat kesehatan seoptimal mungkin dan dapat diharapkan

dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya (Chayatin, 2009).

Menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kesehatan. Pelayanan

keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep

kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan

pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko

tinggi (Efendi, 2009).

Keperawatan komunitas merupakan Pelaksanaan

keperawatan komunitas dilakukan melalui beberapa fase yang

tercakup dalam proses keperawatan komunitas dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dinamis. Fase-

fase pada proses keperawatan komunitas secara langsung

melibatkan komunitas sebagai klien yang dimulai dengan

pembuatan kontrak/partner ship dan meliputi pengkajian,

diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Efendi, 2009).

5. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas

Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:

a. Proses kelompok (group process)


2

Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit,

tentunya setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain

faktor pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi,

penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya.

Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar

masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering

mereka temukan sebelumnya sangat mempengaruhi upaya

penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika

masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak

akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu,

maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah

kesehatan melalui proses kelompok.

b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku

yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar

proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan

bukan pula seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut

terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau

masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan

menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun

WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik,


2

mental dan sosialnya; sehingga produktif secara ekonomi maupun

secara sosial.

c. Kerjasama (Partnership)

Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam

lingkungan masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan

menjadi ancaman bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena

itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan

asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai

persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi

dengan lebih cepat.

6. Perbedaan Keperawatan Komunitas dari Disiplin Kperawatan

Lain

Keperawatan kesehatan komunitas pada awalnya bekerja di

sektor pemerintahan seperti Departemen Kesehatan, Dinas

Kesehatan dan puskesmas tetapi dalam perkembangannya perawat

komunitas juga bekerja di setting lainnya misal pusat layanan

kesehatan mandiri, organisasi home care maupun organisasi

kemasyarakatan lainnya. Menurut Institute of Medicine (IOM)

tahun 2003 mendefinisikan Keperawatan Kesehatan Komunitas

sebagai layanan keperawatan profesional yang diberikan oleh

perawat yang telah memeperoleh pendidikan keperawatan

komunitas atau disiplin lain yang berkaitan dan bekerja untuk

meningkatkan derajat kesehatan yang berfokus pada masyarakat.


2

Keperawatan kesehatan komunitas dibedakan dari spesialis

keperawatan lainnya berdasarkan delapan prinsip di bawah ini :

1) Klien atau unit keperawatan adalah populasi

Walaupun perawat komunitas memberikan asuhan pada

individu, keluarga dan kelompok tetapi tanggung jawab

dominan tetap pada populasi keseluruhan.

2) Tugas utama adalah meraih yang terbaik bagi sejumlah orang

atau populasi keseluruhan

Perawat kesehatan komunitas mengidentifikasi

kemungkinan menemukan individu yang kebutuhannya tidak

sesuai dengan prioritas kesehatan yang menguntungkan bagi

populasi keseluruhan.

3) Proses yang digunakan oleh perawat komunitas termasuk

bekerja dengan klien sebagai mitra yang sejajar

Tindakan perawat kesehatan komunitas harus

menggambarkan kesadaran dari kebutuhan yang komprehensif dari

kesehatan dalam kemitraan dengan komunitas dan populasi

meliputi perspektif, prioritas dan nilai dari populasii dalam

menginterpretasikan data, kebijakan dan memutuskan program

serta memilih strategi yang sesuai untuk dilakukan.

4) Pencegahan primer adalah prioritas dalam memilih tindakan

yang sesuai
2

Pencegahan primer meliputi promosi strategi kesehatan dan

proteksi kesehatan.

5) Memilih strategi untuk menciptakan lingkungan sehat, kondisi

sosial dan ekonomi pada populasi yang berkembang merupakan

fokus utama

Intervensi keperawatan kesehatan komunitas meliputi

pendidikan, pengembangan masyarakat, perencanaan sosial,

kebijakan pengembangan serta enforcement. Dan intervensi

tersebut akan berkembang ketika kita bekerja dengan komunitas

dan berakibat pada hukum, peraturan, kebijakan dan prioritas dana.

Advokasi pada komunitas untuk menciptakan kondisi sehat

merupakan bagian penting dari praktik keperawatan kesehatan

komunitas.

6) Ada tanggung jawab untuk mencapai keseluruhan populasi yang

memerlukan intervensi spesifik atau pelayanan

Beberapa faktor resiko tidak terdistribusi secara acak,

subpopulasi spesifik kemungkinan lebih dapat dipantau

perkembangan penyakitnya atau kecacatannya atau kemungkinan

sulit untuk mengakses atau menggunakan pelayanan, oleh sebab itu

memerlukan jangkauan yang khusus. Keperawatan kesehatan

komunitas berfokus pada keseluruhan populasi dan tidak hanya

pada mereka yang datang ke pelayanan.


2

7. Penggunaan sumber-sumber kesehatan yang optimal untuk

mendapatkan perbaikan yang terbaik dari populasi merupakan

kunci pokok dari kegiatan praktik.

Perawat kesehatan komunitas harus terlibat dalam

koordinasi dan organisasi tindakan dalam merespon isu-isu yang

berhubungan dengan kesehatan. Perawat komunitas menggunakan

dan memberikan informasi pada pembuat kebijakan berdasarkan

bukti ilmiah yang berhubungan dengan outcome aksi spesifik,

program atau kebijakan, seperti keuntungan biaya atau

efektifitas biaya dari strategi yang potensial. pada pembuat

kebijakan berdasarkan bukti ilmiah yang berhubungan dengan

outcome aksi spesifik, program atau kebijakan, seperti

keuntungan biaya atau efektifitas biaya dari strategi yang potensial.

Perawat kesehatan komunitas harus selalu berkembang untuk

mencari bukti ilmiah ketika diperlukan.

8) Kolaborasi dengan berbagai jenis profesi, organisasi dan

perkumpulan merupakan cara paling efektif untuk mempromosikan

dan melindungi kesehatan orang-orang

Menciptakan kondisi dimana komunitas selalu sehat

kemungkinan sangat kompleks, proses sumber daya yang intensif.

Perawat kesehatan komunitas bekerja sama dengan disiplin ilmu

lain dari berbagai bidang dan profesi dalam upaya meningkatkan

kesehatan populasi. Hal ini meliputi identifikasi perawat kesehatan


2

komunitas akan pentingnya tindakan legislatif dan

keterlibatan kebijakan sosial dan kesehatan di semua tingkat.

Kolaborasi ini kemungkinan terjadi dalam sistem pelayanan

ksehatan dan pemerintah mengadopsi program promotif dan

kebijakan yang perlu direvisi.

D. Model Konseptual Dalam Keperawatan Komunitas

Model adalah sebuah gambaran deskriptif dari sebuah praktik yang

bermutu yang mewakili sesuatu yang nyata atau gambaran yang mendekati

kenyataan dari konsep. Model praktik keperawatan didasarkan pada isi

dari sebuah teori dan konsep praktik (Riehl & Roy, 1980 dalam Sumijatun,

2011).

Menurut Sumijatun (2011) teori Neuman berpijak pada meta

paradigma keperawatan yang terdiri dari yang terdiri dari klien,

lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Asumsi Betty Neuman tentang

empat konsep utama yang terkait dengan keperawatan komunitas adalah:

1. Manusia, merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari

keseimbangan dari harmoni dan merupakan suatu kesatuan dari

variabel yang utuh, yaitu: fisiologi, psikologi, sosiokultural,

perkembangan dan spiritual.

2. Lingkungan, meliputi semua faktor internal dan eksternal atau

pengaruh-pengaruh dari sekitar atau sistem klien.


2

3. Sehat, merupakan kondisi terbebas dari gangguan pemenuhan

kebutuhan. Sehat merupakan keseimbangan yang dinamis sebagai

dampak dari keberhasilan menghindari atau mengatasi stresor.

Sehat menurut Neuman adalah suatu keseimbangan bio, psiko,

cultural dan spiritual pada tiga garis pertahanan klien, yaitu garis

pertahanan fleksibel, normal dan resisten. Sehat dapat diklasifi

kasikan dalam delapan tahapan, yaitu:

1. Normally well, yaitu sehat secara psikologis, medis dan social

2. Pessimistic, yaitu bersikap atau berpandangan tidak mengandung

harapan baik (misalnya khawatir sakit, ragu akan kesehatannya, dan

lain-lain)

3. Socially ill, yaitu secara psikologis dan medis baik, tetapi kurang

mampu secara social, baik ekonomi maupun interaksi social dengan

masyarakat

4. Hypochondriacal, yaitu penyakit bersedih hati dan kesedihan tanpa

alasan

5. Medically ill, yaitu sakit secara medis yang dapat diperiksa dan

diukur

6. Martyr, yaitu orang yang rela menderita atau meninggal dari pada

menyerah karena mempertahankan agama/kepercayaan. Dalam

kesehatan, seseorang yang tidak memperdulikan kesehatannya, dia

tetap berjuang untuk kesehatan/keselamatan orang lain


2

7. Optimistic, yaitu meskipun secara medis dan social sakit, tetapi

mempunyai harapan baik. Keadaan ini sering kali sangat membantu

dalam penyembuhan sakit medisnya

8. Seriously ill, yaitu benar-benar sakit, baik secara psikologis, medis

dan sosial

Keperawatan kesehatan komunitas dengan focus masyarakat maka

proses keperawatannya ditujukan pada aspek komunitas yang luas,

sedangkan jika area asuhan keperawatan ditujukan pada kelompok

makan pengkajian ditujukan khusus pada kelompok tertentu yang

memiliki risiko mengalami masalah kesehatan. Keperawatan komunitas

merupakan bentuk pelayanan atau asuhan langsung yang berfokus

kepada kebutuhan dasar komunitas, yang berkaitan dengan kebiasaan

atau pola perilaku masyarakat yang tidak sehat, ketidak mampuan

masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan (bio, psiko, sosial,

kultural, maupun spiritual).

1. Sejarah Teori Model “Community as Partner “

Berdasarkan pada model pendekatan totallitas individu dari

Neuman (1972) untuk melihat masalah pasien, model komunitas

sebagai klien dikembangkan oleh penulis untuk menggambarkan

batasan keperawatan kesehatan masyarakat sebagai sintesis kesehatan

masyarakat dan keperawatan. Model tersebut telah diganti namanya

menjadi model komunitas sebagai mitra, untuk menekankan filosofi

pelayanan kesehatan primer yang menjadi landasannya.


2

2. Konsep Teori Model “Community as Partner”

Model konseptual adalah sintesis seperangkat konsep dan

pernyataan yang mengintegrasikan konsep – konsep tersebut menjadi

suatu kesatuan. Model keperawatan dapat didefinisikan sebagai

kerangka pikir, sebagai satu cara melihat keperawatan, atau satu

gambaran tentang lingkup keperawatan.

Konsep model yang diperkenalkan oleh Anderson dan Mcfarlane

Model ini merupakan pengembangan dari model Neuman yang

menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan

status kesehatan klien. Komunits sebagai partner berarti bahwa

kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta aktif

meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah

kesehatannya. Model ini sebagai panduan proses keperawatan dalam

pengkajian komunitas; analisa dan diagnosa; perencanaan;

implementasi komunitas yang terdiri dari tiga tingkatan pencegahan;

primer, sekunder, dan tersier, dan program evaluasi (Hitchcock,

Schubert, Thomas, 1999). Fokus pada model ini komunitas sebagai

partner dan penggunaan proses keperawatan sebagai pendekatan.

Neuman memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien dan

lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis. Menurut

Neuman, untuk melindungi klien dari berbagai stressor yang dapat

mengganggu keseimbangan, klien memiliki tiga garis pertahanan,


2

yaitu fleksible line of defense, normal line of defense, dan resistance

defense (lihat gambar 1).

Gambar 1. Community as Partners Model

Agregat klien dalam model community as partners ini meliputi

intrasistem dan ekstrasistim. Intrasistem terkait adalah sekelompok

orang-orang yang memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope &

Lancaster). Agregat ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu

komunikasi, transportasi dan keselamatan, ekonomi, pendidikan,

politik dan pemerintahan, layanan kesehatan dan sosial, lingkungan

fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin,

2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster,

2004; Allender & Spradley, 2005).


2

Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya

sistem satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam

komunitas ada lines of resistance, merupakan mekanisme internal

untuk bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan dalam komunitas

untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan contoh dari line of

resistance.

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada komunitas atau

kelompok adalah (Mubarak, 2010):

1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan

sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga

masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu,

keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada

fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi maupun spiritual dapat

ditentukan.

Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses

tindakan untuk mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif

dan negatif yang berbenturan dengan masalah kesehatan dari

masyarakat hingga sumber daya yang dimiliki komunitas dengan

tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Dalam tahap pengkajian

ini terdapat lima kegiatan, yaitu : pengumpulan data, pengolahan data,

analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan

masyarakat dan prioritas masalah.


2

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi

mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat

ditentukam tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah

tersebut yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan

spiritual serta factor lingkungan yang mempengaruhinya. Kegiatan

pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :

a. Data inti

1) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas

2) Data demografi

3) Vital statistic

4) Status kesehatan komunitas

b. Data lingkungan fisik

1) Pemukiman

2) Sanitasi

3) Fasilitas

4) Batas-batas wilayah

5) Kondisi geografis

c. Pelayanan Kesehatan Dan Sosial

1) Pelayanan kesehatan

2) Fasilitas sosial (pasar, took, swalayan)

d. Ekonomi

1) Jenis pekerjaan
2

2) Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan

3) Jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan

4) Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga, dan lanjut

usia

e. Keamanan dan transportasi

1) Keamanan

2) Transportasi

f. Politik dan pemerintahan

1) System pengorganisasian

2) Struktur organisasi

3) Kelompok organisasi dalam komunitas

4) Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan

g. System komunikasi

1) Sarana umum komunikasi

2) Jenis alat komunikasi dan digunakan dalam komunitas

3) Cara penyebaran informasi

h. Pendidikan

1) Tingkat pendidikan komunitas

2) Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal dan non formal)

3) Jenis bahasa yang digunakan

4) Rekreasi

5) Kebiasaan rekreasi

6) Fasilitas tempat rekreasi


2

3. Jenis Data

Jenis data secara umum dapat diperoleh dari :

a. Data Subyektif

Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang

dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang

diungkapkan secara langsung melalui lisan.

b. Data Obyektif

Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan,

pengamatan dan pengukuran.

4. Sumber Data

a. Data primer

Data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini

mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat dari individu,

keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil

pemeriksaan atau pengkajian.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya,

misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien atau

medical record. (Wahit, 2005).

5. Cara Pengumpulan Data

Wawancara atau anamnesa, pengamatan, pemeriksaan fisik.

6. Pengolahan Data
2

Klasifikasi data atau kategorisasi data, perhitungan prosentase

cakupan dengan menggunakan telly, tabulasi data, interpretasi data

(Anderson and Mc Farlane 1988. Community as Client ).

7. Analisis Data

Tujuan analisis data:

a. Menetapkan kebutuhan komuniti

b. Menetapkan kekuatan

c. Mengidentifikasi pola respon komuniti

d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan

kesehatan

8. Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan

a. Prioritas masalah

Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan

perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria:

1) Perhatian masyarakat

2) Prevalensi kejadian

3) Berat ringannya masalah

4) Kemungkinan masalah untuk diatasi

5) Tersedianya sumber daya masyarakat

6) Aspek politis.

9. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan


2

Setelah dilakukan pengkajian, selanjutnya data tersebut

dianalisis untuk dapat merumuskan diagnose keperawatan. Diagnose

keperawatan terdiri atas tiga bagian, yaitu : gambaran masalah yang

merupakan respon atau kondisi masyarakat, faktor penyebab yang

berhubungan dengan masalah, serta tanda dan gejala yang mendukung

( Anderson & Mc Farlane, 2000 ).

Diagnosis keperawatan komunitas memberikan arah terhadap

tujuan dan intervensi keperawatan. Tujuan diperoleh dari stressor dan

dapat termasuk pengurangan atau penghilangan stressor atau

penguatan resistensi komunitas melalui penguatan garis pertahanan.

Tahap berikutnya setelah merumuskan diagnosis adalah menyusun

perencanaan yang meliputi tujuan yang ingin dicapai dan rencana

tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Penetapan tujuan

dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stressor. Intervensi

dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan dan direncanakan

untuk memperkuat ketiga garis pertahanan. Pencegahan primer

digunakan untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan

sekunder untuk mendukung garis pertahanan normal, dan pencegahan

tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson & Mc

Farlane, 2000 ).

10. Implementasi

Dalam model ini semua implementasi keperawatan dianggap

bersifat preventif.
2

a. Pencegahan primer merupakan intervensi keperawatan yang

bertujuan menguatkan garis pertahanan sehingga stressor tidak

dapat masuk dan menimbulkan reaksi yang mempengaruhi

stressor dengan melakukan perlawanan terhadapnya.

b. Pencegahan sekunder diterapkan setelah stressor memasuki

komunitas. Intervensi mendukung garis pertahanan dan resistensi

untuk meminimalkan derajat reaksi terhadap stressor.

c. Pencegahan tersier dilaksanakan setelah stressor memasuki garis

pertahanan dan muncul derajat reaksi. Terjadi ketidakseimbangan

system, dan pencegahan tersier bertujuan mencegah

ketidakseimbangan tambahan dan meningkatkan keseimbangan.

11. Evaluasi

Umpan balik dari komunitas merupakan dasar untuk

mengevaluasi implementasi perawat kesehatan komunitas, dan

keterlibatan anggota komunitas dalam seluruh langkah proses

keperawatan meyakinkan adanya kesesuaian dengan komunitas.

Sering kali parameter yang digunakan untuk pengkajian juga

digunakan evaluasi.

Evaluasi merupakan suatu pengukuran terhadap keberhasilan

dari asuhan keperawatan yang diberikan melalui pendekatan proses

keperawatan. Menurut Anderson & Mc Farlane ( 2000 ) umpan balik

dari komunitas merupakan evaluasi yang terbesar terhadap intervensi

keperawatan komunitas.
2

3. Aplikasi Teori Model “Community as Partner” Dalam Proses

Keperawatan

Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan

menggunakan model community as partner terdapat dua komponen

utama yaitu, roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan.

Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti

dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian

dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri

dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi.

Menurut Sumijatun (2006) teori Neuman berpijak pada

metaparadigma keperawatan yang terdiri dari yang terdiri dari klien,

lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Asumsi Betty Neuman

tentang empat konsep utama yang terkait dengan keperawatan

komunitas adalah:

a. Manusia, merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari

keseimbangan dari harmoni dan merupakan suatu kesatuan dari

variabel yang utuh, yaitu: fisiologi, psikologi, sosiokultural,

perkembangan dan spiritual.

b. Lingkungan, meliputi semua faktor internal dan eksternal atau

pengaruh-pengaruh dari sekitar atau sistem klien.


2

c. Sehat, merupakan kondisi terbebas dari gangguan pemenuhan

kebutuhan. Sehat merupakan keseimbangan yang dinamis sebagai

dampak dari keberhasilan menghindari atau mengatasi stresor.

Optimum health Incipient ilnes Over ilnes Very serious ilnes

Gambar 2. Sehat Bersifat Dinamis

E. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Masalah Utama di Komunitas

Keperawatan komunitas adalah suatu dalam keperawatan yang

merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat

dengan dukungan peran serta aktif masyarakat yang bertujuan untuk

meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan menekankan

kepada peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan upaya

promotif dan perventif dengan tidak melupakan tindakan kuratif dan

rehabilitatif sehingga diharapkan masyarakat mampu mengenal,

mengambil keputusan dalam memelihara kesehatannya (Mubarak, 2009).

Selain menjadi subjek, masyarakat juga menjadi objek yaitu sebagai

klien yang menjadi sasaran dari keperawatan kesehatan komunitas terdiri

dari individu dan masyarakat. Berdasarkan pada model pendekatan


2

totalitas individu dari Neuman (1972 dalam Anderson, 2006) untuk

melihat masalah pasien, model komunitas sebagai klien dikembangkan

untuk menggambarkan batasan keperawatan kesehatan masyarakat sebagai

sintesis kesehatan masyarakat dan keperawatan. Model tersebut telah

diganti namanya menjadi model komunitas sebagai mitra, untuk

menekankan filosofi pelayanan kesehatan primer yang menjadi

landasannya. Secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut:

a. Tingkat individu

Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu

tersebut mempunyai masalah kesehatan maka perawat akan

memberikan asuhan keperawatan pada individu tersebut. Pelayanan

pada tingkat individu dapat dilaksanakan pada rumah atau puskesmas,

meliputi penderita yang memerlukan pelayanan tindak lanjut yang

tidak mungkin dilakukan asuhan keperawatan di rumah dan perlu

kepuskesmas, penderita resiko tinggi seperti penderita penyakit

demam darah dan diare. Kemudian individu yang memerlukan

pengawasan dan perawatan berkelanjutan seperti ibu hamil, ibu

menyusui, bayi dan balita.

b. Tingkat keluarga

Keperawatan kesehatan komunitas melalui pendekatan keperawatan

keluarga memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga yang

mempunyai masalah kesehatan terutama keluarga dengan resiko tinggi

diantaranya keluarga dengan sosial ekonomi rendah dan keluarga yang


2

anggota keluarganya menderita penyakit menular dan kronis. Hal ini

dikarenakan keluarga merupakan unit utama masyarakat dan lembaga

yang menyakut kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaannya,

keluarga tetap juaga berperan sebagai pengambil keputusan dalam

memelihara kesehatan anggotanya.

c. Tingkat komunitas

Keperawatan kesehatan komunitas di tingkat masyarakat dilakukan

dalam lingkup kecil sampai dengan lingkup yang luas didalam suatu

wilayah kerja puskesmas. Pelayanan ditingkat masyarakat dibatasi

oleh wilayah atau masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu

misalnya kebudayaan, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai