PENERAPAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PADA GEREJA PAROKI ROH KUDUS BABAKAN, BALI
1
Irawan, Bagus, 2Betharina, Celine, 3Wiwanda, Samuel
123
Mahasiswa Program Sarjana, Teknik Sipil dan Perencanaan, Program Studi Arsitektur, Universitas Kristen
Petra, Surabaya
bagusarisanjaya@yahoo.co.id
ABSTRAK
Berkembangnya agama Katolik di sebuah pulau yang mayoritas merupakan agama Hindu merupakan
sebuah tantangan. Namun Pulau Bali merupakan saksi bahwa hal tersebut bukanlah masalah yang berkelanjutan.
Dengan adanya penerapan budaya arsitektur Bali pada bangunan yang dianggap asing oleh masyarakat lokal
merupakan solusi dan kunci dari toleransi antar umat beragama serta memberikan dampak yang sangat besar
terhadap peneyelesaian masalah ini. Salah satu implementasi dari hal tersebut adalah Gereja Katolik Paroki Roh
Kudus, Babakan, Bali.
Penulis melakukan orbservasi langsung di Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Bali dan
membandingkan dengan informasi data asli dari berbagai sumber. Penulis melihat bahwa penerapan budaya
arsitektur Bali merupakan hal yang sangat penting dalam penyelesaian konflik perbedaan budaya. Oleh sebab
itu, penulis meneliti lebih lanjut mengenai penerapan arsitektur Bali dengan harapan bahwa penelitian ini dapat
berguna untuk perkembangan pembangunan khususnya di Pulau Bali yang merupakan pencampuran berbagai
macam budaya, baik domestik maupun internasional.
Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif dimana penulis melakukan observasi
langsung pada objek penelitian kemudian membandingkan langsung dengan informasi data asli yang diperoleh
melalui berbagai sumber.
Penulis memahami penerapan budaya arsitektur Bali pada Gereja Katolik Roh Kudus, Babakan, Bali ini
merupakan pelestarian budaya Bali yang baik dan sangat berguna bagi perkembanganan pembangunan di Pulau
Bali. Dengan demikian, penerapan arsitektur tradisional Bali pada bangunan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus,
Babakan, Bali layak digunakan oleh masyaraat luas untuk mengetahui budaya arsitektur Bali dan penerapannya
untuk pembangunan di masa mendatang.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Secara geografis, Bali merupakan bagian dari daerah Indonesia bagian barat. Pulau Bali yang memiliki
luas 5808,8 km2 terletak diantara 7°54’ dan 8°3’ LS dan 144°25’ dan 115°43’ BT. Di sebelah barat dibatasi oleh
selat Bali, di utara dibatasi oleh Laut Jawa, di sebelah timur dibatasi oleh Selat Lombok dan di sebelah selatan
dibatasi oleh Samudera Indonesia (Ardana.2009.22).
Bali merupakan sebuah pulau yang sangat identik dengan sebutan Pulau Seribu Pura. Ramainya
pengunjung domestik maupun internasional ini menyebabkan terjadinya pertemuan berbagai macam
budaya. Salah satu darinya yaitu pencampuran agama. Masuknya agama Kristen di tengah-tengah
masyarakat Hindu menimbulkan konflik seperti layaknya agama lain. Namun umat Kristen melakukan
berbagai macam cara agar dapat diterima oleh masyarakat. Dari hal tersebut, integrasi sosial pun terbentuk
dan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Bali adalah wujudnya.
Seminar Arsitektur Nasional 2017
“Menggali dan Mengembangkan Potensi Lokal”
Surabaya, 21 April 2017
Universitas Kristen Petra
Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan mengadaptasi berbagai kebudayaan lokal dalam
pembangunannya. Hal ini bertujuan agar agama Kristen tidak lagi asing bagi lingkungan sekitar. Adaptasi
budaya ini dapat dilihat dalam penerapan arsitektur lokal pada Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan ini.
Penulis melihat bahwa penerapan hal tersebut merupakan potensi yang sangat baik untuk dikembangkan
pada bangunan lainnya, khususnya daerah Bali. Dengan latar belakang di atas, penulis ingin mengkaji lebih
dalam terhadap penerapan arsitektur Bali pada bangunan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Bali.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif di mana penulis melakukan
observasi langsung pada objek penelitian kemudian membandingkan langsung dengan informasi data asli
yang diperoleh melalui berbagai sumber.
Waktu yang digunakan untuk melakukan pengamatan tentang Penerapan Arsitektur Tradisional Bali
pada Bangunan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Canggu adalah selama 6 hari terhitung sejak 4
Februari – 10 Februari 2017, bertempat di Banjar Babakan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung,
Provinsi Bali.
Dilihat dari sumbernya maka data yang digunakan adalah 2 sumber data, yaitu:
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pengamatan, wawancara, dan arsip sejarah
Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Bali.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau dari sumber luar subyek
pengamatan yang bersifat melengkapi data primer, misalnya data dari artikel website.
a. Teknik observasi. Teknik ini dipergunakan pada tahap awal pengamatan (orientasi lapangan),
dengan tujuan untuk memperoleh gambaran umum mengenai arsitektur pada bangunan Gereja
Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Bali.
b. Teknik wawancara. Teknik ini dipergunakan sebagai cara utama untuk mengumpulkan data/
informasi, dengan dasar pertimbangan:
1. Pertanyaan yang diajukan mengacu pada rumusan masalah pengamatan.
2. Mendapatkan informasi-informasi tambahan dari berbagai sudut pandang yang rasional.
c. Teknik dokumentasi. Teknik yang digunakan untuk melengkapi data atau informasi yang
dikumpulkan dari observasi dan wawancara.
a. Bagian depan, terdapat candi kurung (Kori Agung) yang terletak pada bagian depan. Kori dalam
bahasa Bali berarti Pintu dan Agung berarti yang paling utama. Kori Agung dimaknai sebagai pintu
utama untuk mencapai keharmonisan hidup. Kori Agung sendiri biasanya terletak di halaman yang
menghubungkan antara Madya mandala ( halaman tengah ) dengan Utamaning Mandala ( halaman
utama ). Namun, pada bangunan Gereja Paroki Roh Kudus sendiri, candi ini menjadi bagian pemisah
antara kawasan jaba / Nista mandala( sisi luar) dengan jero/ Madya mandala ( sisi dalam ). Selain
itu terdapat perbedaan lainnya, yaitu jika pada kori agung pada pura-pura terdapat karang boma
yang merupakan representasi dari perwujudan putra dari Dewa Wisnu, pada Kori Agung gereja ini
sendiri terdapat salib pada bagian puncaknya yang melambangkan agama kristiani.
Seminar Arsitektur Nasional 2017
“Menggali dan Mengembangkan Potensi Lokal”
Surabaya, 21 April 2017
Universitas Kristen Petra
b. Bagian dalam, pada bagian dalam gereja terdapat beberapa tempat, yaitu:
1. Bale Kul-kul, jika Bale kul-kul identik berada pada banjar ataupun pura-pura untuk memanggil
masyarakat untuk berkumpul atau sebagai alat komunikasi tradisional, pada gereja ini Bale kul-
kul digunakan sebagai alat yang dipergunakan untuk umat yang menandakan waktu ibadah
akan dimulai.
2. Bangunan Gereja, penerapan arsitektur Bali pada bangunan utama gereja juga dapat dilihat
secara kasat mata dan terbagi, diantaranya:
1.1. Bagian eksterior, tampak depan gereja terdapat meru. Pada kepercayaan hindu di Bali
meru adalah bangunan atau pelinggih suci tempat mensthanakan/menaruh para Dewa.
Namun, pada bangunan gereja ini meru menunjukan bahwa bangunan utama gereja ini
merupakan tempat suci. Selain itu, terdapat perbedaan lainnya yaitu, terdapat salib dan
lonceng yang digunakan sebagai penanda bahwa kegiatan ibadah sedang berlangsung.
Pada tampak depan gereja ini ornament-ornamen tampak jelas terlihat tak terkecuali juga
pintu masuk utama.
1.2. Bagian Interior, lebih dikenal dengan ruang kudus di mana kegiatan peribadatan terpusat
pada tempat ini. Terdapat ukiran bali dan bentuk berupa gapura pada bagian altar
bangunan gereja ini yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau tabernakel untuk
Sakramen Maha Kudus dan diberikan ukiran dan ornamen-ornamen Bali yang menghiasi
altar, serta terdapat ukiran berbentuk burung merpati yang merepresentasikan Roh Kudus
yang memberi kuasa roh kepada ke dua belas murid Yesus.
1.3. Gua Maria, terletak di bagian sebelah utara gereja. Desain Gua Maria sendiri berbentuk
layaknya sebuah Gua yang difungsikan sebagai tempat berdoa dan ziarah umat katolik.
Seminar Arsitektur Nasional 2017
“Menggali dan Mengembangkan Potensi Lokal”
Surabaya, 21 April 2017
Universitas Kristen Petra
1.4. Gedung Serba Guna (Wantilan), Menurut Oka Granoka,1985, wantilan merupakan
bangunan terbuka ke segala arah yang memiliki atap bertumpang. Sehingga wantilan
berarti bangunan umum terbuka yang berfungsi sebagai tempat pertemuan dipura, desa,
pasar atau bale banjar yang beratap tumpang. Wantilan biasanya diletakkan di Jaba Pura,
Catusphata Puri atau di tengah desa. Namun, uniknya pada Gereja Katolik Paroki Roh
Kudus ini wantilan digunakan pula sebagai kegiatan gereja. Baik itu kegiatan sosial, acara
gereja, Pertemuan, bahkan menjadi tempat yang rutin sebagai tempat pelestarian alat
musik khas Bali. Letak Wantilan ini sendiri berada di sebelah selatan gereja.
3.2. Dampak positif dari penerapan arsitektur tradisional Bali pada bangunan Gereja Katolik Paroki Roh
Kudus, Babakan, Bali
Gereja Katolik Paroki Roh Kudus hadir di tengah-tengah masyarakat mayoritas beragama Hindu. Bahkan
menjadi bagian dari tradisi serta budaya setempat. Dengan gaya bangunan yang mengadopsi/ menerapkan
arsitektur tradisional Bali, gereja bertujuan untuk membuka diri bukan sebagai pemisah di antara masyarakat
sekitar. Mengingat tujuan dari gereja sendiri yaitu mewartakan Firman Tuhan kepada seluruh lapisan
masyarakat. Dengan penerapan arsitektur Bali pada bangunan ini justru membangun animu masyarakat bahwa
gereja bukanlah sebagai pemisah umat satu dengan yang lainnya. Hal itu terbukti pada kegiatan-kegiatan
setempat yang kerap diadakan di area gereja. Seperti wantilan, kegiatan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat setempat berlangsung di sini. Penerapkan arsitektur tradisional Bali pada bangunan gereja menjadi
salah satu ciri khas Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, sehingga tak jarang masyarakat lokal maupun mancanegara
datang untuk kunjungan ziarah.
KESIMPULAN
Dengan demikian, pengamatan mengenai penerapan arsitektur Bali pada Gereja Katolik Roh Kudus,
Babakan, Bali ini merupakan pelestarian budaya Bali yang baik dan sangat berguna bagi perkembanganan
pembangunan di Pulau Bali. Penerapan arsitektur tradisional Bali pada bangunan gereja ini menunjukan bahwa
arsitektur lokal dapat diterapkan pada bangunan-bangunan lain tanpa merubah fungsi sejatinya. Tidak hanya itu
saja, dengan penerapan arsitektur lokal pada bangunan gereja ini mampu menunjukan identitas di mana
bangunan itu berada dan keunikan daerah tersebut. Selain itu, dengan penerapan arsitektur tradisional ini
menjadi salah satu cara untuk lebih dekat dengan masyarakat agar gereja dapat diterima oleh masyarakat sekitar
serta merupakan wujud nyata toleransi antar umat beragama. Penerapan arsitektur tradisional Bali pada Gereja
Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Bali layak digunakan oleh masyarakat luas untuk mengetahui budaya
Seminar Arsitektur Nasional 2017
“Menggali dan Mengembangkan Potensi Lokal”
Surabaya, 21 April 2017
Universitas Kristen Petra
arsitektur Bali. Pembangunan di masa mendatang juga dapat lebih memperhatikan nilai luhur budaya lokal, agar
tidak larut oleh kerasnya arus perkembangan zaman di era modern ini khususnya Pulau Bali.
REFERENSI
Hendrikus, I Wayan. 2015. Buku 75 tahun Gereja Katolik Paroki Roh Kudus, Babakan, Canggu, Bali. Diterbitkan
untuk kalangan terbatas.
Ardana, I Wayan. 2009. Budaya Bali dan Obyek Wisatanya. Surabaya: Paramita.
VISITED WEBSITE:
http://www.kompasiana.com/balibeaux.blogspot.com/candi-bentar-dan-candi-
kurung_5500a6a1a333114e755116aa . Diakses 7 Februari 2017