Anda di halaman 1dari 25

TRANSFORMASI ELEMEN ARSITEKTUR DAN INTERIOR

BALE DANGIN SAKENEM


PADA RUMAH TRADISIONAL BALI
(STUDI KASUS: RUMAH WAYAN SUDARSANA, DESA KUKUH, KEC. KERAMBITAN, KAB.
TABANAN, BALI)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

PENGKAJIAN SENI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
guna mencapai derajat magister dalam bidang seni.
minat utama Pengkajian Desain Interior

ANINDYA DEWI WIRYANTI


1821184412

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2020
TRANSFORMASI ELEMEN ARSITEKTUR DAN INTERIOR
BALE DANGIN SAKENEM PADA RUMAH TRADISIONAL BALI
(STUDI KASUS: RUMAH WAYAN SUDARSANA, DESA KUKUH, KEC. KERAMBITAN,
KAB. TABANAN, BALI)

Anindya Dewi Wiryanti


Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta
anindyadewi30@yahoo.co.id

ABSTRAK

Bale Dangin Sakenem merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat


untuk mempersiapkan dan melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di
Bali. Bangunan ini terletak di arah Timur pekarangan rumah tradisional Bali dengan
saka atau tiang penopang bangunan yang berjumlah enam (sakenem). Dengan
berkembangnya zaman dan teknologi, tidak dipungkiri banyak Bale Dangin Sakenem
yang sudah mengalami transformasi pada arsitektur maupun interiornya, namun tetap
mempertahankan fungsi sakral dari bangunan tersebut. Terdapat Bale Dangin
Sakenem milik salah satu warga Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten
Tabanan, Bali yang merubah fungsi sakral pada Bale Dangin Sakenem miliknya
menjadi fungsi yang hanya mengutamakan kebutuhan privasi yaitu sebagai ruang
tidur, sehingga turut merubah bentuk bangunan tradisionalnya. Hal ini menarik
perhatian peneliti untuk mengkaji transformasi elemen arsitektur dan interior Bale
Dangin Sakenem tersebut. Kajian ini meliputi transformasi pada bentuk arsitektur
interior, sifat transformasi dan faktor-faktor yang mendasari terciptanya perubahan
bentuk pada Bale Dangin Sakenem tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan
studi kasus dan antropologi. Dalam menganalisis rumusan masalah digunakan teori
bentuk rumah vernakular oleh Amos Rapoport dan teori transformasi. Hasil
penelitian yang diperoleh dari observasi dan wawancara adalah banyaknya perubahan
yang dilakukan pada Bale Dangin Sakenem, yang meliputi bentuk, penambahan luas
bangunan, organisasi ruang, material, dekorasi atau ornamen. Perubahan-perubahan
tersebut dilakukan guna mengikuti dan mendukung fungsinya yang saat ini lebih
menekankan tuntutan privasi. Transformasi tersebut termasuk ke dalam transformasi
yang bersifat topologikal (geometri) dan reversal (kebalikan). Terjadinya perubahan
tersebut juga didasari oleh faktor sosial budaya, faktor ekonomi, faktor material,
konstruksi dan teknologi.

Kata kunci: Bale, Dangin, Sakenem, transformasi, vernakular, saka

1
TRANSFORMATION OF ARCHITECTURAL AND INTERIOR ELEMENTS
ON BALE DANGIN SAKENEM IN A TRADITIONAL BALINESE HOUSE

(CASE STUDY: WAYAN SUDARSANA HOUSE, DESA KUKUH, KEC. KERAMBITAN, KAB.
TABANAN, BALI)

ABSTRACT

Bale Dangin Sakenem is a building that serves as a place to prepare and hold
religious ceremonies for Hindus in Bali. This building is located in the east of the
traditional Balinese house yard with six saka or pillars (sakenem). With the
progression of time and technology, there is no doubt that many Bale Dangin
Sakenem have undergone a transformation in the architecture and interior, but still
maintain the sacred function of the building. There is Bale Dangin Sakenem owned
by a resident of Kukuh Village, Kerambitan District, Tabanan Regency, Bali, which
changed the sacred function of his Bale Dangin Sakenem into a function that only
prioritizes privacy needs, namely as a sleeping space, so that it also changes the
shape of traditional buildings. This attracts the attention of researchers to examine
the transformation of architectural and interior elements of the Bale Dangin
Sakenem. This study covers the transformation in the form of interior architecture,
the nature of the transformation and the factors that underlie the creation of the
shape changes in the Bale Dangin Sakenem.
This research uses descriptive qualitative method with a case study approach
and antropology. In analyzing the formulation of the problem the vernacular house
form theory is used by Amos Rapoport and the theory of transformation. The research
results obtained from observations and interviews are the many changes made to
Bale Dangin Sakenem, which includes the form, the addition of building area, the
organization of space, materials, decorations or ornaments. These changes were
made in order to follow and support its function which currently emphasizes privacy
demands. The transformation is included in the transformation that is topological
(geometry) and reversal (reverse). The change is also based on socio-cultural
factors, economic factors, material, construction and technology factors.

Keywords: Bale, Dangin, Sakenem, transformation, vernacular, saka

PENDAHULUAN
Permasalahan mengenai pertambahan jumlah penduduk terjadi di Provinsi
Bali yang juga merupakan salah satu provinsi strategis yang memiliki pembangunan
sosial, ekonomi, politik dan budaya, serta fasilitas kehidupan yang memadai
(Bappenas, 2015). Oleh karena itu, masyarakat dari luar Pulau Bali cenderung
memilih untuk menetap di Pulau Bali sehingga berdampak pada kepadatan penduduk.
Fenomena kepadatan penduduk tersebut menyebabkan lahan hijau semakin menipis
sehingga mengakibatkan peningkatan harga lahan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat
berdampak pada perubahan fungsi dan bentuk bangunan rumah tinggal tradisional
Bali.

2
Bangunan-bangunan pada rumah tradisional Bali berfungsi sebagai tempat
atau ruang yang mewadahi kegiatan dalam melaksanakan ritual keagamaan sehari-
hari, maupun mewadahi aktivitas sehari-hari diluar ritual keagamaan. Bangunan-
bangunan tersebut terdiri dari Angkul-Angkul, Pamerajan, Bale Daja, Bale Dangin,
Bale Sakepat, Paon dan Lumbung (Parwata, 2011). Namun, menipisnya lahan hijau
serta meningkatnya harga lahan di Bali, mengakibatkan salah satu warga di Desa
Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali melakukan transformasi
terhadap bangunan Bale Dangin Sakenem pada rumah tinggal tradisional Bali
miliknya.
Dalam bahasa Bali, Dangin merupakan sebutan untuk arah Timur, sehingga
bangunan ini berorientasi di arah Timur pekarangan rumah tradisional Bali dan
diklasifikasikan ke dalam bagian bangunan yang memiliki nilai penting di dalam
rumah tradisional Bali. Oleh masyarakat Hindu di Bali, keberadaan Bale Dangin
sangat diperlukan sebagai tempat berlangsungnya berbagai kegiatan keagamaan
(Rikyana, 2016).

Gambar 1. Bale Dangin Sakenem


Sumber: Rikyana ( 2017)

RUMUSAN MASALAH
1. Perubahan apa saja yang telah dilakukan pada Bale Dangin Sakenem milik Bapak
Wayan Sudarsana di Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan,
Bali?
2. Faktor-faktor apa yang mendasari terjadinya transformasi pada Bale Dangin
Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana di Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan, Bali?

TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum, literatur yang membahas khusus mengenai transformasi
bangunan sakral terutama Bale Dangin pada rumah tradisional Bali minim
jumlahnya. Namun, penelitian mengenai transformasi elemen arsitektur dan interior
Bale Dangin Sakenem pada rumah tradisional Bali ini memiliki beberapa persamaan

3
dan perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, baik
dari segi penelitian, metode, teori, tujuan maupun hasilnya. Berikut tinjauan pustaka
yang digunakan beserta penjelasannya:
1. Emmi, Ni Made., Dwijendra, Ngakan., Runawan, Putu. (2018).
Transformation of Bale Daja Architecture in Housing of Sading Village,
Badung, Bali, Indonesia. International Journal of Current Advanced Research.
Penelitian ini menganalisis fenomena transformasi arsitektur Bale Daja dengan
cara membandingkannya dengan Bale Daja yang masih menerapkan konsep
tradisional Bali dengan tujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi. Jurnal ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab
dalam bertransformasinya Bale Daja. Jurnal ini menjadi acuan dalam penjabaran
hasil analisa data yang dijabarkan terstruktur mulai dari bahasan mengenai elemen
arsitektur dan interior pada bangunan Bale Dangin Sakenem yang sudah
bertransformasi, kemudian faktor-faktor yang mendasari terjadinya perubahan
tersebut.

2. Kotahrkar, Rajashree. (2012). A Comparative Study of Transformations in


Traditional House Form: The Case of Nagpur Region, India. ISVS e-journal,
2(2), 17-33.
Jurnal ini meneliti bentuk rumah dan pengaturan dari tiga hierarki pemukiman di
wilayah Nagpur, India dengan menganalisis masing-masing perbedaan bentuk
pada tiga rumah tersebut dan membandingkannya satu sama lain dengan tujuan
untuk memberikan gambaran mengenai pengaruh modernisasi dan proses
perubahannya. Penelitian tersebut menggunakan metode studi banding dalam
memahami transformasi bentuk rumah pada pedesaan, semi perkotaan dan
perkotaan. Penelitian tersebut menjadi referensi dalam menganalisa data dengan
menjabarkan masing-masing perubahan dan mencari perubahannya dengan
melakukan studi banding pada bangunan Bale Dangin Sakenem yang masih
menerapkan konsep tradisional.

3. Diasana, Putra. (2017). A Methodology to Evaluate The Transformation of


Traditional Balinese Houses as A Consequence of Tourism. International
Journal of Architectural Research , 11(1), 83-100.
Jurnal ini meneliti tentang pengembangan metodologi inklusif untuk
mengontekstualisasikan kompleksitas dampak pariwisata pada transformasi fisik
rumah tradisional Bali. Analisa data dilakukan dengan mendata rumah tradisional
Bali yang ideal di empat desa berbeda, lalu mendata bangunan-bangunan baru
untuk kepentingan pariwisata yang dibangun di dalam rumah tradisional Bali.
Kemudian penjabaran hasil pengamatan mengenai detail transformasi diurutkan
berdasarkan pembagian spasial rumah tradisional Bali yang terdiri dari kaki, tubuh
dan kepala, lalu setiap indikator dari hasil tersebut dicatat dalam tabel atau
matriks. Cara menganalisis dalam penelitian ini menjadi referensi dalam
menganalisis data, yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan terstruktur mulai
dari bagian kaki, badan dan kepala bangunan yang kemudian hasil data yang

4
diperoleh tersebut dikonversikan ke dalam tabel matriks untuk memudahkan
dalam menemukan jawaban penelitian.

4. Parwata, I Wayan., Wisnumurti, Oka., Mustika, Meidayanti. (2017).


Anthropometry and Ergonomic of Bale Sakenem (Case Study: Central
Singapadu Village, Gianyar). Journal of Sustainable Development, 10(6).
Jurnal ini meneliti tentang evolusi pengukuran antropometri dan ergonomi
bangunan Bale Dangin Sakenem di Desa Singapadu yang sesuai dengan
antropometri dari pemilik rumah sendiri. Metode penelitian dilakukan dengan
teknik sampling dimana penghuni rumah atau pengguna ruang menjadi sampel
dalam penelitian tersebut, sehingga peneliti dapat menilai kenyamanan bangunan
Bale Dangin Sakenem yang diukur sesuai dengan antropometri penggunanya.
Kemudian hasil penelitian data dijabarkan berurutan mulai dari ‘kepala’ atau atap
bangunan, ‘badan’ atau tiang penopang, hingga Bebaturan atau kaki bangunan.
Penelitian ini dapat membantu dalam mempertajam pemahaman mengenai kriteria
antropometri dan ergonomi arsitektur Bale Dangin Sakenem, sehingga dapat
menjadi acuan dalam menganalisa detail bagian-bagian beserta ukuran-ukuran
bangunan Bale Dangin Sakenem yang masih menerapkan konsep tradisional dan
Bale Dangin Sakenem yang sudah bertransformasi.

5. Rikyana, I Gede., Suardana, I Ketut., Suardana, Nyoman. (2016). Keunikan


Bangunan Bale Sakenem (Wong Kilas) Di Batuan. Jurnal Anala, 1(15).
Jurnal ini meneliti tentang tata letak, bentuk, material, ukuran-ukuran bangunan
Bale Dangin Sakenem menurut aturan arsitektur tradisional Bali, sehingga jurnal
ini menjadi acuan dalam pembahasan mengenai aturan-aturan yang seharusnya
diterapkan pada Bale Dangin Sakenem yang menjadi objek penelitian penulis dan
menjadi acuan dalam membantu penulis untuk menemukan perubahan-perubahan
yang terjadi pada Bale Dangin yang sudah mengalami perubahan fungsi dan
wujud saat ini.

6. Dwijendra, Acwin. (2010). Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan


Asta Kosala Kosali. Denpasar: Udayana University Press.
Buku ini membahas setiap bagian bangunan yang terdapat di dalam pekarangan
rumah tradisional Bali dan membahas detail mengenai konsep, nilai filosofi, cara
memilih lahan hunian, proses pemilihan material, struktur bangunan dan ragam
hias setiap bagian bangunan di dalam rumah tradisional Bali termasuk bangunan
Bale Dangin Sakenem. Buku ini juga menjadi acuan penulis dalam mengetahui
konsep Bale Dangin Sakenem yang masih mewadahi fungsinya sebagai zona/area
untuk mempersiapkan upacara agama dan elemen arsitektur dan interior yang
masih menerapkan konsep tradisional Bali. Buku ini turut serta menjadi bahan
perbandingan untuk mencari perbedaan apa saja yang terlihat dari Bale Dangin
Sakenem yang masih menerapkan konsep tradisional Bali dengan Bale Dangin
Sakenem yang saat ini sudah bertransformasi, sehingga nantinya dapat membantu
penulis dalam menentukan kesimpulan dan memperkuat argumen.

5
LANDASAN TEORI
Dalam sebuah penelitian perlu didasari oleh landasan teori karena landasan teori akan
menjadi kerangka dasar dalam sebuah penelitian. Landasan teori yang akan
digunakan diharapkan mampu menjadi sebuah pondasi dalam seluruh pembahasan,
sehingga dalam penelitian ini menggunakan dua jenis teori yang akan dijabarkan
sebagai berikut:
1. Teori Bentuk Rumah Vernakular
Amos Rapoport dalam buku yang berjudul House, Form and Culture
(1969) menyatakan bahwa terciptanya suatu bentuk atau model bangunan
vernakular disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor primer dan sekunder.
Faktor primer meliputi faktor sosial budaya, sedangkan faktor sekunder mencakup
faktor iklim, faktor bahan atau material, konstruksi dan teknologi, faktor lahan,
faktor pertahanan, faktor ekonomi, serta faktor kepercayaan. Teori ini digunakan
dalam menganalisis bentuk arsitektur interior Bale Dangin Sakenem dan
mengetahui faktor-faktor yang mendasari terjadinya transformasi pada bangunan
Bale Dangin Sakenem.

2. Teori Transformasi
Laseau (1980) mengungkapkan jika transformasi bangunan memiliki sifat
yang berbeda-beda dan terbagi menjadi empat jenis kategori, yaitu transformasi
bersifat Topologikal/Geometri (bentuk geometri yang berubah dengan komponen
pembentuk dan fungsi ruang yang sama), transformasi bersifat
Gramatika/Ornamental (dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan,
menjungkirbalikan, melipat), transformasi bersifat Reversal/Kebalikan
(pembalikan citra pada figur objek yang akan ditransformasi dimana citra objek
diubah menjadi citra sebaliknya) dan transformasi bersifat Distortion/Merancukan
(kebebasan perancang dalam beraktivitas). Teori transformasi ini nantinya
digunakan sebagai pisau bedah untuk mengidentifikasi sifat transformasi pada
Bale Dangin Sakenem tersebut.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif dengan metode
atau pendekatan studi kasus (case study). Penelitian ini juga menggunakan
pendekatan antropologi, dimana dapat memberikan tafsiran dalam membaca
perubahan tata ruang dari suatu karya arsitektur. Dalam penelitian mengenai
arsitektur interior Bale Dangin Sakenem termasuk ke dalam antropologi sebagai
sistem artefak, karena wujud kebudayaan sebagai sistem artefak ini dapat dilihat dan
diraba secara langsung oleh panca indera, dimana bangunan Bale Dangin Sakenem
tersebut merupakan perwujudan dari ide dan aktivitas individu sebagai hasil dari
kebudayaan masyarakat yang dibangun sedemikian rupa dengan kaedah-kaedah
arsitektur tradisional Bali yang berlaku guna untuk mendukung fungsinya tersebut.
Terdapat dua jenis sumber data dalam penelitian ini, yaitu data primer yang
bersumber dari data obyek penelitian dan narasumber yang diperoleh secara langsung
oleh peneliti sendiri dengan beberapa cara yaitu melalui observasi dan wawancara,
serta data sekunder yang merupakan data yang diperoleh melalui penelitian yang

6
sebelumnya sudah dilakukan oleh peneliti lain yang diperoleh dari jurnal, tesis,
disertasi, artikel dan buku, sehingga menjadi referensi dalam penelitian ini.
Dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan berbagai
teknik, yaitu studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Studi Pustaka, dilakukan dengan menelaah berbagai literatur seperti buku, jurnal,
tesis, disertasi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis dan berguna untuk
mendapatkan landasan teori mengenai transformasi arsitektur dan interior Bale
Dangin Sakenem milik warga Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten
Tabanan, Bali.
2. Observasi, dilakukan dengan pengamatan langsung pada arsitektur dan interior
Bale Dangin Sakenem dengan mencatat dan melakukan dokumentasi berupa foto
seluruh bentuk arsitektur dan interior (dimensi, organisasi ruang, material dan
ornamen) Bale Dangin Sakenem yang saat ini sudah mengalami transformasi
menjadi ruang tidur yang kemudian disajikan dalam bentuk foto/gambar dan
catatan pengamatan. Dari hasil observasi mengenai pengamatan langsung pada
bangunan tersebut, serta masalah-masalah yang penulis tangkap di lokasi
penelitian kemudian diolah menjadi pertanyaan wawancara.
3. Wawancara, dilakukan dengan teknik wawancara semi terstruktur dengan tujuan
mendapatkan hal-hal atau jawaban tidak terduga dari narasumber, sehingga penulis
mendapatkan fakta-fakta menarik lain diluar pertanyaan wawancara. Narasumber
utama ditentukan berdasarkan civitas yang berperan sebagai penentu keputusan
transformasi itu terjadi dan mempunyai potensi pengetahuan yang mendalam
mengenai bentuk arsitektur dan interior Bale Dangin Sakenem sebelum mengalami
transformasi, yaitu Bapak Wayan Sudarsana (67 tahun). Penentuan narasumber
kedua dan ketiga yaitu civitas atau anggota keluarga lain yang tinggal di rumah
tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan data yang valid mengenai bentuk
arsitektur dan interior Bale Dangin Sakenem tersebut sebelum mengalami
transformasi, serta mengetahui proses transformasi pada Bale Dangin Sakenem
tersebut, yaitu Ibu Nyoman Riwen (65 tahun) selaku istri dari narasumber utama
dan Ibu Made Werti (45 tahun) selaku menantu dari narasumber utama.
Wawancara dilakukan pada bulan Februari 2020 di kediaman Bapak Wayan
Sudarsana pada pukul 15.45 – 16.12 WITA. Pertanyaan wawancara terdiri dari
bentuk dan fungsi awal bangunan sebelum mengalami transformasi, alasan
dilakukannya transformasi dan kesulitan yang dialami setelah transformasi itu
terjadi.
4. Dokumentasi, dilakukan dengan mendokumentasikan objek penelitian melalui
foto-foto bangunan Bale Dangin Sakenem yang sudah bertransformasi saat ini.
Dokumentasi terakhir adalah alat perekam berupa telepon genggam yang
digunakan saat proses wawancara.

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analysis


Interactive Model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984) yang terdiri
dari beberapa proses, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi data.

7
1. Tahap Reduksi Data
Dalam tahap reduksi data, hasil observasi di lapangan diformat menjadi tabel hasil
observasi dan dilakukan transkripsi hasil rekaman wawancara. Hasil dari
transkripsi yang dinilai penting akan diberikan kode berupa sejumlah kata pada
masing-masing jawaban narasumber agar memudahkan penulis dalam
menganalisis makna dari setiap jawaban narasumber yang memiliki nilai yang
sama. Coding tersebut terdiri dari “bentuk, fungsi dan faktor”.
Dalam memperlihatkan hubungan antara kategori data menurut hasil observasi
lapangan dan hasil transkripsi yang sudah diberi coding, kemudian dimasukkan
kedalam matriks kerja berbentuk tabel ringkasan seperti pada jurnal yang berjudul
A Methodology to Evaluate The Transformation of Traditional Balinese House A
Consequence of Tourism, dimana jurnal tersebut menjabarkan hasil catatan
pengamatan dengan terstruktur mulai dari bagian kaki, badan dan kepala bangunan
yang kemudian hasil data yang diperoleh tersebut dikonversikan ke dalam tabel
matriks untuk memudahkan dalam menemukan jawaban penelitian.

2. Tahap Penyajian Data


Dalam tahap ini, data yang diperoleh dari hasil reduksi data kemudian disusun
secara relevan dengan sajian pembahasan pertama yang menyajikan tinjauan
umum Bale Dangin Sakenem sebelum mengalami transformasi dan Bale Dangin
Sakenem yang sudah mengalami transformasi yang kemudian disusun secara
relevan dengan menguraikan bentuk arsitektur dan interior, organisasi ruang,
material dan dekorasi atau ornamen. Pembahasan kedua menyajikan kategori sifat
transformasi yang terjadi pada Bale Dangin Sakenem dan penyajian terakhir
adalah pembahasan mengenai faktor-faktor yang mendasari terjadinya perubahan
pada Bale Dangin Sakenem tersebut.

3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi


Kesimpulan dilakukan selama proses pengumpulan data berlangsung dan
dilakukan kembali pada tahap akhir analisis data. Kesimpulan awal mengenai
transformasi Bale Dangin Sakenem ini dapat bersifat tentatif, namun dengan
proses verifikasi yang akan dilakukan pada saat berlangsung hingga sesudah
penelitian, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang kredibel.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Bangunan Bale Dangin Sakenem yang menjadi objek penelitian berada di
rumah tradisional Bali milik Bapak Wayan Sudarsana warga Desa Kukuh, Kecamatan
Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali. Bangunan yang berada di sebelah Timur
pekarangan rumah dan berukuran 300x400 cm ini sebelumnya sudah digunakan
secara turun temurun yaitu sebagai bangunan yang mewadahi kegiatan upacara
keagamaan seperti weton, ngaben dan potong gigi. Namun, pada tahun 2010 dengan
bertambahnya anggota keluarga serta kurangnya lahan untuk membuat bangunan
baru, pemilik rumah memutuskan untuk merubah fungsi bangunan menjadi ruang
tidur dan tidak mewadahi fungsi lainnya, sehingga dengan adanya perubahan fungsi
tersebut turut merubah bentuk awal bangunannya.

8
Gambar 2. Interior Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami Pergeseran Fungsi Menjadi Ruang Tidur
Sumber: Wiryanti (2020)

Bukti berupa data gambar atau foto mengenai bentuk arsitektur dan interior
Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana sebelum mengalami
transformasi cukup sulit untuk didapatkan, sehingga penulis menggali informasi
melalui wawancara dengan seluruh penghuni rumah agar mendapatkan gambaran
secara garis besar terkait bentuk arsitektur dan interior Bale Dangin Sakenem sebelum
mengalami transformasi.

Gambar 3. Ilustrasi Perspektif Bale Dangin Sakenem Sebelum Mengalami Transformasi


Sumber: Wiryanti (2020)

Dalam arsitektur tradisional Bali, struktur bangunan Bale Dangin Sakenem


menggunakan konsep Tri Loka dan dibagi secara vertikal yang mencakup bebaturan
(kaki), tiang dan dinding (badan), atap (kepala). Perwujudan bangunan Bale Dangin
Sakenem ini menggunakan skala ukuran sesuai dengan Asta Kosala Kosali, dimana
dalam Asta Kosala Kosali ukuran-ukuran atau dimensi yang digunakan dalam
pembangunan berdasar pada ukuran atau dimensi dari anggota tubuh pemilik rumah

9
yang akan menempati rumah tersebut, seperti musti (dimensi untuk ukuran tangan
mengepal dengan ibu jari yang menghadap ke atas), hasta (ukuran sejengkal jarak
tangan manusia dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang
terbuka), depa (ukuran yang digunakan antara dua bentang tangan yang direntangkan
dari kiri ke kanan). Hal tersebut bertujuan agar penghuni rumah dengan bangunannya
secara psikologis menjadi satu dan akrab, kesesuaian rasa ruang, serta menghindari
ketakutan pada skala ruang yang terlalu besar.

Gambar 4. Tampak Atas dan Potongan Bale Dangin Sakenem Sebelum Mengalami Transformasi
Sumber: Wiryanti (2020)

Sebelum mengalami transformasi, pada bagian bawah atau kaki bangunan


tradisional Bali yang disebut dengan bebaturan yang meliputi lantai dan undag atau
tangga sebagai lintasan atau jalan naik dan turun dari lantai ke halaman menggunakan
ukuran dengan satuan sedeme atau jika dalam satuan centimeter 1 sedeme berkisar 10
cm dan tinggi bebaturan secara keseluruhan mencapai 8 sedeme atau berkisar 80 cm.
Pada bagian badan (saka dan dinding) diukur dengan menggunakan satuan Rai (4
ruas jari) atau jika dalam satuan centimeter berkisar 10 cm dan Guli Madu yang
dalam satuan centimeter berkisar 4,4 cm. Tinggi keseluruhan saka Bale Dangin
Sakenem berkisar 215 cm. Terdapat empat tiang yang menopang bale-bale atau
tempat tidur kayu pada Bale Dangin Sakenem. Bale-bale dipasang dengan jarak
kurang lebih 3 Rai atau 30 cm dari jongkok asu. Sehingga, tinggi bale-bale berkisar
80 cm dari permukaan lantai. Ukuran bale-bale Bale Dangin Sakenem milik Bapak
Wayan Sudarsana sebelum mengalami transformasi memiliki ukuran panjang
berkisar 200 cm dan lebar 120 cm dengan ketebalan kayu 0,5 Rai atau kurang lebih 5
cm. Pada bagian kepala atau atap Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan

10
Sudarsana sebelum mengalami transformasi memiliki bentuk kampiah atau limasan
dengan ukuran tinggi atap 230 cm dengan panjang 500 cm dan lebar 400 cm. Tebal
alang-alang yang menutupi rangka atap berkisar 50 cm.
Organisasi ruang pada Bale Dangin Sakenem sebelum mengalami
transformasi termasuk ke dalam klasifikasi organisasi terpusat (central), karena Bale
Dangin Sakenem merupakan ruang atau bangunan dengan hierarki yang tinggi dan
dianggap utama, serta aktivitas yang dilakukan mengacu hanya pada satu ruang di
Bale Dangin Sakenem tersebut. Bale Dangin Sakenem termasuk ke dalam zona semi
publik, dimana orang lain selain penghuni rumah atau warga memiliki akses keluar
masuk ke area Bale Dangin Sakenem jika sedang diadakannya upacara agama di
lingkungan rumah tersebut. Bale Dangin Sakenem terbagi menjadi dua area, yaitu
bale-bale (tempat tidur yang terbuat dari material kayu nangka) yang memiliki fungsi
awal sebagai tempat untuk meletakkan jenazah sebelum dikremasi, serta sebagai
tempat berlangsungnya upacara. Sedangkan, pada bagian teras digunakan sebagai
tempat untuk membuat perlengkapan upacara atau sesajen.
Sebelum mengalami transformasi Bale Dangin Sakenem mulanya
menggunakan material alami yang didapat langsung dari hutan atau lingkungan
sekitar pemukiman. Umumnya, masyarakat tradisional Bali memanfaatkan material-
material yang diperoleh dari lingkungan disekitar bangunan atau permukiman.
Material yang didapat langsung dari alam dan tanpa proses pengolahan dapat
membuat tampilan bangunan tampak menyatu dengan lingkungannya secara
harmonis.
ALANG-ALANG BAMBU

KAYU
NANGKA

KAYU
KAYU KELAPA
NANGKA

KAYU
NANGKA
SEMEN
PARAS

Gambar 5. Ilustrasi Potongan Bale Dangin Sakenem Sebelum Mengalami Transformasi Beserta
Penjelasan Material yang Digunakan
Sumber: Wiryanti (2020)

11
Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana sebelum mengalami
transformasi menerapkan ukiran pada beberapa bagian bangunannya, seperti pada
bagian kaki bangunan atau bebaturan yang menerapkan ornamen karang asti
(ornamen yang diadaptasi dari bentuk kepala gajah dengan belalai serta taringnya
yang diabstrakkan sesuai dengan seni hias yang diekspresikan dengan bentuk
kekarangan atau ukiran) dan terdapat disetiap ujung bebaturan atau kaki bangunan.
Selain pada bebaturan, ornamen juga diterapkan pada bagian atap bangunan
(raab) Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana, yaitu ornamen murdha
(ornamen utama dalam kelompok ornamen pada bagian raab atau atap bangunan
tradisional Bali) di bagian puncaknya dan ornamen ikut celedu (diadaptasi dari bentuk
ekor kalajengking) pada masing-masing ujung jurai atapnya.

HASIL PENELITIAN LAPANGAN


1. Bentuk Arsitektur dan Interior Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan
Sudarsana Setelah Mengalami Transformasi
a) Bentuk dan Dimensi Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami Transformasi

Gambar 6. Bale Dangin Sakenem Milik Bapak Wayan Sudarsana yang Mengalami
Pergeseran Fungsi Menjadi Ruang Tidur
Sumber: Wiryanti (2020)

Setelah mengalami pergeseran fungsi, pemilik rumah melakukan


penambahan luas bangunan, dimana panjang bangunan menjadi 600 cm dan
lebarnya 300 cm. Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana yang
sudah mengalami transformasi masih tetap menggunakan bebaturan atau kaki
bangunan, sehingga bangunan tersebut lebih tinggi dari permukaan halaman
dengan tinggi 80 cm dari permukaan halaman dengan panjang 300 cm dan lebar

12
340 cm. Namun, terdapat perbedaan pada bebaturan tersebut, dimana saat ini
bebaturan sudah tidak lagi menggunakan tangga.
Ukuran dinding pada Bale Dangin Sakenem tersebut kini memiliki
tinggi 250 cm dari permukaan lantai. Terdapat beberapa elemen pelengkap
pembentuk ruang seperti, pintu model sayap ganda dengan ukuran tinggi 205
cm dan lebar 96 cm, dua pasang jendela model gantung ganda dengan ukuran
tinggi 145 cm dan lebar 35 cm yang dipasang dengan jarak 35 cm dari
permukaan lantai, serta empat buah ventilasi dengan masing-masing panjang
dan lebar 20 cm yang dipasang dengan jarak 12 cm dari atas pintu dan jendela.
Selain itu terdapat dua buah saka atau tiang penopang bangunan dengan
material beton pada area teras, dimana terdapat jongkok asu atau pondasi bata
cetak yang terletak dibawah saka dan memiliki tinggi 55 cm dari permukaan
lantai dengan diameter 30 cm.

Gambar 7. Potongan B-B’ dan Dimensi Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami
Transformasi
Sumber: Wiryanti (2020)

Setelah mengalami pergeseran fungsi, atap Bale Dangin Sakenem milik


Bapak Wayan Sudarsana tetap menerapkan bentuk kampiah atau limasan.
Secara keseluruhan, atap tersebut memiliki ukuran tinggi 230 cm, panjang 700
cm dan lebar 400 cm.
Terjadinya transformasi tidak hanya pada material penutup atap yang
saat ini menggunakan material genteng, tetapi transformasi juga terlihat pada
desain dan material plafon. Pemasangan iga-iga atau rusuk pada atap memiliki
jarak pasang masing-masing berkisar 30 cm dengan lebar bilah kayu berkisar 4

13
cm. Sedangkan, jarak pasang antara apit-apit atau konstruksi bidang atap yang
mengikat iga-iga (rusuk atap) berkisar 40 cm dan tugeh atau tiang penyangga
konstruksi atap memiliki panjang berkisar 140 cm dari puncak atap dengan
diameter 8 cm. Perpaduan antara plafon kayu ekspos dengan plafon gypsum
diterapkan pada area teras yang memiliki ukuran panjang 200 cm dan lebar 200
cm, sedangkan plafon di dalam area kamar tidur secara keseluruhan hanya
menggunakan plafon gypsum dengan panjang 300 cm dan lebar 300 cm.
b) Organisasi Ruang Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami Transformasi
Organisasi ruang pada Bale Dangin Sakenem yang telah mengalami
pergeseran fungsi atau transformasi ini termasuk ke dalam organisasi linier
yang mengorganisir serangkaian ruangan terkait secara satu sama lain secara
garis lurus.

SEMI PRIVATE PRIVATE

Gambar 8. Organisasi dan Zonasi Ruang Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami
Pergeseran Fungsi Menjadi Ruang Tidur
Sumber: Wiryanti (2020)

Akibat adanya pergeseran fungsi menjadi ruang tidur, Bale Dangin


Sakenem tersebut kini terbagi menjadi dua zona, yaitu zona private yang
terdapat pada area kamar tidur yang hanya dapat diakses oleh pemilik ruangan
dan zona semi private pada bagian teras yang terdapat di depan ruang tidur
yang dapat diakses oleh seluruh penghuni rumah.
Bale Dangin Sakenem yang telah mengalami transformasi ini tidak lagi
mewadahi fungsi lainnya yang berkaitan dengan upacara keagamaan.
Pergeseran fungsi ini disebabkan akibat bertambahnya anggota keluarga dan
kurangnya lahan untuk membuat bangunan baru. Namun, pada area teras masih
dapat difungsikan sebagai tempat mempersiapkan sarana dan prasarana
upacara.

14
c) Material Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami Transformasi
Setelah mengalami pergeseran fungsi menjadi ruang tidur, penggunaan
material menjadi bertambah dan lebih bervariasi, serta menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi dan fungsinya saat ini. Pada umumnya bebaturan atau
kaki bangunan Bale Dangin Sakenem yang masih menerapkan konsep
tradisional menggunakan tanah liat atau tanah pol-polan yang dibiarkan apa
adanya tanpa menggunakan finishing sebagai material penutup lantai. Kini
dengan bergesernya fungsi dan dengan pertimbangan kebersihan serta dianggap
lebih modern, sehingga material lantai saat ini menggunakan lantai keramik,
sedangkan, Bebaturan atau kaki bangunan beralih menggunakan material
semen dengan finishing cat berwarna hitam.
Guna mendukung fungsinya yang saat ini lebih mengutamakan privasi,
pemilik rumah menambahkan elemen dinding serta elemen pelengkap
pembentuk ruang. Dinding tersebut menggunakan material bata cetak dengan
finishing coating glossy. Pada pintu dan list jendela menggunakan material
kayu kelapa dengan finishing clear gloss. Sedangkan untuk ventilasi
menggunakan ventilasi jenis roster gypsum berwarna putih.
Pada bagian badan bangunan hanya terdapat dua tiang penopang
bangunan atau saka yang masih terekspos, namun materialnya sudah
mengalami perubahan, yaitu menggunakan tiang beton dengan finishing cat
politur dan diberi motif menyerupai serat kayu. Sedangkan, pondasi tiang atau
jongkok asu (tumpuan tiang penopang) saat ini menggunakan material bata
cetak dengan finishing coating glossy.
Material penutup atap juga telah bertransformasi dengan menggunakan
genteng. Konsep plafon ekspos pada Bale Dangin Sakenem juga turut
mengalami pergeseran, yaitu dengan memadukan konsep ekspos dan minimalis,
dimana saat ini rangka plafon menggunakan material anyaman bambu dan kayu
kelapa dengan finishing politur, yang dipadukan dengan penutup plafon
bermaterial gypsum.
d) Dekorasi dan Ornamen Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami Transformasi
Kaki bangunan Bale Dangin Sakenem yang sudah mengalami
pergeseran fungsi tidak lagi menerapkan ornamen karang asti. Bebaturan
hanya didesain dengan konsep modern minimalis dengan tambahan aksesoris
batu kerikil yang ditebar disepanjang bebaturan.
Hasil dari observasi, pemilik rumah hanya mengekspos dua tiang
penopang bangunannya (saka), namun baik dinding maupun tiap penopang
bangunan (saka) tidak menerapkan kekupakan atau ukiran khas Bali yang
umumnya diterapkan pada masing-masing tiang penopang bangunan, hanya
saja pilar pada dinding dan tiang penopang bangunan dihiasi dengan tumpukan
bata cetak yang didesain modern minimalis. Sedangkan, pada interior bangunan
yang saat ini berfungsi sebagai ruang tidur, terlihat menggunakan dekorasi
seperti beberapa lukisan yang dipajang di dinding ruangan.
Atap pada Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana yang
sudah mengalami pergeseran fungsi tetap menerapkan ornamen atau ukiran
murdha pada puncak atap dan ornamen ikut celedu pada masing-masing ujung

15
jurai atap bangunan. Pada list atap juga ditambahkan ornamen hias yang terbuat
dari material kayu jati.

PEMBAHASAN
1. Sifat Transformasi pada Bale Dangin Sakenem
Dapat disimpulkan bahwa transformasi yang terjadi pada bangunan Bale
Dangin Sakenem tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis sifat
transformasi. Pertama, termasuk ke dalam transformasi bersifat topologikal
(geometri), yaitu bentuk geometri pada Bale Dangin Sakenem mengalami
penambahan luas bangunan, begitu juga dengan bentuk dan struktur bangunan
yang turut berubah, dimana sebelumnya Bale Dangin Sakenem tersebut memiliki
struktur bangunan yang mengikuti kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dan
menerapkan konsep open space. Namun, kini Bale Dangin Sakenem tersebut
memiliki struktur bangunan yang jauh berbeda dengan menghilangkan konsep
open space dan menambahkan elemen pembentuk dan pelengkap ruang.
Penambahan luas bangunan dan perubahan bentuk tersebut dilakukan guna
mendukung pergeseran fungsinya saat ini sebagai ruang tidur yang lebih
menekankan tuntutan privasi dan bertambahnya penggunaan fasilitas atau
furniture yang mendukung fungsinya sebagai ruang tidur.
Kedua, transformasi pada Bale Dangin Sakenem tersebut juga merupakan
transformasi yang bersifat reversal (kebalikan), dimana sebelum mengalami
transformasi, bangunan Bale Dangin Sakenem tersebut berfungsi sebagai
bangunan yang mewadahi kegiatan upacara keagamaan dengan struktur dan
bentuk bangunannya yang sedemikian rupa guna mendukung fungsi awalnya.
Kemudian, pada tahun 2010, Bale Dangin Sakenem tersebut mengalami
pergeseran fungsi menjadi ruang tidur dan tidak mewadahi fungsi lainnya seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, sehingga turut merubah struktur dan bentuk
arsitektur serta interiornya mengikuti fungsinya saat ini yang lebih mengutamakan
privasi.
Transformasi tersebut tentu menghasilkan perubahan citra bangunan Bale
Dangin Sakenem secara keseluruhan, dimana bentuk hingga struktur sebelumnya
yang menerapkan konsep open space dan zona ruang yang termasuk ke dalam
zona semi publik, sehingga digolongkan sebagai bangunan tradisional Bali, kini
bertransformasi dengan merubah fungsi serta konsep open space dan
menambahkan elemen pembentuk dan pelengkap pembentuk ruang lainnya,
sehingga ruang tersebut kini beralih menjadi ruangan dengan zona private dan
tidak lagi digolongkan ke dalam bangunan tradisional Bali.

2. Faktor-Faktor yang Mendasari Terciptanya Perubahan Bentuk Arsitektur dan


Interior pada Bale Dangin Sakenem
Dalam menemukan faktor-faktor yang mendasari terciptanya perubahan
bentuk pada arsitektur dan interior Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan
Sudarsana, digunakan teori bentuk rumah vernakular yang dikemukakan oleh
Amos Rapoport, dimana menurut Rapoport (1969) terdapat beberapa faktor yang
mendasari terciptanya atau berubahnya suatu bentuk pada rumah tradisional, yaitu

16
faktor sosial budaya, faktor iklim, faktor material, konstruksi dan teknologi, faktor
lahan, faktor pertahanan, faktor ekonomi, serta faktor kepercayaan.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya mengenai hasil observasi terkait
perubahan-perubahan yang sudah terjadi pada Bale Dangin Sakenem, serta hasil
wawancara kepada narasumber atau anggota keluarga penghuni rumah, ditemukan
bahwa terdapat beberapa faktor yang mendasari dilakukannya perubahan pada
bentuk Bale Dangin Sakenem tersebut, yaitu:
a) Faktor Sosial Budaya
Budaya Bali menjadi salah satu elemen terpenting dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat Hindu di pulau Bali. Kebudayaan tersebut juga
diterapkan pada rumah huni masyarakatnya, sehingga lahirlah permukiman
tradisional Bali. Masyarakat Hindu di Bali diwajibkan untuk menjaga rumah
hunian tradisional Bali miliknya agar nantinya dapat diwariskan kepada anak
cucunya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai kebudayaan
pun mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat dari manifestasi perilaku
masyarakat dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dengan
arsitektur rumah atau tempat tinggal.
Fungsi dan bentuk bangunan Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan
Sudarsana juga merupakan bangunan yang lahir dari kebudayaan yang dianut
oleh masyarakat Hindu di Bali yang awalnya berfungsi sebagai bangunan yang
mewadahi fungsi sakral dan bangunan ini juga digunakan sebagai ruang
bersosialisasi antara masyarakat dan penghuni rumah saat dilaksanakannya
upacara keagamaan. Namun, pemilik rumah merubah fungsi dan bentuk
bangunan Bale Dangin Sakenem. Perubahan tersebut dilakukan karena
bertambahnya anggota keluarga dan kurangnya lahan untuk membuat bangunan
baru, sehingga, pemilik rumah mengorbankan Bale Dangin Sakenem miliknya
yang seharusnya memiliki fungsi sakral yaitu sebagai bangunan yang mewadahi
upacara, kini harus mengalami perubahan fungsi menjadi ruang tidur dan
upacara sakral yang seharusnya dilakukan pada bangunan tersebut, kini
dilakukan di Bale Daja, dimana bangunan ini umumnya berfungsi sebagai
ruang tidur dan tidak memiliki fungsi yang bernilai sakral. Bergesernya fungsi
awal yang semula dapat menciptakan interaksi sosial antara masyarakat dan
penghuni rumah pada bangunan tersebut, dengan fungsinya yang saat ini lebih
menekankan kebutuhan privasi telah melunturkan ikatan kekerabatan yang ada
dari interaksi sosial tatap muka yang selama ini muncul saat diadakannya
upacara keagamaan.
Tanpa disadari, faktor kebudayaan dalam hal kemajuan pengetahuan dan
teknologi telah merubah kebudayaan Bali pada Bale Dangin Sakenem tersebut,
baik kebudayaan dalam segi fungsi, material (wujud arsitektur dan interior)
maupun kebudayaan dalam wujud gagasan dan pikiran (perubahan pola pikir)
pada penghuni rumah tersebut.
b) Faktor Ekonomi
Pada umumnya, masyarakat Bali dengan tingkat ekonomi yang tinggi
dapat mempertahankan bentuk dan fungsi arsitektur interior bangunan
tradisionalnya. Namun, masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah

17
umumnya lebih banyak melakukan perubahan bentuk pada bangunan miliknya
dengan menambahkan luas bangunan. Seperti yang dilakukan oleh Bapak
Wayan Sudarsana yang merubah fungsi serta bentuk bangunan Bale Dangin
Sakenem miliknya menjadi ruang tidur akibat bertambahnya anggota keluarga,
sehingga bangunan tersebut tidak lagi mewadahi fungsi yang seharusnya, serta
bentuk bangunannya yang tidak lagi menyerupai Bale Dangin Sakenem secara
umum. Hal ini diakibatkan oleh faktor ekonomi, dimana pemilik rumah tidak
mampu membeli lahan baru untuk mendirikan bangunan baru.
c) Faktor Material, Konstruksi dan Teknologi
- Material
Masyarakat Bali umumnya mendapatkan dan menggunakan material
atau bahan bangunan di lahan hutan yang terdapat dilingkungan tempat
tinggal mereka, sementara saat ini Pulau Bali mengalami banyaknya alih
fungsi lahan hijau menjadi permukiman penduduk, sehingga material alami
sulit didapatkan secara cuma-cuma. Hal tersebut membuat harga kayu menjadi
cukup mahal, sehingga bagi masyarakat Bali dengan ekonomi yang terbilang
rendah, seperti yang dialami oleh Bapak Wayan Sudarsana dan keluarga
membuat mereka tidak dapat mempertahankan penggunaan material alami
pada bangunan Bale Dangin Sakenem miliknya. Saat ini juga terdapat
berbagai macam pilihan material buatan dengan harga terjangkau, sehingga
banyak masyarakat Bali termasuk keluarga Bapak Wayan Sudarsana lebih
memilih untuk menggunakan material buatan dengan harga yang terjangkau.
Bale Dangin Sakenem yang masih menerapkan konsep tradisional
memiliki konstruksi yang sedemikian rupa guna mendukung fungsinya
sebagai bangunan yang mewadahi kegiatan upacara dengan konsep open
space, serta sebagian besar pada bangunannya menggunakan material alami,
sehingga digunakan suatu konstruksi khusus dalam pembangunannya. Sistem
konstruksi yang digunakan pada Bale Dangin Sakenem merupakan sistem
struktur rangka dengan bentangnya yang relatif kecil, sehingga beban yang
diakibatkan oleh beratnya sendiri masih relatif kecil. Konstruksi pada
arsitektur interior Bale Dangin Sakenem terdiri dari konstruksi bebaturan
(kaki), konstruksi saka/tiang penopang (badan) dan konstruksi atap (kepala).
Pada bagian kaki bangunan yang disebut dengan bebaturan terdiri atas
jongkok asu yaitu penghubung tiang dengan pondasi dan tapas hujan sebagai
perkerasan tepi bebaturan. Bebaturan juga meliputi lantai dan tangga sebagai
lintasan naik dan turun dari lantai Bale Dangin Sakenem ke halaman. Setelah
mengalami transformasi, bebaturan pada Bale Dangin Sakenem milik Bapak
Wayan Sudarsana tidak lagi menerapkan struktur undag atau tangga pada
bebaturan.
Bale Dangin Sakenem dengan konsep tradisional umumnya hanya
memiliki dua sisi yang tertutup dinding masif, yaitu pada arah Timur dan
Selatan bangunan. Dinding ini dibangun terlepas tanpa adanya ikatan dengan
konstruksi rangka bangunan dan dipertegas dengan adanya celah antara kepala
dinding dan sisi bawah atap, sehingga dinding terkesan bebas dan tidak
memikul. Sesuai dengan namanya, Bale Dangin Sakenem ditopang oleh enam

18
buah tiang. Tiang-tiang yang menyangga bale-bale kedudukannya distabilkan
oleh sunduk, waton dan likah. Tiang yang tidak terdapat sunduk
kedudukannya distabilkan oleh canggah wang di bagian atas dan pebuntar
sesaka di pangkal tiang yang dimasukan di lubang sendi atau jongkok asu.
Selain sesaka utama yang menyangga Bale Dangin Sakenem, terdapat
juga tiang pandak yang menyangga salah satu sisi bale-bale yang tidak
menyatu dengan tiang utama. Bangunan-bangunan tradisional yang dibangun
dengan konstruksi rangka, sesaka dan bagian-bagian rangka lainnya hubungan
elemen-elemen strukturnya dikerjakan dengan sistem lait, baji dan ikatan tali-
temali. Namun, pergeseran fungsi pada Bale Dangin Sakenem milik Bapak
Wayan Sudarsana menjadi ruang tidur, membuat saka atau tiang penopang
yang terbuat dari kayu jati atau kayu nangka tidak lagi digunakan dan diganti
dengan penggunaan tiang beton serta penambahan dinding bata yang
mengelilingi seluruh bangunan Bale Dangin Sakenem.

Gambar 9. Konstruksi Dinding Bale Dangin Sakenem Setelah Mengalami


Transformasi
Sumber: Wiryanti (2020)

Pada umumnya konstruksi atap Bale Dangin Sakenem sebelum


mengalami transformasi terdiri atas beberapa bagian yang dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 10.Upper Struktur Bale Dangin Sakenem Sebelum Mengalami Transformasi


Sumber: Wiryanti (2020)

19
Setelah mengalami pergeseran fungsi menjadi ruang tidur, Bale
Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana saat ini masih menggunakan
atap dengan bentuk kampiah atau limasan. Sebagian besar struktur atapnya
masih sama dengan atap sebelum mengalami transformasi, hanya saja kini
dipadukan dengan konstruksi plafon gypsum dan material yang digunakan
lebih bervariasi.
- Teknologi
Bale Dangin Sakenem dengan konsep tradisional umumnya memiliki
struktur bangunan yang lebih sederhana, terdiri dari struktur rangka kayu atau
bambu yang berupa kolom dan balok, serta dinding non-struktural (hanya
pengisi). Konstruksi kolom dan balok dirakit tanpa menggunakan paku, tetapi
menggunakan teknologi sambungan seperti balok-balok yang menggunakan
teknik saling mengikat dengan pasak dan stabilitasnya tergantung pengalaman
empiris, pengetahuan intuitif, serta mencoba dan meralat yang diwariskan
secara turun temurun. Berkembangnya teknologi saat ini membuat Bale
Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana yang sudah mengalami
transformasi tidak lagi menggunakan teknologi sambungan ikat, dimana saat
ini lebih banyak menggunakan paku sebagai alat penyambung kayu pada
konstruksi kolom dan balok, karena materialnya yang kini juga lebih banyak
menggunakan material buatan seperti bata cetak.
Selain konstruksi dan sambungan ikat, terdapat perwujudan bangunan
tradisional Bali dengan menggunakan skala ukuran sesuai dengan Asta Kosala
Kosali yang terdiri dari musti, hasta dan depa. Hal tersebut bertujuan agar
penghuni dengan bangunan secara psikologis menjadi satu dan harmonis,
kesesuaian rasa ruang, menghindari ketakutan pada skala ruang yang terlalu
besar (Putra, 2017).
Begitu juga dalam menentukan dimensi atau ukuran bangunan pada
Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana sebelum mengalami
transformasi yang mengikuti ukuran anggota tubuh dari leluhur sebelumnya.
Namun, dengan berkembangnya teknologi, sehingga bangunan Bale Dangin
Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana yang saat ini sudah mengalami
transformasi tidak lagi menggunakan anggota tubuh sebagai acuan dalam
menentukan ukuran atau dimensi bangunan, melainkan dengan menggunakan
rol meter atau meter ukur agar lebih mudah dalam menentukan ukuran
bangunan dan lebih akurat.

KESIMPULAN
Penelitian ini merupakan suatu tantangan tersendiri bagi peneliti dalam
mengetahui proses transformasi yang terjadi pada bangunan Bale Dangin Sakenem
milik Bapak Wayan Sudarsana dan faktor-faktor yang mendasari terciptanya
perubahan bentuk arsitektur interior pada bangunan tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus dan
antropologi. Teori yang digunakan dalam proses analisis pada penelitian ini adalah
dengan teori transformasi dan teori bentuk rumah vernakular yang dikemukakan oleh
Amos Rapoport (1969).

20
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa seiring dengan kebutuhan manusia, rumah merupakan suatu
produk yang mampu mewadahi berbagi macam dari kebutuhan manusia dari yang
paling dasar hingga yang lebih tinggi sehingga dengan bergesernya kebutuhan
manusia perubahan dalam sebuah rumah tinggal akan terjadi. Berubahnya fungsi
bangunan Bale Dangin Sakenem tersebut turut serta merubah bentuk arsitektur dan
interiornya yang mencakup bentuk dan dimensi bangunan, organisasi ruang, material
dan dekorasi atau ornamen.
Transformasi fungsi dan bentuk arsitektur interior yang terjadi pada Bale
Dangin Sakenem tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua sifat transformasi, yaitu
bersifat topologikal (geometri) dan transformasi yang bersifat reversal (kebalikan).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan
Sudarsana tersebut tentu didasari oleh beberapa faktor, yaitu faktor sosial budaya,
faktor ekonomi, serta faktor material, konstruksi dan teknologi.
Penelitian ini memiliki banyak kelemahan dikarenakan adanya keterbatasan
pada peneliti, antara lain:
1. Objek studi kasus dalam penelitian ini hanya menggunakan satu obyek kasus yaitu
bangunan Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana yang berlokasi di
Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali. Sehingga
penelitian ini dirasa belum dapat memberikan gambaran yang lebih luas dan tepat
mengenai transformasi yang terjadi pada bangunan tradisional khususnya
bangunan Bale Dangin Sakenem di Bali.
2. Kurangnya data mengenai bangunan Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan
Sudarsana sebelum mengalami transformasi karena baik peneliti maupun pemilik
rumah tidak memiliki foto atau video bangunan tersebut, sehingga peneliti hanya
menggali data melalui wawancara terhadap anggota keluarga penghuni rumah
untuk mengetahui bentuk arsitektur dan interior Bale Dangin Sakenem sebelum
mengalami transformasi, agar kemudian dapat menjadi data perbandingan untuk
menemukan perubahan-perubahan yang sudah terjadi.

SARAN
Saran peneliti bagi pemilik rumah atau masyarakat Hindu di Bali yang hendak
melakukan perubahan terhadap fungsi dan bentuk bangunan tradisionalnya seperti
yang terjadi pada Bale Dangin Sakenem milik Bapak Wayan Sudarsana, alangkah
baiknya diterapkan arsitektur portabel, dengan cara proses bongkar pasang yang
ringkas dan mudah pada struktur bangunan, contohnya adalah penggunaan dinding
anyaman bambu, dimana dinding tersebut dapat dipasang saat bangunan difungsikan
sebagai tempat tidur dan dapat dipindahkan dengan mudah ke tempat lain saat
bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat upacara, sehingga bangunan
tradisional tersebut tetap dapat mewadahi fungsi yang seharusnya saat dibutuhkan.
Bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian terhadap
transformasi arsitektur interior Bale Dangin, maka disarankan untuk melakukan
pengamatan yang lebih mendalam terhadap dampak dan perubahan nilai-nilai yang
terjadi akibat terjadinya transformasi tersebut. Dengan demikian, diharapkan akan

21
melahirkan pengetahuan baru mengenai transformasi pada arsitektur interior
bangunan tradisional Bali dan membuka jalan bagi peneliti-peneliti dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
Alfiyanti, Lili. 2015. Analisis Spasial Determinan Kepadatan Penduduk di Pulau
Jawa dan Bali. https://www.researchgate.net/lab/Lili-Alfiyanti-Soleman-Lab.

Antoniades, Anthony C. 1990. Poetics of Architecture. Van Nostrand Reinhold :


New York.

DPD HPI BALI. 2019. Arsitektur Rumah Tradisional Bali. https://dpdhpibali.org/wp-


content/uploads/2019/05/ARSITEKTUR-RUMAH-TRADISIONAL-
BALI.pdf

Dwijendra, Acwin. 2010. Rumah Arsitektur Tradisional Bali Berdasarkan Asta


Kosala Kosali. Denpasar : Udayana University Press.

Dwijendra, Acwin., Putra, Diasana., Darma, Agus Surya. 2017. “Transformation of


Traditional Housing in Traditional Village of Gunung Sari, Jatiluwih,
Tabanan Regency”. Journal of Civil Engineering, Architecture and Built
Environment, 1(1),

Emmi, Ni Made., Dwijendra, Ngakan., Runawan, Putu. 2018. “Transformation of


Bale Daja Architecture in Housing of Sading Village, Badung, Bali,
Indonesia”. International Journal of Current Advanced Research, 7(6), 13221-
13225.

Emzir. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : Pt Raja


Grafindo Persada

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi II Pokok – Pokok Etnografi, Jakarta:


Rineka Cipta.

Kotharkar, Rajashree. 2012. “A Comparative Study of Transformations in


Traditional House Form: The Case of Nagpur Region, India”. ISVS e-journal,
2(2), 17-33.

Krier, Rob. 2001. Komposisi Arsitektur. Jakarta : Erlangga.

Kurniati, Kurisma., Amiuza, Chairil., Suryasari, Noviani. Transformasi Ornamen


Rumah Betawi dalam Unsur-Unsur Ruang.
https://media.neliti.com/media/publications/112426-ID-transformasiornamen
rumah-betawi-dalam.pdf.

Laseau, Paul. 1980. Graphic Thinking for Architects and Designers Third Edition.
New York : Van Nostrand Reinhold Company.

22
McKechnie, Lynne. 2008. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research
Methods. California : SAGE Publications.

Meldar. 2011. Teori Fungsionalisme.


http://www.scribd.com/doc/102618533/Makalah-Teori-
Fungsionalisme#scribd.

Miles, M.B & Huberman A.M. 1984. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh
Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

J. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya;


Bandung.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Paramadhyaksa, I Nyoman. 2009. Pemaknaan Ornamen Murdha pada Arsitektur


Tradisional Bali. https://media.neliti.com/media/publications/66345-ID-
none.pdf.

Parwata, I Wayan., Wisnumurti, Anak Agung., Mustika, Ni Wayan. 2017.


“Anthropometry and Ergonomic of Bale Sakenem (Case Study: Central
Singapadu Village, Gianyar)”. Journal of Sustainable Development, 10(6),
222-233.

Parwata, I Wayan. 2011. “Rumah Tinggal Tradisional Bali dari Aspek Budaya
dan Antropometri”. Mudra Jurnal Seni Budaya, 26(1), 95-106.

Perpustakaan Bappenas. 2015. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Bali.


http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/160645-
%5B_Konten_%5D-Konten%20D1115.pdf.

Putra, Diasana., Lozanovska, Mirjana., Fuller, Robert. 2017. “A Methodology to


Evaluate The Transformation of Traditional Balinese Houses as a
Consequence of Tourism”. International Journal of Architectural Research,
11(1), 83-100.

Puyra, Komang. 2017. Gegulak dan Jenis-Jenis Ukuran Bangunan Rumah Bali.
https://www.komangputra.com/arsitektur-rumah-tradisional-bali.html/2

Rapoport, Amos. 1969. House, Form and Culture. Englewood Cliffs,


N.J.:Prentice Hall.

Rikyana, I Gede., Adhimastra, I Ketut., Suardana, Nyoman. 2016. “Keunikan


Bangunan Bale Sakenem (Wong Kilas) Di Batuan”. Jurnal Anala, 1(15).

23
Surasetja, Irawan. 2007. Fungsi, Ruang, Bentuk dan Ekspresi Dalam Arsitektur.
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/19
6002051987031-
R._IRAWAN_SURASETJA/Hand_Out/FUNGSI_RUANG_BENTUK_DAN
_EKSPRESI.pdf

The New Grolier Webster Internasional Dictionary of English Language. 1905.


Transformation. McGraw-Hill Children's Publishing

Webster Dictionary. 1992. Tranformation. United States.Antoniades, Anthony.


1990. Poetics of Architecture: Theory of Design. Wiley.

Wicaksana, IBA. 2018. “The Art of Space and Architecture: Asta Kosala Kosali
and Asta Bumi”. Bali Tourism Journal, 1(2), 14-18.

Wikipedia. 2019. Daftar Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Tabanan.


https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kecamatan_dan_kelurahan_di_Kabupate
n_Tabanan

Yuswadi, S. (1999). Bentuk-bentuk Geometris yang sederhana,Topografi Tapak dan


Teori Arsitektur Modern. http://arsitekind.blogspot.co.id/2012/11/yuswadi-
saliya.html.

24

Anda mungkin juga menyukai