ABSTRAK
Makalah ini membahas tentang penerapan arsitektur tepat guna di aspek ekologi, energi,
ekonomi, dan sosial/budaya pada Rumah Makan Dago Panyawangan, Kota Bandung
yang mengadaptasi konsep rumah adat tradisional sunda. Rumah tradisional merupakan
salah satu warisan budaya dari bangsa Indonesia yang sudah berkembang seiring waktu
hingga saat ini dan telah melewati berbagai macam uji coba sehingga dapat dipastikan
termasuk arsitektur yang tepat guna. Saat ini sudah banyak bangunan yang
mengadaptasi konsep dan bentuk dari rumah tradisional nusantara, khususnya Sunda,
salah satunya yakni rumah makan Dago Panyawangan yang mengadaptasi bentuk
maupun nilai dari bangunan tradisional Sunda. Tujuan dari pengamatan ini adalah
apakah rumah makan ini menerapkan prinsip tepat guna pada arsitekturnya. Untuk
memperoleh data, dilakukan pengamatan berupa observasi dan studi literature. Metode
yang digunakan yakni deskriptif analitis yang bertujuan untuk mendeskripsikan kata-kata
serta dilakukan penilaian kinerja sederhana yang terkonversi menjadi angka untuk
menentukan tingkat ketepatgunaan suatu bangunan. Hasil yang didapatkan yakni berupa
kesimpulan dari penilaian berbasis angka, yakni rumah makan Dago Panayangan
menerapkan prinsip tepat guna pada bangunannya dengan nilai di atas 50. Faktor utama
yang membuat bangunan ini tepat guna antara lain yaitu penggunaan material alami,
lokal, dan metode konstruksi yang juga menggunakan tenaga kerja lokal. Hal ini dilihat
dari sambungan bangunan yang menggunakan tali rotan sehingga instalasi pasti
dilakukan oleh tenaga manusia. Konsep arsitektur Sunda juga sesuai dengan letak
geografis dari rumah makan ini yang berada di Bandung, yang notabene mayoritas
adalah suku Sunda.
Kata kunci: arsitektur tepat guna, teknologi tepat guna, bangunan tradisional sunda
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai suku,
bahasa, dan agama. Kemajemukan ini terjalin dalam sebuah ikatan persatuan bangsa yang
utuh dan berdaulat, yakni bangsa Indonesia. Ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia,
yakni “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “beraneka ragam namun tetap satu”, juga
menjadi salah satu latar belakang yang membuat kemajemukan bangsa Indonesia dapat
bersatu dengan harmonis.
Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan salah satu kekayaan bangsa yang
jarang dimiliki oleh negara-negara lain di dunia. Terdapat lebih dari 1300 suku dan adat,
serta lebih dari 1000 bahasa yang tersebar dari sudut Pulau Sumatera hingga Papua.
Masing-masing suku bangsa di Indonesia pastilah memiliki kebiasaan, adat-istiadat,
kepercayaan, kebudayaan, hingga bangunan yang mereka tinggali dan kemudian menjadi
kebanggaan dan identitas suku tersebut. Kini, bangunan tempat tinggal khas dari masing-
masing suku yang ada di Indonesia dikenal dengan nama rumah adat tradisional.
Rumah adat tradisional merupakan salah satu warisan kearifan lokal yang dimiliki
oleh masyarakat Indonesia saat ini. Rumah-rumah tradisional di Indonesia memiliki
keistimewaan dari segi keberagaman bentuk dan gayanya sejajar dengan keistimewaan
dari segi adat-istiadat, bahasa, sastra, musik, tari, dan berbagai warisan lainnya. Masing-
masing rumah tradisional telah memperlihatkan karakteristik masing-masing yang telah
menjadi ciri khas kebudayaan suku bangsa tersebut, yang dapat dilihat dari material,
metode konstruksi, serta penggunaan tenaga kerja yang semuanya lokal. Hal ini dapat
diamati dari bentuk atap, bentuk bangunan, dan macam sambungan yang digunakan dan
dikembangkan oleh masyarakat setempat sehingga tidak heran apabila setiap rumah adat
tradisional di tiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Karena sumber daya
yang digunakan berasal dari daerah setempat atau lokal, maka rumah adat tradisional
dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk arsitektur yang tepat guna.
Salah satu rumah adat yang ada di Indonesia yakni rumah adat dari suku Sunda,
salah satu suku di Indonesia yang terletak di Jawa Barat. Arsitektur vernakular yang
berkembang di Jawa Barat adalah arsitektur yang mengadopsi dari rumah adat Sunda.
Saat ini sudah banyak bangunan yang mengadaptasi bangunan adat Sunda namun dengan
fungsi yang beranekaragam, salah satunya adalah rumah makan Dago Panyawangan.
Karena tipologi fungsi bangunan yang berbeda-beda ini, penulis ingin mengetahui apakah
prinsip tepat guna akan tetap ada apabila terjadi perubahan fungsi. Oleh karena itu,
penulis mengambil sebuah contoh kasus rumah makan yang benar-benar mengadopsi
rumah adat tradisional Sunda dan bagaimana prinsip tepat guna bekerja pada bangunan
itu. Bangunan yang akan dianalisis adalah rumah makan Dago Panyawangan yang
terletak di Dago Bawah, Kota Bandung, Jawa Barat.
2. KAJIAN TEORI
2.1. Teknologi Tepat Guna
Teknologi tepat guna adalah teknologi yang sederhana, mudah digunakan, dan
dikelola masyarakat setempat dan memberikan efek positif pada masyarakat, serta
ditujukan untuk membantu memecahkan permasalahan kebutuhan manusia dan
lingkungan setempat. Indikator bahwa suatu teknologi dikatakan tepat guna yakni dapat
dilihat dari 4 komponen aspek performa/kinerja, yakni: komponen ekologi, energi,
ekonomi, dan sosial/politik/budaya. Oleh karena itu, teknologi tepat guna takkan lepas
dari aspek ekologi, energi, ekonomi, dan sosial/politik/budaya.
c. Badak Heuay
Atap tipe ini memiliki bentuk yang mirip dengan atap tagong anjing namun bagian
atap yang lebih panjang melewati bubungan dan terlihat lebih tinggi dari bidang
atap yang pendek.
e. Julang Ngapak
Atap ini prinsipnya seperti atap suhunan jolopong namun masing-masing bidang
atapnya ditekuk sehingga kemiringan atapnya lebih kecil.
Tabel 1
Indikator Keberhasilan Prinsip Tepat Guna
Kasus: Rumah Makan Dago Panyawangan
DAFTAR PUSTAKA
Salura, Purnama. 2007. Menelusuri Arsitektur Masyarakat Sunda. Bandung: Cipta
Sastra Salura
Harun, Ismet Belgawan dkk. 2011. Arsitektur Rumah dan Permukiman Tradisional di
Jawa Barat. Bandung: Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat
Mihalyi, Gabriella. 2007. The Sundanese House. Situs:
http://www.architectureweek.com/2007/0307/culture_1-1.html diakses pada
tanggal 13 November 2019.
Nurrohman. Muhammad Arif. 2015. Julang Ngapak, Filosofi Sebuah Bangunan. Situs:
https://budaya-indonesia.org/Julang-Ngapak-Filosofi-Sebuah-Bangunan diakses
pada 12 November 2019
Trip Advisor Indonesia. Ulasan Dago Panyawangan. Situs:
https://www.tripadvisor.co.id/Restaurant_Review-g297704-d4233453-Reviews-
Dago_Panyawangan-
Bandung_West_Java_Java.html#photos;aggregationId=101&albumid=101&filte
r=7&ff=293347866 diakses pada 10 November 2019
Kuliah Sejarah dan Tradisi Arsitektur Indonesia 2019 oleh Indah Widiastuti, ST., MT.,
Ph.D. dan Dr. Eng. Arif Sarwo Wibowo, S.T., M.T.
Kuliah Arsitektur Tepat Guna oleh Prof. Sugeng Triyadi