Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER

“Hampir punahnya lokalitas dalam berarsitektur di Indonesia”

MATA KULIAH :
Arsitektur Nusantara

DOSEN PENGAMPU :
DR. Johanes Adiyanto, S. T., M. T.
Fuji Amalia, S. T., M. SC.

DISUSUN OLEH :
Wulan Swarna Putri

NIM :
03061281823017

Program Studi Teknik Arsitektur


Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya
2020
“Hampir Punahnya Lokalitas Dalam Berarsitektur Di Indonesia”

Indonesia terkenal dengan berbagai macam budaya serta adat istiadatnya, termasuk
arsitektur lokal atau biasa disebut dengan arsitektur vernakular yang sangat beragam. Setiap
daerah yang ada di Indonesia memiliki rumah adat masing-masing, contohnya rumah limas,
rumah gadang, rumah joglo, rumah kebaya, dan masih banyak lagi. Namun, arsitektur
vernakular tidak banyak diminati oleh orang-orang masa kini karena sebagian besar orang
menganggap hal tersebut sudah kuno dan tidak kekinian. Pada awal kemerdekaan Indonesia,
bangunan yang dibangun sudah menggunakan gaya modern karena faktor politik dan faktor
ekonomi. Dari awal, kelokalan Indonesia sudah tergantikan oleh kemodern-an yang jelas
bukan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri.

Pasca pemberontakan G-30S/PKI, politik Indonesia berubah pesat. Pergolakan politik


ini pun sangat berpengaruh terhadap dunia arsitektur yang ada di Indonesia. Karena adanya
kesempatan untuk mengulik jati diri bangsa Indonesia secara fisik terutama pada bidang
arsitektur dan menggantikan bangunan dengan gaya modern yang tumbuh pada masa
Soekarno. Dimulai dari terbentuknya kelompok ATAP yang beranggotakan Han Awal,
Soejoedi, Bianpoen, Mustafa Pamuntjak, dan Suwondo B. Sutedjo. Kelompok ATAP
mempunyai pemikiran yang sama yaitu ciri khas arsitektur Indonesia dapat dikawinkan
dengan arsitektur modern. Tokoh – tokoh pendidikan seperti Lemei W, Prof. Ir. V. R. Van
Romondt, G. A. Hinds memiliki pemikiran bahwa kunci pengembangan arsitektur Indonesia
terletak pada peran aktif arsitek untuk mentransformasikan tradisi tiap-tiap nilai budaya di
Indonesia, menyesuaikan dengan kondisi terkini kehidupan masyarakat dalam sebuah
ekosistem kehidupan.

Kesadaran arsitek Indonesia sangat penting untuk menghidupkan filsafat dan nilai
religi atas sebuah budaya pada desainnya sehingga dapat menunjukkan jati diri bangsa
Indonesia itu sendiri. Orang-orang awam yang tidak mengerti arsitektur pun akan mulai
mengenal arsitektur vernakular, karena melihat karya-karya arsitek yang ada di Indonesia dan
menjadi lebih tertarik dengan lokalitas yang ada di Indonesia. Sehingga kelokalan yang
dianggap kuno akan hilang dan tergantikan oleh sebuah esensi seni yang baru.

Sebenarnya rumah-rumah masa kini yang ada di Indonesia rata-rata berkonsep dari
rumah tradisional, mengapa? Mari kita lihat salah satu persamaan konsep rumah yang
dinamakan minimalis modern pada zaman sekarang dengan salah satu rumah adat yang ada
di Indonesia yaitu rumah joglo gudang yang merupakan rumah adat jawa.

Denah rumah joglo gudang Denah Rumah minimalis modern

(Sumber : Wikipedia) (Sumber : Arsitag.com)

Dapat dilihat dari kedua denah diatas mempunyai konsep yang sama namun
kemasannya saja yang berbeda. Pada bagian depan kedua rumah diatas terdapat teras, lalu
pada bagian tengah rumah terdapat ruang tamu dan disamping ruang keluarga terdapat kamar
tidur, lalu dibagian belakang terdapat ruang makan, dapur, dan kamar mandi.

Hal ini membuat saya berpendapat bahwa lokalitas di Indonesia sebenarnya masih ada
namun tak kasat mata dan tidak disadari karena minimnya pengetahuan kita tentang budaya
nusantara ini yang sangat beragam, membuat hal-hal kecil itu tidak kita sadari dan tertutup
oleh sebuah kata “modern”.

Gunawan Tjahjono merupakan salah satu arsitek yang memiliki kontribusi terhadap
perkembangan arsitektur modern di Indonesia dengan latar belakang pendidikan yang pernah
menempuh pendidikan di Amerika dibawah asuhan Charles Moore. Karya-karya gunawan
selalu menampilkan karakter yang sederhana, efisien, rendah biaya pemeliharaan, bermain
dengan cahaya alami, dan konsep filosofi mendalam tentang peleburan Barat-Timur.
Meskipun Gunawan Tjahjono merupakan salah satu orang yang ikut andil dalam
perkembangan arsitektur modern di Indonesia, namun terdapat salah satu karyanya yang
terinspirasi dari tipologi rumah tradisional di Indonesia yaitu Gedung Pusat Administrasi
Universitas Indonesia (1984).
”Kami mempelajari beberapa tipologi bangunan tradisional Indonesia,
kemudian menerjemahkannya pada rancangan bangunan. Tentu saja
dengan penafsiran yang baru dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan
kegiatan yang ada,” kata Gunawan saat ditanya tentang ide dasar
pembentukan bangunan.

Dari pernyataan Gunawan diatas saya berpendapat bahwa arsitektur vernakular dapat
digunakan di era modern saat ini hanya saja disesuaikan dengan kebutuhan dan kegiatan di
era sekarang.

(Sumber : Arch.daily)

Selain Gunawan, kini ada Andy Rahman yang menggunakan tipologi rumah adat
tradisional jawa pada karyanya yang bernama omah boto. Walaupun omah boto ini berkonsep
rumah tradisional tapi fasadnya sama sekali tidak terlihat seperti rumah tradisional, rumah ini
berbentuk kotak dengan menggunakan material utama batu bata. Seperti yang dikatakan
Gunawan dan beberapa tokoh pendidikan bahwa arsitektur vernakular itu sangat kaya dan
dapat diolah sesuai kebutuhan dan kegiatan yang diperlukan.

Rumah yang terdiri dari 4 lantai ini memiliki zonasi yang berbeda pada setiap
lantainya. Zonasi-zonasi tersebut merupakan bagian dari konsep rumah adat jawa yaitu
pendopo pada lantai 1, pringgitan lantai 2, omsh njero lantai 3, dan gandhok pada lantai 4.
(Sumber: Arch.daily) (Sumber: Arch.daily)

Dari Andy Rahman saya berpendapat bahwa kita sebagai seorang arsitek harus bisa
mengolah hal-hal yang sudah ada, salah satunya kekayaan nusantara dalam bidang arsitektur.
Tidak perlu menghilangkan budaya Indonesia, namun bukan pula “memindahkan” sesuatu
dari satu tempat ke tempat yang lain. Rumah omah boto terlihat sangat modern jika dilihat
dari luar karena berbentuk kotak dan terlihat sederhana sesuai dengan ciri khas arsitektur
modern yaitu simplicity namun di dalamnya suasana tradisional masih sangat kental.

Jadi saya dapat menarik kesimpulan bahwa kelokalan arsitektur di Indonesia dapat
bertahan tergantung masyarakat, arsitek, dan pemuda-pemudinya. Oleh karena itu untuk
mencegah “punahnya” lokalitas arsitektur di Indonesia, saya sebagai mahasiswa arsitektur
harus merubah pola pikir tentang arsitektur vernakular yang terlihat kuno dan tidak menarik.
Kuno dan tidak menarik, dua kata ini adalah tugas saya sebagai salah satu mahasiswa
arsitektur untuk membuat karya yang menarik namun masih tetap terasa Indonesianya. Andy
Rahman dan Gunawan Tjahjono adalah salah satu arsitek yang peduli terhadap kelokalan
yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka

Adiyanto, Johannes dan Realrich Sjarief. 2019. Cara Menulis Sejarah Arsitektur
Untuk Mahasiswa. Jakarta:RAW Architecture

Andy Rahman. Omah Boto, 2017.

Gunawan Tjahjono, Gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia, 1984.

Anda mungkin juga menyukai