Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH ARSITEKTUR NUSANTARA

ARSITEKTUR JAWA BARAT

Disusun oleh :
REZA FAJAR DWI RAMADHAN
1910003431008

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS EKA SAKTI PADANG
KATA PENGANTAR:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi tuhan yg maha esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami bertiga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

kami mengucapkan syukur kepada tuhan yg maha esa atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik
maupun akal pikiran, sehingga kami bertiga mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari
mata kuliah sejarah arsitek indonesia dengan judul “ARSITEKTUR JAWA BARAT”.

kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami dari kelompok 1 mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


DAFTAR ISI:

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................


DAFTAR ISI..........................................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................
BAB 2
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................
METODE PENELITIAN.......................................................................................................................
Arsitektur Tradisional Jawa Barat..........................................................................................................
c.analisis asal mula arsitektur
tradisional banjar....................................................................................................................................
d.analisis arasitektur masyarakat banjar.................................................................................................
BAB 3
KESIMPULAN......................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki berbagai macam keaneka-ragaman


budaya,adat istiadat, kepercayaan, dan juga kekayaan intelektual yang begitu kaya. Semuanya
melebur menjadi satu dalam setiap sendi sendi kehidupan masyarakat. Dari berbagai macam
aspek tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa seni arsitektur telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan keberadaannya. Hal ini dapat dirasakan hingga saat ini ketika perkembangan seni
arsitektur dan budaya terus menerus mengalami evolusi dengan hadirnya langgam-langgam
arsitektur baru hasil perkembangan dari konsep arsitektur tradisional maupun konsep aritektur
modern (kebudayaan asing) yang saling berasimilasi.

Seperti diketahui bahwa arsitektur tradisional adalah buah karya manusia yang sarat akan
konsepsi budaya dan filosofinya. Sedangkan konsep-konsep arsitektur modern lebih
mengutamakan fungsionalitas, kesederhanaan yang cenderung simpel atau ringkas. Kini konsep
arsitektur bergerak secara perlahan berubah sesuai kondisi zaman, demikian pula dengan
keberadaan karya arsitektur yang juga berubah. Kondisi ini dapat ditemui hampir di setiap kota-
kota besar di Indonesia yang banyak sekali bermunculan rumah, ataupun bangunan yang masih
mengatasnamakan bangunan bertemakan arsitektur tradisional namun
BAB II
PEMBAHASAN

A. METODE PENELITIAN

Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik harus ditekankan meskipun banyak
arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: Praktik dan teori adalah akar
arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah
proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan
cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi
bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek
yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-
bentuk yang dipilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada
bayangan dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia
memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat
mewujudkannya dalam pelaksanaan.

B.Arsitektur Tradisional Jawa Barat

Suku Sunda merupakan salah satu suku yang menempati wilayah propinsi jawa barat.
Daerah yang didiami oleh suku Sunda disebut tatar sunda atau tanah pasundan. Suku Sunda
merupakan salah satu suku yang sebagian besar penduduknya mendiami daerah Jawa Barat, dan
bertetangga dengan beberapa suku lainnya sepeti Banten, Cirebon, serta suku Badui. Dari Suku
Sunda inilah cikal bakal kebudayaan Jawa Barat dibentuk termasuk dalam hal arsitektural.

Dalam arsitektur tradisional Jawa Barat (Sunda) dikenal beberapa tipe rumah dengan bentuk atap
yang berbeda sebagai berikut :
Macam-macam bentuk atap rumah tradisional Jawa Barat

C. PONDASI
BAGIAN PONDASI
Material : Batu Umpak

Bentuk pondasi rumah tradisional Sunda mirip dengan pondasi umpak yang dipakai untuk rumah
– rumah tradisional jaman sekarang. Perbedaan yang dapat dilihat dari pondasi rumah tradisional
Sunda dengan pondasi umpak yang sering dipakai sekarang adalah bentuk pondas yang unik
yaitu kolom bangunan hanya diletakan di atas sebuah batu datar yang sudah terbentuk di alam.
Tujuan pembuatan pondasi seperti ini adalah untuk menghindari keretakan atau pada kolom
bangunan pada saat terjadi gempa.

C. LANTAI
BAGIAN LANTAI 
Material : Bambu

Sedangkan bentuk lantai panggung bertujuan untuk memungkinkan sirkulasi udara dari bawah
lantai dapat berjalan baik, sehingga kemungkinan terjadi kelembaban pada lantai bangunan dapat
dihindari.

Lantai rumah tradisional Sunda terbuat dari pelupuh (bamboo


yang sudah dibelah). Alasan pembuatan lantai dari pelupuh adalah seperti yang telah dijelaskan
di atas yaitu agar udara yang melewati kolong rumah dapat masuk ke ruang – ruang, selain itu
dengan mengunakan lantai bambu, tingkat kelembaban di dalam rumah juga akan berkurang,
mengingat ketinggian lantai rumah tradisional Sunda tidak seperti rumah tradisional lain pada
umumnya yaitu berkisar antara 50 – 60 meter dari permukaan tanah.

B. DINDING, PINTU, DAN JENDELA


BAGIAN DINDING, PINTU, DAN JENDELA

Material Dinding :Anyaman Bambu

Material Pintu              : Anyaman Bambu

Material Jendela          : Anyaman Bambu


Dinding, pintu, dan jendela memungkinkan udara dapat melewatinya. Dinding bangunan terbuat
dari anyaman bambu yang dapat dilewati udara, jendela yang selalu terbuka dan hanya ditutupi
kisi-kisi bambu maka udara dapat bebas masuk dalam ruangan, sehingga suhu didalam ruangan
tidak panas.

Dinding yang ringan terbuat dari anyaman bambu yang dapat menyerap dan mencegah terjadinya
panas akibat radiasi matahari sore hari. Selain itu material dinding yang terbuat dari anyaman
bambu memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rumah

C. ATAP
Material : Ijuk

Atap sebagai mahkota dari sebuah bangunan mempunyai fungsi untuk melindungi penghuni
yang berada di dalamnya. Atap dari rumah Sunda terbuat dari ijuk, alasan pemilihan ijuk sebagai
material atap karena ijuk merupakan material yang dapat menyerap panas dengan baik sehingga
tidak menimbulkan suasana gerah di dalam rumah. Tritisan pada sisi depan rumah mempunyai
panjang 2 meter. 

Hal ini membuat dinding bangunan tidak langsung terkena cahaya


matahari sehingga dinding sebagai penyekat tidak panas dan ruang di dalamnya tetap dingin.
Selain itu ada juga sisi yang disebut sebagai bidang atap terbuat dari anyaman bambu dan
berfungsi sebagai ventilasi atap
Arsitektur Sunda 

Untuk membedah arsitekur sunda, pertama kita identifikasi apa arti sunda. Sunda adalah nama
salah satu suku di Indonesia.

Siapakah suku sunda?

Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dengan
istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten,
Jakarta, Lampung dan wilayah barat Jawa Tengah (Banyumasan). Orang Sunda tersebar
diberbagai wilayah Indonesia, dengan provinsi Banten dan Jawa Barat sebagai wilayah
utamanya.

Hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda tampak pada
ungkapan-ungkapan berikut ini:

1. Kawas gula eujeung peueut yang artinya hidup harus rukun saling menyayangi, tidak
pernah berselisih.
2. Mulah marebutkeun balung tanpa eusi yang artinya jangan memperebutkan perkara yang
tidak ada gunanya.
3. Mulah ngaliarkeun taleus ateul yang artinya jangan menyebarkan perkara yang dapat
menimbulkan keburukan atau keresahan.
4. Mulah nyolok panon buncelik yang artinya jangan berbuat sesuatu di hadapan orang lain
dengan maksud mempermalukan.
5. Buruk-buruk papan jati yang artinya berapapun besar kesalahan saudara atau sahabat,
mereka tetap saudara kita, orang tua tentu dapat mengampuninya.

Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya dalam masyarakat Sunda terpancar
dalam ungkapan-ungkapan berikut ini :
1. Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balareya (harus menjunjung
tinggi hukum, berpijak kepada ketentuan negara, dan bermupakat kepada kehendak
rakyat.
2. Bengkung ngariung bongkok ngaronyok (bersama-sama dalam suka dan duka).
3. Nyuhunkeun bobot pangayon timbang taraju (memohon pertimbangan dan kebijaksanaan
yang seadil-adilnya, memohon ampun)

Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasanya dan budayanya. Orang Sunda
dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, riang dan bersahaja. Orang Portugis mencatat
dalam Suma Oriental bahwa orang sunda bersifat jujur dan pemberani. Orang sunda juga yang
pertama kali melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang
Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan
diplomatik dengan Bangsa lain pada abad ke-15 dengan orang Portugis di Malaka. Hasil dari
diplomasinya dituangkan dalam Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal.

Filosofi Bangunan Sunda

Setiap suku memiliki filosofinya sendiri dalam membuat sebuah bangunan, karna filosofi
bangunan menonjolkan rasa dalam membangun. Rumah bagi masyarakat Jawa Barat selain
berfungsi untuk tempat tinggal juga sebagai tempat aktifitas keluarga dalam berbagai segi
kehidupan yang sarat dengan nilai – nilai tradisi. Bahkan berdasarkan hal tersebut maka peranan
rumah menurut masyarakat orang Sunda adalah tempat diri jeung rabi (keluarga dan keturunan),
serta tempat memancarnya rasa, karsa dan karya.

Filosofi rumah bagi masyarakat sunda:

1. Rumah adat sunda berbentuk rumah panggung dengan filosofi manusia tidaklah hidup di alam
langit atau alam kahyangan, dunia atas. Dan juga tidak hidup di dunia bawah. Maka dari itu
manusia harus hidup dipertengahannya dan tinggal di tengah-tengah. Konsep tersebut dituangkan
dalam bentuk rumah panggung sebagai realisasi dari konsep pemikiran tersebut secara nyata.

2. Bentuk rumah panggung bagi masyarakat Sunda memiliki makna yang mendalam tentang pola
keseimbangan hidup dimana harus selarasnya antara hubungan vertikal (interaksi diri dengan
Tuhan) dengan hubungan horizontal (interaksi diri dengan lingkungan alam semesta) manifestasi
ini nampak dari bangunan rumah yang tidak langsung menyentuh tanah.

3. Rumah dalam bahasa sunda adalah Bumi (bahasa halus), dan bumi adalah dunia. Ini
mencerminkan bahwa rumah bukan hanya tempat untuk tinggal dan berteduh, tapi lebih dari itu.

Nilai filosofis yang terkandung didalam arsitektur rumah tradisional Sunda secara umum, nama
suhunan rumah adat orang Sunda ditujukan untuk menghormati alam sekelilingnya. Ditilik dari
material rumah adat Sunda itu sendiri terkesan tipis dan ringkih tentu hal ini tidak mungkin
dipakai untuk tempat perlindungan layaknya sebuah benteng perlindungan dari peperangan antar
kampung, jadi masyarakat suku Sunda sangat menjunjung tinggi perdamaian dan kerukunan
antar umat manusia. Rumah bagi orang Sunda semata sebagai tempat perlindungan dari hujan,
angin, terik matahari dan binatang.

Bentuk Rumah Sunda

Pada umumnya rumah adat sunda disebut dengan rumah panggung dinamai demikian karena
posisi rumah melayang di atas permukaan tanah yang diberi tumpuan terbuat dari batu kali dan
ditopang oleh beberapa pondasi tumpuan tersebut disebut wadasan, titinggi, umpak, tatapakan
dengan ketinggian sekitar 40 s/d 60 cm. Ruang tanah dangan pondasi rumah disebut kolong imah
(kolong rumah), kolong rumah dibuat sedemikian rupa dengan maksud tertentu diantaranya
untuk menyimpan kayu bakar dan paranje untuk ternak ayam dan sebagainya.

Seperti rumah modern, rumah adat juga biasanya terbagi menjadi beberapa  ruang yang
fungsinya berbeda. Pada rumah adat suku Sunda, ada tiga pembagian ruang yang biasanya jadi
pakem saat membangun sebuah rumah, yaitu:

1. Bagian Hareup atau Bagian Depan Rumah

Fungsinya mirip dengan teras dan kamar tamu saat ini, yaitu sebagai lokasi menjamu tamu lelaki
dan juga sebagai tempat mereka tidur. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada tamu dan juga
mencegah tamu masuk ke daerah lain rumah di mana ada wanita di rumah tersebut.

Pada rumah yang masih tradisional, bagian teras depan  yang disebut  emper ini tidak pernah
diberi perabot semacam tempat duduk, atau meja dan kursi. Jadi, para tetamu dan lelaki  yang
menjamu  mereka semua duduk di lantai atau tikar yang digelar. Kini, ada beberapa rumah  yang
telah  melengkapi teras ruang tetamu dengan meja dan kursi.

2. Bagian Tengah Rumah ( Tengah Imah )

Bagian ini dibatasi dengan dinding, untuk memisahkan dari bagian depan rumah. Ada beberapa
bilik atau pangkeng  yang menjadi ruang  penghuni rumah beristirahat atau tidur. Namun
pangkeng tak absolut ada, karena tergantung pada keinginan dan kemampuan si pemilik rumah.
Demikian juga sebuah bagian di tengah rumah  yang fungsinya semacam ruang keluarga atau
ruang para anggota keluarga berkumpul.

3. Bagian Belakang Rumah ( Tukang )

Fungsinya sebagai dapur dan goah tempat memasak hidangan para penghuni rumah. Bagian
rumah ini terlarang bagi lelaki  untuk memasukinya, karena ini bagian rumah spesifik  untuk
wanita. Tabu lelaki memasukinya kecuali darurat. Tamu wanita pun diterima di bagian belakang
rumah ini.

Untuk hal ini, tampak sekali disparitas perlakuan antara wanita dan lelaki pada masyarakat
tradisional. Selain itu, pembedaan ini juga seakan menunjukkan tugas dan fungsi masing-masing
yang berbeda. Lelaki ada di Hareup, sebagai pemimpin dan wanita tempatnya di Tukang sebagai
pelayan dan perawat seluruh penghuni rumah.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan perbandingan antara arsitektur tradisional sunda masa lalu dan arsitektur tradisi
masa kini terlihat bahwa perbedaan yang dimiliki sangat jauh berbeda, terutama dari konsepsi dan filosofi
budaya. Tentu saja hal ini terjadi mengingat peradaban budaya masyarakatnya yang juga berubah.
Peradaban masa lalu diketahui lebih memberikan kaidah-kaidah ”pamali” (tabu) jika diduga akan
menyimpang dari nilai nilai sakral, mitos, maupun religi masyarakatnya. Keterjagaan tradisi secara turun
temurun dapat bertahan dalam kurun waktu yang lama, juga dalam kaitannya dengan bangunan
tradisional. Kini kesakralan dan ”pamali” sudah tidak lagi menjadi faktor utama dalam
mempertimbangkan penyajian baik budaya maupun tradisi ”pakem” yang ada. Faktor ekonomi, fungsi,
dan asumsi saja yang sangat dominan, jelas tercermin dalam pemanfaatan desain arsitektur tradisional
yang hanya mengambil kulit ataupun langgam saja tanpa sedikit pun terasa memiliki konsepsi dan filosofi
dasarnya yang kuat. Dengan demikian, memahami arsitektur tradisional ini menjadi sebuah tantangan
yang besar bagi para arsitek yang hidup pada zaman modern. Sebuah keniscayaan bahwa produk tradisi
akan langgeng jika aktivitas tradisi dan budaya masyarakat tidak tergerus perkembangan zaman yang
sangat radikal. Mempertahankan sebuah eksistensi tradisi dan budaya perlu keteguhan erat dari
masyarakatnya itu sendiri. Dengan kata lain, akan sangat mustahil bagi seorang arsitek zaman ini untuk
menciptakan sebuah desain arsitektur tradisional, sementara pengguna atau lingkungannya memiliki
karakter yang berbeda dengan tradisi tersebut. Namun demikian, bukan berarti perpaduan gaya
tradisional, dalam hal ini gaya Jawa Barat, dengan gaya kontemporer (modern) adalah hal yang mustahil.
Kesesuaian konteks dalam penerapan hasil karya tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan
eksistensi masyarakat

Anda mungkin juga menyukai