Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH BERDIRINYA GEDUNG SATE

Nama : Fayza Tarisha Dewi


NIM : 13030122140065
Dosen Pengampu : Dr. Endah Sri Hartatik, M. Hum
Kelas : B

PROGRAM STUDI S1
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Proposal ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “PENELITIAN GEDUNG SATE”.

Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
Proposal ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Semarang, 24 Oktober 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
1. Latar Belakang......................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
3. Tujuan Penelitian..................................................................................................................3
4. Manfaat Penelitian................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................4
1. Pengertian Gedung Sate........................................................................................................4
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................................5
1. Wawancara...........................................................................................................................5
2. Observasi..............................................................................................................................5
3. Studi kepustakaan.................................................................................................................5
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................................7
1. Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung.......................................................................7
2. Perjalanan Sejarah Gedung Sate Dari Zaman Belanda.........................................................8
3. Kontruksi dan struktur pembangunan gedung sate...............................................................9
BAB V PENUTUP........................................................................................................................11
1. Kesimpulan.........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Gedung Sate di Bandung menuai banyak pujian dari banyak kalangan. Rata-rata
pujiannya berisi tentang betapa mempesonanya gedung yang memiliki gaya arsitektur
lain dari yang lain ini, hingga menyebut gaya tersebut sebagai Indo Europeeschen
architectuur stijl (gaya arsitektur Indo-Eropa). D. Ruhl juga menuliskan bahwa
menurutnya Gedung Sate adalah gedung dengan gaya arsitektur yang paling indah di
Indonesia. Tulisannya ini bisa ditemui pada buku dengan judul Bandoeng en haar
Hoogvlakte yang diterbitkan pada tahun 1952. Pendapat lain muncul dari dua arsitek
terkenal Belanda yaitu Cor Pashier dan Jam Wittenberg, dimana menurut mereka Gedung
Sate adalah hasil eksperimen penggabungan dua gaya arsitektur yaitu Indonesia dan
Eropa.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung ?
2. Bagaimana Perjalanan Sejarah Gedung Sate Dari Zaman Belanda ?
3. Bagaimana bentuk Kontruksi dan struktur pembangunan gedung sate ?

3. Tujuan Penelitian
1. Mampu Mengetahui berdirinya gedung sate di bandung.
2. Mampu Mengetahui perjalanan gedung sate dari zaman belanda.
3. Mampu mengetahui Kontruksi dan struktur pembangunan gedung sate.

4. Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah daftar bacaan maupun referensi bagi masyarakat umum mengenai
sejarah berdirinya gedung sate.

3
2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum dalam usaha
mengenalkan dan melestarikan sejarah berdirinya gedung sate, melalui perjalanan
gedung sate, kontruksi dan struktur pembangunan gedung sate.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Gedung Sate


Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara
sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja
dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan
itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat.
Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun
tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini
berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.
Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements
Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan olehJohanna Catherina Coops, puteri
sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur
Jenderal diBatavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan
hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan
lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta
pihakGemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000
pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan
pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu
tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa,
Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang
sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai
Kota Bandung). Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil
diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk
kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan.

4
Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan
kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik
Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara. Banyak
kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan
monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada
bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa.

BAB III
METODE PENELITIAN

1. Wawancara
Menurut Moh. Nazir, wawancara adalah proses memperoleh keterangan melalui
metode tanya jawab, secara bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan
penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara). Adapun dalam penelitian ini wawancara terstruktur dan wawancara
tidak terstruktur.

2. Observasi.
Menurut Moh. Nazir, observasi ini berarti bahwa seorang pengamat melakukan
observasi langsung, tetapi tetap memberi batasan bahwa dia adalah seorang peneliti atau
pengamat yang terdiri di luar sistem. Pengamat tetap berada sebagai pengamat untuk
melakukan observasi pengamat tidak berbaur dengan masyarakat yang ada dalam sasaran
penelitian.

3. Studi kepustakaan.
Studi kepustakaan menurut Moh. Nazir adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan
laporan-laporan yang ada hubunganya dengan masalah yang akan dipecahkan.51 Sedangkan
menurut Danial Endang AR. Studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan dengan masalah

5
dan tujuan penelitian. Buku tersebut digunakan sebagai sumber data yang akan diolah dan
dianalisis seperti yang banyak dilakukan oleh para ahli sejarah, sastra dan bahasa.

BAB IV
PEMBAHASAN

1. Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung


Sejarah berdirinya Gedung Sate di Bandung terjadi sebelum 27 Juli 1920, dimana
gedung yang dulu memiliki nama Gouvernemens Bedrijven (GB) ini selesai dirancang
cetak birunya oleh sebuah tim yang beranggotakan Ir. J. Gerber, Ir. G. Hendriks, dan Ir.
Eh. De Roo. Rancangan cetak biru gedung GB ini juga melibatkan Gementee (walikota)
Bandung yang pada masa itu dengan Kol.Pur. VL. Slors sebagai ketua mereka. Untuk
membangun gedung GB ini dibutuhkan 2.000 orang pekerja, dimana 150 diantaranya
merupakan orang Tiongkok dan bertugas sebagai pengukir kayu atau pemahat batu. Dari
sisa 1.850 pekerja, hampir seluruhnya pernah memiliki pengalaman membangun gedung
penting karena mereka pernah bekerja dalam pembangunan Gedong Sirap (ITB) dan
Gedong Papak.
Selama proses pembuatan dan penyelesaiannya, Gedung Sate di Bandung menuai
banyak pujian dari banyak kalangan. Rata-rata pujiannya berisi tentang betapa
mempesonanya gedung yang memiliki gaya arsitektur lain dari yang lain ini, hingga
menyebut gaya tersebut sebagai Indo Europeeschen architectuur stijl (gaya arsitektur
Indo-Eropa). D. Ruhl juga menuliskan bahwa menurutnya Gedung Sate adalah gedung
dengan gaya arsitektur yang paling indah di Indonesia. Tulisannya ini bisa ditemui pada
buku dengan judul Bandoeng en haar Hoogvlakte yang diterbitkan pada tahun 1952.
Pendapat lain muncul dari dua arsitek terkenal Belanda yaitu Cor Pashier dan Jam
Wittenberg, dimana menurut mereka Gedung Sate adalah hasil eksperimen
penggabungan dua gaya arsitektur yaitu Indonesia dan Eropa.
Awal sejarah berdirinya Gedung Sate di Bandung dibangun agar bisa menjadi
pusat pemerintahan Hindia Belanda, tepat setelah Batavia dinilai tidak lagi pantas

6
menjadi ibu kota karena perkembangannya. Pengguna awal gedung ini ditargetkan adalah
Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Namun dialih fungsikan sehingga hanya
Jawatan Pekerjaan Umum yang menggunakan gedung ini. Pada tanggal 3 Desember
1945, terjadi peristiwa berdarah dimana peristiwa tersebut merenggut nyawa 7 orang
pemuda yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk mempertahankan gedung yang indah
tersebut dari pasukan-pasukan Gurkha yang berusaha menyerang. Demi mengenang ke-7
orang pemuda yang dengan gagah berani menggadaikan nyawa, dibuatlah sebuah tugu
peringatan dengan batu sebagai bahannya dan diletakkan di bagian belakang halaman
Gedung Sate. Tugu ini kemudian dipindahkan pada 3 Desember 1970 atas perintah dari
Menteri Pekerjaan Umum.

2. Perjalanan Sejarah Gedung Sate Dari Zaman Belanda


Pembangunan gedung yang bertujuan untuk dijadikan pusat pemerintahan
Belanda ini memilih kota Bandung sebagai ibu kota karena menurut mereka, iklim kota
Bandung pada masa itu mirip dengan iklim yang ada di Perancis Selatan kala musim
panas tiba.
Dalam rancangan cetak biru GB, Gerber menyatukan beberapa gaya arsitektur,
seperti misalnya pada jendela, tema yang digunakan adalah Moor Spanyol. Gaya yang
berbeda digunakan untuk bangunan secara keseluruhan yang bergaya Rennaisance Italia.
Untuk menaranya sendiri, Gerber memilih gaya Asia, terutama gaya atap pura yang ada
di Bali dan pagoda yang ada di Thailand. Dilihat pada atap GB, puncaknya dihiasi
dengan “tusuk sate” yang memiliki 6 buah benda bulat. Terjadi perdebatan tentang benda

7
ini, dimana ada versi yang mengatakan bahwa benda tersebut adalah sate, jambu air, atau
bahkan melati yang berjumlah 6 buah. Jumlah benda tersebut adalah representasi dari
biaya pembangunan gedung megah itu, yaitu 6 juta gulden.

3. Kontruksi dan struktur pembangunan gedung sate.


Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis
konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1
× 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar
Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan
cara konvensional yang profesional dengan memperhatikan standar teknik. Gedung Sate
berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari
Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II
3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².
Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya.
Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya
dalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu
gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat “tusuk sate” dengan
6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang
melambangkan 6 juta gulden – jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung
Sate. Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan
mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang
menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun
menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.

8
9
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Gedung Sate di
Bandung dibangun agar bisa menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda, tepat setelah
Batavia dinilai tidak lagi pantas menjadi ibu kota karena perkembangannya. Pengguna
awal gedung ini ditargetkan adalah Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum.
Namun dialih fungsikan sehingga hanya Jawatan Pekerjaan Umum yang menggunakan
gedung ini. Pada tanggal 3 Desember 1945, terjadi peristiwa berdarah dimana peristiwa
tersebut merenggut nyawa 7 orang pemuda yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk
mempertahankan gedung yang indah tersebut dari pasukan-pasukan Gurkha yang
berusaha menyerang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anton Zunaedi, Sejarah Museum, (Jakarta: Erlangga, 2001).

Dinas Pariwisata dan kebudayaan Jawa Barat, Pedoman pengelolaan Museum Provisi Jawa
Barat.

Hasil wawancara dengan petugas keamanan di gedung sate.

11

Anda mungkin juga menyukai