Anda di halaman 1dari 17

Kunjungan “Gedung Sate”

Disusun oleh:
Moh.hidayatullah al ahya

Kelas: XI IS 3

SMA NEGERI 3 TEGAL


Jl. Sumbodro No.81, Slerok, Kec. Tegal Tim., Kota Tegal, Jawa Tengah 52125
Tahun 2020

Kata Pengantar
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan berjudul “Kunjungan ke Gedung Sate”

Terima kasih saya ucapkan kepada Guru Pembimbing yang telah membantu kami


baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-
teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan penelitian yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Semoga laporan penelitian ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa


bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Tegal, 23 Januari 2020

Moh. Hidayatullah Al Ahya


LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kunjungan dengan judul “Gedung Sate”
Disetujui Dan Disahkan pada:

Hari:
Tanggal:

Oleh Guru Pembimbing

Bp annas

DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II. PEMBAHASAN
1. Sejarah Dibangunnya Gedung Sate
2. Perjalanan Sejarah Gedung Sate Dari Zaman Belanda
3. Berdirinya Gedung Sate Di Bandung
4. Ciri Khas Gedung Sate
5. Kisah Dibalik Gedung Sate

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
2. Saran
Lampiran
Dokumentasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Gedung Sate di Bandung menuai banyak pujian dari banyak kalangan. Rata-rata
pujiannya berisi tentang betapa mempesonanya gedung yang memiliki gaya
arsitektur lain dari yang lain ini, hingga menyebut gaya tersebut sebagai Indo
Europeeschen architectuur stijl (gaya arsitektur Indo-Eropa). D. Ruhl juga
menuliskan bahwa menurutnya Gedung Sate adalah gedung dengan gaya
arsitektur yang paling indah di Indonesia. Tulisannya ini bisa ditemui pada buku
dengan judul Bandoeng en haar Hoogvlakte yang diterbitkan pada tahun 1952.
Pendapat lain muncul dari dua arsitek terkenal Belanda yaitu Cor Pashier dan Jam
Wittenberg, dimana menurut mereka Gedung Sate adalah hasil eksperimen
penggabungan dua gaya arsitektur yaitu Indonesia dan Eropa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung ?
2.      Bagaimana Perjalanan Sejarah Gedung Sate Dari Zaman Belanda ?
3.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui latar belakang berdirinya gedug sate !
2.      Mengetahui perjalanan gedung sate dari zaman belanda !
3.      Mengetahui berdidrinya gedung sate di bandung !

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung


Sejarah berdirinya Gedung Sate di Bandung terjadi sebelum 27 Juli 1920, dimana
gedung yang dulu memiliki nama Gouvernemens Bedrijven (GB) ini selesai
dirancang cetak birunya oleh sebuah tim yang beranggotakan Ir. J. Gerber, Ir. G.
Hendriks, dan Ir. Eh. De Roo. Rancangan cetak biru gedung GB ini juga melibatkan
Gementee (walikota) Bandung yang pada masa itu dengan Kol.Pur. VL. Slors
sebagai ketua mereka. Untuk membangun gedung GB ini dibutuhkan 2.000 orang
pekerja, dimana 150 diantaranya merupakan orang Tiongkok dan bertugas
sebagai pengukir kayu atau pemahat batu. Dari sisa 1.850 pekerja, hampir
seluruhnya pernah memiliki pengalaman membangun gedung penting karena
mereka pernah bekerja dalam pembangunan Gedong Sirap (ITB) dan Gedong
Papak.

B.     Perjalanan Sejarah Gedung Sate Dari Zaman Belanda


Sejarah berdirinya Gedung Sate di Bandung mulai tercatat ketika batu pertama
diletakkan pada tanggal 27 Juli 1920. Peletakkan batu pertama ini dilakukan oleh
Johanna Catherina Coops, putri sulung dari Walikota Bandung saat itu, B. Coops,
bersama dengan Petronella Roelefsen yang menjadi wakil Gubernur Jendral J.P
Graaf Van Limburg Stirum. Pembangunan gedung yang bertujuan untuk dijadikan
pusat pemerintahan Belanda ini memilih kota Bandung sebagai ibu kota karena
menurut mereka, iklim kota Bandung pada masa itu mirip dengan iklim yang ada
di Perancis Selatan kala musim panas tiba.
Selama proses pembuatan dan penyelesaiannya, Gedung Sate di Bandung menuai
banyak pujian dari banyak kalangan. Rata-rata pujiannya berisi tentang betapa
mempesonanya gedung yang memiliki gaya arsitektur lain dari yang lain ini,
hingga menyebut gaya tersebut sebagai Indo Europeeschen architectuur stijl
(gaya arsitektur Indo-Eropa). D. Ruhl juga menuliskan bahwa menurutnya Gedung
Sate adalah gedung dengan gaya arsitektur yang paling indah di Indonesia.
Tulisannya ini bisa ditemui pada buku dengan judul Bandoeng en haar Hoogvlakte
yang diterbitkan pada tahun 1952. Pendapat lain muncul dari dua arsitek terkenal
Belanda yaitu Cor Pashier dan Jam Wittenberg, dimana menurut mereka Gedung
Sate adalah hasil eksperimen penggabungan dua gaya arsitektur yaitu Indonesia
dan Eropa.
Dalam rancangan cetak biru GB, Gerber menyatukan beberapa gaya arsitektur,
seperti misalnya pada jendela, tema yang digunakan adalah Moor Spanyol. Gaya
yang berbeda digunakan untuk bangunan secara keseluruhan yang bergaya
Rennaisance Italia. Untuk menaranya sendiri, Gerber memilih gaya Asia, terutama
gaya atap pura yang ada di Bali dan pagoda yang ada di Thailand. Dilihat pada
atap GB, puncaknya dihiasi dengan “tusuk sate” yang memiliki 6 buah benda
bulat. Terjadi perdebatan tentang benda ini, dimana ada versi yang mengatakan
bahwa benda tersebut adalah sate, jambu air, atau bahkan melati yang berjumlah
6 buah. Jumlah benda tersebut adalah representasi dari biaya pembangunan
gedung megah itu, yaitu 6 juta gulden.

C.    Sejarah Berdirinya Gedung Sate di Bandung


4 tahun adalah waktu yang dibutuhkan oleh tim beranggotakan 2.000 orang itu
untuk menyelesaikan GB, tepatnya pada bulan September 1942. Ketika selesai,
bagian gedung yang termasuk di dalamnya adalah bangunan utama GB itu sendiri
yang di dalamnya terdapat kantor pusat pos, Perpustakaan (PTT), serta telepon
dan telegraf. Ternyata, kemegahan dan keunikan yang disajikan oleh Gedung Sate
ini tidak dikerjakan oleh Ir. J. Gerber sendirian, karena ia mendapatkan banyak
masukan dari maestro Belanda dalam bidang seni arsitektur, yaitu Dr. Hendrik
Petrus Berlage. Berlage menyarankan Gerber bahwa ia harus memasukkan sedikit
nuansa tradisional Indonesia dalam gedung yang akan ia buat di daerah Indonesia
tersebut.
Selama proses pembuatan dan penyelesaiannya, Gedung Sate di Bandung menuai
banyak pujian dari banyak kalangan. Rata-rata pujiannya berisi tentang betapa
mempesonanya gedung yang memiliki gaya arsitektur lain dari yang lain ini,
hingga menyebut gaya tersebut sebagai Indo Europeeschen architectuur stijl
(gaya arsitektur Indo-Eropa). D. Ruhl juga menuliskan bahwa menurutnya Gedung
Sate adalah gedung dengan gaya arsitektur yang paling indah di Indonesia.
Tulisannya ini bisa ditemui pada buku dengan judul Bandoeng en haar Hoogvlakte
yang diterbitkan pada tahun 1952. Pendapat lain muncul dari dua arsitek terkenal
Belanda yaitu Cor Pashier dan Jam Wittenberg, dimana menurut mereka Gedung
Sate adalah hasil eksperimen penggabungan dua gaya arsitektur yaitu Indonesia
dan Eropa.
Dalam rancangan cetak biru GB, Gerber menyatukan beberapa gaya arsitektur,
seperti misalnya pada jendela, tema yang digunakan adalah Moor Spanyol. Gaya
yang berbeda digunakan untuk bangunan secara keseluruhan yang bergaya
Rennaisance Italia. Untuk menaranya sendiri, Gerber memilih gaya Asia, terutama
gaya atap pura yang ada di Bali dan pagoda yang ada di Thailand. Dilihat pada
atap GB, puncaknya dihiasi dengan “tusuk sate” yang memiliki 6 buah benda
bulat. Terjadi perdebatan tentang benda ini, dimana ada versi yang mengatakan
bahwa benda tersebut adalah sate, jambu air, atau bahkan melati yang berjumlah
6 buah. Jumlah benda tersebut adalah representasi dari biaya pembangunan
gedung megah itu, yaitu 6 juta gulden.
Awal sejarah berdirinya Gedung Sate di Bandung dibangun agar bisa menjadi
pusat pemerintahan Hindia Belanda, tepat setelah Batavia dinilai tidak lagi pantas
menjadi ibu kota karena perkembangannya. Pengguna awal gedung ini
ditargetkan adalah Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Namun dialih
fungsikan sehingga hanya Jawatan Pekerjaan Umum yang menggunakan gedung
ini. Pada tanggal 3 Desember 1945, terjadi peristiwa berdarah dimana peristiwa
tersebut merenggut nyawa 7 orang pemuda yang mempertaruhkan nyawa
mereka untuk mempertahankan gedung yang indah tersebut dari pasukan-
pasukan Gurkha yang berusaha menyerang. Demi mengenang ke-7 orang pemuda
yang dengan gagah berani menggadaikan nyawa, dibuatlah sebuah tugu
peringatan dengan batu sebagai bahannya dan diletakkan di bagian belakang
halaman Gedung Sate. Tugu ini kemudian dipindahkan pada 3 Desember 1970
atas perintah dari Menteri Pekerjaan Umum.
Pada tahun 1980, GB kemudian lebih dikenal dengan nama Kantor Gubernur. Hal
ini masuk akal karena gedung ini kemudian menjadi pusat aktivitas dari
pemerintahan yang ada di Provinsi Jawa Barat. Sebelumnya, pusat pemerintahan
di Jawa Barat terletak di Gedung Kerta Mukti yang ada di Jalan Braga, Bandung.
Ruang kerja bagi Gubernur terpilih terdapat di lantai 2. Di lantai tersebut, juga
terdapat ruangan bagi para Wakil Gubernur, Asisten Biro, dan Sekretaris Daerah.
Kesempurnaan GB sendiri semakin memesona ketika gedung baru yang
“menyontek” gaya arsitektur Gedung Sate dengan sedikit sentuhan asli buah
karya Ir. Sudibyo dibangun pada tahun 1977. Gedung baru yang menambahkan
daftar cerita dalam sejarah berdirinya Gedung Sate di Bandung ini diperuntukkan
khusus bagi para Anggota DPRD provinsi Jawa Barat ketika mereka harus
melaksanakan tugas mereka sebagai penyampai aspirasi masyarakat daerah yang
mereka ayomi. Gedung ini juga kini menjadi objek wisata kota karena beberapa
dari mereka mengaku memiliki ikatan emosi maupun sejarah dengan gedung yang
dibuat pada masa kolonial Belanda tersebut.

D.    Ciri Khas Gedung Sate


Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara
sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang
tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia
bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan
tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun
Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini
masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat
pemerintahan Jawa Barat.
Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements
Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops,
puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili
Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli
1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber,
arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo
dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL.
Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli
bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal
dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang
berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung
Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong
Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).
Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan
pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor
pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan.
Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan
kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda
Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional
Nusantara.
Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah
bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik
mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen
architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut
mewarnai Gedung Sate.
Beberapa pendapat tentang megahnya Gedung Sate diantaranya Cor Pashier dan
Jan Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur
Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada
bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa". D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar
Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia".
Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan,
"Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan
langgam timur dan barat secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia
pada masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara
bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru atau pagoda. Masih banyak lagi
pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan kemegahan Gedung Sate misalnya
Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto.
Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis
konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran
besar (1 × 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur
sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate
menggunakan cara konvensional yang profesional dengan memperhatikan
standar teknik.
Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734
m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I
212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan
teras menara 205,169 m². Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur
ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol,
sedangkan untuk bangunannya dalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara,
Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di
Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi
lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden -
jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.
Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan
mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan,
yang menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja
dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.
Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan
Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah
Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan
karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum.
Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh orang
pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha.
Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan
di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada
tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung
Sate.
Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena
sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya
Pemerintahaan Provinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan
Braga Bandung. Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang
kerja Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini
Gubernur di bantu oleh tiga Wakil Gubernur yang menangani Bidang
Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang Kesejahteraan
Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten Ketataprajaan,
Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten
Administrasi.
Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan
Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru. Di bagian
timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang
dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa.
Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering
digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan
yang ditempati beberapa Biro dengan Stafnya.
Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak
dapat dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau
dengan menaiki tangga kayu. Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi
dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun
dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977
diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga
Legislatif Daerah.
Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan obyek wisata di kota Bandung.
Khusus wisatawan manca negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung
karena memiliki keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini. Keterkaitan
emosi dan history ini mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga
satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada 6 tangga yang
harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga yang harus dinaiki.
Keindahan Gedung Sate dilengkapi dengan taman disekelilingnya yang terpelihara
dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota Bandung
dan para wisatawan baik domestik maupun manca negara. Keindahan taman ini
sering dijadikan lokasi kegiatan yang bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting
video klip musik baik artis lokal maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau
foto diri bahkan foto pasangan pengantin.
Khusus di hari minggu lingkungan halaman Gedung Sate dijadikan pilihan tempat
sebagian besar masyarakat untuk bersantai, sekedar duduk-duduk menikmati
udara segar kota Bandung atau berolahraga ringan. Membandingkan Gedung Sate
dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol building) di banyak
ibukota negara sepertinya tidak berlebihan. Persamaannya semua dibangun di
tengah kompleks hijau dengan menara sentral yang megah. Terlebih dari segi
letak gedung sate serta lanskapnya yang relatif mirip dengan Gedung Putih di
Washington, DC, Amerika Serikat. Dapat dikatakan Gedung Sate adalah "Gedung
Putih"nya kota Bandung.

E.     Kisah di balik Gedung Sate


Kisah di balik Gedung Sate, Bandung 27 Agustus 2011 17:22:50 Diperbarui: 26 Juni
2015 02:25:42 Dibaca : 1,465 Komentar : 0 Nilai : 2 Jika kita mengunjungi Gedung
Sate di jl. Dipenogoro no. 22, Bandung. Kita dapat melihat sebuah tugu yang
terbuat dari batu alam di halaman depan-nya. Pada batu tersebut terdapat tulisan
yang berbunyi “Dalam mempertahankan Gedung Sate terhadap serangan pasukan
Gurkha tanggal 3 Desember 1945, tujuh pemuda gugur dan dikubur oleh pihak
musuh di halaman ini.
Bulan Agustus 1952 diketemukan jenazah Suhodo, Didi, dan Muchtarudin, yang
dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Cikutra. Jenazah Rana,
Subengat, Surjono, dan Susilo tetap berada di sini.” Rupanya, ada jenazah yang
masih terkubur di halaman gedung tersebut. Meskipun tidak banyak orang yang
mengetahuinya, kisah yang terkandung pada tugu batu tersebut tidak akan
pernah hilang dari sejarah. DATANGNYA SEKUTU Kisah itu berawal setelah
pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir.
Soekarno. Saat itu, Keadaan Republik Indonesia begitu labil. Meskipun setelahnya
kabinet pemerintahan telah dibentuk, insiden-insiden kecil yang menjurus kepada
pertempuran melawan tentara asing kerap kali terjadi.
Terutama, setelah datangnya tentara sekutu di Republik Indonesia untuk
menggantikan Jepang dan pada tanggal 4 Oktober 1945, Kota Bandung mulai
dimasuki oleh tentara sekutu. Sejak saat itu, para patriot yang berada di kota
Bandung harus berhadapan dengan tentara Jepang dan tentara Sekutu. Saat itu,
Gedung Sate dijadikan kantor pusat Departemen Perhubungan dan Pekerjaan
Umum. Tepatnya pada tanggal 20 Oktober 1945, Ir. Pangeran Noor (Menteri
Muda Perhubungan dan Pekerjaan Umum saat itu) meminta para pegawai
Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum mengangkat sumpah setia
kepada Republik Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap tentara asing di
Bandung. Tentunya, Gedung Sate menjadi prioritas untuk di pertahankan bagi
mereka yang telah mengangkat sumpah setia-nya.
Pada tanggal 24 November 1945, Kota Bandung mulai di guncang pertempuran
dan Gedung Sate mulai dikepung oleh anggota tentara sekutu yakni tentara
Gurkha (tentara dari Inggris) dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Suatu kelompok yang bernama Gerakan Pemuda Pekerjaan Umum mencoba
untuk mempertahankan Gedung Sate dibantu oleh 40 orang dari pasukan Badan
Perjuangan.
Sayangnya, Gedung tersebut hanya dipertahankan oleh 21 orang dari anggota
Gerakan Pemuda Pekerjaan Umum setelah bantuan dari pasukan Badan
Perjuangan ditarik kembali pada tanggal 29 November 1945. 3 DESEMBER 1945
Tanggal 3 Desember 1945, setelah diadakan pembagian tugas oleh ke-21 anggota
Gerakan Pemuda PU tersebut, pada pukul 11:00 Siang WIB, Tentara Gurkha dan
tentara NICA menyerbu dan mengepung Gedung Sate dari berbagai penjuru
dengan persenjataan yang berat dan modern. Meskipun begitu, ke-21 anggota
Gerakan Pemuda PU ini tak mau menyerah. Mereka melakukan perlawanan
secara mati-matian dengan segala kekuatan untuk mempertahankan Gedung
Sate. Terjadilah pertempuran yang tidak seimbang antara Gerakan Pemuda PU
melawan tentara Gurkha dan NICA. Merasa tidak seimbang, Gerakan Pemuda PU
membutuhkan bantuan pasukan. Karena hubungan telepon telah terputus, maka
seorang pemuda bernama Didi Hardianto Kamarga diutus sebagai kurir untuk
meminta pasukan bantuan. Sayangnya, sebelum tugas terlaksana, Didi Hardianto
Kamargagugur terlebih dahulu.
Hingga pada akhirnya, mereka harus menghadapi pertempuran yang tidak
seimbang ini. Dengan semangat yang berapi-api sebagai negara yang baru saja
merdeka. Dengan persenjataan dan kekuatan seadanya, mereka berjuang mati-
matian untuk menjaga Gedung Kantor yang menjadi salah satu lembaga
kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia. Ikrar sumpah setia mereka kepada
Republik Indonesia telah dipenuhi dengan mempertaruhkan nyawanya untuk
menjaga dan mempertahankan Gedung Sate. Pada pukul 14:00 WIB, Pertempuran
yang tidak seimbang tersebut berakhir dan Gedung Sate akhirnya jatuh ke tangan
musuh.
Dalam pertempuran tersebut, baru diketahui dari 21 orang pemuda 7 diantaranya
hilang. Satu orang luka berat dan beberapa orang lainnya luka ringan. Pada
awalnya, tidak diketahui kemana 7 orang hilang tersebut. Pada bulan Agustus
1952, barulah dilakukan pencarian 7 orang pemuda yang hilang tersebut oleh
suatu tim yang sebagian besar adalah mereka yang sebelumnya ikut
mempertahankan Gedung Sate. Hasilnya, hanya ditemukan tiga kerangka yang
diketahui sebagai jenazah Didi Hardianto Kamarga,Suhodo dan Muchtarudin yang
kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
Ke-empat jenazah lainnya yang tidak ditemukan adalah Rio Susilo, Subengat, Rana
dan Surjono. Sebagai tanda penghargaan bagi mereka yang jenazah-nya tidak
ditemukan ini, dibuatlah dua tanda peringatan. Satu dipasang didalam Gedung
Sate dan lainnya berupa tugu batu yang terbuat dari batu alam dengan tujuh
nama mereka, yang telah gugur untuk mempertahankan Gedung Sate, tertulis
disana. JIWA KORSA PEKERJAAN UMUM Tanggal 3 Desember 1951, Menteri
Pekerjaan Umum dan Tenaga saat itu, Ir. Ukar Bratakusumah, menyatakan bahwa
ketujuh pemuda pahlawan tersebut dihormati sebagai “PEMUDA YANG BERJASA”.
Tanda penghargaan tersebut disampaikan kepada para keluarga mereka yang
ditinggalkan. Sepuluh tahun kemudian, tertanggal 2 Desember 1961, Menteri
Pertama Ir. H. Djuanda memberikan “Pernyataan Penghargaan” tertulis kepada
para pemuda yang gugur. Ditetapkanlah pada setiap tanggal 3 Desember sebagai
Hari Bhakti Pekerjaan Umum. Di kalangan Departemen Pekerjaan Umum,
peristiwa tanggal 3 Desember 1945 tersebut dikenal sebagai “Jiwa Korsa
Departemen Pekerjaan Umum”.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari makalai ini, dapat disimpulkan bahwa Gedung Sate di
Bandung dibangun agar bisa menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda, tepat
setelah Batavia dinilai tidak lagi pantas menjadi ibu kota karena
perkembangannya. Pengguna awal gedung ini ditargetkan adalah Departemen
Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Namun dialih fungsikan sehingga hanya Jawatan
Pekerjaan Umum yang menggunakan gedung ini. Pada tanggal 3 Desember 1945,
terjadi peristiwa berdarah dimana peristiwa tersebut merenggut nyawa 7 orang
pemuda yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk mempertahankan gedung
yang indah tersebut dari pasukan-pasukan Gurkha yang berusaha menyerang.

B.     Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak
berharap para pembaca khususnya guru dan teman-teman untuk dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
·         http://www.portalsejarah.com/sejarah-berdirinya-gedung-sate-di-
bandung.html
·         http://www.sobatpetualang.com/2013/12/sejarah-berdirinya-gedung-sate-
di.html
·         http://www.kompasiana.com

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai