Anda di halaman 1dari 7

ARSITEKTUR NUSANTARA YANG MENGANGKAT NILAI-NILAI

BERKELANJUTAN YANG DIINSPIRASI DARI BENTUK ARSITEKTUR


TRADISIONAL

Disusun oleh:

Indra Gemelli Mahardika (19.84.0181)

Doseng Pengampu : : RR. Sophia Ratna Haryati, ST, M.Sc

Mata Kuliah : ARSITEKTUR NUSANTARA

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AMIKOM YOGYAKARTA

2020/2021
CONTOH ARSITEKTUR NUSANTARA YANG MENGANGKAT NILAI-NILAI
BERKELANJUTAN YANG DIINSPIRASI DARI BENTUK ARSITEKTUR TRADISIONAL

ABSTRAK
Arsitektur berkelanjutan adalah arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa
membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan
ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait. Konsep keberlanjutan
pada masa kini perlu dikembangkan agar kebertahanan karakter cultural identity di suatu
lingkungan semakin meningkat. Aplikasi keberlanjutan dilakukan melalui disain berkonsep
ekologis, yang menekankan unsur alam secara efisien dan mengutamakan unsur kualitas
ketimbang kuantitas. Terjadinya kerusakan ekologi akibat dari kemajuan dan perkembangan
zaman, membutuhkan peranarsitektur dalam membina lingkungan berdasarkan konsep
pembangunan berkelanjutan. Konseparsitektur berkelanjutan erat kaitannya dengan
ketersediaan dan kondisi Sumber Daya Alam pada saat inidan yang akan datang tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

PENDAHULUAN
Konsep arsitektur berkelanjutan
Arsitektur berkelanjutan sebagai konsep perancangan yang mampu
mempertimbangkan masa kini dan masa mendatang, baik dalam memenuhi kebutuhan
maupun ketersediaan pemenuh kebutuhan manusia. Konsep arsitektur berkelanjutan
merupakan pemahaman perancangan yang perlu digiatkan, sebagaiupaya pengurangan efek
pemanasan global. Semakin banyak arsitek yang menggunakan konsep keberlanjutan dalam
rancangannya, maka semakin banyak pula tercipta bangunan-bangunan tanggap lingkungan
yang mampu meminimalisir efek negative pembangunan terhadap kondisi alam. Arsitektur
berkelanjutan mampu mengkaitkan antara manusia dengan alam, sehingga tidak banyak
dampak negative yang terjadi pada kedua pihak atas terciptanya suatu rancangan. Penerapan
arsitektur berkelanjutan dapat berupa efisiensi penggunaan energi, penggunaan lahan,
penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.
Konsep arsitektur tradisional
Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Mempelajari bangunan tradisional berarti mempelajari
tradisi masyarakat yang lebih dari sekadar tradisi membangun secara fisik. Masyarakat
tradisional terikat dengan adat yang menjadi konsesi dalam hidup bersama (Rapoport,1960).
Arsitektur tradisional mampu menyelaraskan kebutuhan manusia dengan alam, dan menjaga
kelestarian dan ketersediaan sumber daya alam yang ada. Konsep arsitektur tradisional
seringkali berangkat dari budaya dan adat setempat yang terkait dengan kepercayaan yang
mengatur hubungan manusia dengan alam yang menaunginya. Berdasarkan konsep tersebut,
maka arsitektur tradisional merupakan bentuk arsitektur yang mampu bertahan terhadap

1
perkembangan zaman dan berbasis alam. Arsitektur tradisional mampu berjalan secara turun
temurun, dari masa lampau, masa kini, dan masamen datang. Arsitektur tradisional memiliki
konsep yang seirama dengan konsep arsitektur berkelanjutan, sebagai satu bentuk upaya
penyelesaian permasalahan pemanasan global. Konsep arsitektur tradisional yang berbasis
alam dapat digunakan sebagai poin-poin penting dalam perancangan arsitektur masa kini dan
masa mendatang, guna mengurangi dampak pembangunan terhadap pemanasan global

PEMBAHASAN
Oikumene Church (Gereja Oikumene), Sajau, Tanjung Palas Timur, Indonesia

• Architects : TSDS Interior Architect


• Area : 277 m²
• Year : 2018
• Photographs : Mario Wibowo
• Manufacturers: Kayan Makmur Foundation
• Address : Sajau, East Tanjung Palas, Bulungan Regency, North Kalimantan,
Indonesia.
Gereja Oikumene Sajau berada di perbukitan perkebunan sawit dan karet di Sajau,
Kalimantan Utara. Tapak gereja ini berada di level tanah paling tinggi di perbukitan tersebut,
di mana proyek ini merupakan hasil dari program corporate social responsibility (CSR) dari

2
perusahan perkebunan PT Kayan Makmur Sejahtera sebagai fasilitas peribadatan bagi umat
Kristen, khususnya karyawan perkebunan dan warga sekitar. Gereja ini bisa digunakan oleh
umat kristiani secara general (oikumenis). Sebagai fasilitas peribadatan umat kristiani, gereja
dapat merepresentasikan respon arsitekturalnya melalui berbagai aspek. Dua di antaranya
adalah aspek alam dan budaya, seperti yang diterapkan pada gereja Oikumene di Sajau,
Kalimantan Utara. Gereja yang didesain oleh TSDS Interior Architects ini merespon alam dan
budaya melalui penggunaan material dan arsitektur tradisional Kalimantan.
Adaptasi arsitektur rumah betang
Perancangan merupakan pendekatan Single Materiality, yaitu menggunakan satu
material sebagai satu kesatuan pencipta ruang, dan dalam proyek ini dipilih kayu sebagai
material. Pendekatan ini merupakan ide tim untuk mendesain dengan menggunakan bahan
lokal. Konsep arsitekturalnya terinspirasi dari Rumah Betang, sebuah hunian tradisional
berbentuk rumah panjang yang digunakan oleh masyarakat Dayak. Secara filosofis gereja ini
dirancang dengan merefleksikan bagaimana Tuhan menyelamatkan umat manusia dari dosa,
yang digambarkan dengan arsitektur bagaimana atap miring ditopang oleh tembok gereja.

Konsep interiornya kembali pada fungsi ruangnya, mengakomodir tugas-tugas gereja


yang meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan musik. Sebuah platform
disediakan sebagai bagian dari interior. Karena cuaca yang buruk di Kalimantan (suhu panas
yang tinggi di siang hari), sangat penting untuk menjaga ruangan di dalamnya cukup nyaman
untuk beraktivitas tanpa AC. Desainnya menyesuaikan situasi dengan menggunakan atap
dongkrak untuk memungkinkan sistem ventilasi silang.

3
Material Berkelanjutan

Dewasa ini, perkembangan teknologi material di bidang konstruksi berkembang


sangat cepat dan sebagian besar material konstruksi bersumber dari alam. Oleh karena itu,
konsep material keberlanjutan adalah sangat penting sebagi upaya untuk menjaga
keberadaan material agar tetap terjamin ketersediaannya di masa akan datang. Sebagai
contoh, konsep reuse material bangunan dan recycle limbah konstruksi dan bongkaran
bangunan adalah langkah yang perlu diterapkan untuk menjamin ketersediaan material di
alam. Langkah penting lainnya adalah potensi pengurangan limbah dan penggunaan material
alami di area sekitar tapak, penggunaan material daur ulang dan konsumsi energi selama
proses transportasi (Ervianto dkk, 2012).
Material alami seperti kayu merupakan material yang banyak digunakan dalam
bangunan di Indonesia meskipun persediannya semakin terbatas dengan harga yang semakin
mahal. Dibandingkan jenis konstruksi lain, konstruksi rangka kayu dianggap paling cocok
untuk bangunan perumahan dengan berbagai standar. Sebagai bahan baku alami, kayu
merupakan suatu pilihan terbaik untuk konstruksi yang hemat energi, selain fungsinya
sebagai isolator termal yang baik, memiliki sifat mekanik yang baik, dan menjamin suasana
dalam ruangan yang nyaman.
Banyak yang beranggapan bahwa menggunakan kayu sebagai material kontstruksi
merupakan upaya 'tidak cinta alam' karena hanya akan meningkatkan penggundulan hitan,
padahal kayu yang digunakan sebagai material konstruksi bukan dari hutan alam melainkan
diproduksi di hutan produksi yang berkelanjutan.

4
Jenis kayu utama yang digunakan adalah kayu bengkirai, kayu kapur, dan kayu
meranti. Kayu ini merupakan residu dari industri kayu sebagai respon kami terhadap
pemberdayaan lingkungan. Fasad Gereja menggunakan campuran kayu Rimba, sedangkan
kayu Meranti digunakan sebagai material interior untuk menciptakan keselarasan dengan
lingkungan.

Detail sambungan

5
KESIMPULAN
Arsitektur nusantara di tanah air telah dirancang dibangun dan dihuni dengan
konsep berkelanjutan. Penggunaan material alam yang tidak melalui proses pabrikasi yang
tidak ramah lingkungan, pengawetan material seperti bambu yang dilakukan secara alami,
merupakan satu contoh pendekatan keberlanjutan yang digunakan. Sistem struktur yang
merespon gempa, kondisi tanah, dan faktor alam lainnya, menunjukkan pendekatan yang
kontekstual dan responsif. Demikian halnya dalam upaya menciptakan kenyamanan di dalam
bangunan, desain yang mengoptimalkan masuknya cahaya alami dan penghawaan alami
menujukkan pendekatan desain hemat energi dan penggunaan energi terbarukan. Dalam
menciptakan arsitektur yang berkelanjutan pada bangunan modern, maka metode
perancangan yang dilakukan nenek moyang kita pada arsitektur tradisional dapat digunakan.
Desain yang dihasilkan dapat sangat berbeda karena konteks serta fungsi yang berbeda,
namun pendekatan yang sama yang berorientasi pada terciptanya arsitektur berkelanjutan
dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
(SUMBER REFERENSI)

https://www.academia.edu/10300117/Arsitektur_Lingkungan_Berkelanjutan_Pada_Permuk
iman_Tradisional_Studi_Kasus_Desa_Tenganan_Bali_
https://media.neliti.com/media/publications/172271-ID-rancangan-arsitektur-
berkelanjutan-melal.pdf
https://www.archdaily.com/940494/oikumene-church-tsds-interior-architect
https://ejournal.upi.edu/index.php/jaz/article/download/19492/10355
https://jurnal.um-palembang.ac.id/arsir/article/download/2380/1913
https://www.kompasiana.com/nekonyaa8577/5d14dfe90d823056e2058c73/kayu-sebagai-
struktur-bangunan-berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai