Anda di halaman 1dari 31

TUGAS AKHIR

“PERANCANGAN “MASJID AGUNG JAWA TENGAH, MAGELANG”


DENGAN MEMPERHATIKAN AKUSTIK RUANG YANG BAIK”

Dosen Pembimbing :
Prof. Ir. Edy Darmawan, M. Eng

Disusun oleh :

Fahwaniyya Riyasa Anshar 21020116120001

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Sasaran
1.4 Manfaat Pembahasan
1.4.1 Subjektif
1.4.2 Objektif
1.5 Ruang Lingkup Pembahasan
1.6 Metode Pembahasan
1.7 Sistematika Pembahasan
1.8 Alur Pikir

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Pustaka Masjid
.1.1 Pengertian Pasar
.1.2 Sejarah Masjid
.1.3 Fungsi dan Peran Masjid
.1.4 Persyaratan, Kebutuhan atau Tuntutan, Standar – standar
Perencanaan dan Standar – standar Perancangan Masjid Skala
Provinsi

.2 Tinjuan Akustik Ruang Masjid


.2.1 Pengertian Akustik Ruang
.2.2 Pengaruh Bentuk Geometri Ruang Dalam Masjid Terhadap
Kualitas Akustik Ruang
.2.3 Bahan Penutup Elemen Ruang Dalam Masjid dan Pengaruhnya
Terhadap Kualitas Akustik Ruang
.2.4 Reverberation Time (Waktu Dengung)
.2.5 Early Decay Time (EDT), Clarity (C), dan Definition (D)

BAB 3 TINJAUAN LOKASI


3.1 Tinjauan Umum Kota Magelang
3.2 Pemilihan Tapak

BAB 4 PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN


.1 Pendekatan Aspek Fungsional
.1.1 Pendekatan Pelaku
.1.2 Pendekatan Hubungan Ruang
.1.3 Pendekatan Kapasitas
.1.4 Pendekatan Kebutuhan Ruang
.1.5 Pendekatan Program Ruang

.2 Pendekatan Kinerja
.2.1 Sistem Pencahayaan
.2.2 Sistem Penghawaan
.2.3 Sistem Jaringan Air Bersih
.2.4 Sistem Jaringan Air Kotor
.2.5 Sistem Jaringan Listrik
.2.6 Sistem Pembuangan Sampah
.2.7 Sistem Pencegahan Kebakaran
.2.8 Sistem Komunikasi
.2.9 Sistem Penangkal Petir
.2.10 Sistem Keamanan

.3 Pendekatan Aspek Teknis


.3.1 Sistem Struktur
.3.2 Bahan Bangunan
.4 Pendekatan Aspek Arsitektural
.4.1 Karakteristik Bangunan
.4.2 Penataan Ruang

BAB 5 KONSEP DASAR PERANCANGAN


5.1 Konsep Dasar
5.2 Program Ruang
5.3 Tapak Terpilih

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masjid ialah tempat ibadah utama bagi umat muslim di seluruh dunia.
Hampir seluruh kegiatan keagamaan umat muslim berpusat di masjid,
dimulai dari kegiatan ibadah rutin seperti sholat wajib dan sunnah hingga
kegiatan pengajian dan ceramah agama serta pendidikan untuk anak-
anak & remaja (madrasah) bahkan biasa digunakan sebagai tempat untuk
menjalankan acara pernikahan. Oleh karena masjid merupakan tempat
yang vital bagi umat muslim dalam melaksanakan ibadah baik itu yang
bersifat masal maupun individual, sudah sepatutnya pembangunan dan
perancangan masjid dapat memberikan kenyamanan bagi para jama’ah
dalam melaksanakan peribadatan. Masjid yang baik dari segi
perancangan diharapkan dapat membantu umat muslim dalam
melaksanakan ibadah dengan khusyuk dan khidmat. Masjid yang baik
tidak hanya indah dari segi estetika namun juga dapat memberikan
kenyamanan dari sisi termal, pencahayaan maupun akustik.

Akan tetapi, Menurut penelitian Prof. Soegijanto dari ITB, 90% masjid
yang telah berdiri di Indonesia berakustik buruk dimana ada kurang lebih
800.000 jumlah masjid yang telah berdiri, padahal sebagian besar
kegiatan di masjid merupakan kegiatan suara. Aspek akustik mencakup
berbagai hal tentang kondisi tata suara yang terkait dengan masjid, mulai
dari bentuk ruang, pemilihan material (absorber dan diffuser) , hingga
pemilihan lokasi masjid dan orientasi bangunan yang tepat agar tidak
terganggu bising dari luar yang dapat mengganggu jama’ah yang sedang
beribadah.

Menurut Dr. Ir. Erni Setyowati, MT dalam Buku Fisika Bangunan 2,


bahwa tidak selalu bunyi yang ingin kita dengar, diterima jelas oleh
telinga, karena adanya gangguan bunyi lain yang sebenarnya tidak kita
inginkan, namun terdengar ditelinga. Sehingga perlu adanya
penanggulangan dan pengurangan bunyi yang tidak ingin kita dengar,
agar bunyi yang ingin kita dengar (bunyi berguna) lebih optimal terdengar
oleh telinga kita.

Rancangan bangunan masjid di Indonesia pada umumnya sangat


dipengaruhi oleh budaya dan iklim setempat. Saat ini banyak
bermunculan masjid dengan desain modern. Masjid tersebut masih
menyesuaikan iklim namun tidak lagi dipengaruhi budaya. Unsur
arsitektur modern minimalis dan penutup selubung bangunan dinding
yang cenderung massif, umumbya menjadi daya tarik tersendiri untuk
masjid-masjid modern. Sayangnya, masih banyak masjid yang memiliki
keindahan eksterior dan interior, namun kurang memperhatikan
rancangan akustiknya. Hal inilah yang menyebabkan kinerja akustik
masjid di Indonesia menjadi kurang baik.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara mengetahui akustik dalam sebuah bangunan masjid


itu buruk atau tidak? berapa nilai toleransi reverberasi ruangannya?
2. Bagaimana mendesain bentuk kubah agar tidak menimbulkan gema?
3. Absorber dan diffuser jika di kompensasi dengan luar ruangan dan
tinggi bangunan itu berapa persen? dan bagaimana meminimalkan
biayanya?

1.3. TUJUAN DAN SASARAN


1.3.1. TUJUAN
Tujuan pembahasan ini adalah untuk mengkaji,
mengumpulkan, mengungkapkan serta merumuskan segala
potensi dan masalah-masalah yang bekaitan dengan
perencanaan dan perancangan “Masjid Agung Jawa Tengah” ,
kemudian memberikan alternative untuk pemecahannya dari sisi
arsitektural.
1.3.2. SASARAN
Tersusunnya usulan langkah-langkah yang penting dalam
proses perencanaan dan perancangan “Masjid Agung Jawa
Tengah” berdasarkan aspek-aspek panduan perancangan.

1.4. MANFAAT
1.4.1. SUBJEKTIF
Dengan dirancangnya “Masjid Agung Jawa Tengah” yang
terletak di Kota Magelang dapat menjadi solusi permasalahan
masjid-masjid berakustik buruk yang telah berdiri di Indonesia
dan menjadi tempat beribadah yang nyaman, aman dan indah.

1.4.2. OBJEKTIF
Untuk memberikan latihan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa dalam menyusun
Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur
(LP3A) sebagai bagian atau syarat dalam mengerjakan Tugas
Akhir periode 150 pada Jurusan S1 Teknik Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

1.5. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN


Perancangan “Masjid Agung Jawa Tengah” yang terletak
di Kota Magelang beserta perancangan tapak/lanskapnya
diharapkan dapat mengakomodir kegiatan keagamaan
masyarakat provinsi Jawa Tengah dengan menjadi masjid yang
memperhatikan segi kenyamanan, keamanan, kebersihan dan
keindahan.

1.6. METODE PEMBAHASAN


Pembahasan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif
dan metode dokumentatif, Adapun penjabarannya yaitu ;
1.6.1 Metode Deskriptif
Dengan mengumpulkan data primer atau sekunder,
memaparkan, kompilasi, dan menganalisa data sehingga
diperoleh suatu pendekatan program perencanaan dan
perancangan untuk selanjutnya digunakan dalam penyusunan
program dan konsep dasar perancanaan dan perancangan.
Metode desktiptif dijabarkan sebagai berikut;
1. Data Primer
a. Observasi Lapangan
Dilakukan dengan pengamatan langsung melalui studi
kasus di Masjid yang telah ada dan meneliti tingkat
reverberasinya.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pengelola masjid dan para
jamaah Masjid yang di teliti.

2. Data Sekunder
Diperoleh dari studi literatur melalui buku, jurnal, peraturan-
peraturan, referensi internet dn bahan-bahan lain yang dapat
dipertanggung jawabkan mengenai perencanaan dan
perancangan “Masjid Agung Jawa Tengah” di Kota
Magelang.

1.7. SISTEMATIKA PEMBAHASAN


BAB 1 PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang permasalahan, tujuan dan sasaran
pembahasan, manfaat, ruang lingkup, metode pembahasan dan
sistematika pembahasan.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Membahas tentang pengertian masjid secara umum, sejarah, fungsi
dan persyaratan masjid dengan pendekatan akustik ruang yang baik.
BAB 3 TINJAUAN LOKASI
Berisi tentang alternatif tapak yang akan dipilih beserta potensi dan
aturan aturannya.
BAB 4 PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN
Berisi tentang uraian pendekatan program perencanaan dan
perancangan yang bersifat kajian atau analitis terhadap lokasi, pelaku
dan aktifitas, pendekatan arsitektur bangunan, sistem sturuktur dan
utilitas.
BAB 5 KONSEP DASAR PERANCANGAN
Berisi konsep, program ruang, utilitas, mekanikal elektrikal yang akan
diterapkan, serta lokasi yang terpilih untuk menjadi tapak perancangan
Masjid Agung Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis.

1.8. ALUR PIKIR

AKTUALITA
 90% Masjid di Indonesia berakustik buruk
 Perencanaan dan Perancangan masjid di Indonesia kurang memperhatikan akustik ruang

URGENSI
 Dibutuhkan Masjid Agung Jawa Tengah yang terletak di Kota Magelang
 Dibutuhkan Masjid dengan akustik ruang yang baik sehingga jamaah yang beribadah disana khusyuk dan
nyaman dalam beribadah.

ORIGINALITAS
Perancangan Masjid Agung Jawa Tengah yang terletak di Kota Magelang yang dapat mencukupi
kapasitas kaum muslim di Jawa Tengah dan juga baik dari segi akustik ruangnya.

Tujuan:
Memperoleh suatu judul Perancangan Arsitektur dan besaran ruang yang menjadi acuan dalam
Perancangan Masjid Agung Jawa Tengah di Kota Magelang.
Sasaran
Tersusunnya usulan langkah-langkah dasar proses Perancangan Masjid Agung Jawa Tengah di Kota
2.
Magelang berdasarkan aspek-aspek panduan perancangan (Design Guidelines Aspect).
Ruang
3. Lingkup
Merancang Masjid Agung Jawa Tengah di tapak yang aksesible.
4.
5.

Studi Literatur : Studi Banding:


1. SNI 1 Masjid di Indonesia
2. Data Arsitek 2 Masjid di Luar Indonesia

Penggabungan data dengan evaluasi dari studi literature dan studi banding sehingga didapat permasalahan
yang digunakan untuk merancang Masjid Agung Jawa Tengah di Kota Magelang.

Konsep Dasar dan Perancangan Masjid Agung Jawa Tengah


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

.1 TINJAUAN PUSTAKA MASJID

.1.1 PENGERTIAN MASJID

Di lihat dari segi harfiah, perkataan masjid berasal dari kata bahasa
Arab. Masjid berasal dari pokok sujudan, dengan fi’il madli sajada yang
berarti tempat sujud atau tempat sembahyang, dan karena berupa isim
makan, maka diberi awalan “ma” yang kemudian berubah kata menjadi
masjidu. Umumnya dalam bahasa Indonesia huruf “a” menjadi “e”,
sehingga kata masjid ada kalanya disebutkan dengan mesjid.

Wahyudin Sumpeno memberikan pengertian masjid secara harfiah


sebagai kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujudan,
masjidun yang berarti tempat sujud atau tempat shalat, sehingga masjid
mengandung pengertian tempat melaksanakan kewajiban bagi umat Islam
untuk melaksanakan shalat lima waktu yang diperintahkan Allah SWT.
Pengertian lain tentang masjid, yaitu seluruh permukaan bumi, kecuali
kuburan adalah tempat sujud atau tempat beribadah bagi umat Islam. Hal
ini sebagaimana hadits Riwayat Abu Hurairah yang artinya “Semoga Allah
SWT melaknat orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan
nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.”

Dalam pendapat yang lain, menurut Yusuf al-Qardhawi, “masjid adalah


rumah Allah SWT, yang dibangun agar umat mengingat, mensyukuri, dan
menyembah-Nya dengan baik”. Hal ini didasarkan pada firman Allah surat
Al-Nur ayat 36-37 yang artinya “(Cahaya itu) di rumah-rumah atau masjid
yang disana telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya
di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati
Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat.
mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang.”

Masjid memiliki arti yang cukup luas. Selain sebagai tempat beribadah
juga tempat untuk melakukan berbagai aktivitas atau kebudayaan Islam.
Kenyataan ini selanjutnya memberikan penegasan bahwa orang muslim
yang berkenaan mendirikan dan memelihara keberadaan masjid pada
dasarnya adalah orang yang memiliki tingkat keimanan dan ketaqwaan
yang lebih.

.1.2 SEJARAH MASJID

Masjid sebagai tempat suci ibadah umat Islam atau Baitullah (rumah
Allah) juga memiliki sejarah yang cukup signifikan untuk dikaji. Fakta
sejarah membuktikan bahwa sesampainya Nabi Muhammad SAW di
sebuah desa kecil bernama Quba‟ pada hari senin 12 Rabi‟ul Awal 1 H
(28 Juni), disini mereka beristirahat lebih kurang empat hari dan hari yang
sedikit ini dipergunakan Nabi untuk mendirikan sebuah masjid, yang
sampai sat ini terkenal dengan nama tempat itu sendiri, yakni Masjid
Quba‟

Sesuai yang dinyatakan di dalam hadits shahih, tempat-tempat mulia di


permukaan bumi adalah ketiga masjid yakni: Makkah, Madinah, dan
Baitulmaqdis. Al-Baitul Haram (cikal bakal Masjidil Haram) yang terdapat
di Makkah merupakan rumah, bait Ibrahim AS Allah memerintahkan
Ibrahim untuk membangunnya, serta mengajak manusia melaksanakan
ibadah haji di sana. Ibrahim pun membangunnya bersama putranya
Isma‟il AS. Baitul Maqdis adalah Masjid Aqsa, di bangun oleh Daud dan
Sulaiman AS. Allah memerintahkan mereka membangun masjid dan
mendirikan monumen-monumennya. Banyak Nabi, putra-putra Ishaq AS
dikuburkan disekitarnya.

Madinah merupakan tempat Nabi Muhammad Saw Melakukan


hijrahnya dari Makkah. Maka pada hari Jum‟at 16 Rabiu‟l awal (8 Juni)
Rasul pun tiba bersama-sama dengan Abu Bakar yang setia itu dengan
selamat. Mereka disambut dengan penuh sukacita oleh kaum Muhajirin
yang datang lebih awal dan kaum Anshor (penduduk Madinah). Maka
ditengah-tengah kegembiraan itu unta Nabi berjalan pelan sampai
akhirnya berhenti pada sebidang tanah kepunyaan dua orang anak yatim,
Sahl dan Suhail, namanya dari Bani Najjar. Di sinilah rasul pun turun dan
rupanya tempat itulah yang telah diberkati dan ditentukan Allah untuk
menjadi tempat Rasul-Nya di Madinah. Tanah yang bertuah ini dibelinya
dari yang empunya dan di sana didirikanlah rumah dan masjid nabi yang
terkenal dengan nama “Masjid An-Nabawi”, yang sampai saat ini masih
berdiri dengan gayanya sebagai lambang kesucian dan kebesaran Islam.

Salah satu tujuannya tentu saja yaitu untuk digunakan sebagai tempat
ibadah, terutama shalat lima waktu. Ibadah shalat bukan saja penting bagi
hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga memiliki implikasi sosial
yang lebih luas bagi seorang Muslim.

Di Indonesia sendiri, masjid-masjidnya juga memiliki sejarah yang


cukup unik, dan biasanya masjid-masjid tersebut menjadi pusat ziarah
yang ramai dikunjungi terutama pada hari-hari tertentu. Biasanya masjid
yang dibangun atau berhubungan dengan wali, dengan orang keramat
atau ulama‟ terkenal, kadang-kadang juga berhubungan dengan seorang
raja. Di Jawa masjid yang diziarahi terutama yang berhubungan dengan
Wali Songo.

Masjid Demak, termasuk diantara masjid yang termashur, karena


menurut sejarahnya ia dibangun oleh delapan Wali-wali itu (kependekan
dari Waliyullah) adalah orang yang dianggap dekat dengan Tuhan, karena
itu mereka dianggap keramat. Wali Songo adalah sebutan terhadap
sejumlah wali di Jawa yang dianggap sebagai mubaligh Islam yang
pertama, jadi yang pertama-tama menyebarkan Islam. Karena masjid
Demak didirikan oleh orang-orang keramat, maka iapun dianggap keramat
pula. Dengan demikian masjid itu menjadi sasaran ziarah.

Salah satu masjid tertua di Jawa adalah masjid Agung di Cirebon,


didirikan kira-kira abad ke-XVI. Juga masjid ini masih dihubungkan dengan
para wali. Bagian yang terutama dianggap keramat adalah ruangan yang
dilingkupi serambi, bagian asli masjid, karena dipercayai bahwa para wali
pernah memimpin shalat Jum‟at disitu.

Masjid Banten juga masuk masjid yang tertua di Jawa, didirikan oleh
pangeran Muhammad (1562-1595M). Makam para sultan terletak
dipekarangannya dibagian sebelah utara, sehingga masjid ini dapat juga
digolongkan pada jenis masjid makam. Sultan Hasanudin sendiri sebagai
raja pertama Banten dan sekaligus juga pengembang ajara Islam, juga
dimakamkan disitu.

Masjid Ampel juga masuk masjid tua di Jawa, dibangun oleh Sunan
Ampel (wafat 1481), seorang mubaligh Islam pertama di jawa. Sesudah
beliau wafat ia juga dimakamkan di sekitar masjid. Oleh karena itu, masjid
ini tetap diziarahi dan dikeramatkan hingga kini.

Masjid Agung Jogjakarta dan Surakarta penting kedudukannya


sebagai masjid kerajaan. Karena itu juga, masjid ini menjadi tempat ziarah
bagi umat Islam. Contoh sejarah masjid di Jawa yang di kultuskan dan di
ziarahi umat Islam. Ganjilnya diluar Jawa, kurang sekali masjid yang
dianggap keramat, karena itu juga kurang jadi sasaran ziarah. Di luar
Jawa agaknya di Butonlah terdapat masjid dan makam yang juga
dianggap keramat, yang jadi sasaran ziarah, yang dimakamkan disitu
Sultan Murhum. Ia masuk Islam sekitar tahun 1558, sesudah beragama
Islam ia membangun masjid. Jadi, sampai saat ini masjid itu berumur lebih
dari 500 tahun. Masjid dan makam Sultan Murhum inilah diantaranya yang
ada di luar Jawa yang terkenal dan sering di ziarahi Umat Islam
sebagaimana masjid-masjid di Jawa.

Pada abad terakhir dari sejarah negeri yang didatangi Islam terdapat
gejala bahwa masjid hanya tempat ibadah shalat saja. Di sisi lain terdapat
pula kenyataan-kenyataan sebagai efek bahwa masjid hanya tempat
ibadah shalat saja, betapa meningkatnya kekudusan masjid. Kekudussan
ada yang meningkat menjadi sifat keramat dalam anggapan masyarakat
sekitar masjid. Apabila dikaji lebih jauh maka akan nampak anggapan itu
tidak sesuai dengan tugas-tugas yang diberikan Nabi mengenai fungsi
masjid. Sehingga tidak sesuai dengan konsepsi Islam tentang masjid itu
sendiri.

.1.3 FUNGSI DAN PERAN MASJID

Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan,


diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan
organisasi dan management yang baik. Tegasnya, perlu tindakan meng-
aktualkan fungsi dan peran Masjid. Meskipun fungsi utamanya sebagai
tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk
melaksanakan shalat saja.

Di masa Rasulullah SAW, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir


dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial.
Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut
ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain
sebagainya.

Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan


yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya.
Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid.
Memang umat Islam tidak bisa terlepas dari Masjid.

Di samping menjadi tempat beribadah, Masjid telah menjadi sarana


berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da‟wah dan lain
sebagainya. Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum,
Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya.
Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan
spiritual, guna mendekatkan diri kepada Pencipta-Nya. Tunduk dan patuh
mengabdi kepada Allah SWT. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan
pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat.

Masjid memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat
Islam, beberapa di antaranya adalah:
.2 Sebagai Tempat Beribadah

Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi


utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui
bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala
aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka
fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat
beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.

.2 Sebagai Tempat Menuntut Ilmu

Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya


ilmu agama yang merupakan fardlu „ain bagi umat Islam. Disamping itu
juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan
lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.

.2 Sebagai Tempat Pembinaan Jama‟ah

Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam


mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan
umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi
Ta‟mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan
da‟wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang
kokoh.

.2 Sebagai Pusat Da‟wah Dan Kebudayaan Islam

Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu


berdenyut untuk menyebarluaskan da‟wah islamiyah dan budaya islami.
Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan
dikembangkan da‟wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan
masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da‟wah
dan kebudayaan.

Masjid juga berfungsi sebagai pusat kebudayaan Islam, sejak lama


bahkan lebih-lebih pada masa kemajuan Islam hingga masa modern,
keindahan masjid semakin maju dan terpelihara. Bahkan lebih spesifik
bahwa masjid merupakan simbolseni budaya Islam. Sebagai pusat
kegiatan Islam, semisal Masjid Haram di Makkah dan Masjid Madinah
semuanya itu menggambarkan betapa eksistensi masjid sulit terpisahkan
dari sisi seni dan budaya. Singkatnya, Islam sangat menjunjung tinggi
seni. Kesenian Islam tidak harus berbicara tentang Islam, ia tidak harus
berupa nasihat langsung, atau anjuran berbuat kebajikan, bukan juga
penampilan abstrak tentang akidah.

Seni yang Islami adalah seni yang dapat menggambarkan wujud ini,
dengan “bahasa indah” serta sesuai dengan cetusan fitrah. Seni Islam
adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam
tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan
sempurna antara kebenaran dan keindahan.

.2 Sebagai Pusat Kaderisasi Umat

Sebagai tempat pembinaan jama‟ah dan kepemimpinan umat, Masjid


memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah
dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu
pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak
mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman
Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta‟mir Masjid
beserta kegiatannya.

.2 Sebagai Basis Kebangkitan Umat Islam

Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai
abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan
tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit
dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari
berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan
lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan
dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai- nilai
Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif
bijaksana digulirkan. Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini
memerlukan peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal
dari Masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi
fungsi dan peran Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat
mendesak (urgent) dilakukan umat Islam.

Selain itu, Masjid juga memiliki fungsi yang tidak hanya dominan dalam
kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah:

1)  Tempat sujud yaitu melaksanakan shalat lima waktu sehari


semalam yang bernilai fardhu, shalat sunnah, shalat hari raya, shalat
jum‟at.

2)  Tempat untuk berdoa dan beri‟tikaf.

3)  Tempat memberi dan menerima pengetahuan agama dan


menerangkan hukum-hukum islam.

4)  Tempat mengumumkan hal-hal penting yang menyangkut hidup


masyarakat Islam.

5)  Tempat membaca, menulis atau sebagai sumber pendidikan,


pengajaran dan penerangan atau dakwah islam.

6)  Tempat sosial.

7)  Sebagai tempat Baitulmal (kas negara).

8)  Tempat mengajarkan, membicarakan, memutuskan segala prinsip


dan semua pokok kehidupan Islam yang meliputi: sosial, ekonomi,
politik, ilmu pengetahuan, kesenian dan filsafat.

9)  Tempat melakukan segala aktifitas yang mengandung kepatuhan


kepada Allah.

10)  Tempat yang disediakan untuk shalat, dzikir, membaca al-Qur‟an,


i‟tikaf, mengaji, memberi nasehat atau petunjuk menyampaikan
ma‟aruf nahi munkar, menyampaikan dan mendengarkan khutbah,
memberikan fatwa.

11)  Sebagai tempat terbaik untuk menyelenggarakan pendidikan,


tempat kedua setelah pendidikan keluarga, mendidik anak untuk
beribadah kepada Allah SWT, menanamkan rasa cinta pada ilmu
pengetahuan, solidaritas sosial, menyadarkan hak-hak dan
kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga negara.

12)  Tempat asasi untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan


kebudayaan Islam, tempat beribadah, memberikan pelajaran, tempat
peradilan, berkumpul menerima duta-duta dari luar negeri.

13)  Tempat untuk melaksanakan pendidikan.

14)Sebagai lembaga pendidikan yang digunakan untuk sarana


informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam.
15)Kegiatan syiar agama Islam, pendidikan agama, pengajian serta
kegiatan lainnya yang bersifat sosial.

16) Rumah ibadah, parlemen untuk musyawarah, mengadakan ibadah-


ibadah fardhu, akhlak-akhlak yang mulia, adab-adab yang baik dan
cara-cara tata digunakan untuk beribadah.

.1.4 PERSYARATAN, KEBUTUHAN ATAU TUNTUTAN,


STANDAR – STANDAR PERENCANAAN DAN STANDAR –
STANDAR PERANCANGAN MASJID SKALA PROVINSI

.2 TINJAUAN AKUSTIK RUANG

.2.1 PENGERTIAN AKUSTIK RUANG


Akustik Ruang terdefinisi sebagai bentuk dan bahan dalam
suatu ruangan yang terkait dengan perubahan bunyi atau suara yang
terjadi. Akustik sendiri berarti gejala perubahan suara karena sifat
pantul benda atau objek pasif dari alam. Akustik ruang sangat
berpengaruh dalam reproduksi suara, misalnya dalam gedung rapat
akan sangat memengaruhi artikulasi dan kejelasan pembicara. Akustik
ruang banyak dikaitkan dengan dua hal mendasar, yaitu Perubahan
suara karena pemantulan dan Gangguan suara ketembusan suara dari
ruang lain.

Pengukuran jangkah frekuensi dan besarnya, dapat dilakukan


dengan bantuan sebuah RTA (Real Time Analyzer) untuk mengetahui
dan menentukan frekuensi pantulan atau ketembusan, sehingga dapat
ditentukan jenis material penyerap suara yang digunakan. Banyak
material penyerap yang sangat efektif untuk digunakan,
misalnya TraFlex. Mempunyai banyak variant produk yang
memungkinkan untuk membuat hasil yang optimal. Tipe TraFlex 10.15,
dengan spesifikasi alfa=0,7 pada 300Hz-16KHz, sangat efektif jika
digunakan untuk memperjelas suara.

.2.2 PENGARUH BENTUK GEOMETRI RUANG DALAM MASJID


TERHADAP KUALITAS AKUSTIK RUANG

Formasi elemen akustik dalam sebuah ruangan akan


menentukan kinerja akustik ruang tersebut sesuai dengan fungsi
ruang. Masjid merupakan ruangan yang menuntut kenyamanan
akustik. Formasi elemen ruang yang ideal untuk menciptakan
kenyamanan akustik ruang dalam masjid adalah sebagai berikut;
dinding depan elemen pemantul atau penyebar, dinding samping
kombinasi pemantulan dan penyerap, dinding belakang penyerap atau
penyebar, langit-langit penyerap bila menggunakan sound system atau
kombinasi pemantul-penyebar bila tanpa sound system, lantai
penyerap atau penyebar.

Abdou (2003) mengatakan bahwa kinerja akustik ruang masjid


sangat tergantung juga dari bentuk geometri ruang utama masjid.
Terdapat 5 bentuk geometri ruang yang diteliti dengan volume yang
sama; bujur sangkar (square), persegi panjang (rectangle), segi enam
(hexagon), segi delapan (octagon) dan trapezium (trapezoid). Bentuk
square adalah yang terbaik dalam memberikan distribusi bunyi merata
hingga terdengar dengan baik diseluruh bagian ruang. Bentuk octagon
adalah yang paling rendah memberikan distribusi bunyi merata, karena
terbentuk interferensi gelombang bunyi yang saling menguatkan di
tengah ruang dan beberapa sisi ruang. Selain bentuk geometri ruang,
bentuk ceiling berpengaruh juga pada kenyamanan akustik.

Perbandingan bentuk atap masjid yang berefek pada bentuk


ceiling ruang utama masjid diteliti oleh Icha (2005) dan Kavraz (2014).
Icha meneliti 3 bentuk atap masjid yang umum di Indonesia, yaitu
bentuk tajug, kubah dan datar. Software CATTv7.2 dapat menunjukan
bahwa langit-langit masjid datar memiliki nilai akustik yang paling baik
dibandingkan dengan bentuk lainnya. Hal ini ditunjukan dari nilai-nilai
kuantitatif; waktu dengung (RT) dan tingkat distribusi tekanan bunyi.
Sedangkan Kavraz mensimulasi Masjid Bostepe Osmanli Turki dengan
berbagai tipe atap; kubah, datar, pyramid, dan prisma. Perbedaan
bentuk atap tidak berpengaruh terhadap perbedaan perolehan RT,
EDT, sebab volume ruang utama Masjid Bostepe adalah tetap, dan
volume ruang bawah atap relative hampir sama. Nilai RT dan EDT
setiap tipe atap rata-rata tinggi saat ruang kosong, sehingga kurang
media penyerapan. Utami (2005) mempertimbangkan perlunya
memperhatikan diameter dan ketinggian kubah pada sebuah masjid,
agar memiliki proporsi yang sesuai dengan ruang sholat utama di
bawahnya. Bentuk kubah meninggi akan mengurangi intensitas bunyi,
yang sesungguhnya diperlukan dalam masjid. Selain itu bentuk kubah
tinggi, maka titik temu dari pantulan- pantulan permukaan ceiling kubah
akan berada pada posisi lebih tinggi dari telingan orang normal
mendengar, sehingga menjadi sangat tidak efektif. Semakin tinggi
posisi penerima bunyi, maka seharusnya efek akustik yang akan
dihasilkan oleh ceiling bentuk kubah akan semakin tinggi, sesuai
ketinggian/posisi telinga.

Bentuk geometri ruang dalam dan berbagai bentuk (shape)


permukaan dinding dan ceiling, yang umumnya sekaligus sebagai
ornamentasi interior, rupanya belum memberikan kejelasan yang
penuh dalam penelitian akustik. Keberadaan mihrab memainkan peran
penting juga dalam akustik masjid. Mihrab dapat menciptakan
nonuniformity bunyi di ruang sholat jamaah. Ahmad, et.al (2013)
membandingkan 5 masjid tradisional di Malaysia yang dibangun antara
1728-1830, dengan sumber bunyi buatan yang berada di mihrab
dengan beberapa posisi arah speaker; arah ke dalam mihrab, arah ke
jamaah dan sumber bunyi berada di ruang jamaah. Hasil pengukuran 3
kondisi sumber bunyi di kelima masjid, rata-rata tidak menunjukkan
perbedaan signifikan. Dengan kata lain keberadaan mihrab tidak begitu
berpengaruh pada perbedaan nilai SPL (sound pressure level) di
semua posisi speaker di kelima masjid.

.2.3 BAHAN PENUTUP ELEMEN RUANG DALAM MASJID DAN


PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AKUSTIK RUANG

Pengendalian medan bunyi dalam ruang (tertutup), pada dasarnya


dilakukan untuk mengatur karakteristik pemantulan gelombang bunyi
yang dihasilkan oleh permukaan dalam ruang, baik itu dari dinding,
langit-langit, maupun lantai. Ada 3 elemen utama yang dapat
digunakan untuk mengatur karakteristik pemantulan ini yaitu:

1. Elemen Pemantul (Reflector)


Elemen ini pada umumnya digunakan apabila ruang memerlukan
pemantulan gelombang bunyi pada arah tertentu. Ciri utama
elemen ini adalah secara fisik permukaannya keras dan arah
pemantulannya spekular (mengikuti kaidah hukum Snellius: sudut
pantul sama dengan sudut datang).

2. Elemen Penyerap (Absorber)

Elemen ini digunakan apabila ada keinginan untuk mengurangi


energi bunyi di dalam ruangan, atau dengan kata lain apabila tidak
diinginkan adanya energi bunyi yang dikembalikan ke ruang secara
berlebihan. Efek penggunaan elemen ini adalah berkurangnya
waktu dengung ruang (reverberation time). Ciri utama elemen ini
adalah secara fisik permukaannya lunak/berpori atau keras tetapi
memiliki bukaan (lubang) yang menghubungkan udara dalam ruang
dengan material lunak/berpori dibalik bukaannya, dan mengambil
banyak energi gelombang bunyi yang datang ke permukaannya.
Khusus untuk frekuensi rendah, elemen ini dapat berupa pelat tipis
dengan ruang udara atau bahan lunak dibelakangnya.

3. Elemen Penyebar (Diffusor)

Elemen ini diperlukan apabila tidak diinginkan adanya pemantulan


spekular atau bila diinginkan energi yang datang ke permukaan
disebarkan secara merata atau acak atau dengan pola tertentu,
dalam level di masing- masing arah yang lebih kecil dari pantulan
spekularnya. Ciri utama elemen ini adalah permukaannya yang
secara akustik tidak rata. Ketidakrataan ini secara fisik dapat
berupa permukaan yang tidak rata (beda kedalaman, kekasaran
acak, dan sebagainya) maupun permukaan yang secara fisik rata
tetapi tersusun dari karakter permukaan yang berbeda-beda (dalam
formasi teratur ataupun acak). Energi gelombang bunyi yang
datang ke permukaan ini akan dipantulkan secara non spekular dan
menyebar (level energi terbagi ke berbagai arah). Elemen ini juga
memiliki karakteristik penyerapan.
Perilaku bunyi yang merambat di udara atau airborne yang
berasal dari sumber bunyi yang bergetar, gelombang bunyi akan
terus merambat ke segala arah, menempuh jarak tertentu,
melemah kemudian menghilang. Adakalahnya gelombang bunyi
mengenai bidang-bidang dalam ruang, sehingga dapat berubah
menjadi structurborne, kemudian diserap atau
diteruskan/ditransmisikan. Bila perambatan gelombang bunyi ini
mengenai lubang/celah ataupun penghalang, maka akan terjadi
duplikasi sumber atau dengan kata lain akan terjadi penguatan
bunyi. Kemungkinan lain yang akan terjadi adalah resonansi bunyi,
yaitu bila frekwensi bunyi sama dengan frekwensi bidang yang
dikenainya. Bila frekwensi bunyi adalah rendah (berarti gelombang
pajang atau getarannya hebat) maka kemungkinan perambatan
bunyi kembali berubah menjadi airborne.

Gambar
. Bunyi mengenai bidang ruang, terpantul, diserap, diteruskan atau difraksi

sumber : Mediastika, 2005, p.48


Tabel 2.1 Koefisien serap beberapa material bangunan

Sumber: Mediastika, 2005, p.85

.2.4 REVERBERATION TIME (WAKTU DENGUNG)

Waktu dengung adalah acuan awal dalam disain akustik ruang. Waktu
dengung adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu sumber bunyi yang
dihentikan seketika untuk turun intensitasnya sebesar 60 dB dari intensitas
awal. Karakteristik permukaan bidang mempengaruhi terjadinya pantulan,
serapan dan sebaran bunyi. Pantulan yang terjadi terus menerus
mengakibatkan terjadinya waktu dengung yang lebih panjang. Bangunan
masjid adakalanya memerlukan waktu dengung lebih panjang, agar suara
alunan ayat-ayat Al Qur’an terdengar lebih merdu dan syahdu. Namun kondisi
ideal waktu

dengung untuk sumber bunyi suara imam atau khatib tetap menjadi standar
utama. Waktu dengung untuk ruangan yang aktifitasnya banyak percakapan
(alamiah) 0,5-1 detik, untuk aktifitas music 1-2 detik (Mediastika,2005,p.81).
Waktu dengung tergantung juga pada volume ruang dan luas permukaan
bidang pembentuk ruang :

Tabel 2.2 Kesesuaian waktu dengung berdasarkan fungsi ruang

Sumber : Mc Mullan,1991, dalam Mediastika,2005

.2.5 EARLY DECAY TIME (EDT), CLARITY (C) DAN DEFINITION (D)
EDT atau Early Decay Time yaitu perhitungan waktu dengung (RT)
yang didasarkan pada pengaruh bunyi awal yaitu bunyi langsung dan
pantulan-pantulan awal yaitu waktu yang diperlukan Tingkat Tekanan Bunyi
(TTB) untuk meluruh sebesar 10 dB. Standar nilai EDT untuk ruang
pembicaraan adalah 0,648 – 0,81 detik. Pengukuran EDT disarankan untuk
menghitung parameter subjektif seperti clarity. Clarity atau kejernihan bunyi
diukur dengan membandingkan antara energi suara yang termanfaatkan
(yang datang sekitar 0.05 – 0.08 detik pertama setelah suara langsung)
dengan suara pantulan yang datang setelahnya, dengan mengacu pada
asumsi bahwa suara yang ditangkap pendengar dalam percakapan adalah
antara 50-80 ms dan suara yang datang sesudahnya dianggap suara yang
merusak. Semakin tinggi nilai C50, maka semakin pendek waktu dengung,

demikian pula sebaliknya. Tingkat kejelasan pembicaraan akan bernilai baik


jika C50 lebih kecil atau sama dengan -2 dB. C 80 merupakan rasio dalam dB

antara energi yang diterima pada 80 ms pertama dari signal yang diterima
dan energy yang diterima sesudahnya. Batas ini ditujukan untuk kejelasan
pada musik. Nilai C80 adalah nilai parameter yang terukur lebih dari 80 ms,

semakin tinggi nilai C80 maka suara akan semakin tidak bagus.

Definition adalah kriteria dalam penentuan kejelasan pembicaraan dalam


suatu ruangan dengan cara memanfaatkan konsep perbandingan energi yang
termanfaatkan dengan energy bunyi total dalam ruangan. D 50 merupakan

rasio antara energi yang diterima pada 50 ms pertama dengan total energi
yang diterima. Durasi 50 ms disebut juga batas kejelasan speech yang dapat
diterima. Semakin besar nilai D50 maka semakin baik pula tingkat kejelasan

pembicaraan, karena semakin banyak energi suara yang termanfaatkan


dalam waktu 50 ms. Inteligibilitas atau kejelasan yang baik didapatkan untuk
harga D50 >0%. Adapun kategori penilaian bagi speech intelligibility

berdasarkan D50 sebagai berikut :


Tabel 2.3 Kategori penilaian Speech Intelligibility berdasarkan D 50

Sumber : Ribeiro, dalam Indiani et.al, 2007

.2.8 OPENING WALL DESIGN PADA MASJIDSEIRING DENGAN


SEMAKIN MAHALNYA ENERGI FOSIL DI DUNIA, DAN SEBAGAI
UPAYA KONSERVASI ENERGY, INDONESIA

Menerapkan konsep membangun mengacu pada konsep


bangunan hijau (green building). Pemanfaatan energi terbarukan
seperti energi matahari dan angin, dalam kaitannya dengan energi
pencahayaan dan penghawaan semakin banyak dijadikan
pertimbangan utama di dalam desain selubung bangunan. Konsep
bangunan tapak terbuka (open- plan) umumnya menjadi pilihan.
Sama halnya dengan bangunan ibadah, konsep keterbukaan dapat
pula dijadikan acuan disain, dengan demikian pemakaian energi fosil
untuk pencahayaan dan penghawaan ruangan bisa dikurangi.

Rancangan bangunan ibadah yang ‘terbuka’ bila ditinjau dari


aspek fungsi (utilitas), mungkin kurang sesuai karena fasade yang
terbuka menjadi penyebab masuknya bising luar ke dalam masjid
yang akan mengganggu. Namun bila ditinjau dari aspek estetika
(venusitas) mungkin akan lebih menarik karena sesuai dengan
konsep arsitektur hijau, dimana memanfaatkan cahaya dan udara
alami seoptimal mungkin. Sedangkan aspek kekuatan (firmitas),
dinding-dinding yang terbuka tidak akan mempengaruhi struktur atau
kekuatan bangunan secara keseluruhan, selama struktur utama
(kolom dan balok) benar penempatannya dan sesuai analisis
struktur.
BAB 3
TINJAUAN LOKASI

3.1 TINJAUAN UMUM KOTA MAGELANG

Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak di


tengah Jawa Tengahyang terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten
Magelang dengan memiliki luas 18,12 km2 atau sekitar 0,06 % dari
luas wilayah Jawa Tengah dan merupakan kota terkecil di Jawa
Tengah. Kota Magelang terbagi atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan
dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Kecamatan


Secang

Selatan : Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang

Barat : Sungai Progo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang

Timur : Sungai Elo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang

Kota Magelang memiliki luas lahan 18,12 km2. Secara geografis


o o
Kota Magelang terletak pada 110 12’30”-110 12’52” Bujur Timur dan
o o
7 26’28”- 7 30’9” Lintang Selatan. Kota Magelang memiliki letak yang
strategis karena posisinya yang berada tepat di tengah- tengah Jawa
Tengah dan berada di persilangan jalur transportasi dan ekonomi
antara Semarang- Magelang-Yogyakarta dan Purworejo.

Mata pencaharian penduduk Kota Magelang sebagaimana mata


pencaharian di daerah perkotaan lainnya, banyak di dominasi oleh
mata pencaharian yang bergerak di sektor jasa. Mata pencaharian
yang semula didominasi pedagang, sejak tahun 2009 – 2012 ini
mengalami pergeseran menjadi didominasi buruh industri. Pada tahun
2012 penduduk dengan mata pencaharian sebagai buruh industri
mencapai 23.599 orang (20,90 %), diikuti pengusaha diurutan kedua
dengan jumlah 12.680 orang (11,23 %), sedangkan Buruh bangunan
berada di urutan ketiga dengan jumlah 9.058 orang (8,02 %).

Sementara untuk mata pencaharian PNS/TNI/Polri menempati


urutan selan-jutnya dengan jumlah 5.925 orang atau sebesar 5.22 %.
Sementara untuk mata pencaharian sebagai pedagang yang sempat
mengalami penurunan cukup signifikan semenjak terbakarnya pasar
Rejowinangun sebagai tempat mereka berdagang. Jumlah pedagang
di Kota Magelang mulai menunjukkan trend yang meningkat semenjak
tahun 2009. Pada tahun 2009 Jumlah pedagang di Kota Magelang
sebesar 2.704 kemudian meningkat menjadi 2.950 orang di tahun 2010
, tahun 2011 sebesar 3.022 orang dan pada tahun 2012 meningkat
3,040. Dilain pihak, jumlah pengusaha di Kota Magelang mengalami
trend yang menurun semenjak tahun 2009. Berkurangnya jumlah
pengusaha dimungkinkan juga disebabkan terbakarnya fasilitas
perdagangan Pasar Rejowinangun khususnya bagi pengusaha-
pengusaha yang menjual produknya di pasar tersebut. Dari data mata
pencaharian penduduk Kota Magelang tersebut, terlihat bahwa
terbakarnya Pasar Rejowinangun berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap perubahan mata pencaharian
penduduk Kota Magelang.

Seperti halnya fenomena yang banyak terjadi di daerah


perkotaan, jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani
semakin menurun jumlahnya apabila dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Kondisi ini dihadapkan pada lahan pertanian yang
tersedia semakin berkurang disebabkan alih fungsi lahan pertanian
menjadi permukiman, pertokoan dan industri.

Kota Magelang mempunyai visi yaitu terwujudnya Kabupaten


Magelang yang sejahtera, daya saing, dan amanah. Maka dengan
implementasi salah satunya pembangunan Islamic Center yang sudah
masuk dalam RPJMD. Kemudian di RPJMD provinsi, ada
pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah di Kabupaten Magelang
diharapkan visi dari Kota Magelang dapat terwujud.
3.2 PEMILIHAN TAPAK

Lokasi : Jalan Raya Soekarno-Hatta Sawitan, Mungkid, Kabupaten


Magelang.

Luas : Lahan seluas 5 hektar. Pemkab Magelang telah memiliki lahan


sekitar 1,6 hektar, sehingga masih ada kekurangan lahan seluas 3,4 hektar.
DAFTAR PUSTAKA

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4703/3/BAB%20II.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Akustik_ruang

https://www.slideshare.net/immamahapatih/sni-nomor-2003-1733-tahun2004

https://blogs.itb.ac.id/jsarwono/files/2010/03/uts-akustik-2010-ganes-shukri-
13307091.pdf

https://www.itb.ac.id/news/read/1869/home/ahli-fisika-bangunan-akustik-prof-
r-m-soegijanto-menekuni-jejak-guru

Anda mungkin juga menyukai