Anda di halaman 1dari 14

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2018/2019

Laporan Praktikum
Pengolahan Limbah Industri

MODUL : Sedimentasi
PEMBIMBING : Ir. Emma Hermawati Muhari, MT

Tanggal Praktikum : 6 November 2018


Tanggal Penyerahan Draft : 9 November 2018

Oleh :
Kelompok 7
Vieska Rofianissa 161411058
Widya Klara G. S. 161411059
Yasintha Amellia 161411060
Yuliana Nur Amanah 161411061
3B D3-Teknik Kimia

PROGRAM STUDI D3-TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui waktu proses sedimentasi yang diperlukan untuk
menghasilkan air bersih dengan parameter kekeruhan air.
2. Mengetahui efisiensi proses sedimentasi terhadap waktu sedimentasi.

II. Dasar Teori


Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak
partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna yang kotor. Bahan
- bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi lumpur, bahan - bahan organik,
dan partikel - partikel tersuspensi lainnya. Standar kekeruhan air ditetapkan
antara 5-25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) sesuai dengan PERMENKES
tentang Standar Kualitas Air Bersih dan Air Minum Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990. Bila melebihi batas yang ditetapkan maka akan
mengganggu estetika dan mengurangi efektifitas desinfeksi air. Oleh karena itu
diperlukan pengolahan air untuk mengurangi kekeruhan, salah satunya yaitu
dengan sedimentasi.
Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam
limbah cair oleh gaya gravitasi, pada umumnya proses sedimentasi dilakukan
setelah proses koagulasi dan flokulasi yang bertujuan untuk memperbesar
partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu
lebih singkat.
Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan
mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari
koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua, yaitu memberikan
kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukkan dan bergabung, cara ini
dapat dilakukan dengan pengadukan dan disebut sebagai flokulasi.
Tawas atau alum (Al2(SO4)3.14H2O) terdapat dalam bentuk batuan,
serbuk, maupun cairan. Massa jenis alum adalah 480 kg/m3, dengan kadar air 11
– 17 %. Dosis alum dapat dikurangi dengan cara penurunan kekeruhan air baku,
filtrasi langsung untuk kekeruhan <50 NTU, penambahan polimer, dan
penyesuaian pH optimum (6.0 – 8.0). Alum dilarutkan dalam air dengan kadar 3
– 7 % (5 % rata-rata) untuk pembubuhan. Kadar maksimum aplikasi 12 –15%.
Aluminium suflat memerlukan alkalinitas (seperti kalsium bikarbonat) dalam air
agar terbentuk flok :
Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2→2Al(OH)3 + CaSO4 + 18H2O + 6CO2
CaSO4 + Na2CO3→CaCO3 + Na2SO4
Bila alkalinitas alamnya kurang, perlu dilakukan penambahan Ca(OH)2 dengan
persamaan reaksi :
Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(OH)2→2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O
Alternatif lain adalah penambahan NaCO3 yang relatif lebih mahal. (Al-layla
Anis M Et All, 1998).
Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat
penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum
koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Range pH
optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai
rangenya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi ( Cornwell, 1998 ).
Sedimentasi primer merupakan operasi yang berfungsi untuk
memindahkan zat tersuspensi yang terkandung dalam air baku dari suatu sumber
air dan operasinya tanpa melibatkan penambahan bahan kimia sedangkan untuk
sedimentasi sekunder merupakan operasi yang berfungsi untuk memindahkan
zat tersupensi yang terbentuk dari reaksi secara kimia melalui proses koagulasi
flokulasi, presipitasi kimia dan lainnya.
Terdapat dua jenis operasi sedimentasi yaitu operasi sedimentasi secara
gravitasi dan secara sentrifugasi. Operasi sedimentasi secara gravitasi
merupakan cara untuk mengendapkan dan memisahkan partikel dengan melalui
mekanisme gravitasi secara alami dan perbedaan densitas sedangkan operasi
sedimentasi secara sentrifugasi merupakan cara untuk mengendapkan partikel
dengan menggunakan alat sentrifugasi yang memiliki kecepatan pengendapan
jauh lebih tinggi dibandingkan pengendapan secara gravitasi.
Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat
jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air, dan kecepatan aliran dalam bak
pengendap. Berat jenis fluida lebih besar daripada berat jenis partikel
padatannya, maka laju pengendapannya lamban. Begitu pula sebaliknya,
semakin besar berat jenis partikel maka laju pengendapannya cepat. Laju
pengendapan sangat dipengaruhi oleh viskositas yang berkaitan erat dengan
temperatur. Bila temperatur tinggi maka viskositas menurun sehingga bentuk
dan ukuran partikel semakin kecil sehingga laju pengendapan cepat. Aliran
dalam bak pengendapan akan mempengaruhi laju endapan. Pada aliran laminer
laju pengendapan cepat sedangkan pada aliran turbulen laju pengendapan akan
sangat tergganggu maka akan sangat lambat mengendap.
Partikel padat yang berbentuk bola atau mendekati bola akan lebih cepat
mengendap apabila dibandingkan dengan partikel yang berbentuk pipih atau
jarum. Partikel yang diameternya sangat kecil yaitu beberapa micron akan
mengendap sangat lambat. Bila partikel-partikel padat tersebut berbentuk flok
maka kan mengendap lebih cepat. Sedimentasi massa partikel padat yang
tergumpal atau flok adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan
asumi-asumsi perhitungan dalam endapan setelah gumpalan atau flok itu sendiri
terendapkan. Lapisan dasar flok ditekan oleh lapisan flok lainnya yang
mengendap diatasnya dan berlangsung dengan kekuatan yang lemah. Endapan
yang dihasilkan terdiri dari kerapatan dan densitas yang berbeda. (Sri, 2010)
Jenis operasi sedimentasi salah satunya adalah operasi secara batch. Cara
ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling
mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme
sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Mekanisme Sedimentasi Batch


Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com
Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi
seragam dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B).
Partikel mulai mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum
dengan cepat. Zona D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga
lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena
tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang
berbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi
seragam, dengan komsentrasi dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas
zona B, adalah zona A yang merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah
(gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang.
Akhirnya zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat
ini disebut critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara
cairan bening dan endapan (Foust, 1980).

Bagian-Bagian dari Bak Sedimentasi


Gambar 2. Bagian-Bagian dari Bak Sedimentasi

 Zona Inlet, zona ini mendistribusikan aliran air secara merata pada bak
sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua
fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih
mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik.
Zona inlet didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular.
Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun
menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding
memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi.
Didesain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak
sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
 Zona Pengendapan, dalam zona ini air mengalir pelan secara horizontal ke
arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel
tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
 Zona Lumpur:
- Lumpur terakumulasi
- Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scapper
 Zona Outlet, seperti zona inlet, zona outlet atau struktur effluent
mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan
karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir
(pelimpah) dan bak penampun limpahan digunakan untuk mengontrol
outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice
terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang
lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil
selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi.

Selain bagian-bagian utama diatas, sering bak sedimentasi


dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona pengendapan
(Gambar2.23) dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.

Gambar 3. Settler pada bak sedimentasi

Plate settler merupakan keping pengendap yang dipasang pada


settling zone (zona pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan
tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas
bidang pengendapan sehingga proses fisika dari sedimentasi dapat
berlangsung lebih efektif bila tanpa menggunakan plate settler. Adapun
tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendrick, 2005 dalam
Husaeni, 2011) :
1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana sludge yang mengendap turun
ke dasar bak melalui plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju
outlet zone.
2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana sludge yang
mengendap turun ke dasar bak melalui plate bersamaan dengan
aliran air yang mengalir ke bawah, sedangkan aliran air menyilang
(crossing) di masing – masing plate.
Tujuan pemasangan plate dengan kemiringan 600, yaitu agar
penggunaan plate maksimal. Yang mana plate dibuat miring dan berlapis-
lapis di bak sedimentasi untuk memperluas permukaan pengendapan,
sehingga flok yang menempel pada plate dapat sebanyak mungkin
sehingga sebagian permukaaan plate akan tertutup dan pengendapan flok
tidak efektif lagi. Dengan bentuk plate yang dipakai yaitu zig-zag dengan
sudut 600, dengan presentase penurunan total suspended solid sebesar
92,31%. Dan untuk presentase penyisihan kekeruhan sebesar 92,86%.

Parameter Operasi pada Unit Sedimentasi


1. Waktu tinggal (detention time)
2. Laju luapan permukaan (overflow rate).
3. Kecepatan aliran
4. Laju luapan (weir overflow rate).

III. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Jerry can penampung air 1. Air sungai
2. Tangki koagulasi + pengaduk 2. Tawas
3. Bak sedimentasi 3. Larutan NaOH
4. Turbidimeter
5. pH meter
IV. Prosedur Kerja

Menyiapkan air baku dalam tangki


koagulasi

Mengukur nilai pH awal air baku

Menambahkan larutan NaOH

Memasukkan padatan tawas

Melakukan pengadukan cepat selama


± 1 menit

Mengukur nilai kekeruhan awal


(NTU) dan nilai pH setelah
ditambahkan koagulan

Memasukkan air hasil proses


koagulasi kedalam bak
sedimentasi

Melakukan pengukuran nilai


kekeruhan setiap 5 menit
V. Data Pengamatan
Volume air umpan = 40 liter
Berat koagulan = 8,8 gram
Kekeruhan awal = 15,88 NTU
pH awal air baku = 5
pH setelah penambahan tawas dan larutan NaOH = 7
Tabel 1. Pengamatan Proses Sedimentasi Setelah Penambahan Tawas
Waktu Kekeruhan Efisiensi
(menit) (NTU) (%)
0 10,58 0
5 4,12 61,056
10 3,94 62,75992
15 3,09 70,79395
20 2,98 71,83365
25 2,96 72,02268
30 2,87 72,87335
35 2,86 72,96786
40 2,85 73,06238
45 2,85 73,06238
50 2,73 74,1966
VI. Pengolahan Data
6.1 Kurva Kekeruhan Air Baku Terhadap Waktu Sedimentasi

Kurva Kekeruhan Air Baku terhadap Waktu Sedimentasi

12

10
Kekeruhan (NTU)

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Waktu (menit)

6.2 Kurva Efisiensi Sedimentasi Terhadap Waktu Sedimentasi

Kurva Efisiensi Sedimentasi terhadap Waktu Sedimentasi


80

70

60
Efisiensi (%)

50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (menit)
VII. Pembahasan
Telah dilakukan praktikum sedimentasi dengan tujuan mengetahui
efisiensi sedimentasi terhadap waktu proses sedimentasi untuk menghasilkan air
bersih .Air baku yang digunakan pada praktikum ini adalah air sungai Sarijadi
dengan kekeruhan awal 15,88 NTU dan pH 5. Kekeruhan awal pada air baku
telah memenuhi standar air bersih menurut Permenkes tentang Standar Kualitas
Air Bersih dan Air Minum Nomor 416/MENKES /PER/IX/1990 dengan
kekeruhan akhir antara 5-25 NTU. Sebelum proses sedimentasi dilakukan
terlebih dahulu proses koagulasi dengan menggunakakan koagulan tawas
sebanyak 8,8 gram dalam 40 L air baku. Penambahan koagulan bertujuan untuk
mendestabilkan partikel koloid dan partikel tersuspensi dalam air baku agar
proses sedimentasi berjalan lebih cepat.
Proses sedimentasi dilakukan secara batch. Bak sedimentasi dilengkapi
dengan plate settler yang dipasang dengan posisi miring dan berlapis-lapis yang
bertujuan untuk memperluas permukaan pengendapan sehingga lebih banyak
flok yang menempel pada plate. Pada praktikum ini penurunan nilai kekeruhan
yang signifikan terjadi pada menit ke 5 dengan efisiensi 61.056%. Hal ini
disebabkan pada waktu 5 menit sudah banyak flok yang mengendap akibat
penambahan koagulan. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa dengan
bertambahnya waktu sedimentasi efisiensi pun ikut meningkat karena semakin
banyak partikel tersuspensi yang terendapkan. Pada menit ke 30 sampa menit ke
50 nilai kekeruhan air baku mengalami penurunan yang sangat sedikit. Hal
tersebut dikarenakan pada menit ke 25 sudah banyak partikel tersuspensi yang
terendapkan sehingga.
VIII. Kesimpulan
Proses sedimentasi selama 50 menit secara batch dengan menggunakan
bak sedimentasi yang dilengkapi dengan plate settler dapat menurunkan nilai
kekeruhan dari 15,88 NTU hingga 2,73 NTU dengan efisiensi 74,2% dan sudah
sesuai dengan standar air bersih menurut Permenkes tentang Standar Kualitas
Air Bersih dan Air Minum Nomor 416/MENKES /PER/IX/1990.
DAFTAR PUSTAKA

Alfagama, Habib. 2010.”Permenkes Tentang Kualitas Air Bersih dan Air


Minum”. https://habib00ugm.wordpress.com/2010/05/27/permenkes-tent
angstandar-kualitas-air-bersih-dan-air-minum/ (diakses pada tanggal 30
Agustus 2018)

Fitriyah. 2013. “Jawaban Presentasi MKA” http://fitricurhat.blogspo


t.com/2013/06/jawaban-presentasi.html (diakses pada tanggal 30 Agustus
2018)

Kostader, Amira. (2016). “Makalah Sedimentasi (Teknik


Kimia)”.http://amirakostader.blogspot.com/2016/10/makalah-sedimentasi-
teknik-kimia.html (diakses pada tanggal 30 Agustus 2018)

Anda mungkin juga menyukai